• Tidak ada hasil yang ditemukan

d por 049787 chapter5

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "d por 049787 chapter5"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI HASIL PENELITIAN

DAN REKOMENDASI

Pengkajian masalah yang terfokus pada proses sosialisasi wanita ke dalam olahraga pada usia dini, ditinjau dari peranan pola asuhan orang tua di lingkungan keluarga dalam tatanan sosial berkerangka budaya patriakhat mengungkap masalah yang amat mendasar. Kesemuanya itu bersumber pada “data lunak” yang ditata dalam jalinan paparan, serta diulas dan ditafsirkan maknanya dalam lingkup konsep dan sub konsep yang muncul dari lapangan, seperti tertuang dalam Bab IV terdahulu.

Data lunak tersebut yang diperoleh dari tiga atlet wanita Jawa Barat yang berprestasi pada taraf internasional, digunakan sebagai unit analisis dalam penelitian ini. Masing-masing unit analisis itu menekuni cabang olahraga judo dan gulat yang diasumsi mewakili karakteristik “olahraga keras” dalam konsep “masculine sport” serta senam artistik dengan karakteristik gerak dan performa yang dipandang lebih bersifat feminin.

(2)

beberapa saran/rekomendasi. Kesimpulan, implikasi hasil penelitian dan rekomendasi sebagai tindak lanjut dipaparkan bagian demi bagian sebagai berikut.

A. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan dalam runtutan yang selaras dengan pokok pertanyaan penelitian seperti telah disajikan dalam Bab I, dipaparkan sebagai berikut.

(3)

perkembangan olahraga, termasuk di Indonesia yang umumnya mengadopsi olahraga dari kelompok masyarakat Barat dan atau masyarakat kolonial sejak zaman pra-kemerdekaan, benar-benar dipasung oleh mindset “masculine sport.” Karena itu halangan utama bagi pengembangan olahraga wanita di Indonesia dalam konteks kesetaraan gender dan implementasi prinsip inklusif, atau olahraga sebagai hak asasi manusia yang menjiwai Undang-undang Sistem Keolahragaan Nasional adalah dibutuhkannya upaya sistematis dan sungguh-sungguh pada setiap lapisan masyarakat, khususnya di lingkungan lembaga pendidikan dan organisasi olahraga untuk mengurai simpul ikatan-ikatan psikologis yang berakar pada budaya, yang mendasari sikap dan perilaku masyarakat dalam olahraga.

2. Di samping pihak keluarga inti sebagai agen sosial utama, maka dari perspektif konsep pembelajaran sosial (social learning), lingkungan sosial di sekitar atlet usia muda, utamanya anggota saudara sekandung, atau sanak keluarga lainnya yang sukses dan berprestasi dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dengan anak wanita yang dimaksud, memainkan peranan sangat efektif sebagai model, sekaligus idola, untuk ikut serta membentuk sikap positif terhadap olahraga, sekaligus membangkitkan motivasi baginya untuk mengikuti jejak dalam menekuni olahraga.

(4)

konfigurasi ruang dan bentuk objek disekitarnya, serta pertimbangan kemampuan diri untuk melakukan tugas gerak tersebut.

4. Dari sudut pemahaman keluarga yang merupakan sebuah sistem, keluarga atlet wanita muda, seperti terungkap dalam kajian ini, ditandai oleh tiga karakteristik utama, yakni;

Pertama, struktur keluarga yang utuh yaitu masih lengkap ayah dan ibunya, sementara ayah

menampilkan peranan yang dominan dalam membuat keputusan dalam berbagai hal, termasuk yang berkaitan dengan kegiatan olahraga di lingkungan keluarga, dan pihak ibu memberi kesepakatan pada keputusan itu. Hal ini berakibat pada tumbuhnya ketergantungan dan sikap patuh atau penurut pada anak wanita kepada orangtuanya. Sikap yang telah tertanam seperti itu kemudian ternyata mengandung nilai transfer atau alihan, ini terbukti bahwa para atlet muda wanita itu sangat patuh dan respek terhadap pelatih dan program latihannya. Secara berangsur, kemudian, dominasi ayah dalam membuat keputusan dan ketergantungan anak wanita kian berkurang, seiring dengan meningkatnya usia anak dan tumbuhnya kemandirian atlet muda itu untuk mengatur kehidupannya dan mengelola kegiatan olahraganya, termasuk kemampuan untuk menjaga dirinya.

Kedua, relasi sosial anggota keluarga tersebut, ditandai keterikatan emosi (emotional

bonding atau emotional attachment) yang kuat di antara anggota keluarga, seperti

(5)

Ketiga, pihak ayah menunjukkan komitmen yang kuat dalam olahraga, baik karena yang

bersangkutan berlatar belakang sebagai atlet, pelatih atau pun hanya sebagai olahragawan biasa, sehingga faktor inilah, tanpa memandang pengetahuan dan prestasi yang cukup baik dalam olahraga, menjadi faktor penentu yang mengurai simpul-simpul ikatan budaya hingga kemudian membuka kesempatan, memfasilitasi bahkan menggiring sang anak untuk menyukai dan menekuni suatu cabang olahraga.

