BAB II
GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA TAHUN 1971-2000
2.1 Letak Geografi
Letak geografis adalah letak suatu daerah dilihat dari kenyataannya di bumi
atau posisi daerah itu pada bola bumi dibandingkan dengan posisi daerah lain. Letak
geografis ditentukan pula oleh segi astronomis, geologis, fisiografis dan sosial
budaya. Kota Sibolga terletak di Pantai Barat Sumatera. Posisi Pantai Barat Sumatera
dari Singkil di Utara hingga Indrapura di Selatan. Di sebelah Utara daerah ini terdapat
kerajaan Aceh, Sebelah Timur terdapat Daerah Batak, Kerajaan Siak dan Indragiri.
Sebelah Selatan terdapat Daerah Kerincidan Bengkulu, di sebelah Barat terhampar
Samudera Hindia. Ciri utama topografi kawasan pantai Barat adalah berbukit-bukit.
Salah satu wilayah dari gugusan pegunungan ini adalah teluk Sibolga.15
Secara astronomi, Sibolga terletak pada 10 44-10 46 LU dan 980 44-980 48
BT. Batas Kota Madya Sibolga disebelah utara dan timur adalah kecamatan Sibolga,
di sebelah Selatan adalah Kecamatan Pandan dan di sebelah Barat adalah Teluk
Tapian Nauli. Kotamadya Sibolga merupakan salah satu Daerah Tingkat II yang
berada dalam wilayah daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Utara. Jaraknya lebih
kurang 344 km dari Kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. Bentuk Kota
15
memanjang dari Utara ke Selatan mengikuti garis pantai. Sebelah Timur terdiri dari
gunung dan sebelah Barat adalah lautan. Lebar kota yaitu jarak dari garis pantai ke
pegunungan sangat sempit hanya lebih kurang 500 meter 25sedangkan panjangnya
adalah 8. 520 km.Karena sempitnya daratan yang tidak sebanding dengan jumlah
penduduk, akhirnya banyak tepian pantai yang ditimbun menjadi daratan untuk
dijadikan lahan pemukiman. Bahkan sebagian pemukiman didirikan di atas laut.16
Kota Sibolga mempunyai wilayah seluas 1077,00 Ha yang terdiri dari 889,16
Ha (82,5%) daratan, 187,84 Ha (17,44%) daratan kepulauan dan 2.171,6 luas lautan.
Beberapa pulau-pulau yang tersebar di sekitar Teluk Tapian Nauli yang termasuk
kedalam wilayah administratif kota Sibolga adalah Pulau Poncan Gadang, Pulau
Poncan Ketek, Pulau Sarudik dan Pulau Panjang. Kota Sibolga dipengaruhi oleh
letaknya yang berada pada daratan pantai, lereng dan pegunungan.Wilayahnya
terletak pada ketinggian di atas permukaan laut berkisar antara 0 - 150 meter.
Keadaan alamnya relatif kurang beraturan. Kemiringan (lereng) lahan bervariasi
antara 0-2 % sampai dengan 40%. Sebagian besar (69%) wilayah kota madya ini
merupakan perairan dan pulau-pulau yang tersebar di Teluk Tapian Nauli sebagian
lagi merupakan dataran bekas rawa dipantai dataran Sumatera yang ditimbun,
membujur dari barat Laut ke tenggara dengan ukuran 5,6 kali 0,5 km. dataran ini
merupakan tempat pemukiman penduduk.17
16
S. Budhisantoso,dkk ,Op. Cit., hlm.11 .
17
Bentuk Kota Sibolga memanjang dengan arah barat laut–tenggara dengan luas
sekitar 2,8 km2. Panjang kota sekitar 5,6 km. Batas ko kea rah Tarutung pada
kilometer 3,9; ke arah Padang Sidempuan pada kilometer 3,4; dan ke arah Barus pada
kilometer 2.
