• Tidak ada hasil yang ditemukan

FINANCIAL LEVERAGE, OPERATING LEVERAGE, LIQUIDITY DAN PENGARUHNYA TERHADAP BETA SAHAM: Studi Kasus pada 30 Perusahaan Peringkat Terbaik di BEI Periode 2010-2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FINANCIAL LEVERAGE, OPERATING LEVERAGE, LIQUIDITY DAN PENGARUHNYA TERHADAP BETA SAHAM: Studi Kasus pada 30 Perusahaan Peringkat Terbaik di BEI Periode 2010-2012"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

47

FINANCIAL LEVERAGE, OPERATING LEVERAGE, LIQUIDITY

DAN PENGARUHNYA TERHADAP BETA SAHAM

Studi Kasus pada 30 Perusahaan Peringkat Terbaik di BEI Periode 2010-2012

Sarinauli

Frangky Sitorus Dwidjaja Agus Susanto

Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Indonesia

Abstrak

Ada dua jenis risiko yang berhubungan dengan saham perusahaan, yaitu risiko sistimatis dan risiko tidak sistematis. Dalam tulisan ini dibahas risiko sistimatis (beta saham) yang bertujuan untuk mengetahui apakah financial leverage, operating leverage, dan liquidity berpengaruh terhadap risiko beta saham, pada 30 perusahaan yang mendapat peringkat terbaik di BEI. Untuk menguji pengaruh tersebut digunakan metode regresi linear berganda. Data yang digunakan berupa data sekunder, yaitu laporan keuangan perusahaan, indeks harga saham perusahaan, dan IHSG. Data ini diperoleh dari website idx.com dan yahoofinance.com untuk periode tahun 2010-2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan DFL, DOL, dan liquidity secara simultan atau bersama-sama tidak berpengaruh terhadap beta saham. Secara individual rasio DFL, dan DOL yang berpengaruh secara negatif terhadap beta saham sementara liquidity berpengaruh positif, namun ketiganya tidak signifikan secara statistika. Hasil uji determinasi koefisien regresi berganda (R2), variabel independen (DFL, DOL, liquidity) tersebut mempengaruhi beta saham 0,4% sedangkan 99,6% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model ini.

1. Pendahuluan

Seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan, kebutuhan untuk memberikan informasi yang lebih lengkap kepada masyarakat mengenai perkembangan bursa, juga semakin meningkat. Salah satu informasi yang diperlukan tersebut adalah indeks harga saham sebagai cerminan dari pergerakan harga saham. Sekarang ini, PT Bursa Efek Indonesia memiliki 11 jenis indeks harga saham yang secara terus menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik, sebagai salah satu pedoman bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal (Sumber: Buku Panduan 2010, www.idx.com). IHSG di Indonesia pernah mengalami penurunan pada tahun 2008 karena pada tahun tersebut Indonesia mengalami krisis yang disebabkan oleh gejolak krisis keuangan global yang telah mengubah tatanan perekonomian dunia. Krisis global yang berawal di Amerika Serikat pada tahun 2007, semakin dirasakan dampaknya ke seluruh dunia, termasuk negara berkembang pada tahun 2008 (Sumber : www.bi.go.id).

Menurut Jogiyanto (2000:5), investasi adalah penundaan kosumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu yang tertentu. Menurut Mangasa (2010), perlu dipahami dengan perjalanan waktu, banyak sekali kemungkinan variabel atau faktor-faktor yang sudah berubah dari tujuan investasi yang diharapkan dan tidak satupun yang dapat memastikan kapan dan bagaimana bentuk perubahan tersebut akan terjadi dan setiap perubahan komponen dari satu jenis investasi tersebut dapat menimbulkan risiko investasi yang besar atau fatal. Salah satu cara terbaik dan dianjurkan bagi para pemodal untuk mengurangi risiko investasi adalah dengan melakukan diversifikasi, karena secara teoretis bahwa sejumlah dana yang ditempatkan atau diinvestasikan ke berbagai jenis aset yang berbeda relatif akan lebih aman atau stabil dibandingkan dengan hanya menempatkan pada satu

(2)

48 jenis aset saja dengan semboyan yang sangat terkenal yaitu “Don’t put all your eggs in one basket” (Mangasa, 2010:9).

Jenis dari risiko adalah risiko sistematis, risiko yang selalu ada dan tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi; dan risiko tidak sistematis, risiko yang bisa dihilangkan dengan diversifikasi. Menurut Husnan (2005), beta adalah ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat keuntungan saham dengan pasar. Risiko ini berasal dari beberapa faktor fundamental perusahaan dan faktor karakteristik pasar tentang saham perusahaan tersebut.

Di Indonesia, investor dapat melakukan investasi saham dengan cara membeli saham-saham perusahaan (emiten) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Para pemodal sebaiknya melakukan portofolio atas investasinya. Seperti yang dikemukan dalam Fahmi (2012), bahwa portofolio diartikan sebagai serangkaian kombinasi beberapa aktiva yang diinvestasi dan dipegang oleh pemodal, baik perorangan maupun kelompok. Kombinasi aktiva bisa berupa aktiva riil, aktiva finansial ataupun keduanya. Seorang pemodal yang menginvestasikan dananya di pasar modal biasanya tidak hanya memilih satu saham saja. Alasannya, dengan melakukan kombinasi saham pemodal bias merih return yang optimal sekaligus akan memperkecil risiko melalui diversifikasi.

