BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Hipertensi adalah salah satu penyakit yang paling umum di seluruh dunia yang terjadi pada manusia dan merupakan faktor risiko yang utama terjadinya stroke, infark miokard, penyakit pembuluh darah, penyakit ginjal kronik dan bahkan menyebabkan kematian jika tidak dideteksi dengan cepat dan tidak diobati dengan tepat (James, et al., 2014). Salah satu studi menyatakan pasien yang menghentikan terapi antihipertensi kemungkinan lima kali lebih besar terkena stroke. Penyakit ini salah satu penyumbang tingginya biaya pengobatan akibat tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan di rumah sakit/atau penggunaan obat jangka panjang (Depkes RI, 2006).
Berdasarkan data WHO di tahun 2013, prevalensi hipertensi tertinggi terjadi di Afrika sekitar 46%, di Amerika sekitar 35% dan di wilayah Asia sekitar 36% pada orang dewasa. Pada tahun 1960, kenaikan tekanan darah meningkat dari 5% menjadi 12% dan pada tahun 2008 lebih dari 30% di India. Pada tahun 2004-2009, penderita hipertensi mengalami kenaikan dari 18% menjadi 31% pada pria dan dari 16% menjadi 29% pada wanita di Myanmar. Pada tahun 2008, kenaikan tekanan darah meningkat terhadap populasi orang dewasa dari 8% menjadi 32% di Indonesia. Data ini menunjukkan bahwa hipertensi masih menjadi ancaman bagi masyarakat dunia (WHO, 2013).
sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial (Armilawaty, 2007). Menurut survei riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, kejadian prevalensi hipertensi di Indonesia telah mencapai 25,8% dari total penduduk dewasa (Riskesdas, 2013).
Menurut Handayani, dkk., (2007), berdasarkan hasil penelitian mereka terkait pengaruh usia terhadap kejadian potensi interaksi obat bahwa Prevalensi hipertensi semakin meningkat dengan bertambahnya usia. prevalensi hipertensi di Indonesia 14% pada tahun 2004 dan meningkat menjadi 34,9% pada tahun 2007.
Penderita hipertensi selain diberi pengobatan farmakologi, dianjurkan juga untuk melakukan pola hidup yang sehat. Lebih dari dua pertiga pasien hipertensi tidak bisa dikontrol dengan satu obat dan akan menerima dua atau lebih obat antihipertensi dari kelas obat yang berbeda (NHLBI, 2004). Tekanan darah tinggi dengan komplikasi membutuhkan pengobatan lebih cepat dan tepat. Peningkatan tekanan darah secara jelas atau terjadi mendadak dapat menjadi ancaman serius bagi kelangsungan kehidupan dan merupakan indikasi peningkatan tekanan darah. Pasien hipertensi yang mendapatkan terapi kombinasi dan pasien hipertensi dengan penyakit penyerta yang mendapatkan pengobatan polifarmasi sangat berpotensi mengalami interaksi obat yang dapat mengakibatkan hasil pencapaian efek terapi kurang baik (Katzung, 2001).
meningkat bila rejimen pasien berasal dari beberapa resep (McCabe, et al., 2003). Interaksi obat terjadi ketika efek dari satu obat berubah akibat kehadiran obat yang lain. Interaksi antara obat antihipertensi dengan obat dapat menghasilkan peningkatan atau penurunan efek obat antihipertensi. Interaksi yang terjadi dapat berupa farmakokinetik ataupun farmakodinamik (Wood, 1988).
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Menkes RI, 2014). Puskesmas merupakan tempat tujuan pertama yang dikunjungi pasien baik untuk pengobatan rawat jalan maupun rawat inap dan juga rujukan untuk ke rumah sakit.
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai potensi interaksi obat pada pasien hipertensi yang mendapatkan terapi obat antihipertensi di puskesmas di kota Medan. Penelitian dilaksanakan di 4 puskesmas yaitu Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Helvetia, Puskesmas Darussalam dan Puskesmas Teladan.
1.2Kerangka Pikir Penelitian
terikat (dependent variable). Gambaran tentang kerangka penelitian ditunjukan pada Gambar 1.1.
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 1.1 Skema Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat
1.3Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. apakah terdapat potensi interaksi obat pada pemberian obat antihipertensi di puskesmas di kota Medan?
b. apakah frekuensi potensi interaksi obat antihipertensi-obat di puskesmas di kota Medan tinggi?
c. bagaimana pola mekanisme interaksi, jenis obat antihipertensi yang berinteraksi dan tingkat keparahan interaksi yang ada di puskesmas?
d. apakah usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat antihipertensi?
1.4Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Potensi Interaksi Obat
antihipertensi
Parameter:
- Frekuensi Interaksi - Mekanisme Interaksi - Jenis Obat yang
Berinteraksi
a. terdapat potensi interaksi obat antihipertensi pada peresepan di puskesmas di kota Medan.
b. frekuensi potensi interaksi obat antihipertensi-obat di puskesmas kota Medan adalah tinggi.
c. pola mekanisme interaksi, jenis obat antihipertensi yang berinteraksi dan tingkat keparahan interaksi yang ada di puskesmas adalah beragam.
d. usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat antihipertensi.
1.5Tujuan Penelitian
Berdasarkan hipotesis penelitian di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:
a. apakah terdapat potensi interaksi obat antihipertensi pada peresepan di puskesmas di kota Medan.
b. frekuensi potensi interaksi obat antihipertensi di puskesmas di kota Medan. c. pola mekanisme interaksi, jenis obat antihipertensi yang berinteraksi dan
tingkat keparahan interaksi yang ada di puskesmas.
d. apakah usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat antihipertensi.
1.6Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: