• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin Di Kota Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin Di Kota Binjai"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teoritis

2.1.1. Defenisi Kemiskinan

Friedman (1997) mendefenisikan kemiskinan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Basis kekuatan sosial meliputi modal yang produktif atau aset (misalnya tanah, perumahan, peralatan, kesehatan dan lain-lain); sumber-sumber keuangan (income dan kredit yang memadai); organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (partai politik, sindikat, koperasi dan lain-lain); jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang dan lain-lain; pengetahuan dan keterampilan yang memadai; dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan seseorang.

Lembaga Pengembangan Sumberdaya Manusia/Lakpesdam (2003:26) mendefenisikan kemiskinan absolut sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan hidup. Sementara itu, kemiskinan relatif didefenisikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup sesuai dengan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

(2)

kelembagaan yang ada membuat masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas secara merata. Kondisi ini dapat diatasi dengan mencari strategi perombakan struktural kelembagaan serta hubungan sosial ekonomi dalam masyarakat.

2.1.2. Konsep Ukuran Kemiskinan

(3)

Menurut perhitungan BPS pada tahun 1984 batas miskin (poverty line) adalah Rp 13.371 (kota) dan Rp 7.746 (desa), pada tahun 1990 sebesar Rp 20.614 (kota) dan Rp 13.295 (desa), pada tahun 1993 sebesar Rp 27.905 (kota) dan Rp 18.244 (desa), dan pada tahun 1996 sebesar Rp 38.246 (kota) dan Rp 27.413 (desa) perkapita perbulan.

Semakin tinggi tingkat pendapatan perkapita suatu negara, makin tinggi pula batas dari tingkat kemiskinannya (poverty line). Pada tahun 1985, Bank Dunia menentukan suatu garis kemiskinan terletak antara $275 dan $375 perkapita pertahun. Bank dunia menggambarkan “sangat miskin” sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari US $1 perhari dan “miskin” dengan pendapatan kurang dari US $2 perhari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia masih disebut miskin pada tahun 2001.

2.1.3. Penyebab Kemiskinan

Emil Salim (1984) menyoroti beberapa sumber dan penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :

1. Policy induces processes, yaitu proses kemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy) diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.

(4)

3. Population Growth, yaitu perspektif yang didasari pada teori Malthus bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan pangan seperti deret hitung.

4. Resources Management and The Environment, yaitu adanya unsur misalnya manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.

5. Natural Cycles and Processes, yaitu kemiskinan yang terjadi karena siklus alam. Misalnya tinggal di lahan kritis dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal terus-menerus.

6. The Marginalization of Woman, yaitu peminggiran kaum perempuan karena perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja diberikan lebih rendah dari laki-laki.

7. Cultural and Ethnic Factors, yaitu bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta istiadat yang konsumtif saat upacara adat-istiadat keagamaan.

8. Explotative Intermediation, yaitu keberadaan penolong yang menjadi penodong, seperti rentenir (lintah darat).

(5)

10. International Processes, yaitu bekerjanya sistem-sistem internasional (kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi semakin miskin.

2.1.4. Kriteria Keluarga Miskin

Keluarga miskin adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum rumah tangga dengan pendapatan dibawah batas minimum. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan 14 kriteria untuk mengasumsikan keluarga miskin, yakni :

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari delapan meter persegi. 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas. 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga

lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10. Hanya sanggup makan satu/ dua kali dalam sehari.

(6)

13. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani, atau buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan lain dengan pendapatan dibawah Rp 600.000,- per bulan.

14. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000,- seperti sepeda motor baik kredit atau non kredit, emas, ternak dan barang modal lain.

2.1.5. Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan

Pemerintah Indonesia telah berusaha untuk mengurangi kemiskinan dan memeratakan pendapatan dengan melalui delapan jalur pemerataan, yaitu:

1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat banyak khususnya pangan, sandang, dan perumahan.

2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. 3. Pemerataan pembagian pendapatan.