Dari semua uraian ini, maka pada tulisan ini akan dianalisis pengaruh financial leverage, operating leverage dan liquidity terhadap beta saham. Pada analisis ini akan dilakukan penilaian terhadap 30 sampel perusahaan yang memiliki peringkat yang baik di BEI untuk dilakukan pengukuran risiko yang dihadapi perusahaan tersebut, yang dapat berpengaruh terhadap return saham.

2. Tinjauan Pustaka

Dalam mengambil setiap keputusan investasi, investor selalu berusaha meminimalisasi berbagai risiko yang timbul, baik risiko yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Setiap perubahan berbagai kondisi mikro dan makro ekonomi akan turut mendorong terbentuknya berbagai kondisi yang mengharuskan seorang investor memutuskan apa yang harus dilakukan dan strategi apa yang diterapkan agar ia tetap memperoleh imbal hasil yang diharapkan. Dengan demikian, risiko investasi dapat kita artikan sebagai kemungkinan terjadinya perbedaan antara imbal hasil yang sesungguhnya (actual return) dan tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) (Fahmi, 2012:188).

Menurut kamus Webster di definisikan risiko sebagai “bahaya; petaka; kemungkinan menderita rugi atau mengalami kerusakan.” Jadi, risiko mengacu pada kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak menguntungkan. Dengan demikian, risiko investasi terkait dengan kemungkinan bahwa tingkat pengembalian tidak sebesar yang diharapkan makin besar kemungkinan tersebut, makin riskan investasinya (Brigham dan Weston, 2005:115).

Di dalam risiko investasi terdapat beberapa macam risiko, yaitu risiko sistematis, risiko yang tidak sistematis, dan total risiko. Risiko sistematis (systematic risk) adalah risiko yang tidak bisa didiversifikasikan atau dengan kata lain, risiko yang sifatnya mempengaruhi secara menyeluruh. Risiko yang tidak sistematis (unsystematic risk), yaitu hanya membawa dampak pada perusahaan yang terkait saja. Jika suatu perusahaan mengalami risiko yang tidak sistematis maka kemampuan untuk mengatasinya masih akan bisa dilakukan, karena perusahaan bisa menerapkan berbagai strategi untuk mengatasinya seperti diversifikasi portofolio.Risiko total (total risk) adalh gabungan dari risiko yang tidak sistematis dan risiko sistematis. Jadi hasil penjumlahan risiko yang tidak sistematis dan risiko sistematis, maka akan diperoleh total risiko.

(3)

49 Husnan (2005) mengatakan bahwa beta merupakan kepekaan tingkat keuntungan terhadap perubahan-perubahan pasar. Dengan demikian, beta tidak lain adalah merupakan koefisien regresi antara dua variabel, yaitu kelebihan tingkat keuntungan portofolio pasar (excess return of market portofolio), dan kelebihan keuntungan suatu saham (exsess return of stock). Menurut Jogiyanto (2000), beta merupakan suatu pengukur volatilitas (volatility) return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return saham, atau beta adalah pengukur risiko sistematik dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar. Volatilitas adalah fluktuasi dari return suatu sekuritas atau portofolio dalam suatu periode waktu tertentu. Faktor-faktor yang diidentifikasi mempengaruhi nilai beta adalah : cyclicality, faktor ini menunjukkan seberapa jauh suatu perusahaan dipengaruhi oleh konjungtur perekonomian; operating leverage, menunjukkan proporsi biaya perusahaan yang merupakan biaya tetap; financial leverage, perusahaan yang menggunakan hutang adalah perusahaan yang mempunyai financial leverage.

Beta ditunjukkan dengan koefisen yang diukur dengan slope yang diperoleh dari regresi return saham dengan return pasar. Beta dengan slope yang berbeda menunjukkan tingkat perbedaan struktur return saham terhadap return pasar. Pada Gambar II.1 slope yang ditunjukkan dengan garis 8 dengan kemiringan sebesar 45 derajat adalah 8 = 1, artinya bahwa setiap 1% perubahan return pasar baik naik/turun maka return saham/portofolio juga akan bergerak naik/turun sama besarnya mengikuti return pasar. Selanjutnya untuk saham dengan 8 > 1 dikatakan sebagai saham agresif, artinya tingkat kepekaan saham tersebut lebih besar dari tingkat risiko rata-rata pasar. Sementara bagi 8 < 1 mengindikasikan bahwa saham tersebut bersifat defensif, artinya saham perusahaan kurang peka terhadap pasar dan memiliki risiko di bawah rata-rata pasar.

Beta

Untuk mengukur risiko sistematik dapat digunakan ukuran beta. Beta ini sendiri menunjukkan seberapa besar kepekaan perubahan pendapatan saham terhadap perubahan pasar. Hubungan beta saham dengan tingkat keuntungan yang diharapkan dapat dilihat dalam beberapa pendekatan yaitu dengan diestimasi secara manual seperti dengan membuat diagram tersebar (Scatterplot) yang menunjukkan titik-titik hubungan antara return sekuritas dengan return pasar untuk tiap-tiap periode yang sama yang kemudian ditarik garis lurus dan kemudian dihitung beta historisnya. Pendekatan yang lain adalah dengan menggunakan teknik regresi yaitu :

1) Single index models.

