BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Profil Provinsi Aceh
Aceh terletak di ujung barat laut Pulau Sumatera dengan Ibukota Banda
Aceh yang memiliki posisi strategis sebagai pintu gerbang lalu lintas perdagangan
Nasional dan Internasional yang menghubungkan belahan dunia timur dan barat.
Secara geografis Aceh terletak pada 01058’37,2”- 06004’33,6” Lintang
Utara dan 94057’57,6”- 98017’13,2” Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Aceh
adalah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Malaysia di Selat Malaka dan Laut
Andaman
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Sumatera Utara dan Samudera Hindia
- Sebelah Timur berbatasan dengan Sumatera Utara
- Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia
Provinsi Aceh memiliki luas wilayah darat 5.677,081 km2, wilayah
lautan sejauh 12 mil seluas 7.478,802 km2 dan garis pantai sepanjang 2.698,89
km atau 1.677,01 mil. Secara administratif pada tahun 2011, Provinsi Aceh
memiliki 23 kabupaten/kota yang terdiri dari 18 kabupaten dan 5 kota, 284
kecamatan, 755 mukim dan 6.451 gampong/desa.
Luas daratan Aceh mencapai 56.770,81 km2 yang didominasi oleh
garis pantai sepanjang 1.660 km dan luas perairan laut hingga 15.264,06 km2.
Mayoritas daratan Aceh dengan rata-rata ketinggian mencapai 125 m di atas
permukaan laut merupakan kawasan hutan seluas 40,36%dari wilayah Aceh.
Didalamnya mengalir 199 sungai penting dan terdapat 35 gunung termasuk
kawasan pegunungan dan Taman Nasional Gunung Leuser. Sedangkan wilayah
terkecil ialah kawasan industri yang hanya seluas 0,07%dari wilayah Aceh. Ibu
kota Aceh ialah Banda Aceh. Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya,
Ulee Lheue, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Aceh merupakan kawasan yang
paling buruk dilanda gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Beberapa tempat di
pesisir pantai musnah sama sekali. Yang terberat adalah Banda Aceh, Aceh Besar,
Aceh Jaya, Aceh Barat, Singkil dan Simeulue.
Lokasi suaka alam/objek wisata alam di Prov. Aceh ada di delapan lokasi,
yaitu Taman Buru Lingge Isak, Cagar Alam Serbajadi, Taman Wisata dan Taman
Laut Pulau Weh Sabang, Cagar Alam Jantho, Hutan untuk Latihan Gajah (PLG),
Taman Wisata Laut Kepulauan Banyak, dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil.
4.1.2 Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh
Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan hasil produksi barang dan
jasa dalam suatu wilayah tertentu biasanya 1 tahun. Data Pertumbuhan Ekonomi
di Provinsi Aceh yang diperoleh dari BPS Provinsi Aceh dapat dilihat pada tabel
Tabel 4.1
Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh tahun 2008-2015
Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%)
2008 1,88
2009 3,97
2010 5,32
2011 5,89
2012 5,14
2013 4,18
2014 4,68
2015 4,34
Sumber: BPS Provinsi Aceh, 2016
1 2 3 4 5 6
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Y
Gambar 4.1
Grafik Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Aceh Tahun 2008-2014
Berdasarkan Tabel 4.1 dan Gambar 4.2 diatas menunjukkan bahwa
tingkat pertumbuhan ekonomi provinsi Aceh mengalami peningkatan dan
penurunan (fluktuatif) dimana pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi Aceh
adalah sebesar 1,88%, dan pada tahun 2015 pertumbuhan ekonomi Aceh adalah
sebesar 4.34%. pertumbuhan ekonomi terbaik sepanjang tahun 2008-2015 adalah
ekonomi terburuk sepanjang tahun 2008-2015 adalah pada tahun 2015 dengan
pertumbuhan ekonomi sebesar -0.34%.
4.1.3 Dana Otonomi Khusus Di Provinsi Aceh
Otonomi khusus adalah kewenangan khusus yang diberikan kepada daerah
tertentu untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri tetapi sesuai dengan hak dan aspirasi masyarakat didaerah
tersebut. Kewenangan ini diberikan agar daerah tertentu dapat menata daerah dan
bagian dari daerah tersebut agar lebih baik lagi dibidang tertentu sesuai dengan
aspirasi daerahnya.
Dana Otonomi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional. Berikut adalah jumlah Dana Otonomi Khusus yang diterima
oleh Provinsi Aceh dari tahun 2008-2015 dapat dilihat pada tabel 4.2 dan gambar
4.3.
Tabel 4.2
Dana Otonomi Khusus Provinsi Aceh Tahun 2008-2015
Tahun Dana Otonomi Khusus (Rp)
2008 1.472.132.897.000
2009 1.610.272.000.000
2010 1.612.837.640.000
2011 2.200.772.392.499
2012 2.769.894.866.100
2013 2.937.012.524.600
2014 3.850.037.274.702
2015 4.046.415.753.916
1.0E+12 1.5E+12 2.0E+12 2.5E+12 3.0E+12 3.5E+12 4.0E+12 4.5E+12
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
X
Gambar 4.2
Grafik Jumlah Dana Otonomi Khusus Proovinsi Aceh Tahun 2008-2015
Tabel 4.2 dan Gambar 4.3 menjelaskan tentang pertambahan jumlah dana
otonomi khusus yang diterima oleh Provinsi Aceh selalu bertambah setiap tahun.
Pada tahun 2008 jumlah Dana Otonomi Khusus yang diterima oleh Provinsi Aceh
sebesar Rp. 1.47 triliun, jumlah ini selalu meningkat setiap tahunnya, hingga pada
tahun 2015 jumlah dana otonomi khusus yang diterima oleh Provinsi Aceh
sebesar Rp. 4.04 triliun. Pertambahan jumlah dana ini diakibatkan oleh besaran
dana yang tersedia dalam APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara).
4.2 Deskripsi Penelitian
Deskripsi penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran secara umum
dari keadaan wilayah yang dianalisis yaitu Provinsi Aceh, berikut adalah hasil
Tabel 4.3 Deskripsi Penelitian
Date: 09/28/16 Time: 01:18 Sample: 2008 2015
X Y
Mean 2.56E+12 4.425000 Median 2.49E+12 4.510000 Maximum 4.05E+12 5.890000 Minimum 1.47E+12 1.880000 Std. Dev. 1.01E+12 1.211540 Skewness 0.353704 -1.060626 Kurtosis 1.662168 3.600355
Jarque-Bera 0.763407 1.620047 Probability 0.682698 0.444848
Sum 2.05E+13 35.40000 Sum Sq. Dev. 7.17E+24 10.27480
Observations 8 8
Sumber: Output Eviews 8.1 (Data Diolah),2016
Tabel 4.3 menjelaskan bahwa nilai rata-rata dari variabel pertumbuhan
ekonomi (Y) adalah sebesar 4.42% dan nilai rata-rata dari variabel Dana Otonomi
Khusus (X) adalah sebesar Rp.2.56 triliun. Adapun nilai maksimum dari variabel
pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 5.89% sedangkan nilai minimum dari
variabel pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 1.88%. Adapun nilai maksimum
dari Dana Otonomi Khusus adalah sebesar Rp.4.05 triliun yaitu pada tahun 2015,
sedangkan nilai minimum dari variabel Dana Otonomi Khusus adalah sebesar
4.3 Uji Asumsi Klasik 4.3.1 Uji Normalitas
Pengujian normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data.
Uji ini merupakan pengujian yang paling banyak dilakukan untuk analisis statistik
paramerik. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali,
2005:110).
Setiap variabel model regresi harus merupakan distribusi normal. Dalam
penelitian ini untuk menguji normalitas variabel menggunakan Jaeque-Bera test.
Jarque-Bera Test adalah uji statistik untuk mngetahui data terdistribusi normal.
Caranya yaitu dengan membandingkan nilai J-B hitung dengan nilai C2
(chi-square) tabel. Apabila nilai J-B hitung > nilai C2 tabel, maka nilai residual
terdistribusi dengan tidak normal dan apabila nilai J-B hiung < nilai C2 tabel,
maka nilai residual terdistribusi dengan normal.
Berikut adalah hasil uji normalitas yang diperoleh dari program Eviews
0 1 2 3 4
-2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0
Series: Residuals Sample 2008 2015 Observations 8
Mean -2.66e-15
Median -0.138952
Maximum 1.544070
Minimum -2.081465
Std. Dev. 1.149528
Skewness -0.340959
Kurtosis 2.555812
Jarque-Bera 0.220772
Probability 0.895488
Sumber: Output Eviews 8.1 ( Data Diolah), 2016
Gambar 4.3 Uji Normalitas
Untuk mengetahui normal atau tidaknya model regresi variabel
pengganggu atau residual dengan cara membandingkan nilai J-B hitung dengan
nilai C2 (Chi-Square) tabel dari gambar 4.3 di peroleh nilai Jarque-Bera sebesar
0.220772. Nilai C2 Tabel dengan df=8–2 = 6 sebesar 12.59, jika dibandingkan
dengan nila J-B pada gambar diatas sebesar 0.220772, maka dapat disimpulkan
bahwa data terdistribusi normal karena nilai J–B < nilai C2 tabel atau 0.220772<
12.59.
4.3.2 Uji Autokorelasi
Autokorelasi yaitu adanya hubungan antara kesalahan pengganggu yang muncul
pada data runtun waktu(time series). Dalam penaksiran model regresi linier
mengasumsikan bahwa tidak terdapat autokorelasi antara kesalahan pengganggu.
Pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan menghitung menggunakan
(2008) jika prob. F hitung > alpha 0.05 (5%) maka Ho diterima yang artinya
tidak terjadi autokorelasi. Sebaliknya, apabila prob. F hitung < alpha 0.05 (5%)
maka dapat disimpulkan terjadi autokorelasi. Berikut tabel 4.4 yang merupakan
hasil olah data untuk mendeteksi ada atau tidak terjadinya Autokorelasi.
Tabel 4.4 Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.731691 Prob. F(2,4) 0.5360 Obs*R-squared 2.142822 Prob. Chi-Square(2) 0.3425
Sumber: Output Eviews 8.1 (Data Diolah), 2016
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dijelaskan bahwa nilai Prob. F(2,4)
sebesar 0.5360 dapat juga disebut sebagai nilai probabilitas F hitung. Nilai Prob. F
hitung lebih besar dari tingkat alpha 0.05 (5%) atau 0.5360 > 0.05, sehingga
berdasarkan uji hipotesis Ho diterima yang artinya tidak terjadi autokorelasi.
4.3.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari suatu residual pengamatan ke
pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas terjadi jika varian disturbance term
(µi) kondisi nilai variabel eksplanatorinya tidak konstan. Adanya
heteroskedastisitas menyebabkan estimasi koefisien-koefisien regresi menjadi
tidak efisien. Untuk mendeteksi heteroskedastisitas menggunakan White’s
General Heteroscedasticity test dan Park Test (Gujarati, 2003; 388). Dikatakan
tidak ada heteroskedastisitas adalah jika nilai obs. R. Squared White’s General
merupakan hasil olah data untuk mendeteksi ada atau tidak terjadinya
Heteroskedastisitas.
Tabel 4.5 Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 1.668055 Prob. F(2,5) 0.2786 Obs*R-squared 3.201598 Prob. Chi-Square(2) 0.2017 Scaled explained SS 1.400930 Prob. Chi-Square(2) 0.4964
Sumber : Output Eviews 8.1 (Data Diolah), 2016
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa data atau model
penelitian ini terbebas dari heteroskedastisitas. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai
Prob R-square > 0.05 atau 0.2017 > 0.05.
4.4 Pengujian Hipotesis
Untuk mengetahui hasil penelitian ini dapat dilihat dari output regresi
linier sederhana yang memakai program EVIEWS 8.1 sebagai alat analisis pada
Tabel 4.6
Hasil regresi dari Dana Otonomi Khusus yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 09/28/16 Time: 01:06 Sample: 2008 2015
Included observations: 8
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -22.82774 33.42726 -0.682908 0.5201 LOG(X) 0.956152 1.172681 0.815355 0.4460
R-squared 0.099749 Mean dependent var 4.425000 Adjusted R-squared -0.050293 S.D. dependent var 1.211540 S.E. of regression 1.241632 Akaike info criterion 3.483049 Sum squared resid 9.249904 Schwarz criterion 3.502909 Log likelihood -11.93219 Hannan-Quinn criter. 3.349098 F-statistic 0.664804 Durbin-Watson stat 0.874734 Prob(F-statistic) 0.446020
Sumber: Output Eviews 8.1 (data diolah), 2016
Berdasarkan data dari tabel diatas dapat dibuat persamaan Analisis Regresi
Linier Sederhana sebagai berikut:
Y= -22.82774 + 0.956152X
Dari formulasi model diatas menunjukkan bahwa jika tidak ada Dana
Otonomi Khusus maka pertumbuhan ekonomi adalah sebesar -22.82774 % dan
jika jumlah Dana Otonomi Khusus meningkat Rp.1000, maka menyebabkan
pertumbuhan ekonomi meningkat sebesar 0.956152%.
Untuk mengetahui pengaruh dana otonomi khusus terhadap pertumbuhan
ekonomi di provinsi aceh tahun 2008-2015 dapat dilihat dari nilai R2. Dari Hasil
dana otonomi khusus menjelaskan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi
di Provinsi aceh adalah sebesar 9.9749% dan sisanya 90.0251% dijelaskan oleh
variabel lain selain variabel independent yang digunakan dalam penelitian ini.
Variabel lain yang dimaksud yaitu seperti pendapatan per kapita.
4.5 Pembuktian Hipotesis. 4.5.1 Uji Parsial ( Uji-t ).
Pengujian hipotesis menggunakan uji t, menggunakan tingkat keyakinan
(level of signifikan) atau α = 0.05 atau α = 5%. Dengan ketentuan, dimana
pengujian yang digunakan adalah dengan kriteria keputusan jika thitung >ttabel pada
α = 5%, maka hipotesis H0 ditolak dan menerima hipotesis Ha sedangkan jika
thitung < ttabel pada α = 5%, maka hipotesis Ha ditolak dan menerima hipotesis H0.
Dari hasil pengujian diatas yang dapat dilihat pada tabel 4.6 menunjukkan
bahwa variabel Dana Otonomi Khusus memiliki thitung 0.815355 dan nilai ttabel
dengan df = n-k (8-2 =6) pada α = 0.05 diperoleh nilai sebesar 2.477, dapat
disimpulkan bahwa thitung<ttabel yaitu 0.815355 < 2.477 dengan nilai signifikan >
0.05 maka keputusannya yaitu menolak hipotesis Ha dan menerima hipotesis H0
yang berarti secara parsial variabel Dana Otonomi Khusus secara signifikan tidak
mempengaruhi variabel Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh tahun
2008-2015.
Secara teori, alokasi dana besar bagi pembangunan suatu daerah akan
meningkatkan kesejahteraan penduduk di daerah tersebut atau diistilahkan dengan
adalah variabel Dana Otonomi Khusus secara signifikan tidak mempengaruhi
variabel Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh tahun 2008-2015. Hal ini
disebabkan karena pemanfaatan dana otonomi khusus kurang tepat sasaran,
seperti masih tingginya tingkat korupsi.
4.6 Pembahasan
Dalam penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa dana otonomi khusus
secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di
Provinsi Aceh. Menurut peneliti hal ini disebabkan karena pemanfaatan dana
otonomi khusus kurang tepat sasaran, seperti masih tingginya tingkat korupsi Dan
pemanfaatan dana otonomi khusus belum sepenuhnya digunakan untuk
kesejahteraan rakyat seperti meningkatkan pendidikan, kesehatan dan
perekonomian, tetapi lebih dimanfaatkan untuk pembangunan kantor
pemerintahan yang megah. Salah satunya kurangnya kepedulian Pemerintahan
Aceh, misalnya di bidang pendidikan. Hasil Ujian Nasional tahun 2013 dan 2014
memperlihatkan jumlah kelulusan SMA/MA/SMK di Aceh terendah di tingkat
nasional.
Hasil penelitian penulis sama dengan hasil penelitian terdahulu yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Duwith Richard (2010) yang berjudul “Pengaruh
Dana Otonomi Khusus Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Di Provinsi Papua Tahun 2002-2009” dimana hasil penelitian
menunjukkan bahwa dana otonomi khusus tidak berpengaruh terhadap
berjudul “Pengaruh Dana Otonomi Khusus Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di
Provinsi Aceh Tahun 2008-2015” dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa
dana otonomi khusus tidak berpengaruh signifikan terhadap petumbuhan ekonomi