Fasilitas jalan di dalam Kota Sibolga pada umumnya lurus-lurus dan sudah di
aspal. Lebar jalan utama sekitar 4-6 m, sedangkan jalan-jalan cabang hanya sekitar 3
m. Panjang jalan kota sekitar 40 km. di kota ini terdapat 21 buah jembatan dengan
kondisi empat jembatan Beton, 16 jembatan kayu, dan 1 satu jembatan besi karena
adanya sungai-sungai kecil.18
Iklim kota Sibolga termasuk panas dengan suhu maksimum mencapai 32° C
dan minimum 621.6° C. Sementara curah hujan Sibolga cenderung tidak teratur
disepanjang tahunnya.19 Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November dengan
jumlah 798 mm, sedangkan hujan terbanyak terjadi pada Desember yakni 26 hari.
Jika dibandingkan curah hujan di Nias yang mencapai 2.927,6 mm pertahun dengan
jumlah hari hujan setahun 200-250 hari.20
Secara geografis Sibolga terletak ± 85 mil laut dari Nias. Hal ini
membutuhkan sedikitnya waktu 10 jam perjalanan dari Nias ke Sibolga dengan Lokasi Sibolga lebih mendukung untuk
perkebuanan karet dan juga pertanian di bandingkan dengan di Nias.
menggunakan kapal pengangkutan. Hingga pada tahun 1970 Sibolga merupakan
satu-satunya akses untuk menghubungan Nias dengan daerah lain di Sumatera Utara.
Lokasi Sibolga yang begitu dekat dengan Nias menyebabkan Sibolga menjadi lokasi
migrasi yang cukup strategis bagi Etnis Nias.
2.2 Budaya
Kejayaan Sibolga sebagai Kota Pelabuhan di masa lampau mewarnai corak
sosial budaya masyarakat Sibolga. Pada abad ke-19, pulau ini sudah dikuasai
Belanda. Selain para pedagang yang bermukim, Belanda mendirikan pula rumah
tahanan untuk orang hukuman yang dikenal dengan nama orang rantai21
Kegiatan perdagangan dan pelayaran di Sibolga menyebabkan sebagian besar
penduduknya merupakan pencampuran antara sesama orang perantau. Penataan
penduduk oleh pemerintah Belanda bukan berdasarkan teritorial tetapi berdasarkan
pada suku bangsa. Setiap kelompok etnis dipimpin oleh seorang penghulu, yaitu Etnis yang
sengaja didatangkan dari berbagai daerah ( Nias, Jawa, Batak, Madura, Bugis dan
lain-lain). Mereka dipekerjakan untuk membuka hutan, membangun jalan dan
perkampungan. Dalam perkembangan pelabuhannya, Sibolga berhasil menarik
orang-orang dari dalam maupun luar negeri untuk ikut andil dalam aktifitas pelabuhan baik
itu sebagai pedagang, pekerja buruh pelabuhan, maupun perkerjaan lainnya yang
bersangkutan dengan kegiatan pelabuhan.
21Orang rantai
Batak dipimpin oleh penghulu Toba, Etnis Minang diatur oleh Penghulu Darek, Etnis
Nias dipimpin oleh Penghulu Nias dan demikian juga dengan etnis lokal lainnya.
Berbeda dengan kelompok masyarakat asing, mereka dipimpin oleh seorang kapitan
seperti Kapitan Keling, Kapitan Cina, Kapitan Arab untuk mengatur masyarakat.
Akan tetapi, jumlah masyarakat Etnis Batak yang lebih mendominasi.22
Dalam upacara perkawinan dengan adat sumando biasanya diikuti kesenian
khas pesisir yaitu sikambang.23 Kesenian Sikambang yang berasal dari Barus ini
berakar dari cerita rakyat yang mengisahkan percintaan antara sikambang dengan
putri Intan. Kesenian sikambang ini berkembang hampir diseluruh Pantai Barat
Sumatera Utara bahkan sampai ke Pantai Sumatera Barat dan Pantai Bengkulu.
Sementara itu masyarakat Batak dalam pesta selalu menyertakan kesenian Tortor dan
Tumba.24
Tidak ada data statistik mengenai berapa jumlah penduduk berdasarkan Etnis.