Dengan menggunakan data time series regresi linier antara rate of return saham sebagai variabel dependent dan rate of return portofolio pasar sebagai variabel independen dapat menunjukkan beta yang dicari. Hubungan fungsional tersebut dikenal sebagai single index model atau market model. Jones (2007) memformulasikan hubungan ini menjadi sebagai berikut :

Ri = αi + 3i Rmt + it ; dimana :

Ri = rate of return saham i ; αi = koefisien intercept untuk masing–masing perusahaan ke-i; 3i = beta masing – masing perusahaan ke i; Rmt = return indeks pasar pada bulan ke t; it = erro r t erm

Teknik dengan menggunakan single index model ini dilakukan dengan meregres secara sederhana return pasar terhadap return saham. Beta menunjukkan kemiringan garis regresi dan α menunjukkan intersep dengan sumbu Ri. Semakin besar beta maka semakin curam kemiringan garis tersebut yang mana menunjukkan semakin besar risiko yang ditanggung investor. Dalam penelitian ini, digunakan

(4)

50 perhitungan beta dengan single index model. Hal ini dikarenakan single index model lebih sederhana dan lebih mudah pengaplikasiannya serta lebih mewakili kenyataan sesungguhnya (Jogiyanto, 2000). 2) Capital asset pricing model

Capital asset pricing model merupakan model yang memungkinkan untuk menentukan pengukur risiko, relevan dan bagaimana hubungan untuk risiko setiap aset apabila pasar modal dalam keadaan seimbang. Dalam model ini beta sebagai pengukur dalam faktor risiko. Return dan risiko disini dijelaskan hubungannya dengan security market line. Menurut Husnan (2005) rumus untuk security market line ini dapat dituliskan sebagai berikut :

Ri – Rf = (Rm – Rf) βi atau Ri = Rf + ( Rm – Rf ) βi

Rumus ini dapat menjelaskan bahwa tingkat return dari suatu saham sama dengan tingkat bunga bebas risiko ditambahkan dengan premi risiko. Security market line ini menunjukkan hubunga linear positif bahwa semakin besar beta saham maka semakin besar risiko sistematisnya dan semakin besar return yang diinginkan oeh investor (Elton dan Gruber, 1995). Model CAPM tidak digunakan dalam penelitian ini dikarenakan terdapat beberapa asumsi dalam penggunaan CAPM yang tidak sesuai dengan kenyataan misalkan seperti diijinkannya short sales, semua investor memiliki pengharapan yang seragam terhadap faktor -faktor input yang digunakan untuk keputusan portofolio, serta tidak adanya inflasi atau pasar modal dalam kondisi ekulibrium (Jogiyanto, 2000).

Leverage

Konsep operating dan financial leverage adalah bermanfaat untuk analisis, perencanaan dan pengendalian. Dalam manajemen keuangan, leverage adalah penggunaan aset dan sumber dana (sources of funds) oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham. Perusahaan menggunakaan operating leverage dan financial leverage dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya aset dan sumber dananya, dengan demikian akan meningkatkan keuntungan pemegang saham (Sartono, 2001). Sebaliknya leverage juga meningkatkan variabilitas (risiko) keuntungan, karena jika perusahaan ternyata mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham. Konsep leverage tersebut sangat penting terutama untuk menunjukkan kepada analisis keuangan dalam melihat trade-off antara risiko dan tingkat keuntungan dari berbagai tipe keputusan finansial.

Hanafi (2004:327) menjelaskan “operating leverage diartikan sebagai seberapa besar perusahaan menggunakan beban tetap operasional”.Beban tetap operasional tersebut biasanya berasal dari biaya depresiasi, biaya produksi dan pemasaran yang bersifat tetap (misal gaji karyawan). Sebagai kebalikannya adalah beban (biaya) variabel operasional. Contoh biaya variabel operasional adalah biaya tenaga kerja yang dibayar berdasarkan produk yang dihasilkan. Menurut Lukman Syamsudin (2004:107) menjelaskan : “Operating leverage dapat didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan didalam menggunakan fixed operating cost untuk memperbesar pengaruh dari perubahan volume penjualan terhadap Earning Before Interest and Taxes (EBIT)”. Menurut Horne dan Wachowicz Jr (2005) operating leverage adalah penggunaan suatu aktiva yang mengakibatkan perusahaan membayar biaya tetap. Penggunaan aktiva tetap dalam perusahaan diharapkan dapat meningkatkan skala produksi perusahaan tersebut dan perubahan penjualan yang mengakibatkan perubahan laba sebelum bunga dan pajak yang lebih besar. Operating leverage yang tinggi menunjukkan variabilitas laba sebelum pajak dan bunga yang semakin tinggi dan akan mengakibatkan besarnya tingkat risiko. Tingkat penjualan yang naik turun akan

(5)

51 menyebabkan kondisi ketidakpastian laba operasional perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa operating leverage mempunyai hubungan yang positif terhadap risiko sistematik karena semakin tinggi operating leverage maka semakin berfluktuasi laba operasional yang diperoleh perusahaan terhadap tingkat penjualan yang dicapai perusahaan sehingga menyebabkan tingginya tingkat risiko yang harus ditanggung oleh investor.

Hanafi (2004:332) menjelaskan bahwa : “financial leverage bisa diartkan sebagai besarnya beban tetap keuangan (financial) yang digunakan oleh perusahaan. Beban tetap keuangan tersebut biasanya berasal dari pembayaran bunga untuk utang yang digunakan oleh perusahaan”. Penggunaan modal pinjaman dilakukan apabila kebutuhan pendanaan tidak dapat lagi dipenuhi dengan menggunakan modal sendiri atau kurang tersedianya modal sendiri. Penggunaan modal pinjaman tersebut akan mempengaruhi tingkat risiko yang dihadapi dan juga biaya modal yang ditanggung perusahaan. Sartono (2001), financial leverage adalah penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham. Dengan demikian, alasan yang kuat untuk menggunakan dan dengan beban tetap adalah untuk meningkatkan pendapatan yang tersedia pemegang saham. Financial leverage dengan demikian menunjukkan perubahan laba per lembar saham (EPS) sebagai akibat perubahan EBIT.

