• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengakuan Dan Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam NO. 79 PDT.P 2014 PN.BTM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengakuan Dan Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam NO. 79 PDT.P 2014 PN.BTM)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Tuhan menciptakan manusia saling berpasang-pasangan dengan tujuan agar

manusia merasa tenteram dan nyaman serta untuk mendapatkan keturunan demi

kelangsungan hidupnya. Manusia membentuk sebuah lembaga perkawinan untuk

mencapai tujuan tersebut. Diharapkan dengan adanya perkawinan dapat membentuk

sebuah keluarga yang bahagia, damai dan sejahtera karena di dalam keluarga dapat

menciptakan generasi yang sehat lahir dan batin. Generasi yang sehat akan dapat

menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tangguh.1

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

selanjutnya disingkat dengan Undang-Undang Perkawinan, merumuskan bahwa

“perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”2

Makna dan arti perkawinan menjadi lebih dalam, karena selain melibatkan

kedua keluarga juga lebih berarti untuk melanjutkan keturunan yang merupakan hal

penting dari gagasan melaksanakan perkawinan.3

1 Nastaina Dewi Risanty Malik, “Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam Perkara Nomor 46/ PUU-VIII/ 2010 Terhadap Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin Di Indonesia”, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, 2012, hlm. 1.

2Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

(2)

Perkembangan masyarakat dari hari ke hari menyebabkan terjadinya

perkawinan di antara orang-orang yang berbeda stelsel hukum yang berbeda,

perkawinan ini disebut dengan perkawinan campuran.4

Perkawinan campuran beda kewarganegaraan semakin banyak terjadi

disebabkan sikap masyarakat yang semakin terbuka terhadap kebudayaan yang

datang dari luar lingkungannya baik yang ada di daerah-daerah terpencil maupun

yang ada di kota. Disamping itu juga kemajuan teknologi di segala sektor telah

menimbulkan hubungan yang semakin akrab antar bangsa Indonesia dengan bangsa

lainnya. Hal ini sangat mempengaruhi terjadinya perkawinan campuran beda

kewarganegaraan.5

Perkawinan ini bersifat universal dan tidak dibatasi oleh warna kulit, ras dan

kewarganegaraan. Maka tidak mengherankan jika jumlah perkawinan campuran terus

bertambah, termasuk di Indonesia.6

Batam merupakan salah satu kota di Indonesia yang masyarakatnya cukup

banyak melangsungkan perkawinan campuran. Hal ini dibuktikan dengan adanya

laporan rekapitulasi penerbitan akta-akta sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan

Sipil Kota Batam pada 3 (tiga) tahun terakhir.

Perkawinan campuran yang dicatatkan pada Kantor Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil Kota Batam dalam 3 (tiga) tahun terakhir, yaitu sebagai berikut:7

4 Novie Yulianie, “Upaya Perlindungan Hukum Bagi Istri Warga Negara Indonesia Yang Melangsungkan Perkawinan Campuran”, Tesis, Magister Kenotariatan, Universitas Indonesia, 2012, hlm. 5

(3)

1. Tahun 2013 : 33 (tiga puluh tiga)

2. Tahun 2014 : 65 (enam puluh lima)

3. Tahun 2015 : 53 (lima puluh tiga)

Kota Batam merupakan salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di

Indonesia, yang didukung dengan adanya informasi Badan Pusat Statistik Kota Batam

mengenai laju pertumbuhan penduduk menurut jenis kelamin dari tahun 1999 (seribu

sembilan ratus sembilan puluh sembilan) sampai dengan tahun 2012 (dua ribu dua

belas) sebesar 27.12% (dua puluh tujuh koma dua belas persen).8

Kota Batam juga memiliki letak yang sangat strategis dalam jalur pelayaran

internasional. Jaraknya yang sangat dekat dan berbatasan langsung dengan Negara

Singapura dan Malaysia menyebabkan cukup banyak masyarakat Batam yang

melakukan perkawinan campuran.

Keberadaan anak dalam perkawinan merupakan sesuatu yang sangat berarti.

Anak merupakan anugerah dan titipan dari Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu,

orang tua harus memelihara, membesarkan, merawat, mendidik dengan penuh

tanggung jawab dan kasih sayang serta memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya.9

Undang-Undang Perkawinan menegaskan bahwa perlindungan khusus, kesempatan

7 Wawancara dengan Rahmat Ali, Kepala Seksi Perkawinan, Perceraian, Pengesahan dan Pengangkatan Anak, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam. Wawancara dilakukan pada tanggal 11 November 2016.

8 Badan Pusat Statistik Kota Batam, “Penduduk WNI Kota Batam Menurut Rasio Jenis Kelamin Tahun 1999-2014”, diakses melalui https://batamkota.bps.go.id/, pada tanggal 12 Desember 2016, pukul 15.30 WIB.

(4)

dan fasilitas yang memungkinkan anak-anak untuk berkembang secara sehat dan

wajar berhak diperoleh dari hubungan suami istri yang sah.

