• Tidak ada hasil yang ditemukan

Liberalisme dAN Pembangunan Pertanian. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Liberalisme dAN Pembangunan Pertanian. docx"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

LIBERALISME DAN PEMBANGUNAN

PERTANIAN

TUGAS

MATA KULIAH: PEMBANGUNAN PERTANIAN

DOSEN : DR.Ir. Endry Martius, MSc

OLEH :

Jeffri Argon, SE

BP. 1221202020

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ANDALAS

(2)

Liberalisme dan Pembangunan Pertanian

1. Pendahuluan

Satu hal yang selalu muncul ketika kita membahas pembangunan pertanian adalah: “Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam skenario pembangunan, diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan, jika sektor pertanian tidak produktif maka pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan suatu negara akan menurun pula”, hal ini didukung oleh data International Food Policy Research Institute (IFPRI) yang diolah dari 42 negara menunjukkan bahwa peningkatan produksi pertanian US$ 1 menghasilkan peningkatan pertumbuhan kegiatan ekonomi senilai US$ 2.32

Pentingnya peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara juga dikemukakan oleh, seperti dijabarkan dibawah ini:

1. Pensuplai makanan pokok dan bahan baku bagi sektor lain dalam ekonomi yang berkembang

2. Surplus pada sektor ini dapat dijadikan tabungan atau pajak untuk mendukung sektor lainnya

3. Dengan membeli barang konsumsi dari sektor lainnya, akan meningkatkan permintaan dari penduduk perdesaan untuk produk dari sektor lain yang sedang berkembang

4. Menghapuskan kendala devisa melalui pemerimaan devisa dengan ekspor atau dengan menabiung devisa melalui substitusi impor.

(3)

tidak malah nantinya bisa ditunggangi kepentingan asing dalam hal komoditas pangan ini yang dapat menimbulkan liberalisme pertanian.

Pembahasan mengenai liberalisme dalam pembangunan pertanian ini akan dikemukakan penulis dengan tujuan seperti dibawah ini

2. Tujuan Pembahasan

Apa liberalisme dalam pembangunan? Apa bentuk liberalisme dalam pembangunan pertanian? Bagaimana liberalisme mempengaruhi pembangunan pertanian?

3. Apakah Liberalisme dalam Pembangunan Pertanian itu?

Sebelum membahas lebih jauh tentang bagaimana pengaruh liberalisme dalam pembangunan pertanian, kita bahas dulu apa itu apa itu liberalisme? Liberalisme berasal dari kata liberal yang bermakna bebas dari batasan, bebas berpikir, leluasa dan sebagainya. Kata ini aslinya mulai dikenali pada abad ke-14 melalui Prancis, Latinnya adalah Liberalis. Dan suffixisme yang melekat setelah kata liberal menunjukkan bahwa “kebebasan berpikir” ini merupakan jenis kecenderungan yang kemudian belakang hari membentuk sebuah maktab. Dari sudut pandang etimologi, liberal dapat dilekatkan pada seseorang yang dalam pandangan-pandangan atau perilaku beragam yang diperbuatnya ia bersikap toleran. Dengan kata lain, ia tidak bersikap puritan dan fanatik terhadap pandangannya sendiri. Keyakinan terhadap kebebasan pribadi. Pendapat dan sikap politik yang menghendaki terjaganya tingkat kebebasan di hadapan hegemoni pemerintah atau setiap institusi lainnya yang mengancam kebebasan manusia.

Dan bagaimana bentuk liberalisme dalam pembangunan, dalam pembangunan ciri liberalisme dapat ditandakan sebagai berikut:

a. Semua sumber produksi adalah milik masyarakat individu.

b. Masyarakat diberi kebebasan dalam memiliki sumber-sumber produksi.

(4)

d. Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber daya produksi dan masyarakat pekerja (buruh). e. Timbul persaingan dalam masyarakat, terutama dalam mencari

keuntungan.

f. Kegiatan selalu mempertimbangkan keadaan pasar.

g. Biasanya barang-barang produksi yang dihasilkan bermutu tinggi.