4. Pemerataan kesempatan kerja. 5. Pemerataan kesempatan berusaha.

6. Pemerataan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan wanita.

7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air. 8. Pemerataan memperoleh keadilan (Mubyarto, 1979 : 3).

2.1.6 Defenisi Konsumsi

(7)

perumahan, pakaian) maupun keperluan pelayanan sosial tertentu (air minum, sanitasi, transportasi, kesehatan, pendidikan dan lain lain).

Menurut Thee Kian Wie (Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan 1981:26) menyebutkan bahwa kebutuhan pokok sebagai suatu paket barang dan jasa oleh masyarakat dianggap perlu tersedia bagi setiap orang. Kebutuhan ini merupakan tingkat minimum yang dinikmati oleh seseorang. Pendekatan model kebutuhan dasar ini memandang bahwa dalam pembangunan yang bertujuan memenuhi kebutuhan dasar, partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat sangat diperlukan. Partisipasi ini tertutama didalam pengambilan keputusan yang menyangkut kebutuhan penduduk. Artinya kebutuhan apa yang dibutuhkan masyarakat dan berapa jumlahnya hendaknya berdasarkan atau ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.

Ada yang membedakan antara kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang paling utama untuk dapat mempertahankan hidup seperti makan, minum, pakaian dan perumahan, sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang diperlukan guna melengkapi kebutuhan primer, seperti alat-alat dan perabot. (Manullang, 1971:6).

(8)

Nurhadi (2000:22) mendefenisikan konsumsi adalah kegiatan manusia menggunakan atau memakai barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan. Kualitas dan kuantitas barang atau jasa dapat mencerminkan kesejahteraan konsumen tersebut. Semakin tinggi kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang dikonsumsi, maka akan semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan konsumen tersebut. Sebaliknya, semakin rendah kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang dikonsumsi, maka semakin rendah pula tingkat kesejahteraan konsumen tersebut. Menurut Nurhadi (2000:23) tujuan konsumsi adalah untuk mencapai kepuasan maksimum dari kombinasi barang atau jasa yang digunakan.

2.1.7. Pola Konsumsi

Pola konsumsi ialah kebutuhan manusia baik dalam bentuk benda maupun jasa yang dialokasikan selain untuk kepentingan pribadi juga keluarga yang didasarkan pada tata hubungan dan tanggung jawab yang dimiliki yang sifatnya terrealisasi sebagai kebutuhan primer dan sekunder.(Singarimbun, 1978: 3).

Pola konsumsi secara sederhana didefenisikan sebagai bagaimana seseorang hidup, termasuk bagaimana seseorang menggunakan uangnya, bagaimana ia mengalokasikan waktunya.

(9)

yang dikonsumsi makin banyak pengeluaran yang ditanggung, dengan syarat bahwa nilai per satuan dari barang tersebut sama.

Rumah tangga menerima pendapatan dari tenaga kerja dan modal yang mereka miliki, membayar pajak kepada pemerintah dan kemudian memutuskan berapa banyak dari pendapatan setelah pajak digunakan untuk konsumsi dan berapa banyak untuk ditabung (Mankiw, 2003:51).

2.1.8. Jenis-jenis Pengeluaran Konsumsi

Pada umumnya pendapatan rumah tangga dibelanjakan untuk kebutuhan: 1. Pengeluaran pangan, adalah pengeluaran-pengeluaran untuk makanan dan

minuman termasuk minuman ringan dan minuman beralkohol, serta tembakau dan sirih.

2. Pengeluaran sandang, adalah pengeluaran-pengeluaran untuk pakaian, sarung dan termasuk keperluan-keperluan untuk kaki.

3. Pengeluaran perumahan, adalah pengeluaran-pengeluaran untuk peralatan rumah tangga, perbaikan rumah, bahan bakar termasuk arang, kayu api, penerangan, air, serta pajak bumi dan bangunan.