Suatu keadaan dimana kehadiran seorang anak dalam suatu keluarga tidak

selamanya merupakan suatu kebahagiaan pada kenyataannya sering ditemui. Hal ini

biasanya terjadi apabila seorang anak dilahirkan di luar perkawinan yang sah.10

Kehadiran seorang anak luar kawin akan mengakibatkan banyak pertentangan di

dalam keluarga dan masyarakat, begitu juga secara hukum dapat menimbulkan

permasalahan tersendiri.

Kelahiran seorang anak luar kawin tidak hanya diakibatkan oleh suatu

hubungan di luar nikah. Seorang perempuan dalam keadaan tertentu juga dapat

melahirkan seorang anak luar kawin, apabila perkawinan dilangsungkan secara adat

dan tidak dicatatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Pasal 80 KUHPerdata menegaskan:11

“Perkawinan harus dilangsungkan di hadapan Pejabat Kantor Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil.”

Selanjutnya ketentuan dalam Pasal 81 KUHPerdata menyatakan:12

“Perkawinan secara agama harus dilaksanakan setelah perkawinan di hadapan

Pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.”

10Soerojo Wignjodipoero,Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung Agung, 1994), hlm. 222.

(5)

Perkawinan yang hanya dilakukan secara agama dan tidak dilakukan di

hadapan Pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, maka

konsekuensi hukumnya dari berlakunya Pasal 80 jo Pasal 81 KUHPerdata di atas,

yaitu antara suami dan istri dan/atau antara ibu dan ayah dengan anak-anaknya (jika

ada anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut), tidak akan ada

hubungan-hubungan perdata. Hubungan perdata yang dimaksud adalah antara lain hubungan-hubungan

pewarisan antara suami dan istri dan/atau ibu dan ayah dengan anak-anak serta

keluarganya, apabila di kemudian hari terdapat salah seorang yang meninggal

dunia.13

Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan menentukan:14

(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu.

(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Undang-Undang Perkawinan tidak mengatur dan tidak menjelaskan mengenai

konsekuensi/akibat hukum, apabila perkawinan hanya dilakukan menurut hukum

agama (kepercayaan) saja, tanpa melakukan pendaftaran perkawinan di Kantor Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

13 Wawancara dengan Rahmat Ali, Kepala Seksi Perkawinan, Perceraian, Pengesahan dan Pengangkatan Anak, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam. Wawancara dilakukan pada tanggal 11 November 2016.

(6)

Terkait mengenai status kewarganegaraan anak luar kawin dari pasangan

suami istri yang berbeda kewarganegaraan, apabila ibu berkewarganegaraan

Indonesia, maka anak akan mengikuti warga negara dan hukum ibunya. Apabila ibu

berkewarganegaraan asing, maka anak akan mengikuti kewarganegaraan ibunya yang

berkewarganegaraan asing (WNA). Hal ini diatur dalam Pasal 4 huruf g

Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006, mengenai yang dapat disebut

sebagai WNI, yaitu:

“Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga Negara

Indonesia”.15

Dalam hal ini, mengenai keabsahan anak luar kawin sering menimbulkan

perdebatan. Perdebatan ini diakibatkan oleh kehendak hukum dan pengguna hukum

yang berlawanan. Hal tersebut ditunjukkan oleh kenyataan bahwa semua orang

menginginkan anak yang dilahirkan ke dunia ini berstatus sebagai anak sah. Namun

realitanya, tidak semua anak yang terlahir tersebut merupakan anak sah.16

Ketentuan dalam Pasal 4 huruf h Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor

12 Tahun 2006 juga menegaskan bahwa WNI adalah:

“Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang warga negara

asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai

15Pasal 4 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

(7)

anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18

(delapan belas) tahun atau belum kawin”.17

Terkait mengenai anak luar kawin yang ibunya WNI dan ayahnya WNA

berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Kewarganegaraan, dijelaskan:

“Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah,

belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin diakui secara sah

oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga

Negara Indonesia.”18

Tetap diakuinya anak-anak tersebut di atas sebagai WNI, berdasarkan Pasal 6

Undang-Undang Kewarganegaraan menyebabkan anak luar kawin tersebut di atas

memiliki dwi kewarganegaraan hingga ia berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah

menikah, yang mana ia diperbolehkan untuk memilih kewarganegaraannya.

Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan disampaikan secara tertulis kepada

pejabat yang ditugaskan oleh menteri untuk mengurusi bidang kewarganegaraan,

dengan dilampiri dokumen sesuai peraturan perundang-undangan.19

Akibat hukum terhadap anak luar kawin dari pasangan suami istri yang

berbeda kewarganegaraan, yaitu:20

1. Status anak dianggap tidak sah;

2. Anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu;

17Pasal 4 huruf h Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. 18Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

19 Lea Devina Anggundhyta Ramschie, “Proses Pengesahan Anak Luar Kawin Beda Kewarganegaraan”, Tesis, Magister Kenotariatan, Universitas Indonesia, 2011, hlm. 4.