Degree financial leverage (DFL) adalah perubahan laba per lembar saham (EPS) karena perubahan laba sebelum pajak (EBIT). Atau rasio antara rasio persentase perubahan EPS dibanding dengan persentase perubahan EBIT. Horne dan Wachowicz (2005) menyebutkan bahwa degree of financial leverage (DFL) merupakan presentase perubahan EPS perusahaan dari satu persen perubahan laba operasional (EBIT). Ketika perusahaan menaikkan proporsi pendanaan biaya tetap dalam struktur modalnya, mengakibatkan peningkatan ketidak solvabilitasan kas dikarenakan arus kas keluar yang tetap naik. Financial leverage perusahaan menunjukkan tingkat variabilitas EPS karena ketidakpastian EBIT, atau DFL mengukur kepekaan EPS terhadap perubahan EBIT. Finacial risk adalah variabilitas laba yang akan diterima pemegang saham dan finacial leverage merupakan salah faktor yang mempengaruhi risiko finansial. Penggunaan financial leverage yang makin tinggi mengakibatkan biaya modal tetapnya tinggi dan perusahaan harus berusaha agar memperoleh tambahan EBIT yang lebih tinggi daripada biaya tetapnya. Penggunaan finacial leverage yang makin tinggi mengakibat risiko finasial juga meningkat. Dengan demikian semakin tinggi DFL maka akan semakin tinggi pula risiko finasialnya (finacial risk).

Liquidity

Likuiditas (liquidity) yaitu aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar. Rasio likuiditas adalah rasio yang mengambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Rasio ini sangat penting bagi perusahaan yang bergerak di bidang keuangan seperti perusahaan perbankan dan perusahaan lain juga (Mangasa, 2010:10). Menurut Sartono (2001), likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan untuk membayar kewajiban finansial jangka pendek tepat pada waktunya. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancar yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi kas yang meliputi kas, surat berharga, piutang, persediaan. Dengan menggunakan laporan keuangan yang terdiri atas neraca, dan laporan rugi-laba. Semakin tinggi current ratio ini semakin besar kemapuan perusahaan untuk memenuhi kewajiaban finansial jangka pendek. Aktiva lancar yang dimaksud termasuk kas, piutang, surat berharga dan persediaan. Dari aktiva lancar tersebut, persediaan merupakan aktiva lancar yang kurang likuid dibanding dengan yang lain. Rasio ini seperti halnya current ratio, tetapi hanya

(6)

52 memperhitungkan aktiva lancar yang benar-benar likuid saja, yakni aktiva lancar diluar persediaan. Pengertian likuiditas sebenarnya mengandung dua dimensi, yaitu : (1) waktu yang diperlukan untuk mengubah aktiva menjadi kas dan (2) kepastian harga yang akan terjadi.

Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Faisol (2004) tentang pengaruh asset size, asset growth, leverage dan liquidity terhadap risiko investasi saham LQ 45 di BEJ. Hasil dari penelitian ini adalah secara simultan terdapat pengaruh asset size, asset growth, leverage, dan liquidity terhadap risiko saham pada kelompok LQ 45 di BEJ. Secara parsial asset size, asset growth, dan liquidty memiliki koefisien regresi negatif dan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap risiko saham pada kelompok LQ 45 di BEJ. Sedangkan secara parsial leverage memiliki koefisien regresi positif dan memiliki pengaruh signifikan terhadap risiko saham. Penelitian lainnya yang membahas leverage dilakukan oleh Yendra (2004) tentang pengaruh finacial leverage, earning per share, dan price earning ratio terhadap harga saham blue chip di BEJ. Hasil dari penelitian ini adalah secara simultan tidak terdapat pengaruh financial leverage, earning per share, dan price earning ratio terhadap harga saham blue chip di BEJ. Secara parsial financial leverage, earning per share, dan price earning ratio terdapat pengaruh signifikan terhadap harga saham blue chip di BEJ.

Penelitian yang dilakukan oleh Yulianto (2010) mengenai pengaruh asset growth, earning per share, debt to total asset, return on invesment, dan dividend yield terhadap beta saham pada perusahaan yang tercatat di BET periode 2005-2007 menghasilkan beberapa kesimpulan bahwa hanya asset growth, debt to total asset, dan return on invesment yang berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap Y (beta saham). Penelitian untuk menguji pengaruh faktor fundamental terhadap beta saham juga dilakukan oleh Tndriastuti (2002), yaitu dengan menggunakan variabel financial leverage, pertumbuhan aktiva, asset size, likuiditas sebagai variabel independen serta beta saham sebagai variabel dependen. Penelitian ini merupakan pengujian kembali atas penelitian yang penuh dilakukan oleh Beaver, Kettler and Scholes (1970). Penelitian ini menggungkapkan bahwa variabel likuiditas berpengaruh secara negatif, sedangkan financial leverage dan pertumbuhan aktiva berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap beta saham sebelum krisis moneter. Sedangkan selama periodekrisis moneter hanya variabel financial leverage dan pertumbuhan aktiva saja yang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap beta saham.

Hidayat (2001) melakukan penelitian yang menguji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap risiko sistematis. Faktor-faktor yang diuji dalam penelitian tersebut antaral lain leverage operasi dan variabilitas laba. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa leverage keuangan dan variabilitas laba berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap beta, dengan tingkat signifikansi tertinggi dimiliki oleh leverage keuangan. Likuiditas, pertumbuhan aktiva, ukuran perusahaan dan leverage operasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap beta.