Dapat dilihat sebenarnya liberalisme itu bertujuan untuk memicu pertumbuhan dalam perekonomian, namun seiring dengan belum meratanya sektor-sektor produksi di Indonesia terutama sektor sumber daya manusia dan sumber daya modal/lahan, maka terlalu dini untuk tidak melakukan campur tangan dalam kegiatan ekonomi.

Sementara di Liberalisme dalam Pembangunan Pertanian dapat kita lihat dalam bentuk “revolusi hijau” yang mendasarkan diri pada empat pilar penting

1) Penyediaan air melalui sistem irigasi,

2) Pemakaian pupuk kimia secara optimal,

3) Penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu,

4) Penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas. Selain hal di atas, integrasi kepentingan global dalam bentuk badan perdagangan dunia (WTO), telah menyebabkan lemahnya proteksi harga kepada komoditas pertanian. Sementara menurut Penny DH, ditingkat lokal harga komoditas pertanian di Indonesia dibebani oleh hal sebagai berikut:

A. Susahnya petani kita dalam memperoleh barang-barang input untuk pertanian akibat distribusi yang tidak memadai

B. Fasilitas-fasilitas pengolahan dan transportasi untuk akses pasar yang tidak memadai

(5)

Dapat kita lihat hal-hal di atas yang tidak sejalan dengan semangat “revolusi hijau” menyebabkan tingginya harga produksi komoditas pertanian, di sisi lain pemerintah semakin melepaskan proteksi harga pertanian.

Selain karena “revolusi hijau”, kita bisa melihat liberalisasi perdagangan yang mengakibatkan pemerintah tidak bisa melindungi harga komoditas unggulan terutama komoditas pertanian, menyebabkan sektor pertanian tergerus oleh roda pembangunan ekonomi Akibatnya walaupun kita sering disebut sebagai negara agraris, sektor pertanian kita selalu tertinggal dibanding negara-negara lain. Untuk lebih lanjut kita bahas dampak liberalisme dalam pembangunan pertanian.

4. Dampak Liberalisme dalam Pembangunan Pertanian

Manfaat konstruktif dari liberalisasi hanya akan dapat diperoleh oleh negara yang sabar dan sistematis dalam menggunakan logika-logika pembangunan, mereka yang tergesa-gesa cenderung menjadi korban atau mangsa kekuatan ekonomi global (Hendrawan Supratikno). Setidaknya lanjut Hendrawan, ada tiga konsekuensi dari liberalisasi yang harus kita antisipasi secara matang, yaitu:

1) Terjadinya fenomena “global consumption, local income”, yaitu para pekerja yang bekerja dengan tingkat pendapatan lokal dipaksa untuk mengkonsumsi barang dan jasa yang telah mengglobal.

2) Berlakunya “law of one price” (hukum satu harga), sebagai contoh harga bensin di negara kaya akan cenderung sama dengan di negara miskin, padahal perbedaan pendapatan di antara masyarakatnya jauh. 3) Terjadinya kecenderungan yang menang akan terus-terusan menang

(the winner-takes-all society), di sini liberalisme akan melahirkan masyarakat yang dikotomis, pemenang dan pecundang.

(6)

kebanyakan berasal dari produk impor. Anehnya harga di tingkat konsumen di negara-negara industri cenderung meningkat, sehingga produk-produk pangan dari negara maju yang telah menembus pasar global pun cenderung tinggi. Dapat kita lihat bahwa liberalisme menyebabkan elastisitas transmisi harga komoditas pertanian sangat kecil sehingga kenaikan harga di tingkat konsumen tidak dapat dinikmati oleh petani produsen.