(8)

3. Anak dan ibunya tidak berhak atas nafkah dan warisan.

Anak luar kawin perlu diakui oleh ayah atau ibunya menyangkut segala

akibatnya di bidang pewarisan, kewarganegaraan, perwalian dan sebagainya. Anak

tersebut harus diakui dengan tegas oleh ibu yang melahirkannya. Jika tidak maka

tidak ada hubungan hukum antara ibu dan anak. Hal ini dimuat dalam Pasal 280

KUHPerdata.21

Pengakuan merupakan suatu hal yang sifatnya berbeda dengan pengesahan.

Dengan dilaksanakannya pengakuan, seorang anak luar kawin tidak secara langsung

menjadi anak sah. Anak luar kawin baru menjadi anak sah, apabila kedua orang

tuanya melangsungkan perkawinan. Setelah itu mereka mengakuinya, atau jika

pengakuan anak luar kawin dilakukan dalam akta perkawinan itu sendiri. Demikian

ketentuan yang dimuat dalam Pasal 281 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata).22

Ketentuan dalam Pasal 280 KUHPerdata, menyebutkan: “Dengan melakukan

perbuatan pengakuan terhadap anak luar kawin, timbul hubungan perdata antara anak,

dan bapak atau ibunya”.23 Pengakuan ini dapat dilakukan dengan akta yang dibuat

oleh Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan harus dicatat

dalam akta kelahiran anak.24 Adapun pengaturan terhadap anak luar kawin melalui

alat bukti yang autentik dapat dilakukan dengan cara:25

1. Dalam akta kelahiran anak pada waktu perkawinan berlangsung.

21 Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 145.

22Ibid.

23Pasal 280 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

(9)

2. Dalam akta perkawinan ayah atau ibu jika kemudian meneruskan dengan

perkawinan.

3. Dalam akta pengakuan atau pengesahan anak.

Peristiwa pengesahan seorang anak, baik itu kelahiran anak luar kawin,

peristiwa kelahirannya perlu mempunyai alat bukti yang tertulis dan autentik. Hal ini

dikarenakan untuk membuktikan identitas seseorang yang berkekuatan hukum dapat

dilihat dari akta kelahirannya yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang berwenang

mengeluarkan akta kelahiran.26

Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983 tentang Penataan dan Peningkatan

Pembinaan Penyelenggaraan Pencatatan Sipil menegaskan bahwa setiap peristiwa

yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, baik itu kelahiran anak luar kawin juga

perlu didaftarkan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk mendapatkan

akta kelahiran. Akta kelahiran berfungsi sebagai perlindungan hukum yang tuntas

yang berarti bahwa pemilik akta oleh hukum telah diakui secara sempurna yang

menyangkut keadaan diri pribadinya seperti nama, tanggal lahir, nama kedua orang

tuanya dan lain-lain yang bersangkutan dengan identitas kelahirannya.27

Pengakuan dan pengesahan anak luar kawin terjadi pada kasus yang akan

menjadi objek penelitian, yaitu kasus anak luar kawin pada Penetapan No. 79 / Pdt.P /

2014 / PN.Btm tanggal 18 Maret 2014 yang mengadili dan memeriksa perkara

26Viktor M. Situmorang, Aspek Hukum Catatan Sipil di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm. 40.

(10)

perdata permohonan dalam tingkat pertama yang diajukan para pemohon, yaitu:

Pemohon DKJ (Pemohon I) dan Pemohon MNF (Pemohon II) yang mengajukan

permohonan pengakuan anak pada tanggal 4 Maret 2014 yang terdaftar di

Kepaniteraan Pengadilan Negeri Batam.

Pemohon DKJ berkewarganegaraan Selandia Baru berdasarkan Passport

Nomor: LA315588, tanggal 20 Desember 2010. Pemohon MNF merupakan WNI

berdasarkan Kartu Tanda Penduduk RI Nomor: 2171105911729003, tanggal 16 April

2010, yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam.

Pemohon DKJ dan Pemohon MNF sebelumnya telah melangsungkan

perkawinan secara agama. Hasil dari perkawinan ini, Pemohon MNF mengandung

dan melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama RDD, lahir di Batam pada

tanggal 26 Juni 2000. RDD merupakan anak pertama dari Pemohon MNF, hal ini

tercantum di dalam Kutipan Akta Kelahiran Nomor: 238/ PPN/ KI-CS-BTM/ 2004,

tanggal 9 Agustus 2004.

Perkawinan Pemohon DKJ dan Pemohon MNF baru dilangsungkan secara

resmi pada tanggal 26 April 2008 sebagaimana terdapat dalam kutipanParticulars of

Marriage No. 49/ 08 yang telah didaftarkan di Kantor Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil Kota Batam No. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014 pada tanggal 10

Februari 2014.

RDD diakui oleh Pemohon DKJ bahwa RDD adalah benar anak dari hasil

perkawinan Pemohon DKJ dengan Pemohon MNF yang lahir sebelum Pemohon DKJ

(11)

Sejak tanggal 10 Februari 2014, Pemohon DKJ dan Pemohon MNF telah

menjadi suami istri yang sah menurut hukum negara. Berdasarkan hal tersebut di atas,

Pemohon DKJ dan Pemohon MNF ingin mengesahkan dan mengakui RDD.

