• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HAK ASASI TERSANGKA DALAM PENYIDIKAN KEPOLISIAN (Studi Kasus di Polres Pidie) | Nazaruddin | Syiah Kuala Law Journal (SKLJ) 8478 19300 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERLINDUNGAN HAK ASASI TERSANGKA DALAM PENYIDIKAN KEPOLISIAN (Studi Kasus di Polres Pidie) | Nazaruddin | Syiah Kuala Law Journal (SKLJ) 8478 19300 1 SM"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA Jl. Putroe Phang No. 1 Darussalam, Banda Aceh

M. Nur Rasyid

Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1 Darussalam, Banda Aceh

(2)

dengan penyidik dengan tersangka dan informan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pentingnya penyidik untuk menghormati hak tersangka dalam proses pemeriksaan, sehingga tercapainya profesionalitas polisi dalam sebuah pemeriksaan baik ditingkat penyelidikan maupun dalam penyidikan perkara. Kata Kunci : Hak Asasi Manusia, Perlindungan, Penyidik dan Hak Tersangka.

Abstract - It is hoped that the state will fulfill the functions of fulfillment and enforcement of human rights for the citizens. Specifically related to the protection of the human rights of the suspect or defendant, ie in order to limit the abuse of power and the arbitra riness of police investigators and other police officers. The examination of every suspect in the Pidie Police Force is a description of the criminal case being examined. The suspect shall be the object of examination which shall be regarded as a human being entirely obliged to be protected by la w and guaranteed his right a s a human being. Suspects must be placed on the status of human beings who have dignity and dignity and should be judged as subjects, not as objects. Police Investigator Pidie puts the suspect as a whole person, who has the dignity, dignity and dignity and human rights that can not be deprived of him. The suspect has been granted a set of rights by the Criminal Procedure Code, including the right to immediate examination, the Suspect ha s the right to be clearly notified in the language understood by him or her about what is suspected to him at the time of the examination, the right to freely give the investigator the right to Get an interpreter in every examination, Right to get legal assistance at each examination level and others. Every job or activity must have constraints faced by the person doing the work or activity. This happens because everyone has different characters, attitudes or traits and physicalities. In conducting an investigation there will also be obstacles that a rise experienced by the investigator. Constraints faced by investigators in respecting the protection of suspects' rights a re factors of fieldwork experience, sick or ill-treated suspects, suspects who do not recognize a crime, and a suspect with a physical disability. The approach method of secondary data ca se study through libra ry data and primary data wa s obtained from interviews with investigators with suspects and informants. The results of this study indicate that the importance of investigators to respect the rights of suspects in the exa mination process, so that the achievement of professionalism of the police in a examination either at the level of investigation or in the investigation of the case.

Keywords : Human Rights, Protection, Investigator And Suspects.

PENDAHULUAN

Perlindungan hak asasi manusia tersangka dilindungi dalam konstitusi dan

Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang tersebut menjadi landasan hukum bagi seluruh warga negara Indonesia

untuk mengunakan hak-haknya sebagai warga negara dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara. Jaminan konstitusi atas hak asasi manusia penting supaya adanya

(3)

setiap penguasa dalam negara tidak bertindak sewenang-wenang kepada warga

negaranya. Perlindungan hak dasar merupakan salah satu tujuan bernegara.

Ketentuan asas praduga tak bersalah tersebut, Pasal 52 Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana jelas dan wajar bila seorang tersangka dalam

proses peradilan pidana, wajib mendapatkan hak-haknya yang ditujukan untuk

melindungi tersangka ditingkat penyidikan di kepolisian, dimana terdapat harkat dan

martabat seseorang tersangka dijamin, dihormati dan dijunjung tinggi. Polisi

selaku penyidik, berperan penting dalam pelaksanaan perlindungan hak asasi

manusia, sehingga sangat perlu memperhitungkan terjadinya masalah-masalah

yang tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan KUHAP, sepeti diketahui bahwa

sangat menjunjung tinggi, member jaminan penghormatan harkat dan martabat

manusia. Seorang tesangka pada tahap penyidikan negara menjamin hak-hak

asasinya.

Proses pemeriksaan sebagai tersangka belum tentu bersalah dan karenanya

wajib dianggap tidak bersalah sesuai dengan asas praduga tidak bersalah. Menurut

Andi Hak asasi manusia, asas praduga tak bersalah (Presumption of Innocence)

yaitu “Setiap orang yang disangka oleh penyidik kepolisian, wajib dianggap tidak

bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan

memperoleh kekuatan hukum tetap.1

Setiap pemeriksaan terhadap tersangka dalam proses penyidikan tersangka

dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan, menilai penglihatan di wilayah

hukum Kepolisian Resor Pidie, terdapat sejumlah kasus yang meliputi, berbagai

jenis tindak pidana dengan tersangka terdiri dari berbagai status sosial, status usia

dan status ekonomi.