Sektor pertanian sendiri baru masuk ke dalam agenda WTO pada putaran Uruguay, yang menghasilkan tiga aspek kesepakatan utama, yakni mempermudah akses pasar, mengurani subsidi domestik, dan memperluas kompetisi ekspor. Sebagaimana temuan Zhou (dalam buku Ahmad Erani Yustika) yang meneliti dampak masuknya WTO ke Cina, liberalisme pada sektor pertanian berpotensi memberikan keuntungan dan kerugian. Dampak positif liberalisme adalah impor pertanian dapat mengatasi masalah kelangkaan komoditas pertanian dan pangan terutama di negara berpenduduk seperti Cina dan Indonesia. Sedangkan dampak negatif liberalisme, kenaikan impor dapat memukul produksi dan pemasaran domestik. Lebih jauh lagi Zhou memprediksi bahwa rendahnya produktivitas komoditas pertanian domestik mengakibatkan beberapa negara berkembang kehilangan keunggulan kompetitif, sehingga petani kehilangan isnentif untuk berproduksi, yang menyebabkan ketergantungan terhadapa impor semakin besar.

(7)

terhadap kita?. pada bab berikut mengenai saran dan kesimpulan penulis akan membahas hal tersebut.

5. Saran dan Kesimpulan

Sudah saatnya kita berupaya dan bersabar dalam membangun sektor pertanian dengan menggunakan logika-logika dalam pembangunan secara sistematis. Kita harus mengetahui dahulu sektor/sub-sektor apa saja yang menjadi unggulan Indonesia dalam komoditas pertanian, seperti kita ketahui subsektor yang menjadi penyelamat devisa Indonesia adalah kelapa sawit, kopi, karet, dan kakao, sementara di sub-sektor tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan Indonesia selalu mengalami defisit (Istiqomah dalam buku Ahmad E Yustika).

Dengan demikian kita harus mempertimbangkan comparative advantage dan disadvantage, dari komoditas-komoditas di atas. Namun yang harus diingat sektor tanaman pangan sangatlah memainkan peranan penting dalam perekonomian sebuah negara, sektor pangan merupakan kebutuhan yang sangat dasar bagi penduduk Indonesia. Akan sangat berisiko jika lahan-lahan pertanian untuk pangan digantikan oleh lahan-lahan-lahan-lahan perkebunan semata hanya karena kita mengejar “comparative advantage”, di sisi lain kita harus tergantung pada negara lain dalam memenuhi kebutuhan dasar kita.

Terkait konversi lahan memang dibutuhkan regulasi yang melarang perubahan pemanfaatan lahan pertanian dan penegakan kebijakan. Tapi, di luar itu butuh program perluasan lahan yang masih mungkin dibuka, pemerintah selama ini berdalih keterbatasan anggaran untuk menyiapkan infrastruktur pembukaan lahan sawah , berbeda dengan lahan baru di perkebunan yang dibiayai sendiri oleh investor swasta.

(8)

yang dialokasikan sekitar Rp 90 triliun di APBN. Jadi masalah sebenarnya adalah realokasi, bukan keterbatasan anggaran. Justru dengan langkah ini, program pengurangan kemiskinan menjadi jauh lebih sistematis dan efektif dalam jangka panjang. Selebihnya, pemerintah mesti berjibaku meningkatkan pendidikan dan keterampilan tenaga kerja secara cepat. Gerakan “revolusi hijau” mungkin tidak terlalu diperlukan jika kita bisa menggali dan memberdayakan nilai-nilai lokal yang terdapat di dalam masyarakat perdesaan kita, seperti yang disebutkan Chambers, orang-orang di desa mempunyai pengetahuan dalam hal-hal berikut:

- Praktek cocok tanam, jangan lah lupakan jika orang-orang desa mempunyai cara-cara unik berdasarkan pengalaman mereka sendiri. Alih-alih dengan cara radikal langsung menyatakan teknologi yang kita bawa adalah yang terbaik, kita perlu melibatkan, mendengarkan, dan menyesuaikan pengetahuan bercocok tanam mereka dengan teknologi yang kita bawa.