Selanjutnya, RDD yang terlahir dari anak luar kawin Pemohon MNF menjadi anak

yang diakui dan disahkan dari pernikahan Pemohon DKJ dan Pemohon MNF, demi

kepentingan masa depan RDD.28

Izin berupa Penetapan Pengadilan Negeri Batam sesuai domisili Pemohon

DKJ, Pemohon MNF dan RDD tersebut terlebih dahulu harus ada untuk syarat sah

pengesahan dan pengakuan RDD. Akta kelahiran sangat diperlukan guna kepentingan

anak di kemudian hari. Terkait hal ini, Pemohon DKJ dan Pemohon MNF

memerlukan izin berupa Penetapan dari Pengadilan Negeri Batam, mengingat

keduanya berdomisili di Batam.

Kasus ini merupakan kasus dimana orang tua yang hanya menikah secara

agama sadar akan kepentingan masa depan anak. Pemohon DKJ dan Pemohon MNF

selaku orang tua mengikuti prosedur yang telah diatur dalam undang-undang untuk

melegalkan, mencatatkan atau mendaftarkan pernikahan tersebut sehingga sejak

tanggal 10 Februari 2014 mereka menjadi suami istri yang sah menurut hukum

negara. Pemohon DKJ dan Pemohon MNF selanjutnya ingin mengakui dan

mengesahkan RDD yang sebelumnya terlahir dari anak luar kawin menjadi anak yang

diakui dan disahkan dari pernikahan orang tuanya.

(12)

Melihat kasus anak luar kawin yang saat ini berkembang di masyarakat, maka

pembahasannya akan dibatasi, yaitu hanya membahas kasus pengakuan dan

pengesahan anak luar kawin yang tunduk pada KUHPerdata. Berdasarkan latar

belakang tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai anak luar

kawin menjadi anak yang diakui dan disahkan yang akan dituangkan ke dalam tesis

yang berjudul: “Pengakuan dan pengesahan anak luar kawin dari pasangan suami istri

yang berbeda kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam No.

79/Pdt.P/2014/PN.Btm)”.

B. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana pengesahan anak luar kawin dari pasangan suami istri yang

berbeda kewarganegaraan berdasarkan Particulars of Marriage No. 49/08

yang terdaftar pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota

Batam No. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014?

2. Bagaimana perlindungan anak luar kawin dari pasangan suami istri yang

berbeda kewarganegaraan berdasarkan peraturan perkawinan di Indonesia?

3. Bagaimana pertimbangan Hakim mengenai anak luar kawin dari pasangan

suami istri yang berbeda kewarganegaraan berdasarkan Penetapan Pengadilan

(13)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis proses pengesahan anak luar kawin dari

pasangan suami istri yang berbeda kewarganegaraan berdasarkan Particulars

of Marriage No. 49/08 yang terdaftar pada Kantor Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil Kota Batam No. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan anak luar kawin dari

pasangan suami istri yang berbeda kewarganegaraan berdasarkan peraturan

perkawinan di Indonesia.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan Hakim mengenai anak luar

kawin dari pasangan suami istri yang berbeda kewarganegaraan berdasarkan

Penetapan Pengadilan Negeri Batam No. 79/ Pdt.P/ 2014/ PN.Btm.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun

secara praktis di antaranya adalah:

1. Secara Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pikiran,

pemahaman bagi ilmu pengetahuan dan pandangan baru tentang pengakuan

dan pengesahan anak luar kawin dari pasangan suami istri yang berbeda

(14)

bagi pasangan suami istri berbeda kewarganegaraan yang akan melakukan

pengakuan dan pengesahan anak luar kawin mereka.

2. Secara Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi, masukan serta bahan

pertimbangan bagi para pembaca. Khususnya bagi pasangan suami istri

berbeda kewarganegaraan yang akan melakukan pengakuan dan pengesahan

anak luar kawin mereka agar dapat lebih memahami proses pengakuan dan

pengesahan anak luar kawin.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas

Sumatera Utara (USU), khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan maupun di

lingkungan Magister Ilmu Hukum, sejauh yang diketahui belum ada yang melakukan

penelitian mengenai “Pengakuan dan pengesahan anak luar kawin dari pasangan

suami istri yang berbeda kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri

Batam No.79/ Pdt.P/ 2014/PN.Btm)”. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya

duplikasi penelitian terhadap judul dan permasalahan yang sama dengan penelitian

ini.

Hasil penelusuran menyimpulkan bahwa perumusan masalah dan objek

penelitian yang serupa dengan penelitian ini belum pernah ada. Namun dalam

penelitian sebelumnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Fakultas Hukum

(15)

yang fokus utamanya tentang anak luar kawin, antara lain penelitian yang dilakukan

oleh:

1. Denilah Shofa Nasution, NIM 017011010/MKn, dengan judul tesis “Hak Dan

Kedudukan Anak Luar Kawin Yang Diakui Atas Harta Peninggalan Orang

Tuanya (Kajian Pada Etnis Tionghoa Di Kota Tebing Tinggi)”.