Studi kasus yang diambil tiga tahun terakhir yaitu 2013 sampai dengan

2015, dalam tatacara pelaksanaan pemeriksaan tersangka di Kepolisian Resor

Pidie, kasus tahun 2014 persetubuhan terhadap anak dibawah umur yang

dilakukan oleh Terlapor terhadap anak pelapor dengan cara Terlapor menjemput

anak pelapor an. Maisarah untuk dibawa kenduri anak yatim dari hasil

keuntungan tambang emas di gempang Kec Mane Kab. Pidie. Tahun 2014 tindak

pidana terhadap perlindungan anak dengan tersangka saudara Bukhari Bin

1

(4)

Rahman , 45 Tahun, Keuchik/Kepala Desa, Gp. Dayah Lampoh Awe Kec.

Simpang Tiga Kab. Pidie.

Tahun 2015 kasus tentang praperadilan terhadap sah tidaknya penahanan

ini didasarkan pada praperadilan yang dimohonkan oleh keluaraga tersangka

kepengadilan negeri Sigli. Kasus ini bermula ketika Kepolisian Sektor Batee,

penyidik menerima laporan dan bukti awal untuk menentukan bahwa menjadi

tersangka adalah Saudara Tgk Abdullah atas keterlibatan pada peristiwa

pengganiyaan. Dengan demikian Kepolisian Sektor melakukan Penangkapan

terhadap tersangka Saudara Tgk Abdullah namun Tersangka telah melarikan diri,

lalu pada keesokan harinya tersangka diantar oleh keluarganya kepolsek batee

untuk dapat didengar keterangannya sebagai tersangka pada. Namun pada saat

hendak dilakukan penahanan, tiba-tiba pihak keluarga tersangka dan Kepala desa

serta tokoh masyarakat membuat surat permohonan untuk Kapolsek Batee selaku

penyidik pada saat itu agar tersangka untuk tidak ditahan, dikarenakan pihak

keluarga tersangka dan Kepala desa serta tokoh masyarakat akan mengupayakan

proses hukum adat terlebih dahulu yaitu Qanun adat adat Aceh nomor 9 tahun

2011 pasal 13, dan untuk tersangka hanya titipan tokoh Masyarakat dan pihak

kelurga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, yang berdasarkan isi surat

permohonan tersebut, dan untuk hanya berada diruang Polsek Batee selama

proses qanun adat berlangsung.

Penasihat hukum Tgk Abdullah merasa keberatan dengan segala tindakan

Kepolisian Sektor Batee yang tentang keberdaan tersangka diPolsek Batee bahwa

tersangka ditahan, Belum lagi beranggapan bahwa Kepolisian Sektor Batee yang

seharusnya mengayomi kepentingan warga masyarakat dan warga negara

Indonesia, malah memojokkan dirinya. Penasihat Hukum Tgk Abdullah

berpendapat bahwa terhadap tersangka telah dilakukan penahanan yang dilakukan

oleh Penyidik Kepolisian Sektor Batee atas diri Tgk Abdullah tidak sah, karena

tidak dilandasi sesuai dengan syarat-syarat lain untuk melakukan penahanan

dalam KUHAP. Atas keberatan Penasihat Hukum terhadap tindakan yang

dilakukan oleh Kepolisian Sektor Batee, pada tanggal 13 April 2015 Penasihat

(5)

registrasi 02/ Pra.Pid/PN.SGI/2015 di Pengadilan Negeri Sigli, yang berisi

permohonan untuk menguji sah tidaknya penahanan atas diri Tgk Abdullah.

Pelaksanaan pemeriksaan terhadap setiap tersangka di Kepolisian Resor

Pidie adalah keterangan tentang peristiwa pidana yang sedang diperiksa.

Tersangka akan menjadi objek pemeriksaan yang harus dipandang sebagai

manusia yang seluruhnya wajib dilindungi oleh hukum dan dijamin haknya

sebagai manusia. Tersangka harus di tempatkan pada kedudukan manusia yang

memiliki harkat dan martabat serta harus dinilai sebagai subjek, bukan sebagai

objek.2

Dalam kaitannya dengan wewenang polisi dalam melakukan pemeriksaan

terhadap tersangka guna mendapatkan keterangan yang berkaitan dengan suatu

tindak pidana, maka prinsip yang harus dipegang adalah berdasarkan setiap orang

berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakukan yang kejam,

tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.

Berdasarkan hak tersangka, penyidik wajib menjamin terlaksananya

hak-hak seseorang tersangka selama prosespenyidikan berlangsung disinilah peran

penyidik dalam memberikan jaminan pelaksanaan hak bagi tersangka dalam

perkara pidana. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah

meletakkan landasan prinsip “legalitas” dan pendekatan pemeriksaan dalam semua tingkat, dengan sistem “akuisatur”. Menempatkan tersangka dalam setiap tingkat pemeriksaan sebagai manusia yang mempunyai hak asasi dan harkat

martabat harga diri. Sebagai perisai untuk membela dan mempertahankan hak

asasi dan harkat martabat kemanusian tersangka.