4. Pengeluaran jasa-jasa, adalah pengeluaran-pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan dan hukum.

5. Pengeluaran hiburan dan rekreasi, adalah pengeluaran untuk transportasi perjalanan, alat-alat hiburan.

(10)

Dari enam pengeluaran di atas, kemudian dibagi lagi atas tiga jenis pengeluaran yaitu:

1. Pengeluaran pangan

Adalah pengeluaran untuk makanan dan minuman. BPS dalam Survey Ekonomi Sosial Nasional (SUSENAS, 2010), mengukur untuk pengeluaran bahan makanan dengan 12 jenis bahan makanan yang dikonsumsi secara umum oleh keluarga. Keduabelas pengeluaran untuk bahan makanan tersebut adalah beras dan padipadian, umbi-umbian, ikan, daging, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, makanan jadi, minuman dan bahan makanan lainnya seperti bumbu-bumbu.

2. Pengeluaran non pangan

Kesejahteraan manusia tidak hanya dapat dipenuhi dengan kebutuhan makanan saja, tetapi perlu dilengkapi dengan pemenuhan kebutuhan lainnya seperti kebutuhan akan bahan bakaar, pakaian, kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi, pemeliharaan badan dan lain-lain. Kebutuhan tersebut dikelompokkan dalam suatu kelompok non makanan.

3. Pengeluaran total

Adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk pangan dan non pangan.

2.1.9. Pendapatan Rumah Tangga

(11)

tenaga kerja (upah dan gaji, keuntungan, bonus, dan lain lain), balas jasa kapital (bunga, bagi hasil, dan lain lain), dan pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain (transfer). Pendapatan meliputi upah dan gaji atas jam kerja atau pekerjaan yang telah diselesaikan, upah lembur, semua bonus dan tunjangan, perhitungan waktu-waktu tidak bekerja, bonus yang dibayarkan tidak teratur, penghargaan; dan nilai pembayaran sejenisnya. Terdapat dua komponen, yaitu: untuk jam kerja biasa atau untuk pekrjaan yang telah diselesaikan dan untuk lembur. Semua komponen pendapatan lainnya dikumpulkan secara agregat.

(12)

berupa barang. Untuk lain-lain penerimaan uang dan barang yang dipakai sebagai pedoman adalah segala penerimaan yang bersifat transfer redustributif dan biasanya membawa perubahan dalam keuangan rumah tangga, misalnya penjualan barang-barang yang dipakai, pinjaman uang, hasil undian, warisan, penagihan piutang, kiriman uang, menang judi.

2.1.10. Hubungan Pendapatan dengan Pengeluaran Konsumsi

Menurut Engel ada suatu hubungan antara konsumsi rumah tangga untuk suatu barang atau golongan barang dengan penghasilan rumah tangga. Dia menemukan bahwa proporsi dari penghasilan yang dikeluarkan untuk membeli makanan berkurang dengan naiknya penghasilan (Engel, Bunga Rampai Ekonomi, 1976:25).

Teori konsumsi agregatif pada mulanya dikemukakan oleh John Maynard Keynes dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money yang diterbitkan pada tahun 1936 yaitu Absolute Income Hyphotesis. J.M. Keynes mengungkapkan bahwa besar kecilnya konsumsi pada suatu waktu ditentukan oleh nilai absolute dari pendapatan masyarakat yang siap untuk dibelanjakan (disposable income) pada waktu berlangsung. Fugsi konsumsi agregatif secara sederhana dapat ditulis sebagai:

ܥ=݂(ܻ ݀)

Dimana:

C = Nilai konsumsi agregatif Yd = Dispossable income

(13)

pada tahun 1949 yaitu Relative Income Hyphotesis. Teori konsumsi ini didasarkan kepada anggapan utama atau asumsi sebagai berikut:

1. Tingkat konsumsi adalah bersifat interdependent terhadap tingkat pendapatan tinggi atau kebiasaan yang terjadi sebelumnya. Disamping itu unsure status social seseorang juga turut menentukan tingkat konsumsinya. Dengan demikian tingkat pendapatan yang akan mempengaruhi konsumsi adalah nilai pendapatan relativeterhadap tingkat pendapatan tertinggi yang pernah dimiliki sebelumnya.