Substansi permasalahan adalah:

a. Bagaimanakah kedudukan hukum antara seorang laki-laki dan seorang

perempuan yang perkawinannya dilakukan secara adat Tionghoa?

b. Bagaimanakah kedudukan anak luar kawin yang diakui dalam hukum

keluarga?

c. Bagaimanakah hak waris anak luar kawin yang diakui atas harta peninggalan

orang tuanya?

2. Kuswinarno, NIM 087005024/MKn, dengan judul tesis “Aspek Hukum Status

Kewarganegaraan Anak Hasil Perkawinan Campuran Yang Lahir Sebelum Dan

Sesudah Berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang

Kewarganegaraan Republik Indonesia”.

Substansi permasalahan adalah:

a. Bagaimana implementasi prinsip-prinsip kewarganegaraan dalam bidang

keimigrasian di Indonesia?

b. Bagaimana status kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran yang

lahir sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun

(16)

c. Kebijakan apakah yang harus diambil oleh Direktorat Jenderal Imigrasi,

Kementerian Hukum dan HAM RI dalam menangani perbedaan pengaturan

status kewarganegaraan bagi anak hasil perkawinan campuran yang lahir

sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006

tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam hal pengaturan izin

keimigrasian?

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya secara jelas terdapat adanya

perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti dan tidak menemukan penelitian yang

sama secara spesifik dengan beberapa judul penelitian yang telah dikemukakan di

atas, dalam penelitian yang berjudul “Pengakuan dan Pengesahan Anak Luar Kawin

dari Pasangan Suami Istri yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan

Pengadilan Negeri Batam No. 79/ Pdt.P/ 2014/ PN.Btm)”.

Penelitian ini menitikberatkan pembahasannya mengenai pengakuan dan

pengesahan anak luar kawin dari pasangan suami istri yang berbeda

kewarganegaraan. Dengan demikian penelitian ini dapat dikatakan asli dan dapat

dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademik.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah bagian penting dalam penelitian, artinya teori hukum

harus dijadikan dasar dalam memberikan penilaian apa yang seharusnya memuat

(17)

hukum yang terjadi. Kaelan M.S mengatakan landasan teori pada suatu penelitian

adalah bersifat strategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.29

Kerangka teoretis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan sebagai

berikut:30

a. Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;

b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-definisi; c. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena

telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

Teori menunjukkan hubungan antara fakta-fakta. Teori juga merupakan alat

ilmu pengetahuan yang penting sekali.31 Ciri-ciri kerangka teoretis dalam penulisan

karya ilmiah hukum, yaitu:32

a. teori hukum;

b. asas-asas hukum;

c. doktrin hukum; dan

d. ulasan pakar hukum berdasarkan pembidangan kekhususannya.

Pembahasan mengenai kekuatan hukum pengakuan dan pengesahan anak luar

kawin pada dasarnya tidak terlepas dari hubungan dengan masalah kepastian hukum

dan perlindungan anak. Selanjutnya, fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk

29Kaelan M.S,Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Paradigma Bagi Pengembangan

Penelitian Interdisipliner Bidang Filsafat, Budaya Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum dan Seni), (Yogyakarta: Paradigma, 2005), hlm. 239.

30 Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2005), hlm. 121.

31

(18)

memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang

diamati. Penelitian ini berusaha untuk memahami kepastian hukum dan perlindungan

anak dari peraturan undang-undang yang ada saat ini.

Menjawab perumusan masalah yang ada, kerangka teori yang digunakan

sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah Teori Perlindungan Anak dan Teori

Kepastian Hukum.

a. Teori Perlindungan Anak

Secara etimologis, perlindungan diartikan sebagai tempat berlindung dan

perbuatan melindungi. Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

sebagaimana telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perlindungan Anak pada Pasal 1 angka 2 ditentukan bahwa: “Perlindungan anak

adalah segala kegiatan untuk menjamin hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.33

Perlindungan hukum terhadap anak menyangkut semua aturan hukum yang

berlaku. Perlindungan ini diperlukan karena anak merupakan bagian masyarakat yang

mempunyai keterbatasan secara fisik dan mentalnya. Oleh karena itu, anak

memerlukan perlindungan dan perawatan khusus.34

Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 pada alinea IV disebutkan

bahwa Negara Republik Indonesia berkewajiban melindungi segenap bangsa

33 I Nyoman Sujana, Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin Dalam Perspektif Putusan

(19)

Indonesia. Frase “segenap bangsa Indonesia” berarti mencakup seluruh anak

termasuk pula di dalamnya anak luar kawin. Perlindungan hukum bagi anak luar

kawin melalui peraturan perundang-undangan dan tindakan-tindakan yang bertujuan

melindungi pihak yang lemah akan menempatkan anak luar kawin pada kedudukan

yang layak sebagai manusia.35

Philipus M. Hadjon menegaskan bahwa ada 2 (dua) macam perlindungan

hukum bagi rakyat, yaitu perlindungan hukum yang preventif36 dan perlindungan

hukum yang represif37. Konsep perlindungan hukum yang dikemukakan oleh Philipus

M. Hadjon sangat relevan digunakan untuk mengkaji konsep perlindungan hukum

anak luar kawin, khususnya perlindungan hukum terhadap hak-hak keperdataan anak

luar kawin setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/ PUU-VIII/

2010 tanggal 17 Februari 2012.