Akan tetapi dalam Buku Profil Sibolga tercatat. Selain keberagaman dari kelompok
etnis, kota Sibolga juga memiliki keragaman agama. Berdasarkan sensus penduduk
tahun 2000, mayoritas penduduk Sibolga beragama Islam. Jumlah penganut agama
22
Pemko Sibolga, Keberagaman Etnik Kota Sibolga, Sibolga : Tanpa Penerbit, 2007, hlm. 17 23Sikambang
adalah kesenian yang memadukan musik, tarian, senandung, pantun yang paling populer di Kota Sibolga. kesenian Sikambang ini biasa dipertunjukkan pada saat upacara pernikahan, penyambutan, dan hari-hari besar.
24
Islam mencapai 47,763 jiwa, yaitu sebesar (58,48%) dari total penduduk. kemudian
yang terbesar selanjutnya adalah agama protestan 26,436(32, 36%), Katolik 4.259
jiwa(5,21%), Budha 3.000 jiwa (2,67%) , Hindu 115 jiwa (0,14%). Masyarakat yang
beragama protestas dan katolik cenderung bertempat tinggal di daerah pedalaman
sementara yang beragama Islam berada di bagian pesisir Sibolga.25
Keragaman penduduk terlihat jelas pula pada adat istiadat yang berlaku
ditengah masyarakat. Pada Etnis Batak berlaku adat jujuran,
Bahasa sehari-hari yang digunakan dalam pergaulan adalah bahasa Pesisir dan
Bahasa Batak. Bahasa pesisir adalah bahasa penduduk asli yang berdiam disekitaran
pantai. Bahasa ini memiliki lagam sendiri, yakni perpaduan antara bahasa Melayu,
Pesisir dan Batak Toba dan bahasa pendatang lainnya. Dalam masyarakat Nias
pengunaan bahasa pesisir bertujuan untuk menjalin komunikasi yang baik bagi
masyarakat etnis lain di Sibolga. Sementara Bahasa Nias digunakan pada sesama
Etnis Nias. Akan tetapi, sama dengan bahasa dari etnis lain di Sibolga, Bahasa Nias
juga ada yang diserap ke bahasa pesisir seperti, godo-godo dalam bahasa pesisir
Godok-godok, ini juga merupakan makanan khas Nias yang berbahan baku ubi yang
juga makanan ini di kenal di Sibolga.
26
25
Budhisantono,dkk, Op .Cit.,
26
Adat jujuran adalah pemberian mahar yang dalam adat batak mahar di tentukan dalam acara pertunangan (martuppol)
sedangkan pada
masyarakat pesisir berlaku adat Sumando Adat sumando berasal dari Minang, tetapi
dikalangan masyarakat Sibolga.27
Masyarakat yang datang ke Sibolga memang diwajibkan untuk menyesuaikan
diri dengan budaya asli Sibolga, namun bukan berarti budaya asli mereka tidak boleh
di laksanakan di Sibolga. Semua Etnis di Sibolga dengan bebas menampilkan budaya
mereka di Sibolga asal masih dalam aturan budaya Sumando yang telah di tetapkan.
Etnis Nias tidak mengunakan budaya Sumando dalam pernikahan sesama Etnis Nias.
Akan tetapi, Etnis Nias yang menikah dengan etnis pesisir justru meninggalkan
budaya mereka dan mengikuti budaya Sumando.Hanya saja mereka yang sudah
beragama Islam dari daerah asalnya menyajikan budaya Nias berupa tari
maena
Etnis lain yang bukan bagian dari budaya sumando
bukan berarti tidak memiliki pengaruh terhadap budaya Sumando. Budaya dari Etnis
lain juga sering ikut berpartisipasi dalam kegiatan budaya Sumando, misalnya dalam
pesta laut masyarakat pesisir, Etnis Nias juga ikut berpatisipasi. Setidaknya dengan
menampilkan tarian Maena. Demikian juga Etnis bugis, Etnis Jawa, Etnis Cina, dan
India juga ikut serta dalam kegiatan budaya di Sibolga. Budaya Sumando menjadi
alat untuk menyatukan seluruh perbedaan yang ada di Sibolga dalam satu kegiatan
kebudayaan.