Dalam memperkuat dan menjamin ketentuan untuk perlindungan hak asasi

manusia dalam dueprocess of la w di Kepolisian Resor Pidie, terutama dalam

tahap/ fase pra-ajudikasi. Dapat juga didasarkan pada konvensi anti penyiksaan

yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998. Penyiksaan

berdasarkan konvensi ini diartikan: “Sebagai perbuatan yang dilakukan dengan

sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik

jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau

keterangan dari orang itu atau dari dari orang ketiga atau untuk suatu alasan yang

2

(6)

didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi apabila rasa sakit atau penderitaan itu

ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan atau sepengetahuan

pejabat publik. Hal ini tidak meliputi rasa sakit dan penderitaan yang semata-mata

timbul melekat pada, atau diakibatkan oleh suatu sanksi hukum yang berlaku.

Tahapan pemeriksaan dilakukan oleh penyidik Kepolisian Resor Pidie tetap

memperhatikan haknya sebagai hak tersangka yang dijamin oleh undang-undang.

Proses pembuktian untuk mencari kebenaran dalam menyelesaikan suatu

kasus dalam menjamin hak tersangka, kepentingan-kepentingan dalam

pembuktian kasus terhadap tersangka memiliki peran penting dalam menjaga

proses pemeriksaan di Kepolisian Resor Pidie, apabila seseorang tersangka telah melakukan pelanggaran hukum dan hasil pembuktian “tidak cukup“ maka tersangka dibebaskan, namun apabila dapat dibuktikan maka tersangka

dinyatakan bersalah dan diberikan sanksi berupa hukuman badan atau denda

dengan menjunjung tinggi hak-hak tersangka.

Dalam melakukan penyidikan, Penyidik Polres Pidie menggunakan prinsip

akusator dalam setiap tingkat pemeriksaan. Polisi sebaiknya menjauhkan diri dari

cara-cara pemeriksaan yang inkuisitur yang menempatkan tersangka dalam

pemeriksaan sebagai objek yang dapat diperlakukan sewenang-wenang. sehingga

seolah-olah tersangka sudah divonis saat pertama diperiksa dihadapan

penyidik. Tersangka juga dianggap dan dijadikan objek pemeriksaan

tanpa mempedulikan hak-hak asasi manusia dan haknya untuk membela dan

mempertahankan martabatnya serta kebenaran yang dimilikinya. Akibatnya sering

terjadi dalam praktek seorang yang benar-benar tidak bersalah terpaksa

masuk dalam penjara.

Jaminan asas praduga tak bersalah dan prinsip pemeriksaan akusator

ditegakkan dalam segala tingkat proses pemeriksaan yaitu dalam menjunjung

tinggi asas praduga tak bersalah dan prinsip akusatur didalam penegakkan

hukum dan menjamin hak tersangka. Berdasarkan keterangan P. Harahap

selaku Kasat reskrim Kepolisian Resor Pidie pada Tanggal 09 Juni 2016

menyatakan bahwa:

Proses pemeriksaan terhadap tersangka masih yang dilakukan oleh

(7)

dalam menemukan fakta kebenaran. Pelaksanaan pemeriksaan memperhatikan

upaya, pencegahan yang dilakukan ancaman kekerasan, tekanan fisik, maupun

pengrekayasaan perkara serta menipulasi hak-hak tersangka. Penyidik tetap

menjunjung tinggi jaminan perlindungan hak tersangka sebagai upaya melindungi

hak asasi manusia dalam proses pelaksanaan pemeriksaan. Kadang ada tekanan

sedikit terhadap tersangka, itu melainkan upaya dalam mendapatkan keterangan dan

masih dalam batasan prosedur dan adanya perlindungan hak-hak tersangka.

Penyidik dalam memeriksa perkara menggunakan dengan cara apapun untuk

mendapatkan keterangan. Kepolisian Resor Pidie tetap menjungjung tinggi hak-hak

tersangka sesuai yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara dalam

pemeriksaan tersangka.

Polisi tidak menggunakan kekerasan untuk mendapatkan pengakuan atau

keterangan dari tersangka. Hak-hak tersangka diberikan sebelum didapat

pengakuan, halini untuk menjaga dan tidak bertentangan dengan amanat

undang-undang, di mana hak-hak itu seharusnya diberikan pada awal penyidikan

berlangsung. Apabila tidak menjamin hak tersangka dalam proses pemeriksaan

artinya negara telah gagal memberi perlindungan hukum kepada tersangka.

Pengadilan juga gagal memberikan perlindungan, karena pencabutan

pengakuan/keterangan dalam BAP yang diperoleh dengan jalan kekerasan. oleh

pengadilan diabaikan, karena hampir 99% hakim lebih mempercayai BAP

yangdibuat oleh polisi. Pelaku kekerasan (penyidik) dalam penyidikan terhadap

ter sangka. Polres Pidie tidak tersentuh hukum karena adanya perlindungan,baik

dari atasan langsung maupun institusi Polri. Hal ini terbukti dari tiadanya kasus

kekerasan dalam penyidikan yang diajukan ke Komisi Kode Etik di Polres Pidie.