2. Tingkat konsumsi bersifat irreversibleyang bermakna bahwa apa yang terjadi pada waktu pendapatan naik, tidak akan selalu merupakan kebalikan apabila terjadi penurunan pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa bila tingkat konsumsi sebelumnya pernah tinggi akibat kenaikan pendapatan maka pada waktu pendapatan turun, penurunan konsumsi tidak akan proporsional.

Berdasarkan kedua asumsi ini maka fungsi konsumsi dinyatakan sebagai: ܥ/ܻ =ܽ+ܾ(ܥ/ܻ°)

Dimana:

C = konsumsi agregatif Y = pendapatan

Y°= pendapatan tertinggi sebelumnya

a = tingkat konsumsi pada pendapatan nol (subsitence) b = marginal propensity to consumption (MPC)

Teori konsumsi Permanent Income Hyphotesisdikembangkan oleh Milton Friedman pada tahun 1957. Menurut beliau perlu dibedakan dalam pembahasan konsumsi antara measured income dengan permanent income. Measured income adalah pendapatan yang diterima pada suatu waktu tertentu, sedangkan

(14)

income merupakan pendapatan yang dapat mengurangi atau meningkatkan permanent income. Formulasi disajikan sebagai berikut:

ܻ ݉=ܻ ݌+ܻ ݐ

Dimana:

Ym = measured income Yp = permanent income Yt = transitory income

Perkembangan teori konsumsi berikutnya disajikan oleh A. Ando dan Franco Modigliani pada tahun 1963 yang lajim disebut sebagai Life Cycle Hyphotesis. Melalui teori ini sumberdaya yang dimiliki oleh konsumen dalam hidupnya (life time resources) dipandang sebagai faktor yang sangat penting. Oleh sebab itu menurut Ando dan Modigliani bahwa faktor penentu tingkat konsumsi agregatif adalah sumberdaya yang dimiliki oleh konsumen, tingkat pengembalian modal ( rate of return on capital) dan umur konsumen tersebut.

Wealth Hyphotesis pada prinsipnya merupakan modifikasi dan pengembangan hipotesis siklus hidup yang dikemukakan oleh David Ott dan kawan-kawan pada tahun 1975. Hubungan diantara tingkat pendapatan (kekayaan) dengan konsumsi di formulasikan sebagai:

ܥ௧

ܻௗ ௧=ܽ+ܾ ௧ ି ଵ ܻௗ ௧

Hipotesis kekayaan ini kemudian dikembangkan oleh Ball dan Drake tahun 1964 dengan menggunakan formulasi sebagai berikut:

ܥ௧=݇ ܣ௧

Dimana:

(15)

2.1.11. Pendidikan Kepala Rumah Tangga

Pendidikan pada penelitian ini diukur berdasarkan pengelompokan atas pendidikan rendah dan tinggi. Yang dimaksud dengan pendidikan rendah adalah mereka yang tidak pernah sekolah formal dan yang hanya pernah menduduki sekolah dasar. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok pendidikan tinggi adalah kelompok yang pernah menduduki sekolah lanjutan pertama dan juga pernah mencapai pendidikan sekolah lanjutan atas atau perguruan tinggi.

Pada umumnya tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat, makin tinggi pendidikan suatu masyarakat, makin tinggi pula pendapatan serta status sosial masyarakat tersebut. Bagi rumah tangga yang berpenghasilan rendah tentu akan merasa berat untuk membiayai pendidikan anak-anaknya, apabila meneruskan sekolahnya ke tingkat yang lebih tinggi.

(16)

2.1.12. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungaan keluarga adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal di suatu rumah tangga, baik yang berada dirumah tangga responden maupun sementara tidak ada pada waktu pencacahan.

Jumlah anggota rumah tangga kemungkinan dapat meningkatkan pendapatan karena makin besar jumlah anggota keluarga makin besar pula jumlah anggota keluarga yang ikut bekerja untuk mengkasilkan pendapatan, tetapi kemungkinan juga terjadi bahwa jumlah anggota keluarga yang besar tidak menambah pendapatan karena makin besar jumlah anggota keluarga mengakibatkan bertambahnya kesibukan orang tua untuk mengurus anaknya.

(17)

2.2. Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

1 Yuliana(2013) Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin di Kota Medan

1) Rata-rata pendidikan keluarga miskin adalah SD ke bawah (tidak/berhenti sekolah) dan rata-rata jenis pekerjaannya adalah supir.

2) Rata-rata jumlah tanggungan keluarga miskin adalah 2 sampai 4 orang. adalah Rp371.000,- per bulan dan pengeluaran untuk non pangan adalah Rp318.000,-per bulan. 5) Rata-rata tingkat pengeluaran

terbesar keluarga miskin untuk pangan adalah beras yaitu sebesar Rp180.000,- kebawah per bulan. 6) Rata-rata tingkat pengeluaran

terbesar keluarga miskin untuk non pangan adalah perumahan/rumah

(18)

Aceh Utara. Padahal kartu miskin ini sangat penting sebagai administrasi untuk mendapatkan fasilitas pelayanan publik bagi masyarakat miskin, seperti: pelayanan kesehatan, pendidikan maupun bantuan langsung lainnya.

(19)

2.3.Kerangka Konseptual

2.4. Hipotesis

Hipotesis adalah jawabaan sementara terhadap masalah terhadap yang masih praduga dan akan dibuktikan kebenarannya berdasarkan penelitian yang dilakukan, hipotesinya antara lain :

1. Pendapatan rumah tangga berpengaruh positif terhadap pola konsumsi keluarga miskin di Kota Binjai.

2. Pendidikan kepala rumah tangga berpengaruh positif terhadap pola konsumsi keluarga miskin di Kota Binjai.

3. Jumlah tanggungan keluarga berpengaruh positif terhadap pola konsumsi keluarga miskin di Kota Binjai.

Jumlah Tanggungan (X3)

Pola Konsumsi (C) Pendidikan Kepala

Rumah Tangga (X2) Pendapatan Rumah

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hasil penelitian ini adalah menunjukan dimana berdirinya pondok pesantren Al-Jauharen tidak lepas dari terbentuknya perkumpulan Tsamaratul Insan pada tahun

Dari hasil penelitian, secara keseluruhan tanggapan responden terhadap variabel kedisiplinan, yang sangat mempengaruhi kedisiplinan karyawan adalah hukuman yang diberikan

Dengan Spektroskopi Fluoresensi, energi yang dipancarkan lebih kecil dari energi untuk eksitasi, karena sebagian energi yang digunakan misalnya untuk getaran (vibrasi), Akibat

Untuk pengaplikasianya adalah dengan mngguyurkan pupuk kandang cair pada lubang tanam mngguyurkan pupuk kandang cair pada lubang tanam uwi secara langsung, namun untuk

Perancangan pabrik mononitrotoluena (MNT) dengan bahan baku toluena dan asam campuran dengan menggunakan asam sulfat sebagai katalisnya ini akan direncanakan beroperasi selama

Suasana yang menyenangkan dapat dibangun dengan pemberian motivasi ke pada siswa serta melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran karena keterlibatan

Penelitian ini bertujuan untuk ; 1) menganalisis potensi serasah tebu pada PG. Takalar; 2) menentukan jumlah kebutuhan alat dan mesin untuk mendukung pengelolaan

sebagai Reviewer untuk jenjang jabatan fungsional dosen ke Guru Besar Fakultas llmu Komunikasi Universitas Tarumanagara dengan tugas sebagai berikut :.. Menilai