• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Darah Tepi pada Penderita Karsinoma Nasofaring Sebelum dan Sesudah Kemoradioterapi di RSUP.H.Adam Malik tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Darah Tepi pada Penderita Karsinoma Nasofaring Sebelum dan Sesudah Kemoradioterapi di RSUP.H.Adam Malik tahun 2015"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nasofaring

Nasofaring terletak di belakang rongga hidung, di atas palatum molle. Bila palatum molle diangkat dan dinding posterior faring di tarik kedepan seperti waktu menelan, maka nasofaring tertutup dari orofaring. Nasofaring mempunyai atap, dasar, dinding anterior, dinding posterior dan dinding lateral. Atap dibentuk oleh corpus ossis spenoidalis dan pars basilaris ossis occipitalis. Kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsila faringeal, terdapat di dalam submukosa. Dasar dibentuk oleh permukaan atas palatum molle yang miring. Isthmus faringeus adalah lubang di dasar nasofaring diantara pinggir bebas palatum molle dan dinding posterior faring. Selama menelan, hubungan antara naso dan orofaring tertutup oleh naiknya palatum molle dan tertariknya dinding posterior faring ke depan. Dinding anterior dibentuk oleh apertur nasalis posterior, dipisahkan oleh pinggir posterior septum nasi. Dinding posterior membentuk permukaan miring yang berhubungan dengan atap.Dinding ini ditunjang oleh arcus anterior atlantis. Dinding lateral pada tiap-tiap sisi mempunyai muara tuba auditiva ke faring. Pinggir posterior tuba membentuk elevasi yang disebut elevasi tuba.M.Salfingofaringeus yang melekat pada pinggir bawah tuba, membentuk lipatan vertical pada membrane mukosa yang disebuat plika salphingofaringeus. Recessus faringeus adalah lekukan kecil pada dinding lateral di belakang elevasi tuba. Kumpulan jaringan limfoid di dalam submukosa di belakang muara tuba auditiva disebut tonsila tubaria.5

2.2. Karsinoma Nasofaring 2.2.1 Definisi

(2)

5

pada pria usia produktif (perbandingan pasien pria dan wanita adalah 2,18:1) dan 60% pasien berusia antara 25 hingga 60 tahun.6

2.2.2. Tipe-Tipe Karsinoma Nasofaring

Karsinoma nasofaring di klasifikasikan berdasarkan pengamatan histologi menjadi beberapa sub-tipe.:

Tipe1 (I) keratinizing nasopharyngeal carcinoma Tipe2 (II) Non-keratinizing cell carcinoma dan Type 3 (III) Undifferentiated cell carcinoma. World Health Organization (WHO) III subtype adalah bentuk karsinoma nasofaring yang paling sering dijumpai di daerah endemis dan bentuk yang berbeda dari tipe squamous karsinoma nasofaring itu berhubungan dengan Epstein barr virus (EBV) dan sensitifitas terhadap kemoterapi dan radioterapi(RT).7

Stadium TNM karsinoma nasofaring berdasarkan American Joint Committee on Cancer 2010:

Tumor Primer (T)

TX Tumor primer tidak dapat dinilai T0 Tidak terbukti adanya tumor primer Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor terbatas di nasofaring atau tumor meluas ke orofaring dan/kavum nasi tanpa perluasan ke parafaring.

T2 Tumor dengan perluasan ke daerah parafaring.

T3 Tumor melibatkan struktur tulang dasar tengkorak dan/atau sinus paranasal.

T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terlibatnya syaraf kranial, hipofaring, orbita atau dengan perluasan ke fossa infratemporal/ruang mastikator.

KGB Regional (N)

NX KGB regional tidak dapat dinilai. N0 Tidak ada metastase ke KGB regional.

(3)

6

N2 Metastase kelenjar getah bening bilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular.

N3 Metastase pada kelenjar getah bening diatas 6 cm dan/atau pada fossa supraklavikular.

N3a Diameter terbesar lebih dari 6 cm.

N3b Meluas ke fossa supraklavikular, Metastase Jauh (M) M0 Tanpa metastase jauh

M1 Metastase jauh

Tabel 2.1 Stadium TNM Karsinoma Nasofaring

Stadium T N M

I T1 N0 M0

II T1 N1 M0

T2 N0-1 M0

III T1,2 N2 M0

T3 N0-2 M0

IV A T4 N0-2 M0

IV B Semua T N3 M0

IV C Semua T Semua N M1

2.2.3. Faktor Resiko Karsinoma Nasofaring

Kanker yang berbeda memiliki faktor risiko yang berbeda pula. Faktor risiko adalah segala sesuatu yang mempengaruhi peluang seseorang terkena penyakit. Dari beberapa penelitian (case control dan cross sectional) dengan pemanfaatan regresi logisik maupun chi-square mengenai KNF, terdapat faktor-faktor risikonya antara lain perilaku merokok, jenis kelamin, umur, paparan debu, paparan asap rokok, sosial ekonomi, pola hidup tidak sehat, paparan asap kayu bakar, konsumsi ikan asin dibawah umur 10 tahun karena mengandung nitrosamine volatile terutama N-nitrosodimethylamine dan infeksi virus Epstein-Barr, konsumsi alkohol, dan genetik8,24,26 .