Penelitian yang dilakukan Widyorini (2003) menggunakan variabel leverage operasi, leverage keuangan, cyclicality, devidend pay-out ratio, earnings variability dan accounting beta yang berpengaruh terhadap risiko sistematik saham. Dalam penelitiannya Widyorini mengungkapkan bahwa variabel leverage operasi, leverage keuangan, dan beta akuntansi berpengaruh secara positif dan signifikan sedangkan variabel devidend pay out ratio mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap risiko sistematik saham dan variabel devidend paya out ratio mempunyai tingkat signifikansi tertinggi diantara variabel independen lainnya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa variabel cyclicality dan earnings variability tidak berpengaruh secara signifikan terhadap risiko sistematik.

(7)

53 Hipotesis Penelitian

Dalam Jones (2004), beta saham sering digunakan untuk mengukur besarnya risiko yang harus ditanggung oleh investor. Beta suatu sekuritas memperlihatkan kepekaan rate of return suatu sekuritas terhadap perubahan pasar. Beaver et. al. (1970), dalam Brimble dan Hodgson, (2002:5) yang menyatakan variabel asset growth, leverage, earning variability dan accounting beta mempunyai hubungan positif dengan beta saham, sedangkan variabel dividen payout, liquidity, dan asset size mempunyai hubungan yang negatif. Menurut Huffman (1989) dan Keown (2005) dalam Sembel dan Permadi (2005), salah satu faktor yang mempengaruhi risiko sistematis adalah financial leverage, pembayaran bunga utang merupakan biaya tetap. Leverage yang tinggi akan meningkatkan pendapatan jika kondisi perekonomian membaik dan menurunkan pendapatan bila kondisi ekonomi memburuk. Semakin tinggi utang perusahaan maka kemungkinan risiko yang harus ditanggung juga tinggi. Perusahaan akan menghadapi risiko yang tinggi jika ternyata perusahaan tidak mampu memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada biaya tetap yang timbul dari penggunaan utang tersebut dan akan berpengaruh pada laba bersih yang diperoleh. Beaver, Kettler dan Sholes (1970) mengembangkan penelitian Ball dan Brown dengan menyajikan beta menggunakan variabel fundamental. Mengemukan bahwa likuiditas (liquidity) yang diukur melalui current ratio diprediksi mempunyai hubungan yang negatif dengan beta, yaitu secara rasional diketahui bahwa semakin likuid perusahaan, semakin kecil risikonya.

Sehingga hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian sebagai berikut :

H1 : Faktor financial leverage mempunyai hubungan positif terhadap beta saham 30 Perusahaan di BET. H2 : Faktor operating leverage mempunyai hubungan positif terhadap beta saham 30 perusahaan di BET. H3 : Faktor liquidity mempunyai hubungan negatif terhadap beta saham 30 perusahaan di BET.

3. Metode Penelitian

Variabel-variabel yang di analisis dalam penelitian ini adalah :

o Financial leverage. Menurut Weston dan Thomas (1995), tingkat leverage keuangan adalah sebagai rasio persentase perubahan laba yang tersedia untuk para pemegang saham dengan persentase perubahan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT).

o Operating leverage. Menurut Sartono (2001), apabila perusahaan memiliki biaya operasi tetap atau biaya modal tetap, maka dikatakan perusahaan menggunakan leverage. Dengan menggunakan operating leverage perusahaan mengharapkan bahwa perubahan penjualan akan mengakibatkan perubahan laba sebelum bunga dan pajak yang lebih besar. Multplier effect hasil penggunaan biaya operasi tetap terhadap laba sebelum bunga dan pajak disebut dengan degree of operating leverage disingkat DOL. DOL dapat juga didefinisikan sebagai persentase perubahan laba sebelum bunga dan pajak sebagai akibat persentase perubahan penjualan. Degree of operating leverage merupakan konsep yang hampir sama dengan konsep elastisitas dalam ekonomi (contoh elastisitas harga dan elastisitas pendapatan) dalam hubungannya dengan persentase perubahan satu variabel (output) terhadap persentase perubahan variabel lain (output).

o Liqudity. Likuiditas (liquidity) yaitu aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar. Rasio likuiditas adalah rasio yang mengambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Rasio ini sangat penting bagi perusahaan yang bergerak di bidang keuangan seperti perusahaan perbankan dan perusahaan lain juga (Mangasa, 2010:10).

(8)

54

o Beta saham sebagai variabel bebas. Menurut Sartono (2001), risiko sekuritas diukur dengan koefisien beta (β), dan hubungan antara risiko dan tingkat keuntungan sekuritas secara individu digambarkan dalam garis pasar sekuritas (GPS) atau security market line.

Sesuai dengan variabel-variabel tersebut di atas, maka data yang digunakan dalam penelitian ini semuanya diukur dengan mengunakan skala rasio yaitu pengukuran yang menunjukkan nilai absolut pada suatu obyek. Jenis data dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif. Data yang digunakan adalah data laporan keuangan tahunan dari 30 perusahaan yang ada di Bursa Efek Indonesia selama 3 tahun, data mengenai harga saham bulanan yang diolah oleh peneliti menjadi harga saham per tahun. Semua data yang digunakan di penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari www.idx.com dan www.yahoofinance.co.id. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data yang diperoleh dari website idx.com dan yahoofinance.co.id, selama periode tahun 2010-2012 dan laporan keuangan, data indeks harga saham perusahaan, dan indeks harga saham gabungan.