Kedudukan hukum anak luar kawin di dalam memperoleh hak-hak

keperdataannya sangat lemah, terutama dalam hal laki-laki yang dipersangkakan

sebagai ayah biologisnya tidak mau mengakui bahwa anak luar kawin tersebut

memang benar mempunyai hubungan darah yang dapat dibuktikan melalui

mekanisme hukum berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti

lain menurut hukum.38

35Ibid.,hlm. 45-46.

36I Gusti Ayu Candika Puspasari, “Perkawinan Yang Dicatatkan Pada Kantor Catatan Sipil Tanpa Melakukan Upacara Keagamaan”, Tesis, Magister Kenotariatan, Universitas Udayana, 2012, hlm. 46. Penjelasan: Preventif adalah bentuk perlindungan hukum dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapat sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang pasti.

37Ibid.Penjelasan: Represif adalah bentuk perlindungan hukum dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian sengketa, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

(20)

Anak luar kawin berhak memperoleh hak-hak sebagai anak bangsa. Setelah

lahir, anak luar kawin juga berhak untuk memperoleh identitas melalui akta kelahiran.

Akan tetapi kenyataannya, di dalam pergaulan sosial masyarakat, anak luar kawin

sering mengalami perlakuan yang diskriminatif di dalam upaya mendapatkan

pengakuan kedudukannya sebagai subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban

yang sama kepada bangsa dan negara seperti halnya dengan anak-anak yang lahir dari

perkawinan yang sah.39

b. Teori Kepastian Hukum

Berkaitan dengan teori kepastian hukum, dapat dilihat seberapa efisien

peraturan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan. Teori kepastian hukum ini untuk memecahkan perumusan masalah

pertama, yaitu mengenai pengesahan anak luar kawin dari pasangan suami istri yang

berbeda kewarganegaraan berdasarkan Particulars of Marriage No. 49/08 yang

terdaftar pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam No. 11/

P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014 dan perumusan masalah ketiga yang membahas tentang

pertimbangan Hakim mengenai anak luar kawin dari pasangan suami istri yang

berbeda kewarganegaraan berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Batam No. 79/

Pdt.P/ 2014/ PN.Btm.

Terkait mengenai teori kepastian hukum, O. Notohamidjojo mengemukakan

tentang tujuan hukum, yaitu:

(21)

Melindungi hak dan kewajiban manusia dalam masyarakat, melindungi lembaga lembaga sosial dalam masyarakat (dalam arti luas, yang mencakup lembaga-lembaga sosial di bidang politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan), atas dasar keadilan untuk mencapai keseimbangan serta damai dan kesejahteraan umum (bonum commune).40

Selanjutnya dikemukakan: hukum yang berwibawa itu ditaati, baik oleh

pejabat-pejabat hukum maupun oleh justitiabelen, yaitu orang-orang yang harus

menaati hukum itu. Hukum akan bertambah kewibawaannya, jika:

1) Memperoleh dukungan dari value sistem yang berlaku dalam masyarakat. Hukum salah satu jenis norma dalam value sistem yang berlaku akan lebih mudah ditopang oleh norma sosial lain yang berlaku.

2) Hukum dalam pembentukannyaordeningssubjectatau pejabat-pejabat hukum, tidak diisolasikan dari norma-norma sosial lain, bahkan disambungkan dengan norma-norma yang berlaku.

3) Kesadaran hukum dari para justitiabelen. Wibawa hukum akan bertambah kuat apabila kesadaran hukum yang baru.

4) Kesadaran hukum dari pejabat hukum yang dipanggil untuk memelihara hukum dan untuk menjadi penggembala hukum, pejabat hukum harus insaf dan mengerti bahwa wibawa hukum itu bertambah apabila tindakannya itu tertib menurut wewenangnya dan apabila ia menghormati dan melindungi tata ikatannya (verbandsorde).41

Kepastian hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja, yaitu:

Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat, diusahakan adanya kepastian dalam pergaulan antarmanusia dalam masyarakat teratur, tetapi merupakan syarat mutlak bagi suatu organisasi hidup yang melampaui batas-batas saat sekarang. Karena itulah terdapat lembaga-lembaga hukum, seperti perkawinan. Tanpa kepastian hukum dan ketertiban masyarakat yang dijelmakan olehnya, manusia tak mungkin mengembangkan bakat-bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal dalam masyarakat tempat ia hidup.42

40O. Notohamidjojo,Makna Negara Hukum, (Jakarta: BPK, 1970), hlm. 80-82. 41Ibid.,hlm. 83-84.