(4)

7

perokok aktif. Dalam sebuah penelitian menyatakan bahwa perokok pasif wanita berpengaruh pada kejadian KNF.

2.3. Diagnosis

Sekitar 3 dari 4 penderita karsinoma nasofaring mengeluhkan dengan adanya benjolan di leher. Benjolan tersebut bisa berada pada kedua sisi leher hingga ke daerah belakang dari leher. Benjolan tersebut tidak lunak ataupun sakit. Ini disebabkan karena kanker tersebut menyebar hingga ke kelenjar getah bening di daerah leher. Gejala lain dari karsinoma nasofaring adalah :18

1. Gangguan pendengaran, rasa penuh di telinga, tinitus, infeksi telinga yang berulang

2. Hidung tersumbat

3. Epistaksis

4. Sakit kepala

5. Nyeri pada daerah wajah

6. Kesulitan untuk membuka mulut

7. Diplopia atau pengelihatan kabur

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa dari karsinoma nasofaring adalah biopsi.19

(5)

8

Gambar 2.2. Karsinoma Nasofaring Non-Keratinizing Carcinoma

2.4. Penatalaksanaan

Radioterapi masih merupakan terapi utama, pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, factor transfer, interferon, kemoterapi dan seroterapi. Berbagai kombinasi kemoterapi yang dikembangkan sejauh ini masih yang terbaik adalah cis-platinum. Pengobatan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang tidak hilang saat kemoradioterapi.9

Radioterapi

(6)

9

Kemoterapi

Kombinasi radiokemoterapi sebagai radiosensitizer terutama diberikan pada pasien dengan T2-T4 dan N1-N3. Kemoterapi sebagai radiosensitizer diberikan preparat platinum based 30-40 mg/m2 sebanyak 6 kali, setiap minggu sekali 2,5 sampai 3 jam sebelum dilakukan radiasi. Pada kasus N3 > 6 cm, diberikan kemoterapi dosis penuh neo adjuvant atau adjuvan . Kombinasi kemoradioterapi dengan mitomycin dan 5-fluorouracil oral setiap sebelum diberikan radiasi memperlihatkan harapan akan kesembuhan total penderita.

2.5. Efek Kemoradioterapi

Kemoradioterapi sendiri dapat mempengaruhi hematopoesis. Salah satunya kadar hemoglobin dalam darah. Pada 87% penderita mengalami penurunan kadar hemoglobin dalam darah setelah diberikan kemoterapi. Dan pada pemberian terapi radioterapi sebagian besar mengalami peningkatan kadar hemoglobin dalam darah dan sebagian kecil mengalami penurunan kadar hemoglobin dalam darah.10

Pada penelitian lain, pemeriksaan darah dilakukan pada penderita saat dua minggu sebelum terapi dan paling sedikit satu kali dalam seminggu saat pengobatan. Dan juga dinyatakan bahwa, ada perbedaan signifikan kadar leukosit sebelum pengobatan, jenis kemoterapi, siklus kemoterapi, tipe radioterapi, jenis kelamin, dan pengunaan paclitaxel (ya atau tidak) pada kelompok tertentu. Penderita yang mengalami leukopenia saat pengobatan memiliki kadar leukosit yang lebih rendah sebelum pengobatan. Penderita wanita lebih sering mengalami leukopenia.11

2.6. Hemopoiesis

(7)

10

transduksi sinyal yang mengatur transkripsi gen yang menyebabkan proliferasi, diferensiasi, dan apoptosis.

Sel stem primitif yang umum dalam sumsum memiliki kemampuan untuk bereplikasi, berproliferasi dan berdiferensiasi sendiri menjadi sel progenitor yang semakin terspesialisasi, setelah mengalami banyak pembelahan sel dalam sumsum, membentuk sel matur ( sel darah merah, granulosit, monosit, trombosit, dan limfosit) darah perifer.12

Tabel .2.2. Nilai Normal Darah Tepi

(8)

11

2.6.2 Eosinofil

Eosinofil memiliki kinetika produksi, diferensiasi, dan sirkulasi yang serupa dengan kinetika neutrofil faktor pertumbuhan IL-5(interleukin-5) penting dalam mengatur produksinya. Sel ini memiliki inti bilobus dan granul yang terwarnai menjadi merah oranye(mengandung histamin). Sel ini sangat penting dalam respons terhadap penyakit parasitik dan peyakit alergi. Pelepasan isi granulnya ke patogen yang lebih besar (misalnya helmin ) membentuk destruksinya dan fagositosis berikutnya12. Eosinopenia adalah defisiensi eosinofil dalam darah. Eosinofilia adalah pembentukan dan akumulasi eosinofil secara abnormal dalam darah23.