Sampel penilaian ini adalah 30 perusahaan yang memiliki peringkat yang baik di Bursa Efek Indonesia (BEI), untuk dilakukan pengukuran risiko yang dihadapi perusahaan tersebut. Periode tahun dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan melihat kontinuitas perusahaan dalam melaksanakan kegiatan produksinya selama periode tahun 2010-2012. Beberapa kriteria-kriteria dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut : perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaan yang sahamnya terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaan paling aktif yang secara tiga tahun berturut-turut selama periode 2010-2012 masuk dalam 30 perusahaan terbaik di Bursa Efek Indonesia versi Fortune 100, menerbitkan laporan keuangan selama periode 2010 – 2012. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini ditunjukkan pada tabel berikut ini :

TABEL 1. DAFTAR PERUSAHAAN SAMPEL No Kode Saham Nama Perusahaan

1 ASII ASTRA INTERNASIONAL

2 TLKM TELEKOMUNIKASI INDONESIA

3 UNTR UNITED TRACTORS

4 HMSP HM.SAMPOERNA

5 INDF INDOFOOD SUKSES MAKMUR

6 GGRM GUDANG GARAM

7 BUMI BUMI RESOURCES

8 SMAR SMART

9 UNVR UNILEVER

10 INKP INDO KIAT PULP & PAPER

11 ITMG INDO TAMBANG RAYA MEGAH

12 ISAT INDOSAT

13 PGAS PERUSAHAAN GAS NEGARA

14 BRPT BARITO PACIFIK

15 ICBP INDOFOOD CBP SUKSES MAKMUR

16 TPIA CHANDRA ASRI PETROCEMICHAL

17 SMMA SINAR MAS MULTIARTHA

18 AKRA AKR CORPORINDO

19 EXCL XL AXIATA

20 CPIN CHAOREN POKPHAND INDONESIA

21 SMGR SEMEN GRESIK

22 IMAS INDOMOBIL SUKSES INTERNASIONAL

23 JPFA JAPFA COMFEED INDONESIA

24 INTP INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA

(9)

55

26 GJTL GAJAH TUNGGAL PRAKARSA

27 KLBF KALBE FARMA

28 INCO INTERNASIONAL NICKEL INDONESIA

29 AALI ASTRA AGRO LESTARI

30 EPMT ENSEVAL PUTRA MEGATRADING

Sumber : Diolah oleh penulis

Dalam analisis digunakan model regresi linear berganda (multiple linear regression analysis), dengan bantuan SPSS. Berikut model regresi berganda :

Yi = α + β1 X1 i + β2 X2 i + β3 X3 i + i

Dimana : Yi = variabel terikat (dependent variable); X1i = DOL; X2i = DFL; X3i = Liquidity; α = konstanta (nilai Yi, bila f31 = f32 = f33= 0); f31 = f32 = f33 = angka arah koefisien regresi yang

menunjukkan angka peningkatan atau penurunan variabel depeden yang didasarkan pada hubungan antara nilai variabel indepeden; i = standart error.

Sebelum dilakukan interprestasi untuk analisis regresi linear berganda, harus dibuktikan terlebih dahulu bahwa model regresi telah terbatas dari penyimpangan asumsi klasik, karena penyimpa ngan asumsi klasik menyebabkan hasil analisis regresi menjadi bias. Dalam penelitian ini, penyimpangan asumsi regresi yang diuji adalah uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.

4. Pembahasan

Dalam penelitian ini, terdapat 100 perusahaan yang mendapat peringkat terbaik di Bursa Efek Indonesia, dipilih 30 saham yang aktif selama periode 2010-2012. Berikut descriptive statistics dari variabel-variabel yang terlibat :

TABEL 2. STATISTIK DESKRIPTIF VARIABEL FL, DL, LQ DAN BETA SAHAM PERIODE TAHUN 2010-2012

Descriptive Statistics

Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation FL 90 -15.1905 16.7619 .437133 3.1600139 DL 90 -10.7974 41.2699 .621968 4.6540983 LQ 90 .0178 10.6423 2.361108 1.6861220 BETA 90 -1.6693 3.1494 .939711 .8661111 Sumber : Diolah oleh penulis

Sebelum mengunakan metode regresi berganda, dilakukan uji- uji asumsi klasik. Pada uji normalitas dapat dilihat dari grafik normalitas. Hasil uji terlihat di gambar bahwa titik-titik data mengikuti garis diagonal dan membentuk suatu pola linear, sehingga dengan demikian grafik ini menujukkan bahwa data terdistribusi normal. Pada uji multikolinieritas didapat nilai VIF<10, berarti model regresi linear berganda ini tidak terjadi multikolinieritas. Untuk uji heterokedastisitas menggunakan grafik scatterplot, menunjukkan bahwa titik-titik data tidak membentuk suatu pola tertentu. Dapat dikatakan bahwa regresi tidak mengandung adanya heterokedastisitas, sehingga model ini layak untuk digunakan sebagai prediksi terhadap beta saham berdasarkan masukkan variabel bebas. Untuk pengujian autokorelasi yang melihat adakah korelasi gangguan antara periode sekarang dengan gangguan periode sebelumnya, memberikan nilai DWnya sebesar 2,399 dimana

(10)

56 dL=1,589 dan dU=1,726, N=90 dan K=3 (variabel independen). Hal ini berarti mempunyai autokorelasi positif dan model regresi ini juga layak digunakan.