28
27
Pemko Sibolga, Keberagaman Etnis Kota Sibolga, Sibolga : Tanpa Penerbit, 2007, hlm. 17 28
Tari Maena adalah tari yang di iringi dengan alat music tradisional Nias. Namun oleh masyarakat Nias Barat yang mayoritas Muslim tarian ini dipengaruhi budaya Arab Sehingga tarian ini dalam penampilannya diiringi dengan musik rebana.
dalam pernikahan yang bernuansa budaya Sumando. Pesta pada Etnis Nias
pihak yang melakukan pesta harus menyediakan makanan untuk parsubang.29
Kebersamaan dan toleransi yang ditunjukkan mereka dalam kehidupan
bermasyarakat yang plural dapat dilihat dalam berbagai kegiatan-kegiatan
kebudayaan dan kegiatan kalender yang dilaksanakan pemerintah Kota Sibolga,
seperti Mangure lawik,
Hal ini
juga berlaku untuk etnis lainnya di Sibolga.
Sebelum adanya pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia dengan slogan
Bhineka Tunggal Ika. Sibolga telah terlebih dahulu menginplementasikannya dalam
kehidupan kehari-hari dari masyarakatnya. Sibolga dihuni oleh berbagai etnis dan
agama dengan berbagai ragam budaya dan adat istiadat dari setiap etnis yang ada.
Sibolga merupaka negeri berbilang kaum perekat umat beragama adalah Kalimat
yang mengisyaratkan tentang sebuah “kebersamaan dan toleransi” yang dibangun
oleh masyarakat Sibolga dari sejak dahulu.
30
MTQ, pemilihan Ogek dan Uning,31
29Parsubang
adalah makanan khusus bagi mereka yang tidak memakan daging babi. 30Mangure Lawik
adalah acara budaya yang dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur sekaligus memanjatkan doa untuk kelestarian laut. Biasanya dilaksanakan pada saat nelayan akan memulai musim penangkapan ikan, beragam acara budaya dari semua etnis di Sibolga juga ditampilkan pada kegiatan ini.
31
Ogek dan Uning adalah sebutan untuk laki-laki dan perempuan dalam budaya pesisir. Pemilihan ogek dan uning sama dengan pemilihan putra-putri di daerah lain, seperti jaka dan dara di Medan, udo dan uni di Sumatera Barat atau abang dan nonedi Jakarta. Tujuan dari pemilihan ogek dan
uning ini adalah untuk mempertahankan dan menumbuh kembangkan seni dan budaya dan pengetahuan kepariwisataan kepada generasi muda Kota Sibolga.
Sibolga, hari kemerdekaan dan sebagainya yang melibatkan seluruh Etnis yang ada di
Sibolga tampa terkecuali. 32
Pada tahun 1930-1961 perkembangan penduduk Sibolga mencapai rata-rata
8,7% per tahun. Selanjutnya hingga tahun 1980 rata-rata itu adalah 3,8%
pertahun.Hingga tahun 1970-1982 jumlah penduduk Sibolga bisa mencapai 61.527
sekitar 3,8% pertahun lebih besar dari laju pertambahan penduduk provinsi Sumatera
Utara yang besarnya 2,6% pertahun. Sementara itu laju pertumbuhan penduduk
Indonesia antara tahun 1971-1980 menunjukkan angka 2,32% pertahun. 2.3 Penduduk
33
Penduduk usia 0-15 tahun berjumlah 26.792 jiwa, dengan penduduk usia SD
berjumlah 9.606 jiwa. Penduduk usia belum sekolah (0-4 tahun) berjumlah 9.814
jiwa. Sementara jumlah penduduk tingkat usia TK (5-6 tahun) dan penduduk tingkat
usia SMTP (13-15 tahun) berjumlah 7.372 jiwa dan usia SMTA (15-24 tahun) 13.429
jiwa. Untuk memenuhi pendidikan TK tersedia 7 buah STK, 59 buah SD, 9 buah
untuk SMTP dan 7 buah SMTA. Dalam hal pendidikan Sibolga menjadi pusat Pada tahun 1980, penduduk Kota Sibolga berjumlah 59,466 jiwa yang terdiri
dari 50,9% penduduk laki-laki dan 49,1% penduduk perempuan. Dari jumlah
penduduk itu hanya sekitar 2% berwarga Negara asing (WNA Cina 1,5% dan sisanya
SNA lain). Rata-rata kepadatan penduduk Kota Sibolga adalah 21.000 jiwa/km2.