Polres Pidie terus melakukan transparansi dalam hal ini dan tidak melindungi

anggotanya yang melakukan kekerasan agar citra penegak dan penegakan hukum

dapat lebih baik dan lebih adil bagi masyarakat.

Setiap pekerjaan maupun kegiatan pasti ada kendala-kendala yang

dihadapi oleh orang yang melakukan pekerjaan atau kegiatan tersebut. Hal

tersebut terjadi karena setiap orang mempunyai karakter, sikap atau sifat serta fisik

yang berbeda-beda. Dalam melakukan penyidikan juga pasti akan ada

(8)

Dalam proses penyidikan, polisi selalu menghormati hak-hak yang

diperoleh tersangka. Pengetahuan polisi terhadap hak-hak tersangka itu sangat

penting bagi tersangka maupun bagi polisi itu sendiri, karena tidak ada pihak yang

akan dirugikan. Tetapi hanya mengetahui tanpa melakukan hal yang sebenarnya

(melakukan penyidikan), bisa mempengaruhi polisi dalam memenuhi hak-hak

tersangka. Hal-hal yang dihadapi di lapangan terkadang jauh berbeda dengan

apa yang ada dalam Undang-undang, maka pengalaman menyidik itu sangat

berpengaruh dalam mengaplikasikan pengetahuan tentang hak-hak tersangka.

Kendala paling berat yang dihadapi oleh penyidik Kepolisian Resor Pidie

adalah tersangka yang benar-benar sakit ataupun yang pura-pura sakit. Pada saat

akan diperiksa, tersangka sering mengeluh sakit, penyidik sudah memberi obat,

dan juga tersangka disuruh istirahat. Setelah dilanjutkan penyidikan, tersangka

masih sering mengeluh sakit. Hal-hal atau proses seperti itu yang sangat

menguras tenaga dan pikiran penyidik, tetapi seorang penyidik harus tetap

melakukan pemeriksaan untuk mendapatkan keterangan tersangka karena itu

adalah tugas penyidik. Apabila tersangka tidak mau mengakui melakukan tindak

pidana setelah penyidik bertanya kepada tersangka, bahkan kadang ada

tersangka yang berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Kalau tersangka

seperti itu, penyidik akan bertanya kepada saksi-saksi seperti teman dekat,

pembantu rumah tangganya, tetangganya atau orang lain yang dianggap

mengetahui tersangka melakukan tindak pidana.

Tersangka yang mempunyai cacat fisik akan sulit untuk diambil

keterangannya. Dalam hal mendapatkan keterangan tersangka yangseperti ini,

misalnya tidak bisa bicara, penyidik meminta bantuan kepada seorang yang

ahli pada bidang seperti ini. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Kepolisian

Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 16

ayat (1) huruf (g) yang pada intinya adalah untuk mendatangkan ahli yang

diperlukan dalam hal pemeriksaaan.

Penyidik Kepolisian Resor Pidie Pidie dalam melaksanakan proses

penyidikan adanya interpensi pimpinan dikarenakan tersangka yang merupakan

unsur polisi. Kendala ini tidak hanya pada tindak pidananya akan tetapi berimbas

(9)

Pidie, apabila tersangkanya personil Kepolisian Resor Pidie, sehingga adanya

beberapa kebijaksanaan dalam proses penyidikan, sepeti adanya hukuman

tambahan dari kebijakan pimpinan padahal proses penyidikan masih berjalan.

Namun juga ada kebijakan yg benar-benar memperhatikan hak asasi tersangka

bahkan kebijakan tersebut juga mempengaruhi terhadap keluarga dari tersangka

polisi.Hal ini yang sulit diimbangi dalam pelaksanaan penyidikan, meskipun

demikian Kepolisian Resor Pidie dalam melaksanakannya penyidikan tetap

mengikuti pedoman pada ketentuan, sebagai standar waktu yang ditetapkan dalam

pelaksanaan penyidikan. Ini salah satu kendala yang dihadapi Penyidik Kepolisian

Resor Pidie.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian artikel ini adalah metode

penelitian yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris yang bersifat kualitatif

adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi

ketentuan hukum empiris secara in action pada setiap peristiwa hukum

tertentu yang terjadi dalam masyarakat.3

Metode penelitian ini memuat dengan jelas metode penelitian apa yang

digunakan untuk menganalisa dan membedahnya sampai menemukan solusi

atau pemecahan dari permasalahan yang ada sesuai dengan cara-cara atau

metode yang telah dipilih dalam penelitian ini sebagai dasar untuk

pemecahannya. Penggunaan metode berimplikasi kepada teknik

pengumpulan data dan analisis serta kesimpulan penelitian.

Selain pendekatan yuridis empiris digunakan juga pendekatan

perundang-undangan (statute a pproa ch), pendekatan sejarah (historica l

a pproa ch). Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti

ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai perlindungan hukum

terhadap hak tersangka pada Kepolisian Resor Pidie. Pendekatan sejarah

merupakan penelitian sejarah hukum, bermaksud untuk menjelaskan

perkembangan dari bidang-bidang hukum yang diteliti.