42 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan

(22)

Teori kepastian hukum oleh Gustav Radbruch menyatakan bahwa: ”sesuatu

yang dibuat pasti memiliki cita atau tujuan”.43Jadi, hukum dibuatpun ada tujuannya,

tujuan ini merupakan suatu nilai yang ingin diwujudkan manusia, tujuan hukum yang

utama ada 3 (tiga), yaitu: keadilan untuk keseimbangan, kepastian untuk ketetapan

dan kemanfaatan untuk kebahagiaan.

Pemikiran para pakar hukum, bahwa wujud kepastian hukum pada umumnya

berupa peraturan tertulis yang dibuat oleh suatu badan yang mempunyai otoritas.

Kepastian hukum sendiri merupakan salah satu asas dalam tata pemerintahan yang

baik, dengan adanya suatu kepastian hukum maka dengan sendirinya warga

masyarakat akan mendapatkan perlindungan hukum.

Kepastian hukum mengharuskan terciptanya suatu peraturan atau kaidah

umum yang berlaku secara umum, serta mengakibatkan bahwa tugas hukum umum

untuk mencapai kepastian hukum (demi adanya ketertiban dan keadilan bagi seluruh

rakyat Indonesia). Hal ini dilakukan agar terciptanya suasana yang aman dan

tenteram dalam masyarakat luas dan ditegakkannya serta dilaksanakan dengan

tegas.44

2. Konsepsi

Kerangka konsepsi merupakan gambaran bagaimana hubungan antara

konsep-konsep yang akan diteliti.45Dalam penelitian ini, ada beberapa konsepsi penting yang

43 Muhamad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Krisis terhadap Hukum, (Jakarta: PT. Raja Garfindo Persada, 2011), hlm. 123.

44Soerjono Soekanto,Penegakan Hukum, (Bandung: Bina Cipta, 1983), hlm. 15.

(23)

harus didefinisikan secara jelas sebagai intisari dari objek penelitian, yaitu sebagai

berikut:

a. Pengakuan anak, yaitu:46

1) Pengakuan anak dalam pengertian formil adalah suatu bentuk pemberian keterangan dari seorang pria yang menyatakan pengakuan terhadap anak-anaknya.

2) Pengakuan anak dalam pengertian materiil adalah suatu perbuatan hukum untuk menimbulkan hubungan kekeluargaan antara anak dan orang yang mengakuinya.

b. Pengesahan anak luar kawin adalah alat hukum (rechts middle) untuk memberi

kepada anak tersebut kedudukan (status) sebagai anak sah. Pengesahan terjadi

dengan dilangsungkannya perkawinan orang tua si anak atau dengan “surat

pengesahan”, setelah si anak diakui lebih dahulu oleh kedua orang tuanya.47

c. Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan

yang sah.48

d. Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan.49

e. Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia

tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan

salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.50

f. Kewarganegaraan adalah hal yang berhubungan dengan warga Negara;

keanggotaan sebagai warga negara.51

46Abdul Manan,

Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, Cet. 1, 2006), hlm. 84

47Ko Tjay Sing, Hukum Perdata Jilid I Hukum Keluarga, (Semarang: Universitas Diponegoro, 1981), hlm. 406.

48Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

49 MR. Martiman Prodjohamidjojo, Tanya Jawab Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004), hlm. 33.

(24)

g. Pencatatan Sipil adalah pencatatan peristiwa penting yang dialami oleh seseorang

dalam register pencatatan sipil pada instansi pelaksana.52

h. Pengadilan Negeri Batam adalah pengadilan negeri yang mengabulkan

permohonan atas pengesahan anak luar kawin yang orang tuanya berbeda

kewarganegaraan.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Hal ini dikarenakan penelitian bertujuan untuk

mengungkap kebenaran sistematis, metodologis dan konsisten. Jenis penelitian ini

adalah yuridis normatif atau penelitian hukum doktriner yang juga disebut sebagai

penelitian perpustakaan atau studi dokumen. Disebut penelitian doktriner karena

penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis

atau bahan-bahan hukum lainnya.53 Penelitian ini akan menganalisa data sekunder,

baik berupa literatur dan buku-buku, peraturan perundang-undangan serta penetapan

pengadilan dalam hal ini Penetapan Pengadilan Negeri Batam serta sumber lain yang

berkaitan dengan penelitian ini.

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan Penetapan Pengadilan Negeri

Batam, dalam hal ini pengakuan anak luar kawin dari pasangan suami istri yang

51

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 1556.

52Pasal 1 ayat 15 Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

53

(25)

berbeda kewarganegaraan, selanjutnya menggunakan metode pendekatan

perundang-undangan yang mengacu pada peraturan perundang-perundang-undangan tentang Perkawinan

yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, peraturan

perundang-undangan tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang termuat dalam

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, peraturan perundang-undangan tentang

Administrasi Kependudukan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2013 dan peraturan perundang-undangan tentang Perlindungan Anak yang termuat

dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Selanjutnya, menganalisis dan

melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan

pengaturan hukum dan implementasi pelaksanaannya di Indonesia.