Berikut tabel regresi berganda :

TABEL 3. HASIL REGRESI BERGANDA Coefficientsa

Unstandardized Standardized

Model Coefficients Coefficients Collinearity Statistics B Std. Error Beta T Sig. Tolerance VIF 1 (Constant) .928 .161 5.774 .000

FL -.015 .030 -.055 -.506 .614 .964 1.037 DL -.006 .020 -.033 -.308 .759 .980 1.021 LQ .010 .057 .019 .168 .867 .945 1.058 a. Dependent Variable: BETA_SAHAM Sumber : Diolah oleh penulis. Pada tabel di atas dapat dijelaskan bahwa persamaan regresi berganda adalah :

Y = 0,928 - 0,015 FL - 0,006 DL + 0,010 LQ , artinya koefisien FL dan DL berpengaruh negatif terhadap Y sebesar 0,015 dan 0,006 bahwa setiap satu satuan dari penurunan FL dan DL akan menyebabkan penurunan juga terhadap Y sebesar 0,015 dan 0,006. Koefisien LQ berpengaruh positif terhadap Y sebesar 0,010 yang berarti setiap dari peningkatan satu satuan dari LQ akan menyebabkan peningkatan pula terhadap Y sebesar 0,010. Dengan demikian, apabila ketiga variabel independen sama dengan nol, maka nilai Y = α sebesar 0,928.

Berdasarkan tabel 3 juga diperoleh bahwa variabel DFL menunjukkan signifikansi sebesar 0,614 yang lebih besar dari 0,05 hal ini berarti hipotesis Ho ditolak yaitu DFL secara signifikan tidak mempengaruhi terhadap beta saham. Untuk variabel DOL, hasil dari tingkat signifikansi sebesar 0,759 lebih besar dari dari 0,05 sehingga hipotesis Ho ditolak yaitu DOL tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap beta saham. Untuk variabel liquidity diperoleh hasil signifikansi sebesar 0,867 lebih besar dari 0,05 dengan demikian hipotesis Ho ditolak yaitu liquidity secara signifikan tidak mempengaruhi terhadap beta saham.

Dari hasil uji F seperti pada table di bawah ini, diperoleh hasil bahwa nilai uji F hitung sebesar 0,117 dengan tingkat signifikansi 0,950 yang lebih besar dari 0,05. Sedangkan F tabel sebesar 2,177 yang artinya secara simultan bersama-sama variabel independen tidak mempengaruhi beta saham.

TABEL 4. HASIL UJI F-TEST ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression .272 3 .091 .117 .950a

Residual 66.491 86 .773 Total 66.763 89

a. Predictors: (Constant), LQ, DL, FL b.Dependent Variable: BETA_SAHAM Sumber : Diolah oleh penulis

Menurut analisis koefisien determinasi (R2), didapat nilai R2 pada model sebesar 0,004; yang berarti variabel independen (DFL, DOL, liquidity) tersebut mempengaruhi beta saham 0,4% sedangkan 99,6% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model ini.

(11)

57 Diskusi

Penelitian terhadap 30 sampel perusahaan periode 2010-2012 bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh financial leverage, operating leverage, dan liquidity terhadap beta saham. Hasil penelitian menunjukkan ternyata ketiga variabel independen tersebut tidak ada yang berpengaruh terhadap beta saham. Untuk hipotesis pertama, tidak terbukti ada pengaruh terhadap beta saham apabila dilihat dari hasil penelitian ini. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Susilawati (2001) tetapi berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti Indriani (2009). Dalam penelitiaan ini terdapat pengaruh yang tidak signifikan, artinya tidak ada pengaruh financial leverage terhadap beta saham. Hipotesis yang ditolak memperlihatkan bahwa sebagian dari para investor yang berinvestasi di BEI tidak terlalu mementingkan tingkat utang dari pada perusahaan ataupun sturuktur modalnya. Dengan kata lain, investor dalam membeli saham perusahaan tidak terlalu memperhatikan dari proporsi utang perusahaan maupun struktur modal perusahaan.

Untuk hipotesis kedua, terjadi penolakan terhadap hipotesis sebelumnya apabila dilihat dari hasil penelitian, yang artinya operating leverage tidak mempengaruhi beta saham. Hasil ini juga sama seperti yang dilakuka oleh Suliswati (2001) dan Takarani (2003). Penolakan hipotesis ini juga mengartikan bahwa para investor dalam memilih saham yang akan dibeli juga tidak menghiraukan akan adanya perubahan laba operasi perusahaan terhadap penjualan perusahaan dan ini tidak mengurangi minat dari investor. Pada hipotesis yang ketiga, variabel liquidity tidak mempengaruhi variabel beta saham. Ini juga memperlihatkan bahwa para investor tidak terlalu memperhatikan struktur dari pada laporan keuangan perusahaan. Ini juga menjadi pilihan alternatif bagi investor karena sebagian dari investor ternyata tidak terlalu mementingkan rasio lancar perusahaan dimana rasio ini mengambarkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya dari suatu perusahaan.

Hasil nilai uji F yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebesar 0,177 dimana hasil ini lebih besar dari 0,05; maka variabel independen (DFL, DOL, dan liquidity) secara simultan tidak signifikan atau tidak mempengaruhi terhadap variabel dependen (beta saham). Hasil dari signifikansi penelitian ini 99,5% yang artinya hanya 0,5% variabel financial leverage, operating leverage, dan liquidity tidak mempengaruhi beta saham dan 99,5% faktor-faktor lain di luar dari model ini yang mempengaruhi beta saham.