3

(10)

Pertama sebagai sumber datanya hanyalah data primer, yang terdiri

dari bahan hukum primer; bahan hukum sekunder; atau data tersier.

Kedua, karena penelitian hukum empiris menggunakan data primer

(data lapangan), maka pendekatan yang dilakukan baik melalui pengamatan

(observasi), wawancara, serta penyebaran kuisioner. Penelitian hukum

empiris dapat direalisasikan kepada penelitian terhadap evektifitas hukum

yang sedang berlaku ataupun penelitian terhadap identifikasi hukum.

Ketiga, dalam penelitian hukum empiris perumusan masalah dan

perumusan hipoartikeldilakukan melalui penetapan sampel, pengukuran

variable, dan pembuatan desain analisis, sedangkan seluruh proses berakhir

dengan penarikan kesimpulan.

Keempat, pada penelitian hukum empiris diperlukan adalnya

sampling, karena data primer (sebagai sumber utamanya) memiliki bobot

dan kualitas tersendiri yang tidak bisa diganti dengan data jenis lainnya.

Semua data yang terkumpul dianalisis melalui teknik interpretasi

(penafsiran) yang dihubungkan dengan pelaksanaan dalam kasus yang

dikaji dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait. Dengan

melakukan penalaran hukum dapat menarik kesimpulan dari pembahasan

dalam artikel ini dilakukan melalui generalisasi induktif, dengan menjelaskan

permasalahan secara khusus (bukti) berdasarkan hasil pengamatan yang terjadi

di lapangan kemudian dihubungkan kepada hal-hal yang umum untuk

mendapatkan sebuah kesimpulan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Perlindungan hukum terhadap hak tersangka, maka dapat disimpulkan,

bahwa perlindungan hukum terhadap hak tersangka adalah tempat berlindung

bagi seseorang atau beberapa orang dalam memperoleh hak-haknya sebagai

tersangka melalui ketentuan-ketentuan, kaidah-kaidah maupun

peraturan-peraturan yang mengatur tata kehidupan masyarakat yang diakui dan diikuti oleh

anggota masyarakat itu sendiri. Dalam proses penyidikan kaitannya dengan

perlindungan Hak-hak tersangka, seorang tersangka memperoleh perlindungan

(11)

mendapat bantuan hukum sejak penahanan, Kedua Hak menghubungi penasehat hukum, dan Ketiga Pelaksanaan asas “praduga tidak bersalah”.

Perlindungan diberikan dalam kerangka memperlakukan seseorang

tersangka sebagai orang yang dianggap tidak bersalah selama belum ada bukti

yang kuat dan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum

tetap.Hak-hak tersangka untuk memperoleh perlindungan hukum adalah bagian dari tetap.Hak-hak

asasi manusia yang telah diletakkan dalam perubahan (amandemen) UUD 1945

secara implisit dirumuskan secara normatif dalam pasal-pasal seperti yang

tercantum dalam BAB XA, Pasal 28 menyebutkan Setiap orang berhak untuk

hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pasal 28g (ayat 1)

Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan martabat

dan harta benda yang di bawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman dan

perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu

yang merupakan hak asasi.

Dua pasal tersebut di atas menentukan bahwa setiap orang berhak untuk

hidup dan berhak untuk mendapatkan perlindungan dan yang mempunyai

kewajiban untuk melindungi hak adalah negara atas kehidupan setiap orang dan

hak untuk mendapatkan perlindungan, terutama dari pemerintah. Hal itu dengan

jelas diatur dalam Pasal 28i ayat (4), Perlindungan, pemajuan, penegakkan dan

pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”.Didalam pembukaan UUD 1945 secara tegas menetapkan, bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang anti penjajahan, bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berkemanusian, bercipta persatuan, mencintai musyawarah dan

mufakat, dan bercintakan keadilan sosial.

Penyidik Polres Pidie sangat menghormati hak tersaka dan terbukti tidak

adanya kekerasan dalam penyidikan,sehingga pertanyaan mengenai apakah ada

tindakan yang dilakukan oleh intitusi terhadap polisi yang melakukan kekerasan

dalam penyidikan, menjadi tiada berjawab. Jika melihat kepada peran yang harus

dimainkan oleh polisi, maka ini merupakan sebuah ironi yang dipandang efisien

oleh polisi. Perlindungan yang diherikan atasan dan institusi polri terhadap pelaku

(12)