Adapun sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, dimana penelitian ini

menguraikan dan menganalisis secara rinci dan sistematis tentang permasalahan

pengakuan dan pengesahan anak luar kawin yang lahir dari pasangan suami istri yang

berbeda kewarganegaraan. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang

diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dan

menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.54 Inti

metodologi dalam setiap penelitian hukum adalah menguraikan tentang tata cara

bagaimana suatu penelitian hukum harus dilakukan.55

2. Sumber Data

Jenis data dalam penelitian biasanya dibedakan antara data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama. Data

sekunder mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang

54 Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Kajian Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 1.

(26)

berwujud laporan dan sebagainya.56Berdasarkan sifat penelitian tersebut di atas, data

yang dikumpulkan berasal dari data sekunder. Data sekunder dalam hal ini dibagi

menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya

mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan,

catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan

putusan-putusan hakim.57 Sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka

penelitian ini, antara lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata);

2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

4) Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik

Indonesia;

5) Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan;

6) Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

7) Penetapan Pengadilan Negeri Batam No.79/ Pdt.P/ 2014/ PN.Btm.

56 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 30.

(27)

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang fungsinya memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan

Undang-Undang (RUU), buku-buku, artikel, pendapat pakar hukum, maupun hasil

penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang berfungsi memberikan

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder yang berupa bahan pustaka seperti kamus hukum, majalah, surat

kabar, jurnal hukum dan laporan ilmiah juga menjadi sumber bahan bagi

penelitian tesis ini, sepanjang memuat informasi yang relevan terhadap

penulisan tesis ini.

3. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data

Sesuai dengan uraian penelitian di atas, untuk mendapatkan data yang

diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library

research) yaitu untuk mendapatkan data dengan melakukan penelaahan bahan

kepustakaan atau bahan sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku dan karya ilmiah

lainnya maupun bahan hukum tersier yaitu berupa kamus, majalah, surat kabar dan

jurnal-jurnal ilmiah.

Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari

konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan

dengan permasalahan penelitian.58

(28)

Adapun metode lain yang digunakan yaitu field research (wawancara), yang

artinya mencari dan mempelajari data melalui wawancara dari seseorang (informan)

yang memang mengetahui tentang gejala yang diteliti maupun dengan observasi di

lapangan tempat gejala yang diteliti berada. Informan yang dimaksud dalam tesis ini

adalah Netty Sihombing selaku Panitera Muda Hukum, Pengadilan Negeri Kota

Batam dan Rahmat Ali selaku Kepala Seksi Perkawinan, Perceraian, Pengesahan dan

Pengangkatan Anak, Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam.

4. Analisis Data

Analisis dapat diartikan menguraikan hal yang akan diteliti ke dalam

unsur-unsur yang lebih kecil dan sederhana.59 Analisis data merupakan hal yang sangat

penting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah

yang diteliti.60 Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan

ke dalam suatu pola, kategori dan satuan urutan dasar.61

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara metode

kualitatif, yaitu data yang terkumpul tidak berupa angka-angka yang dapat dilakukan

pengukuran, akan tetapi berdasarkan peraturan perundang-undangan, serta pandangan

informan untuk menjawab permasalahan pada penelitian ini.62

59C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, 2006), hlm. 106.

60Heru Irianto dan Burhan Bungin, Pokok-pokok Penting tentang Wawancara Metodologi

Penelitian Kualitatif, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 143.

(29)

Analisis kualitatif menghasilkan data yang dinyatakan oleh sasaran penelitian

yang bersangkutan secara tertulis, lisan dan perilaku nyata.63 Setelah itu ditarik

kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu menyimpulkan

pengetahuan-pengetahuan konkrit mengenai kaidah yang benar dan tepat untuk

diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan (perkara) tertentu.64 Dengan

begitu, kesimpulan yang didapat berupa apakah permasalahan atau perkara tertentu

telah sesuai atau tidak dengan pengetahuan-pengetahuan konkrit yang diyakini.

63Ibid.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil nilai uji F yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebesar 0,177 dimana hasil ini lebih besar dari 0,05; maka variabel independen (DFL, DOL, dan

Masalah yang timbul dalam peralihan kepemilikan atau perpanjangan rumah susun adalah masalah tanah bersama maka nama pemegang hak atas tanah yang tercantum dalam Sertipikat dan

[r]

Sebab hampir tidak ada guna menguasai informasi yang telah usang, padahal perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat mengakibatkan usia informasi menjadi

sejumlah asumsi bisa menjadi subyek agenda belajar yang eksplisit, misalnya apakah penggunaan toolbox pedoman uji tuntas menghasilkan perubahan perilaku sektor swasta

Dampak lain dari self disclosure adalah individu yang sengaja berbagi pengalaman dan emosi dapat membantu mengurangi gejala depresi pada saat stres dan akan mengalami

Berdasarkan hasil penelitian terhadap jumlah sel sertoli pada tubulus seminiferus testis mencit menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel sertoli setelah diberi filtrat tauge

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang didapatkan bahwa mikroalbuminuria biasanya terjadi setelah 5 tahun menderita penyakit Diabetes tipe 1 sedangkan