2.6.3 Basofil

Basofil adalah sel darah putih dengan granul sitoplasma yang berwarna biru ketika dilakukan pewarnaan Wright stain.Warna biru ini disebabkan karna pewarnaan dengan methelyne blue mengubah molekul yang terdapat dalam granul.Basofil bersirkulasi di peredaran darah, dengan sel mast, yang mana mirip dengan basofil dalam banyak hal, dan terfiksasi di jaringan, terutama di bawah kulit dan di mukosa dari respirasi dan gastrointestinal.

Basofil dan sel mast memiliki reseptor di rantai dari Ig-E. Dimana ketika molekul Ig-E mengalami Cross-linked oleh antigen, respon imun mengaktifkan mediator , seperti histamin, dan enzim seperti peroksida dan hidrolase di lepaskan. Hal ini menyebabkan inflamasi dan ketika di produksi dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan reaksi hipersensitifitas yang berat seperti anafilaktik sistemik. Sel mast juga berperan dalam proses peradangan pada tulang sendi pada rheumatoid arthritis.Mereka memproduksi sitokin dan enzim yang mendegradasi kartilago di sendi.14

2.6.4 Monosit

(9)

12

hidup selama beberapa hari, mungkin beberapa bulan.Sel ini memiliki morfologi berubah-ubah dalam darah perifer, tetapi berinti satu(mononuklear) dan memiliki sitoplasma keabuan dengan vakuola dan granul yang berukuran kecil. Dalam jaringan, monosit sering memiliki proyeksi sitoplasmik panjang yang menyebabkannya dapat berkomunikasi secara luas dengan sel-sel lain12. Monositopenia adalah penurunan proporsi abnormal monosit dalam darah.

Gambar.2.3. Proliferasi Sel Darah

2.7. Kemoradioterapi

Otolaringologis biasanya memperhatikan pasien dengan keganasan pada bagian kepala leher yang mana akan menerima pengobatan kemoterapi sebagai bagian dari pengobatan mereka. Biasanya pasien seperti ini sudah mengalami metastasis ataupun yang belum mengalami metastasis namun tidak dapat diobati dengan pemberian terapi kuratif dengan pembedahan ataupun radiasi. Kemoterapi juga dapat digunakan pada protokol eksperimental sebagai terapi primer atau dikombinasi dengan radioterapi (kemoradioterapi) untuk pasien yang memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami relaps.

Untuk mengevaluasi pengunaan kemoterapi yang benar. Praktisi harus mengenali hal-hal berikut ini:

(10)

13

2. Dosis yang tepat dan ekspektasi reaksi toksis yang ditimbulkan oleh suatu agen kemoterapi.

3. Prinsip dasar dari kombinasi kemoterapi.

4. Standard penggunaan dan pendekatan eksperimental dari kemoterapi pada squamous cell cancer kepala leher dan tumor kelenjar liur.15

Tabel 2.3. Obat kemoterapi dan efek sampingnya :

Nama obat Mekanisme Toksisitas

Alkylators

1. Cyclophosphamide DNA cross-linker Neutropenia,nausea ,cystitis.

2. Ifosfamide DNA cross-linker Myelosuppresion

,cystitis,confusion,alopecia

1. Bleomycin Scission of DNA Pulmonary

fibrosis,rash,mucositis

2. Adriamycin DNA intercalator Cardiotoxicity,mucositis, Myeolosupression

Vinca alkaloids

1. Vincristine Mitotic arrest Neurotoxicity,myeolosuppresion, Alopecia

2. Vinblastine Mitotic arrest Neurotoxicity,

myeolosuppresion,alopecia

Miscellaneous

1. Cisplatin DNA intercalator Nephrotoxicity, vomiting, Ototoxicity,neurophaty

2. Carboplatin DNA intercalator Myeolosuppresion,

Taxanes

1. Paclitaxel Microtubule

stabilizer

Gambar

Gambar 2.1. Karsinoma Nasofaring Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
Gambar 2.2. Karsinoma Nasofaring Non-Keratinizing Carcinoma
Tabel 2.3. Obat kemoterapi dan efek sampingnya :

Referensi

Dokumen terkait

M. Thirdly, Indonesian imports have been dominated by Sector-3: Manufacture of food products, beverages and tobacco products, Sector-4: Manufacture of textiles, wearing

Penelitian yang menguji pengaruh aktivitas lindung nilai terhadap agresivitas pajak dimulai oleh Graham dan Smith (1999) yang menemukan bahwa perusahaan yang

Untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan suatu sikap kedisiplinan kerja pengawai agar produktivitas kerja dari masing – masing pengawai tersebut dapat

a.pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing; b.kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan

Wahid, Abdurrahman, “Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia”, The Wahid Institute,

Neuron-neuron di seluruh kort eks serebri yang digalakkan oleh impuls aferen non-spesifik dinamakan neuron pengem ban kew aspadaan, oleh karena t ergant ung pada jumlah neuron-neuron

Adapun kelebihan dari metode Modified Least Significant Bit (MLSB) ini adalah pada penyisipan ke dalam citra digital menggunakan metode MLSB telah. memenuhi kriteria steganografi

Hal pertama yang akan dilakukan dalam proses encoding ini adalah dapatkan kembali kode karakter ASCII dari masing-masing karakter pesan tersebut.. Karena