5. Kesimpulan

Dari hasil uji regresi linear berganda (uji t-test) dan perhitungan analisis data ternyata semua variabel independen (DFL,DOL, dan liquidity) yang diteliti secara parsial tidak mempengaruhi risiko sistematis (beta saham) pada 30 perusahaan yang ada di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan uji-F atau secara simultan untuk variabel financial leverage, operating leverage, dan liquidity; secara bersama-sama tidak mempengaruhi beta saham. Dimana hasil dari uji tersebut adalah sebesar 0,5% yang mempengaruhi beta saham sedangkan 99,5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar variabel dalam penelitian ini atau dengan kata lain masih ada variabel lain yang dapat mempengaruhi beta saham. Hasil uji koefesien determinasi (R2), variabel independen (DFL, DOL, liquidity) tersebut mempengaruhi beta saham 0,4% sedangkan 99,6% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model ini.

P ara investor yang akan membeli saham perusahaan sebaiknya lebih selektif dalam memilih, karena varian dari beta saham perusahaan berbeda-beda dengan perusahaan yang lain. Selain itu, investor juga diharapkan untuk mempertimbangkan informasi-informasi yang penting, seperti melihat

(12)

58 dari prospek perusahaan dengan cara melakukan analisis khususnya analisis fundamental dengan memperhatikan laporan keuangan dari perusahaan.

Untuk penelitian selanjutnya, akan lebih baik menambah variabel independen lain yang berpotensial dalam mempengaruhi beta saham yang ada di perusahaa-perusahaan yang ada di Bursa Efek Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Beaver, William, Paul Ketller, and Myron Scholes, 1970, The Association Between Market Determined and Accounting Determined Risk Measure, Accounting Review, Volume 45, No 4, Okt. Brigham dan Weston. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi Kesembilan. Jakarta : Erlangga. 2005. Brimble, Mark and Allan Hodgson. Assessing The Risk Relevance Of Accounting Variables In Diverse Economic Conditions. Manajerial Finance Vol.33 No.8, 2007 PP.53-57. 2007.

Fahmi, Irham. Manajemen investasi. Jakarta : Salemba Empat. 2012.

Gujarati, Damondar N. Essential of Econometrics. Third edition. Mc Graw Hill. 2006. Hanafi, M. Mamduh. Manajemen Keuangan. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE. 2004.

Husnan, Suad. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi ke-5. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN. 2005.

Jogiyanto, H.M. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Kedua. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta : BPFE. 2000.

Jones. Invesment : Analysis and management, 9th Edition, USA : John Wiley & Sons Inc. 2004. Kamaruddin, Ahmad. Dasar-dasar Manajemen Investasi dan Portofolio. Jakarta: Rineka Cipta. 2004. Mangasa . Pengetahuan Praktis Investasi Saham dan Reksa Dana. Edisi 1. Jakarta: Mitra Wacana. 2010. Sartono, Agus. Manajemen Keuangan : Teori dan Aplikasi. Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE. 2001. Sembel, R. dan Permadi, Y. H. Pengaruh DOL dan DFL Terhadap Risiko Sistematis Saham ; Jurnal Ekonomi (Analisis Ilmiah Ekonomi Manajemen Keuangan dan Pembangunan). XV (38). 2005.

Sunariyah. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi ke-6. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. 2011. Syamsudin, Lukman. Manajemen Keuangan Perusahaan Konsep Aplikasi Dalam Perencanaan, Pengawasan, Dan Pengambilan Keputusan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2004.

Tandelin. Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi. Edisi Pertama. Penerbit: Kanisus. 2010. Warsono. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi Pertama. UMM Press. Malang. 2001. Weston dan Thomas. Manajeman Keuangan. Edisi kedelapan: Jilid 2. Penerbit: PT.Gelora Aksara Pratama. 1995.

http://www.bi.go.id http://www.bapepam.co.id http://www.idx.com

http://www.yahoofinance.com

Gambar

TABEL 1. DAFTAR PERUSAHAAN SAMPEL  No  Kode Saham  Nama Perusahaan
TABEL 2. STATISTIK DESKRIPTIF VARIABEL FL, DL, LQ   DAN BETA SAHAM PERIODE TAHUN 2010-2012
TABEL 3. HASIL REGRESI BERGANDA  Coefficients a

Referensi

Dokumen terkait

Masalah di atas sangat berhubungan dengan latar belakang dendang Sirompak yang memang bersentuhan dengan masalah magis (black-magic ) yang didendangkan oleh

Reptil yang akan kami bahas ini merupakan hewan dengan karakteristik khas, sehingga dengan karakteristik khas, sehingga ada beberapa hal berkaitan dengan organ reproduksi,

Hal ini bertolak-belakang dengan sifat campuran kitosan dan pektin yang bersifat mudah larut dalam air, sehingga dalam menciptakan suatu film yang dapat mengemban kurkumin

Sampai saat ini, pemantauan kondisi kualitas perairan dan informasi mengenai keanekaragaman fitoplankton yang digunakan sebagai bioindikator kualitas dan pencemaran

Untuk terbitan berkala ilmiah elektronik menggunakan instrumen yang tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Rakan sekerja mempunyai peranan penting dalam meningkatkan tahap keselamatan dan kesihatan sesebuah organisasi dengan cara menjadi contoh terbaik, memberi tunjuk ajar dan

Kata Kunci :Permainan Heli berbasis STAD, Motivasi, Hasil Belajar Siswa Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa kelas V

Tarif UKT Program Diploma dan Sarjana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, mengikuti ketentuan Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi