• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seksualitas Pengungsi Korban Erupsi Gunung Sinabung Di Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Seksualitas Pengungsi Korban Erupsi Gunung Sinabung Di Kabupaten Karo"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Gambaran Umum Kabupaten Karo

Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Deli Serdang,

Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami

(dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo. Sebagian besar masyarakat suku Karo tidak mau disebut sebagai orang Batak karena mereka merasa berbeda. Suku Karo mempunyai sebutan sendiri untuk orang Batak yaitu

Kalak Teba.

Dari beberapa literatur yang penulis dapatkan tentang karo asal kata Karo berasal dari kata Haru. Kata Haru ini berasal dari nama kerajaan Haru yang berdiri sekitar abad 14 sampai

abad 15 di daerah Sumatera Bagian Utara. Kemudian pengucapan kata Haru ini berubah menjadi Karo. Inilah diperkirakan awal terbentuknya nama Karo. Pada jaman keemasannya kekuasaan

Kerajaan Haru/Karo mulai dari Aceh Besar sampai sungai Siak di Riau. Keberadaan Haru/Karo di Aceh dapat dipastikan dengan beberapa desa di sana yang berasal dari bahasa Karo. Misalnya Kuta Raja atau Banda Aceh sekarang, Kuta Binjei di Aceh Timur, Kuta Karang, Kuta Alam,

Kuta Lubok, Kuta Laksamana Mahmud, Kuta Cane, dan lainnya. Dan terdapat suku karo di Aceh Besar yang dalam logat Aceh disebut Karee.

(2)

keturunan mirip Batak. Namun tidak dijelaskan keturunan dari batak mana penduduk asli tersebut. Sementara itu, H. M. Zainuddin dalam bukunya "Tarikh Aceh dan Nusantara" (1961)

dikatakan bahwa di lembah Aceh Besar selain kerajaan Islam ada kerajaan Karo. Brahma Putra, dalam bukunya "Karo Sepanjang Zaman" mengatakan bahwa raja terakhir suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting Suka.

Gambaran Umum Kabupaten Karo Secara geografis Daerah Kabupaten Karo terletak antara 02 050’ s/d 03 019’ LU dan 97 055’ s/d 98 038’ BT. Daerah Kabupaten Karo terletak di

daerah dataran tinggi bukit barisan dengan total luas administrasi 2.127,25 km² atau 212.725 ha. Wilayah Kabupaten Karo berbatasan dengan:

1. Kabupaten Langkat dan Deli Serdang dibagian Utara; 2. Kabupaten Simalungun dibagian Timur;

3. Kabupaten Dairi dibagian Selatan; dan

4. Propinsi Nangro Aceh Darusalam dibagian Barat.

Ibukota Kabupaten Karo adalah Kabanjahe yang terletak sekitar 76 km sebelah selatan

kota Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara.

2.1.1. Ditinjau Dari Topografinya

Ditinjau dari kondisi topografinya (hamparan wilayahnya), wilayah kabupaten karo

terletak didataran tinggi bukit barisan dengan elevasi terendah + 140 m diatas permukaan laut (Paya lah-lah Mardingding) dan yang tertinggi ialah + 2.451 meter diatas permukaan laut

(3)

dengan kondisi topografi yang berbukit dan bergelombang, maka diwilayah ini ditemui banyak lembah-lembah dan alur-alur sungai yang dalam dan lereng-lereng bukit yang curam/terjal.

Sebagaian besar (90%) wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian/elevasi +140 m s/d 1400 m di atas permukaan air laut. Pada wilayah Kabupaten Karo terdapat dua hulu daerah

aliran sungai (DAS) yang besar yakni DAS sungai Wampu dan DAS sungai Lawe Alas. Sungai Wampu bermuara ke Selat Sumatera dan Sungai Renun (Lawe Alas) bermuara ke Lautan Hindia.

2.1.2. Ditinjau Dari Iklimnya

Tipe iklim daerah Kabupaten Karo adalah E2 menurut klasifikasi Oldeman dengan bulan basah lebih tiga bulan dan bulan kering berkisar 2-3 bulan atau A menurut Koppen dengan curah hujan rata-rata di atas 1.000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Curah hujan tahunan

berkisar antara 1.000-4.000mm/tahun, dimana curah hujan terbesar terjadi pada bulan basah yaitu Agustus sampai dengan Januari dan Maret sampai dengan Mei.

2.1.3. Ditinjau Dari Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Karo pada akhir tahun 2009 ialah sebanyak 342.555 jiwa. Jumlah penduduk Kabupaten Karo jika dibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten Karo

yakni 2.127,25 km2 maka kepadatan penduduk Kabupaten Karo pada akhir tahun 2009 adalah 161,03 jiwa/km²,. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Karo pada periode tahun 2003-2009 adalah sebesar 3,19 % per tahun. Komposisi penduduk berdasarkan agama yang dianut

(4)

2.1.4. Ditinjau Dari Etnis

Ditinjau dari segi etnis, penduduk Kabupaten Karo mayoritas adalah suku Karo,

sedangkan suku lainnya seperti suku Batak Toba/Tapanuli, Jawa, Simalungun, dan suku lainnya hanya sedikit jumlahnya (di bawah 5%).

2.1.5. Ditinjau Dari Administrasi Pemerintahan

Kabupaten Karo adalah merupakan bagian dari Propinsi Sumatera Utara dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang secara administratif dibagi atas tujuh belas kecamatan

yaitu :

1) Kecamatan Kabanjahe dengan ibukota Kabanjahe terdiri dari 13 desa; 2) Kecamatan Berastagi dengan ibukota Berastagi terdiri dari 9 desa;

3) Kecamatan Simpang Empat dengan ibukota Simpang Empat terdiri dari 17 desa; 4) Kecamatan Tigapanah dengan ibukota Tigapanah terdiri dari 22 desa;

5) Kecamatan Payung dengan ibukota Tiganderket terdiri dari 8 desa; 6) Kecamatan Munte dengan ibukota Munte terdiri dari 22 desa;

7) Kecamatan Tigabinanga dengan ibukota Tigabinanga terdiri dari 19 desa; 8) Kecamatan Merek dengan ibukota Merek terdiri dari 19 desa;

9) Kecamatan Kutabuluh dengan ibukota Kutabuluh terdiri dari 16 desa; 10) Kecamatan Juhar dengan ibukota Juhar terdiri dari 24 desa;

(5)

15) Kecamatan Tiganderket dengan ibukota Tiganderket terdiri dari 17 desa; 16) Kecamatan Dolat Rayat dengan ibukota Dolat Rayat terdiri dari 7 desa; dan 17) Kecamatan Merdeka dengan ibukota Merdeka terdiri dari 9 desa.

Dari 17 (tujuh belas) kecamatan tersebut diatas terdiri dari 248 (dua ratus empat puluh delapan) desa dan 10 (sepuluh) kelurahan.

2.2. Profil Kecamatan Kabanjahe

Kecamatan Kabanjahe sebagai salah satu Kecamatan di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara, terletak 500 meter dari kantor Bupati, diapit oleh tiga kecamatan yaitu

Berastagi, Tigapanah, dan Simpang Empat. Secara geografis Kecamatan Kabanjahe berbatasan dengan Kecamatan Tigapanah di sebelah timur, di sebelah barat dengan Kecamatan Simpang

Empat, di sebelah utara dengan Kecamatan Berastagi dan di sebelah selatan dengan Kecamatan Tigapanah juga. Luas wilayah Kecamatan Kabanjahe adalah 44,65 Km2 atau 7,54 persen dari total luas Kabupaten Karo. Seluruh wilayahnya Kecamatan Kabanjahe berada pada ketinggian

antara 1100-1300 meter diatas permukaan laut, tergolong ke dalam daerah beriklim tropis.

Tabel 1 : Statistik Geografi Kecmatan Kabanjahe

Uraian Satuan 2014

Luas Km² 44,65

Letak di atas permukaan laut M 1.100 – 1.300 Sumber : Kabanjahe Dalam Angka 2015

(6)

Desa Lau Simomo, Kelurahan Lau Cimba, Kelurahan Gung Leto dan Kelurahan Kampung Dalam adalah desa/Kelurahan dengan luas wilayah terkecil . Ditinjau dari jarak kantor desa ke

ibukota kecamatan, maka Desa Lau Simomo merupakan yang terjauh yaitu 15 km, sedangkan yang terdekat adalah Kelurahan Gung Leto dan Kelurahan Kampung Dalam yaitu sekitar 0,5 km

Pemerintahan Kecamatan Kabanjahe dalam melayani masyarakat dipimpin oleh seorang camat dibantu seorang Sekretaris Kecamatan (Sekcam) dan pejabat eselon IV yang bertugas sebagai Kepala Seksi ataupun Kepala Sub Bagian Keuangan yang dibantu staf masing- masing

dan juga dibantu oleh 2 orang tenaga honor yang keseluruhannya berjumlah 22 orang. Pemerintahan Desa yang ada di Kecamatan Kabanjahe masing-masing dikepalai oleh seorang

Kepala Desa dibantu oleh seorang Sekretaris Desa (Sekdes) dan beberapa orang Kepala Urusan (Kaur).

Tabel 2. Statistik Pemerintahan Kecamatan Kabanjahe Tahun 2014

Wilayah Administrasi Tahun 2013 Tahun 2014 Desa Sumber : Kabanjahe Dalam Angka 2015

Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kecamatan Kabanjahe tahun 2014 sebanyak

(7)

PNS golongan I, II dan IV. Menurut golongan, sebanyak 5 persen golongan IV, 85 persen golongan III, 8 persen golongan II dan 2 persen golongan I.

Gambar 1. Persentase PNS Kecamatan Kabanjahe Tahun 2014

Sumber : Kabanjahe Dalam Angka Tahun 2015

Pada tahun 2014, jumlah penduduk Kecamatan Kabanjahe sebanyak 70.890 jiwa yang

mendiami wilayah seluas 44,65 km². Sehingga kepadatan penduduk diperkirakan sebesar 1.588 jiwa/ Km² Tahun 2014, di Kecamatan Kabanjahe penduduk laki-laki lebih sedikit dari perempuan. Laki-laki berjumlah 34.627 jiwa dan perempuan berjumlah 36.263 jiwa.

Tabel 3. Komposisi Jumlah Penduduk Kabanjahe Tahun 2014

Uraian Tahun 2014

Jumlah Penduduk 70.890 Jiwa Laki-laki

Perempuan

34.627 Jiwa 36.263 Jiwa Kepadatan Penduduk (jiwa/Km²) 1.588

Sex Rasio (L/P) (%) 95,5 Sumber : Kabanjahe Dalam Angka 2015

(8)

Sex rasionya sebesar 95,5. Artinya, di setiap 100 penduduk perempuan, terdapat 95 penduduk laki-laki. Jika dilihat menurut desa/kelurahan, sex ratio terbesar terdapat di Kelurahan

Kampung Dalam yakni sebesar 104 yang berarti jumlah penduduk laki-laki 4 persen lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan, sedangkan sex ratio terendah terdapat di Desa Lau Simomo yakni sebesar 87,8 yang berarti jumlah penduduk perempuan 12 persen lebih

banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Jika dilihat jumlah penduduk, maka Kelurahan Gung Negeri memiliki jumlah penduduk terbanyak dengan jumlah 12.342 jiwa (17,41%).

Sedangkan jumlah penduduk terkecil ada di Desa Lau Simomo sebanyak 693 jiwa (0,97 %).

Rata–rata anggota rumah tangga di Kecamatan Kabanjahe sekitar 4 jiwa dan umumnya

merata pada seluruh desa. Komposisi penduduk Kecamatan Kabanjahe didominasi oleh penduduk muda/dewasa. Hal ini ditandai dengan penduduk usia 0-4 tahun yang jumlahnya hanya berbeda sedikit dengan kelompok penduduk usia yang lebih tua yaitu 5-9 dan 10- 14

tahun. Hal ini, seharusnya dapat menjadi perhatian pemerintah dalam mengambil langkah-langkah kebijakan bidang kependudukan ke depan.

Tabel 4. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2014

Uraian Tahun 2014

(9)

Pendidikan merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan manusia di suatu daerah. Keberhasilan pembangunan sektor pendidikan selain dilihat dari indikator output

pendidikan, juga dapat dilihat dari perkembangan jumlah sarana pendidikan yang ada. Di Kecamatan Kabanjahe jumlah sekolah setingkat SD sudah melebihi jumlah desa yang ada yaitu berjumlah 37 sekolah dimana ada 23 SD Negeri dan 14 SD Swasta, dan penyebarannya sudah

merata bahkan ada Kelurahan/ desa yang memiliki lebih dari 1 (satu) Sekolah Dasar, sedangkan jumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP) ada sebanyak 4 SMP Negeri dan 10 SMP Swasta, dan

Jumlah sarana pendidikan SMA/SMK terdiri yaitu 4 SMA/SMK Negeri dan 9 SMA/SMK Swasta

Capaian di bidang pendidikan terkait erat dengan ketersediaan fasilitas pendidikan. Pada jenjang pendidikan SD di Kecamatan Kabanjahe untuk tahun ajaran 2013/2014 seorang guru rata-rata mengajar 21 murid SD. Semakin tinggi jenjang pendidikan maka beban seorang guru

semakin sedikit. Untuk jenjang pendidikan SLTP dan SMA/SMK rata-rata seorang guru hanya mengajar 13 murid .

Pembangunan bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat dapat

memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, murah dan merata. Dengan adanya upaya tersebut diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang baik. Bangsa yang memiliki tingkat derajat kesehatan yang tinggi akan lebih berhasil dalam melaksanakan

pembangunan.

Secara umum fasilitas kesehatan yang ada di Kecamatan Kabanjahe sudah memadai dan

(10)

tetapi Puskesmas Pembantu (Pustu) yang merupakan kepanjangan tangan dari Puskesmas sudah tersebar merata di setiap Desa/Kelurahan begitu juga dengan kegiatan Posyandu sudah dapat

menjangkau seluruh desa di kecamatan.

Jika dilihat perkembangan jumlah fasilitas kesehatan yang ada, terjadi peningkatan dari

tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya upaya pemerintah daerah di dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Secara keseluruhan akses masyarakat untuk mendapatkan fasilitas kesehatan sudah memadai di setiap Desa/Kelurahan.

Kecamatan Kabanjahe merupakan salah satu penghasil Komuditi tanaman hortikultura

yang beraneka ragam,daintaranya adalah tanaman kol dan cabe merah .Tanaman ini banyak ditanam masyarakat karena harga jualnya yang cukup menjanjikan bagi sebagian masyarakat

Kabanjahe Pada tahun 2014 dari luas panen tanaman cabe merah sekitar 389 ha diperoleh produksi tanaman jagung sebesar 1.583 ton . Tanaman kol dengan luas tanam Sekitar 347 ha diperoleh produksi yang lebih besar yaitu sebesar 12.970 ton. Pertanian tanaman buah-buahan

masih didominasi oleh tanaman Markisa, Alpukat disusul oleh tanaman Jeruk Di sektor perkebunan, Kopi merupakan Tanaman primadona bagi perkebunan di Kabanjahe.Hal ini terlihat

dari besarnya produktivitas kopi dibanding tanaman lainnya.Besar harapan masyarakat Kabanjahe agar produksi kopi menigkat dari tahun ke tahun, yang tentunya didukung oleh pemerintah melalui Dinas Pertanian.

Jalan sebagai sarana penunjung transportasi memiliki peranan penting khususnya untuk transportasi darat. Untuk mendukung transportasi darat, pemerintah daerah telah membangun

(11)

ada, hanya 66 persen diantaranya yang sudah di aspal, sementara sisanya masih belum diaspal berupa jalan tanah dan berbatu.

Jika dilihat dari kondisi jalan yang ada, maka pada tahun 2014 jalan dengan kondisi baik sebanyak 68,16 km atau sebesar 66 persen, kondisi sedang tercatat 10,86 km atau sekitar 11

persen, kondisi rusak sepanjang 18,02 km atau sebesar 17 persen dan kondisi rusak berat sepanjang 6,61 km atau sebesar 6 persen dari panjang jalan kabupaten di Kecamatan Kabanjahe.itu artinya kondisi Jalan di Kecamatan Kabanjahe dalam keadaan baik.

Pada tahun 2014 banyaknya surat masuk dan surat keluar melalaui Kantor Pos Kabanjahe

masing- masing sebanyak 226.449 dan 74.399, jika dibandingkan dengan tahun lalu banyaknya surat masuk meningkat 6,99 persen dan hal ini menunjukkan masih tingginya minat masyarakat

dalam berkomunikasi melalui surat-menyurat.

2.3. Profil Letusan Gunung Sinabung

Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara kembali meletus pada Ahad (15 September 2013) pukul 02.00 dan diikuti letusan-letusan berikutnya. Letusan terakhir terjadi

Rabu, 18 September 2013 pukul 01.03, di mana abu vulkanik menyembur hingga 1.500 meter diikuti lontaran material pijar. Gunung Sinabung berketinggian 2.460 meter dari permukaan laut dan mempunyai 4 kawah (Kawah I, II, III, dan IV).

Gunung bertipe strato tersebut mempunyai catatan letusan seperti diperlihatkan pada

Tabel. Letusan Gunung Sinabung kali ini menyebabkan 15.281 jiwa menjadi pengungsi, lebih banyak dari pengungsi pada letusan tahun 2010 yang hanya 12.000 jiwa. Jumlah pengungsi

(12)

Upaya mobilisasi pengungsi harus dilakukan, mengingat bahaya langsung akibat letusan gunung api berupa leleran lava, aliran piroklastik (awan panas), dan jatuhan piroklastik. Selain

itu, letusan gunung api juga mengandung bahaya sekunder berupa lahar hujan, banjir bandang, dan longsoran vulkanik, yang membahayakan penduduk serta dapat mengubah topografi sungai dan merusak infrastruktur.

Tabel 5. Sejarah Letusan Gunung Sinabung

Tahun Letusan

Sebelum 1.600 Berupa muntahan batuan piroklastik serta aliran lahar yang mengalir ke arah selatan.

1912 Aktivitas Solfatara terlihat di puncak dan lereng atas.

2010 22 Agustus–7 September terjadi beberapa kali letusan yang di antaranya merupakan freatik. Status Gunung Sinabung berubah dari tipe B menjadi tipe A.

2013 Terjadi letusan pada Minggu dini hari, 15 September 2013. Letusan masih terjadi lagi hingga beberapa kali kemudian. Saat ini status gunung pada level III atau siaga. Jumlah pengungsi di Posko Bencana Kabupaten Karo mencapai lebih dari 11.000 jiwa.

Sumber : BNPB Kabupaten Karo

2.4. Data Persebaran Pengungsi Gunung Sinabung

Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2015 ini

ada pengungsi erupsi Gunung Sinabung telah menembus angka 10.000 jiwa. Berikut sebaran pengungsi di 10 pos penampungan

1) Jambur Lau Buah Batu 315 KK/ 882 jiwa

2) Paroki Gereja Katolik Kabanjahe 297 KK/ 974 jiwa

(13)

5) Jambur Sempajaya 412 KK/ 1.462 jiwa 6) Gudang Jeruk Surbakti 182 KK/ 660 jiwa

7) Jambur Tongkoh dan Tahura 666 KK/ 2.728 jiwa 8) Jambur Korpri 296 KK/ 1.200 jiwa

9) Jambur Tanjung Mbelang 265 KK/ 948 jiwa 10) GPDI Ndokum Siroga 133 KK/ 650 jiwa

2.4.1. Asal Pengungsi dan Persebaran Pos Pengungsian

Pengungsi Gunung Sinabung yang saat ini tersebar diberbagai tempat pengungsian di berbagai Kecamatan di Tanah Karo berasal dari berbagai desa yang ada di dekat kaki Gunung

Sinabung. Berikut merupakan nama-nama desa yang penduduknya mengungsi karena erupsi Gunung Sinabung.

1. Guru Kinayan 2. Tiga Pancur 3. Pintu Besi 4. Sukanalu 5. Beras Tepu 6. Sigarang-Garang 7. Jeraya

8. Kuta Raya

9. Kuta Gugung Dan Dusun Lau Kawar 10. Mardinding

(14)

Pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung yang berasal dari 11 desa di kaki Gunung Sinabung, menempati tempat-tempat pengungsian yang tersebar di beberapa tempat di

Kabupaten Tanah Karo. Diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Jambur Lau Buah Batu Karang 2. Paroki G. Khatolik K. Jahe 3. Gedung Serba Guna KNPI

4. Gedung Serba Guna GBKP Kabanjahe 5. Jambur Sempajaya

6. Gudang Jeruk Surbakti

7. BPPT, Jambur Tongkoh dan Tahura 8. Jambur Korpri

9. Jambur Tanjung Mbelang 10. GPDI Ndokum Siroga

2.5. Penanganan Pengungsi

Ada sejumlah permasalahan dalam penangan pengungsi, di antaranya banyak warga di

zona aman yang ikut mengungsi, sehingga menambah beban para petugas. Selain itu, juga terjadi ketegangan di mana para korban menyesalkan PVMBG yang tidak memberi tahu warga akan terjadinya letusan pada Ahad (Media Indonesia, 15 September 2013). Di sisi lain, dalam

kepanikan, ada masyarakat yang tidak mau mengungsi, padahal mereka tinggal di zona bahaya (radius 3 km), di antaranya warga Desa Berastepu, Kecamatan Simpang Empat. Mereka bertahan

(15)

mereka termasuk yang direkomendasikan untuk mengungsi. Warga Berastepu tercatat sebanyak 930 orang dan 20 persen-nya berada di zona bahaya.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Utara bersama Pemerintah Kabupaten Karo, dan Badan Geologi, terpaksa mengumumkan agar warga di zona aman yang

sempat mengungsi untuk pulang. Lokasi yang dikosongkan hanya radius 3 km dari Gunung Sinabung. Tercatat sekitar 2.452 pengungsi dari sembilan lokasi pengungsian yang dilaporkan akan pulang. Proses pemulangan dibantu 15 truk dari TNI, BPBD, Brimob, Polres, Satpol PP,

dan Dinas PU. Upaya penanganan pengungsi seharusnya memang tidak terlepas dari sistem nasional penanggulangan bencana yang berlaku di Indonesia. Sistem tersebut mencakup:

1) Legislasi. Pemerintah Indonesia telah mengesahkan UU No. 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana beserta Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, PeraturanKepala Kepala Badan, serta peraturan daerah;

2) Kelembagaan. Secara formal, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan focal point lembaga pemerintah di tingkat pusat. Focal point penanggulangan bencana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD). Sedangkan dari sisi nonformal, forum-forum baik di tingkat nasional dan lokal dibentuk untuk memperkuat penyelenggaran penanggulangan bencana di Indonesia;

3) Pendanaaan. Pendanaan penanggulangan bencana terdiri dari:

a) Dana DIPA (APBN/ APBD); b) Dana Kontijensi;

c) Dana On-call;

(16)

e) Dana yang bersumber dari masyarakat; dan f) Dana dukungan komunitas internasional.

Sistem nasional penanggulangan bencana tersebut harus dijabarkan di lapangan. Salah satu upaya Pemerintah adalah membentuk pos- pos pengungsian dan mengidentifikasi para

pengungsi. Menko Kesra, Agung Laksono, telah meninjau lokasi dan menyerahkan bantuan senilai Rp300 juta. Selain itu, Kemensos juga mengerahkan 95 personel Taruna Siaga Bencana (Tagana) dengan 10.000 paket bantuan senilai Rp637 miliar.

Untuk mengatasi dampak abu vulkanik, BNPB menjadwalkan hujan buatan pada 23–25 September 2013, untuk melarutkan abu vulkanik guna mengurangi risiko-risiko penyakit infeksi

saluran pernafasan akut (ISPA) dan mencegah kerusakan tanaman. Penanganan bencana seharusnya difokuskan untuk menolong para korban, namun dalam kenyataan masih ada penyimpangan. Menurut Kompas (20 September 2013), para pengungsi lebih mengandalkan

bantuan warga lain dibanding bantuan pemerintah. Bahkan Pos Pengungsi di Kecamatan Payung terpaksa menolak bantuan ikan teri dari pemerintah karena jumlahnya tidak sesuai, penerima

harus menandatangani sebanyak 24 kg, padahal yang diserahkan hanya 15 kg.

Selain itu, pengungsi juga enggan makan beras bantuan pemerintah sebab berasnya tidak layak. BNPB Sumatera Utara dan TNI sangat menyesalkan sikap Pemerintah Kabupaten Karo

yang lamban. Banyak bantuan terkendala tanda tangan Bupati. Bantuan yang terhambatdistribusinya antara lain berasal dari PNPB, Basarnas, Bulog, dan beberapa kementerian. Selain itu, hingga sekarang Pemerintah Kabupaten Karo belum memiliki sistem

(17)

Letusan Gunung Sinabung selain meninggalkan trauma dan kepanikan, juga meninggalkan beberapa permasalahan di bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Ratusan

warga dirawat telah di RSUD Kabanjahe, karena menderita penyakit ISPA akibat letusan. Sejak terjadinya letusan hingga Kamis (20 September 2013) jumlah warga yang dirawat sebanyak 148 orang. Akibat letusan Gunung Sinabung, sebanyak 22 sekolah diliburkan, terdiri dari 15 Sekolah

Dasar dengan siswa sebanyak 2.374 orang, 6 Sekolah Menengah Pertama dan 1 Sekolah Menengah Atas dengan siswa sebanyak 2.312 orang.

Sekolah yang paling banyak diliburkan berada di Kecamatan Naman Teran antara lain SD Negeri 040478 dan SDN 043950 di Desa Sigarang-garang, 2 SD di Desa Guru Kinayan dan

masing-masing 1 SD di Desa Sukanalu dan Desa Simacem. Sementara 6 SMP yang diliburkan antara lain SMP Negeri 1 Simpang Empat, SMPN 1 Naman Teran dan SMP Satu Atap di Kecamatan Payung. Sedangkan SMA yang diliburkan yakni SMA Negeri 1 Simpang Empat.

Letusan Gunung Sinabung juga merusak tanaman pertanian dan perkebunan. Dari seluas

3.863 HA tanaman di enam kawasan, seluas 3.589 HA telah rusak akibat letusan. Hal ini kemudian berdampak pada kelangkaan bahan makanan. Pasokan sayur dan buah menurun hingga

40 persen karena banyak petani tak berani memanen, karena takut bahaya letusan. Terjadi kenaikan harga yang signifikan, misalnya sawi yang biasanya seharga Rp17.000/kg naik menjadi Rp20.000/kg.

(18)

Penanggulangan bencana gunung api berdasarkan sistem yang telah ada mencakup tahapan dari sebelum hingga setelah letusan. Sebelum letusan, hal-hal yang dapat dilakukan adalah4

Saat letusan, yang harus dilakukan adalah menjauhkan masyarakat dari lokasi bencana. Dan setelah terjadi letusan, hal-hal yang dapat dilakukan adalah

:

a) Melakukan pemantauan dan pengamatan aktivitas semua gunungapi aktif;

b) Membuat dan menyediakan Peta Kawasan Rawan Bencana dan Peta Zona Risiko Bahaya Gunung api, yang didukung dengan dengan Peta Geologi Gunung api;

c) Melaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan gunung api; d) Melakukan bimbingan dan pemberian informasi kegunungapian;

e) Melakukan penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika, dan geokimia di gunung api; serta

f) Melakukan peningkatan sumber daya manusia dan pendukungnya (sarana dan prasarana).

5

4

BPNB. Info Bencana Juli 2015. Edisi 5. Medan. BNPB 5

Tanjung, H. W. & Kamtini (2005). Mengenal dan Menghindari Bencana Alam. Medan: Ikatan Pembaca Buku Indonesia.

:

a) Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan; b) Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya lanjutan;

c) Memberikan saran penanggulangan bahaya;

d) Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang; e) Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak;

(19)

Diperlukan kesadaran masyarakat untuk terus belajar dan memahami kondisi Gunung Sinabung, agar dapat dilakukan minimalisasi kerusakan dan korban jika kembali terjadi letusan.

Hingga kini masyarakat terus berusaha memahami kondisi Gunung Sinabung, mengingat sudah 100 tahun terakhir gunung tersebut tidak meletus. Ada beberapa hal yang telah dilakukan, misalnya dalam kondisi gunung berstatus siaga, masyarakat tidak lagi tidur di dalam kamar,

namun di ruang depan sehingga jika bencana terjadi mereka akan cepat bergerak.

Masyarakat juga menyiapkan koper/tas berisi pakaian jika harus mengungsi

sewaktu-waktu. Masyarakat juga merasa perlu memiliki kendaraan untuk meninggalkan lokasi bencana dengan cepat. Pemerintah pun perlu terus belajar dari setiap bencana, agar kualitas penanganan

bencana menjadi lebih baik. Indonesia perlu menjaga citra dan mempertahankan status sebagai negara terbaik dalam penanganan bencana di wilayah Asia Pasifik.

Sebagaimana diketahui, pada Agustus 2011, Indonesiadinobatkan sebagai negara terbaik dan rujukan untuk belajar dalam hal penanggulangan bencana di kawasan Asia Pasifik. Saat ini,

11 negara di kawasan Asia Pasifik seperti Jepang, Fiji, Vanuatu, Papua Nugini, dan sebagainya memutuskan untuk mengikuti pelatihan penanggulangan bencana dan mengadopsi

undang-undang kebencanaan di Indonesia. Terkait penanganan bencana, pada Mei 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan penghargaan Global Champion for Disaster Risk Reduction Award dari PBB. Bahkan, PBB menilai web BNPB terbaik se-Asia. Kerenanya, negara-negara

ASEAN, Jerman, Spanyol, dan negara-negara Pasifik ingin belajar dari Indonesia untuk mengembangkan web yang sama. Prestasi yang telah diraih dalam penanganan bencana tersebut

(20)

2.7. Lokasi Pengungsian Di Bekas Universitas Quality Karo

Pengungsian di Bekas Universitas Quality Karo yang terletak di Jl. Jamin Ginting No. 41

Kabanjahe, Kabupaten Karo merupakan satu diantara sekian banyak tempat pengungsian yang ada di Kabupaten Karo. Pengungsi yang saat ini menempati lokasi pengungsian di bekas Universitas Quality Karo adalah yang berasal dari kuta (desa) :

- Kuta Sukanalu - Kuta Simacem - Kuta Garang-Garang

- Kuta Tonggal - Kuta Gamber

- Kuta Bakerah

Tempat tinggal para pengungsi merupakan ruang-ruang kelas yang dulunya dipakai

sebagai ruang perkuliahan. Dalam beberapa ruang kelas, terdapat satu ruangan aula di kampus tersebut yang terdapat setidaknya 30 kk (kepala keluarga). Pada tahun 2015 pengungsi yang berada di bekas Kampus Universitas Quality Karo berjumlah 250 orang, dengan perincian

sebagai berikut :

Tabel 6: Data Pengungsi Yang Tinggal di Bekas Universitas Quality Karo Tahun 2015

Asal Desa Jumlah/Jiwa

Sukanalu 45

Simacem 55

Garang-Garang 30

Kuta Tonggal 20

Gamber 60

Bakerah 40

(21)

Sumber : BPNB. Info Bencana Juli 2015. Edisi 5. Medan. BNPB.

Pengungsi yang paling banyak menempati tempat pengungsian di bekas Kampus Universitas Quality Karo berasal dari desa Gamber. Sedangkan yang paling sedikit adalah yang berasal dari desa Tonggal. Namun, pada saat ini para pengungsi yang berada di Bekas Kampus

Universitas Quality Karo sudah semain berkurang, hal ini karena sebagaian pengungsi sudah pindah ke tempat relokasi yang berada di Siosar.

Foto 1 : Gerbang Masuk Pengungsian Bekas Kampus Universitas Quality Karo

Sebagian besar lahan pertanian yang dulunya merupakan lahan pertanian mahasiswa saat

ini digunakan oleh pengungsi untuk tempat bercocok tanam dan memelihara ternak seperti kambing, ayam, dan lembu. Hal ini dilakukan oleh para pengungsi untuk menambah penghasilan serta membiayai keperluan sehari-hari.

(22)

Sumber : Peneliti. Tahun 2016

Sementara itu ada beberapa fasilitas olahraga seperti ruang gymnastic digunakan untuk kantin oleh beberapa pengungsi. Beberapa ruangan kelas juga dialihfungsikan oleh pengungsi menjadi tempat penyimpanan bahan makanan dan juga logistic lainnya.

(23)

Sumber : Hasil Olahan Data Lapangan Tahun 2016

Dilihat dari gambar di atas maka dapat dilihat bahwa hampir semua kelas dipakai untuk

Gambar

Tabel 2. Statistik Pemerintahan Kecamatan Kabanjahe Tahun 2014
Tabel 3. Komposisi Jumlah Penduduk Kabanjahe Tahun 2014
Tabel 4. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2014
Tabel 5. Sejarah Letusan Gunung Sinabung
+3

Referensi

Dokumen terkait

Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga saling berhubungan atau ada korelasi.Analisis bivariat dalam penelitian ini bertujuan

Therefore, the writer suggests to English teacher who have the same problems can adopt her technique in order to improve their students’ speaking skill by

Analisis Faktor Risiko Lingkungan Rumah dan Praktik Manajemen Lingkungan Keluarga Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (Studi Kasus di Wilayah Kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja Puskesmas Poncol mengalami peningkatan dari tahun 2014, akan tetapi dari tiga variabel penilaian yang meliputi program

aktivitas yang dimulai dengan mengunyah bolus yang telah dikeluarkan dari.. rumen ke mulut hingga aktivitas menelan beberapa bolus, serta

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas tanaman ubi kayu di Kabupaten Serdang Bedagai yaitu penggunaan pupuk yang tidak efisien, hal ini dikarenakan masih banyak petani

Penelitian yang dilakukan oleh Ashari, dkk (1994) membuktikan bahwa profitabilitas merupakan faktor yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba, perusahaan dengan

Saya ucapkan terima kasih kepada pemerintah Australia yang melalui KSI telah berkontribusi dalam penyelenggaraan forum yang menyediakan informasi, masukan, dan