- Kemampuan untuk mempertahankan, meluruskan dan membetulkan permasalahan di wilayah mereka, seperti telah di sebut di pendahuluan, masyarakat desa yang mengelompok dan mampu bermusyawarah, biasanya mempunyai kemampuan sendiri dalam mengatasi persoalan di wilayah mereka.

- Sifat masyarakat desa yang suka mencoba-coba, terutama dalam mata pencaharian mereka yang sebagian besar di bidang pertanian, kadang terselubung oleh hingar-bingar kegiatan penelitian, penyuluhan, dan pertemuan-pertemuan lainnya, seharusnya pengalaman mereka mencoba-coba itu harus digali dan mengemuka.

Demikianlah, berangkat dari pengamatan mendalam mengenai karakteristik masyarakat dan kearifan lokal tersebutlah seharusnya masyarakat perdesaan diberdayakan.

(9)

mengupayakan fair trade dalam forum WTO, karena negara-negara maju banyak menerapkan praktik-praktik yang merugikan daya saing komoditas negara-negara berkembang.

Di samping itu pemerintah haruslah menyiapkan strategi industrialisasi berbasis pertanian, agar transformasi ekonomi berjalan secara matang, sehingga konsekuensi negatif liberalisasi seperti yang disebut oleh Hendrawan Supratikno

di bab sebelumnya tidak kita alami. Dengan semakin kuatnya dasar sektor pertanian kita nantinya peran pemerintah pun bisa sedikit dikurangi. pada saat itulah kita mengejar hal yang efektif dan efisien dari gerakan liberalisasi untuk

memicu pertumbuhan dalam perekonomian.

Daftar Pustaka

 Hendrawan Supratikno, “Ekonomi Nurani vs Ekonomi Naluri”, 2011

(10)

 Mudrajat Kuncoro, “Ekonomika Pembangunan”, 2010

 Penny DH, “Masalah Pembangunan Pertanian Indonesia”

 Robert Chambers, “Pembangunan Desa - Mulai Dari Belakang”, 2000

http://sammy-ekonomiku.blogspot.com/2008/05/liberalisme-pembangunan-ekonomi.html

 http://ahmaderani.com/dampak-liberalisasi-pertanian.html

http://aininursyafaah.wordpress.com/2010/09/15/liberalisme-pertanian-membunuh-petani-kah/

 http://arifsetiawan06.blogspot.com/2011/12/liberalisme.html

http://www.alumniits.com/index.php/berita/1135-liberalisasi-pertanian-dan-infrastruktur-beri-kontribusi-pelanggaran

http://rifqiebrinkz.blogspot.com/2012/09/dampak-liberalisasi-pertanian-terhadap.html

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil evaluasi penawaran, serta klarifikasi Negosiasi Harga oleh Pejabat Pengadaan Barang/ Jasa Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kab.. Maka dengan

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, dan menjualnya dengan harga yang sedikit murah, mereka itu sebenarnya

Dengan demikian penulis perlu mengkaji penelitian ini untuk mengetahui kebenaran adanya singkatan dan akronim yang terdapat dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat edisi

bahwa Dewan Pengawas Perusahaan Aneka Dharma Kabupaten Bantul yang dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati Bantul Nomor 283 Tahun 2011 tentang Pengangkatan Dewan

Penelitian ini bertujuan untuk Menganalisis kosentrasi respirable debu particulate matter (PM 2,5 ) di udara ambient dan gangguan kesehatan pada masyarakat di

Pada skenario ini akan diuji pengaruh perubahan waktu simulasi untuk mengetahui pola kedatangan paket pada algoritma antrian M/M/N yang telah dirancang... Rumani M,

SMA Negeri 4 Semarang merupakan sekolah yang sangat kondusif untuk. menyelenggarakan proses pendidikan karena bertempat di lokasi

luar diri individu dan self-perception yang merupakan persepsi itu disebabkan oleh rasangan yang berasal dari dalam diri individu yang berarti objeknya adalah