Pemeriksaan menurut pandangan polisi terhadap hak tersangka dalam

proses penyidikan, Berdasarkan keterangan dari Kasat Reskrim Polres Pidie

P. Harahappada hari Selasa, Tanggal 9 Juni 2016 Pukul 10.00 WIB menerangkan4 “Hak Tersangka adalah juga hak dasar yang dimiliki oleh tersangka sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana. Hak tersebut antara lain adalah hak untuk ada jaminan tersangka selama

dalam proses penyidikan, hak untuk menyatakan pendapat dan hak untuk memilih

dalam proses penyidikan. Hak ini adalah bagian terpenting yang harus dipahami dan

dimengerti oleh penyidik, karena pelanggaran hak tersebut bisa saja terjadi dalam

proses penyidikan, penyidik harus menghormati hak tersangka. Penyidik dalam

tugasnya sering melakukan hal-hal yang sangat berhubungan dengan tindakan

melakukan pelanggaran, yaitu dalam hal penangkapan, penahanan atupun dalam

melakukan penyitaan, karena dalam hal ini sama saja penyidik melakukan

perampasan hak seseorang. Penyidik melakukan hal ini karena tugas dan peraturan

yang berlaku, jadi hal tersebut bukan merupakan dalam hal pelanggaran hak asasi

manusia. Ini terlihat dari tugas pokok polisi yang salah satunya adalah menegakkan

hukum yang dalam prakteknya membatasi hak-hak manusia yang sudah

ditetapkan sebagai tersangka atau orang yang patut diduga sebagai pelaku

kejahatan, misalnya adalah tembak ditempat. Kewenangan tembak ditempat

hanya diberikan kepada institusi polisi. Jadi seorang penyidik melakukan hal-hal

tersebut atas dasar tugas dan Undang-undang yang berlaku.

Penyidik dari Polri yang berwenang melakukan penyidikan saat ini

minimal harus seorang Polisi dengan pangkat minimal Inspektur Dua Polisi

(IPTU), sedangkan untuk seorang Polisi yang bertugas sebagai penyidik

pembantu berasal dari Bintara Polisi dengan pangkat minimal Brigadir Polisi

Dua (BRIPDA), Brigadir Polisi Satu (BRIPTU), Brigadir atau Brigadir Kepala

(BRIPKA) dengan syarat lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi

reserse criminal, bertugas dibidang penyidikan paling singkat 2 tahun, sehat

jasmani dan rohani dengan dibuktikan surat keterrangan Dokter serta memiliki

kemampuan dan integritas moral yang tinggi.Data yang diperoleh di Polres Pidie

sudah memenuhi standar yang yang berlaku di Kepolisian.

(13)

Dalam suatu proses hukum yang diawali dengan proses penyidikan,

penggunaan tindak kekerasan dan penyiksaan seringkali dilakukan demi mengejar target “kebenaran” dalam waktu yang singkat. Atau bisa juga terjadi tindak penyiksaan itu dilakukan demi memaksa korban untuk mengakui skenario

peristiwa yang memang sudah disiapkan sebelumnya. Padahal, secara hukum,

pengakuan tersangka bukanlah alat bukti yang utama. Metode penyiksaan lalu

menjadi modus pemaksaan bagi aparat dalam mengambil jalan pintas menuju

penyelesaian suatu perkara. Dalam konteks yang seperti ini, kebenaran lalu

menjadi begitu gampang dimanipulasi, sebagaimana dikatakan Beccaria

sebagai berikut : suatu akibat yang aneh, yang sudah pasti akan timbul dari

penggunaan penyiksaan adalah bahwa orang yang bersalah ditempatkan

dalam keadaan yang lebih buruk daripada orang yang bersalah, sedangkan orang

yang bersalah diuntungkan.

Dalam suatu proses hukum yang diawali dengan proses penyidikan,

penggunaan tindak kekerasan dan penyiksaan seringkali dilakukan demi mengejar target “kebenaran” dalam waktu yang singkat. Atau bisa juga terjadi tindak penyiksaan itu dilakukan demi memaksa korban untuk mengakui skenario

peristiwa yang memang sudah disiapkan sebelumnya. Padahal, secara

hukum, pengakuan tersangka bukanlah alat bukti yang utama. Metode

penyiksaan lalu menjadi modus pemaksaan bagi aparat dalam mengambil jalan

pintas menuju penyelesaian suatu perkara. Dalam konteks yang seperti ini,

kebenaran lalu menjadi begitu gampang dimanipulasi, sebagaimana

dikatakan Beccaria sebagai berikut : suatu akibat yang aneh, yang sudah pasti

akan timbul dari penggunaan penyiksaan adalah bahwa orang yang bersalah

ditempatkan dalam keadaan yang lebih buruk daripada orang yang bersalah,

sedangkan orang yang bersalah diuntungkan.

Kepolisian Resor Pidie menempatkan tersangka sebagai manusia yang

utuh, yang memiliki harkat, martabat dan harga diri serta hak asasi yang tidak

dapat dirampas darinya. Tersangka telah diberikan seperangkat hak-hak oleh

KUHAP yang meliputi, Hak untuk segera mendapat pemeriksaan, Tersangka

berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya

(14)

untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik, Hak untuk

mendapatkan juru bahasa dalam setiap pemeriksaan, Hak untuk mendapat bantuan

hukum pada setiap tingkat pemeriksaan dan lain-lain.