32Wawancara
dengan Bapak Radjoki Nainggolan, tanggal 12 Maret 2015 33
pendidikan bagi daerah belakang seperti Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli
Selatan dan juga Nias.34
34Ibid.,
Hal ini mendorong tingginya tingkat pertumbuhan penduduk
di Kota Sibolga pada tahun 1980-an.
Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk Sibolga disebabkan Pelabuhan
Sibolga mulai ramai disektor perikanan dan pengangkutan. Disektor perikanan
banyak menyerap tenaga kerja dalam hal menyortir ikan, sebagai anggota kapal trawl,
pengangkut ikan dan lain sebagainya. Semakin tersedianya transportasi pengangkutan
terutama pengangkutan. Para penumpang umumnya pergi dan datang dari pulau Nias,
Pulau Banyak, Aceh Barat dan Selatan. Sekitar 60 % penumpang itu berkaitan
dengan Pulau Nias. Selama tahun 1976-1980 arus penumpang meningkat, yaitu
14,8% pertahun yang turun dan 10% untuk yang naik melalui pelabuhan Sibolga.
perkembangan kota Sibolga menyebabkan kota ini menjadi daerah pilihan migrasi
orang-orang dari berbagai daerah seperti Padang, Aceh, dan termasuk juga dari Nias
yang dimana angka migrasi dari Nias cukup tinggi ke Sibolga.
Sejak merosotnya pelabuhan Sibolga ditahun 1961 hingga 1971 masyarakat
Sibolga banyak yang beralih menjadi nelayan. Pada tahun 1970-an makin banyak
tenaga yang bekerja di bidang perikanan,baik sebagai penangkap ikan juga sebagai
buruh penyortir ikan. Hingga pada tahun 1980 terbuka lagi kesempatan kerja di
Sibolga yang berhubungan dengan kegiatan pelabuhan, terutama dalam kegitan
Menurut kegiatan ekonomi, sebagian besar (50%) penduduk hidup di bidang
perikanan, 30% di bidang kariwan dan buruh, 30% yang lain di bidang perdagangan
dan jasa. Nelayan pribumi pada umumnya masih menggunakan peralatan tradisional,
termasuk bagan. Budaya peralatan bagan diterima dari nelayan pendatang.
Mekanisasi masih terbatas pada pemilik modal dan umumnya adalah orang Cina.
Sebagian kecil masyarakat hidup sebagai petani di daerah pedalaman Sibolga yakni
sebagai penyadap karet dan penebang kayu.
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, mayoritas penduduk Sibolga
beragama Islam. Jumlah penganut Agama Islam mencapai 47.763 jiwa, yaitu sebesar
58,48% dari total penduduk. kemudian yang terbesar selanjutnya adalah agama
protestan 26.436(sekitar 32.36%), Katolik 4.259 jiwa (5,21%), Budha 3.000 jiwa
(2,67%)dan Hindu 115 jiwa (0,14%).35 Untuk memenuhi kebutuhan keagamaan
Sibolga memiliki fasilitas tempat peribadatan seperti mesjid, gereja dan kelenteng.
Sementara itu, untuk menunjang kehidupan bermasyarakat juga terdapat
organisasi-organisasi,seperti organisasi suku, organisasi marga, organisasi keagamaan, Serikat
Tolong Menolong (STM) dan organisasi pemuda.
35