Pemeriksaan yang dilakukan Penyidik Kepolisian Resor Pidie untuk

mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka, saksi ahli dan

atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi,

sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti di dalam tindak

pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan di dalam berita acara pemeriksaan

sesuai dengan statusnya sebagai tersangka. Berita acara pemeriksaan (BAP)

sebagai tulisan yang bersifat otentik, dibuat dalam bentuk tertentu oleh penyidik

atau penyidik pembantu atas keterangan yang sesungguhnya yang disampaikan

oleh tersangka dan selanjutnya akan diberi kesempatan untuk melihat kembali apa

yang sudah diterangkan oleh tersangka.5

Pemeriksa selaku penyidik/penyidik pembantu dalam melakukan

pemeriksaan harus memiliki kewenangang untuk melakukan pemeriksaan dalam

membuat berita acara pemeriksaan (BAP), memilki pengetahuan yang cukup

tentang hukum pidana, hukum acara pidana dan perarturan perundang-undangan

lainnya. Mempunyai pengetahuan yang cukup dan mahir dalam melaksanakan

fungsi teknis kepolisian di bidang reserse, mahir dalam taktik dan tehnik dalam

melakukan pemeriksaan.

Dalam mendapatkan pembuktian sesuai dengan undang-undang, menurut

P. Harahap Kasat Reskrim Kepolisian Pidiemenyatakan bahwa, pembuktian

adalah merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan.

Pembuktian merupakan ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan

pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang, untuk

membuktikan kesalahan yang disangkakan kepadanya. Pembuktian juga

merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan

undang-undang yang boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan kesalahan yang

didakwakan. Dalam proses persidangan pengadilan tidak boleh sesuka hati dan

semena-mena membuktikan kesalahan tersangka.6

5

(15)

Untuk itulah dalam bab ini membahas tentang pandangan polisi terhadap

hak tersangka dalam proses penyidikan. Berdasarkan wawancara dengan

Kasat Reskrim Kepolisian resor Pidie P. Harahap Tanggal 9 Juni 2016 Pukul 10.00

WIB 7menjelakan“Hak Tersangka adalah juga hak dasar yang dimiliki oleh

tersangka sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana. Hak tersebut antara lain adalah hak untuk ada jaminan

tersangka selama dalam proses penyidikan, hak untuk menyatakan pendapat dan

hak untuk memilih dalam proses penyidikan. Hak ini adalah bagian terpenting yang

harus dipahami dan dimengerti oleh penyidik, karena pelanggaran hak tersebut

bisa saja terjadi dalam proses penyidikan, penyidik harus menghormati hak

tersangka. Penyidik dalam tugasnya sering melakukan hal-hal yang sangat

berhubungan dengan tindakan melakukan pelanggaran, yaitu dalam hal penangkapan,

penahanan atupun dalam melakukan penyitaan, karena dalam hal ini sama saja

penyidik melakukan perampasan hak seseorang. Penyidik melakukan hal ini

karena tugas dan peraturan yang berlaku, jadi hal tersebut bukan merupakan dalam

hal pelanggaran hak asasi manusia. Ini terlihat dari tugas pokok polisi yang salah

satunya adalah menegakkan hukum yang dalam prakteknya membatasi hak-hak

manusia yang sudah ditetapkan sebagai tersangka atau orang yang patut diduga

sebagai pelaku kejahatan, misalnya adalah tembak ditempat. Kewenangan

tembak ditempat hanya diberikan kepada institusi polisi. Jadi seorang penyidik

melakukan hal-hal tersebut atas dasar tugas dan Undang-undang yang berlaku.

Adapun kendala yang dihadapi oleh penyidik Polres Pidie8 adalah faktor

proses penyidikan, polisi selalu menghormati hak-hak yang diperoleh tersangka.

Pengetahuan polisi terhadap hak-hak tersangka itu sangat penting bagi tersangka

maupun bagi polisi itu sendiri, karena tidak ada pihak yang akan dirugikan. Tetapi

hanya mengetahui tanpa melakukan hal yang sebenarnya ( melakukan penyidikan),

bisa mempengaruhi polisi dalam memenuhi hak-hak tersangka. Hal-hal yang

dihadapi di lapangan terkadang jauh berbeda dengan apa yang ada dalam

Undang-undang, maka pengalaman menyidik itu sangat berpengaruh dalam

mengaplikasikan pengetahuan tentang hak-hak tersangka.

7

Ibid 8

(16)

Tersangka yang sakit atau pura-pura sakit untuk dilakukan penahanan bagi

terdakwa yang dirawat nginap di rumah sakit di luar rumah tahanan negara atas

izin instansi yang berwenang menahan pada angka 3 disebutkan bahwa “Pada

hakikatnya apabila terdakwa karena sakit yang dideritanya benar-benar

memerlukan perawatan-nginap di rumah sakit, ia dalam keadaan tidak ditahanpun

akan menjalani perawatan yang sama. Bagi terdakwa yang benar-benar sakit, tidak

ada tujuan tertentu yang dihubungkan dengan perhitungan tenggang waktu

penahanan yang secara ketat diatur dalam KUHAP, kecuali sebagai suatu hal

terpaksa dijalani yang bisa berakibat hilangnya suatu hak, kesempatan dan

sebagainya.9

Kendala lain yang dihadapi seperti Bankum atau Kasubag hukum di jabat

oleh pejabat berdasarkan gol pangkat bukan polisi yang menguasai masalah

hukum, pejabat yang menduduki jabatan selaku Bankum tidak pernah

mendapatkan pendidikan/dikjur selaku pembela/penasehat hukum bagaimana

menghadapi cara pelaksanaan proses praperadilan, padahal dalam proses

peradilan pejabat yang ditunjuk selaku kuasa hukum intitusi polri khususnya

Kepolisian Resor Pidie harus berhadapan dengan pengacara-pengacara yang

sudah menyemnyam pendidikan khusus pengacara. sedangkan pihak kepolisian

hanya mengandalkan lulusan S1 hukum, dan kemungkinan kemungkinan

praperadilan tetap ada walaupun proses penyidikan sesuai prosedur dikarenakan

sistem pengadilan tetap menerima ajuan praperadilan tidak bisa melakukan

penolakan kepada orang yang mengajukan praperadilan.

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan menunjukan bahwa, perlindungan hukum

terhadap hak tersangka adalah tempat berlindung bagi seseorang atau beberapa

orang dalam memperoleh hak-haknya sebagai tersangka melalui

ketentuan-ketentuan, kaidah-kaidah maupun peraturan-peraturan yang mengatur tata

kehidupan masyarakat yang diakui dan diikuti oleh anggota masyarakat itu.

Perlindungan hak tersangka sebagai salah satu hak asasi yang harus dihormati oleh

penyidik dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka. Hal ini sesuai dengan

(17)

pasal 28 dan 28g yang menyebutkan setiap orang berhak untuk hidup serta berhak

mempertahankan hidup dan kehidupannya, dan Setiap orang berhak atas

perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan martabat dan harta benda yang di

bawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman

ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak

asasi.Kewenanangan penyidik yang diimbangi dengan pemberian batasan-

batasan tertentu dan ketentuan prosedur tindakan yang menjamin dan melindungi

hak tersangka dengan baik.. Pembatasan kewenangan tersebut secara langsung

sebenarnya berfungsi juga untuk melindungi kepentingan hak tersangka dari

kemungkinan penyalahgunaan wewenang yang dapat melanggar hak asasi

tersangka. Namun pada penerapannya masih ditemukan tidak terjaminnya

perlindungan hukum bagi tersangka. Dalam melindungi hak tersangka penyidik

sudah wajib memberikan jaminan pelaksanaan hak bagi tersangka dalam

perkara pidana.

Kendala-kendala yang dihadapi polisi dalam menghormati hak

tersangka sangat bervariasi seperti faktor pengalaman kerja lapangan (menyidik),

tersangka yang benar-benar sakit ataupun yang pura-pura sakit. Itu merupakan

kendala paling berat yang dihadapi polisi, karena tersangka yang pura-pura sakit

ataupun yang benar-benar sakit, itu sangat menguras tenaga seorang polisi.

Kendala lain adalah tersangka yang tidak mengakui melakukan tindak pidana.

Kendala ini tidak begitu berat karena polisi tidak perlu memaksa seorang

tersangka untuk mengakui kesalahannya, polisi hanya perlu mengumpulkan

bukti-bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Ada juga kendala yaitu tersangka yang

mempunyai cacat fisik. Dari kendala ini, polisi memerlukan bantuan dari

seorang ahli untuk bisa mendapatkan keterangan dari tersangka tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung. Asri

(18)

Sulaiman Hamid. 2007. HAM dalam Lembaga Suaka Hukum Intrnasional PT RajaGrafindo Persada, Jakarta

Sri Soemantri, 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.

Referensi

Dokumen terkait

STANDAR BIAYA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2014 ANALISA HARGA SATUAN PEKERJAAN KONSTRUKSI.. Upah

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktavia & Moerkardjono (2015) dimana hasil dari penelitian tersebut adalah terdapat hubungan positif

efisien dan transparan. 2) Membangun komitmen seluruh aparatur dalam melaksanakan TUPOKSI untuk mewujudkan akuntabilitas. 3) Meningkatkan komitmen aparatur dalam

Pemecahan konflik dengan strategi saya menang - anda menang ( win-win strategy ) adalah kemungkinan untuk memuaskan berbagai pihak yang terlibat. Penyelesaian konfli dengan

Berdasarkan hasil perhitungan nilai MRD untuk seluruh parameter, diperoleh parameter bilangan peroksida ordo reaksi nol pada suhu 30 o C, bilangan peroksida ordo

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari Corporate Social Responsibility (CSR) dan koneksi politik terhadap kinerja keuangan dari perusahaan

Altruisme merupakan perilaku yang ditunjukkan kepada orang lain dan memberikan manfaat yang positif bagi individu yang dikenai perbuatan tersebut. Altruisme yang tampak

Bagi lansia di Posyandu Lansia Ngudi Waras Sapen Umbulmartani Ngemplak Sleman diharapkan lansia dapat melakukan perilaku perawatan hipertensi dengan cara