5. Penentuan cabang olahraga pilihan bagi atlet wanita usia muda itu pada dasarnya tidak melalui proses sistematis yang berlandaskan pada konsep pemanduan bakat, tetapi terkesan lebih banyak mengandalkan pada pertimbangan akal sehat (common sense) dan pengalaman, terutama kesesuaian antara tipe dan bentuk tubuh anak dengan pola gerak dominan yang dibutuhkan oleh cabang olahraga yang bersangkutan. Seperti bentuk tubuh yang agak gemuk dan agresif lebih sesuai untuk cabang judo, atau cekatan dan lincah untuk senam artistik. Latar belakang kehidupan keras yang terbiasa bekerja berat dan mengerahkan tenaga besar ternyata memfasilitasi proses belajar dan prestasi dalam cabang angkat besi. Penguasaan gerak dasar dan pengayaan pembendaharaannya seperti yang ditunjukkan oleh ketiga atlet wanita ini mendukung konsistensi tentang pentingnya pengembangan kemampuan multilateral pada usia dini agar berprestasi pada tahap-tahap berikutnya.

6. Motif keikutsertaan anak usia dini dalam olahraga pada mulanya berawal dari dorongan dari dalam diri pribadi anak, yakni karena kesenangan belaka, yang tercakup dalam konsep

motivasi intrinsik. Pada tahap berikutnya, seolah-olah lebih banyak didorong oleh motivasi

(6)

material berupa uang, dan fasilitas lainnya. Dari pihak orangtua, dua macam motif yang ditemukan yaitu, Motif pertama, orang tua khususnya ayah menyalurkan dan bahkan mengarahkan puterinya untuk menekuni suatu cabang olahraga, tetapi cenderung sebagai pelampiasan obsesinya bahwa puterinya tersebut cocok dan akan berhasil dalam olahraga yang ditentukannya, seperti dalam kasus judo dan senam.

Motif kedua, yaitu olahraga dapat meningkatkan kondisi ekonomi keluarga untuk keluar dari

kemiskinan, terkait dengan besarnya ekspektasi mampu berprestasi hingga kemudian berharap memperoleh imbalan yang memadai untuk memperbaiki nasib. Motif tersebut dibangkitkan oleh keberhasilan anggota keluarga lainnya, seperti dalam kasus angkat besi.

(7)

waktu pembinaan yang singkat. Selain itu obsesi semacam ini dapat juga berimplikasi pada tingginya peluang atlet mengalami cedera seperti yang terjadi dalam kasus pada penelitian ini. Fenomena ini lumrah akibat dari beban kerja latihan yang jauh melampaui ambang batas kemampuan atlet untuk mentoleransi volume atau intensitas beban latihan. Kuat kecenderungan yakni ketiga kasus yang dikaji mendukung kesimpulan ini.

8. Fase pembinaan olahraga usia dini sangat rawan ditinjau dari proses pembentukan kepribadian, personal development, sehingga pelatih di lingkungan klub, lebih-lebih di pusat latihan memegang peranan penting untuk mengambil alih tugas orang tua sebagai pengasuh, sekaligus sebagai pendidik. Penyimpangan perilaku dari norma sangat berpeluang terjadi manakala lemah dalam pengasuhan dan cara hidup yang tidak berdisiplin, apalagi sering juga muncul konflik antara sesama atlet yang memerlukan penanganan secara tepat dan bijaksana. Proses pembinaan dalam ketiga kasus itu berhasil karena didukung oleh utamanya ikatan emosional yang kuat antara atlet dan pelatih, dan adanya kepercayaan atau

trust dari pihak atlet kepada pelatih. Dalam konteks pelatihan, asuhan dan keputusan pelatih

mengarah pada tipe otoriter karena berorientasi pada tugas dan target prestasi, meskipun sekali waktu terbuka kesempatan dialog di antara mereka.

(8)

olahraga. Akan tetapi melalui pemberian perhatian khusus kepada siswa atlet berprestasi, masa depan pendidikan para atlet tersebut ternyata dapat dipersiapkan. Keberhasilan prestasi dan pendidikan ketiga atlet wanita dalam studi ini benar-benar berkat kerja sama yang erat dan saling pengertian di antara ketiga lingkungan, yaitu keluarga, klub atau organisasi olahraga, dan sekolah.

10. Pihak media masa, baik cetak maupun elektronik ikut membangun citra posistif wanita berolahraga, terutama karena prestasi yang dicapai wanita berdampak positif bukan saja bagi diri pribadi yang bersangkutan, tetapi juga bagi lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, klub, sekolah hingga lebih luas, daerah dan bangsa Indonesia. Pencitraan melalui media masa seperti surat kabar berdampak khusus yakni bangkitnya dukungan, utamanya pihak sekolah untuk memfasilitasi proses belajar dan berlatih siswa atlet yang bersangkutan. Hal ini terdorong oleh pengakuan pimpinan sekolah bahwa siswa yang berprestasi itu dianggap mewakili kelompoknya dan sekaligus mengangkat nama harum sekolah.

11. Ketiga atlet wanita dalam kasus ini memperlihatkan sifat kepribadian yang khas lazimnya atlet berprestasi yakni memiliki motif berprestasi yang tinggi pula terhadap beban latihan, dan bahkan mampu menyaingi atlet pria, meskipun dalam kajian ini tidak diperbandingkan. Sifat-sifat inilah yang kemungkinan besar mendukung terjadinya tempo belajar (rate of

learning) yang cepat sekali, utamanya dalam kasus yudo dan senam, dan pesatnya

(9)

dengan keunggulan sifat psikologis mereka berupa tingginya etos kerja dan motif berprestasi.

12. Partisipasi wanita usia muda dalam olahraga prestasi selama bertahun-tahun menimbulkan beberapa perubahan.

Pertama, terbentuknya watak yang didukung oleh sifat-sifat kepribadian unggul yakni motif

berprestasi (need of achievement) yang terkait kebiasaan mengandalkan usaha (effort), ketekunan (perseverance), penentuan dan fokus pada tujuan, determinasi (determination), tanggung jawab (responsibility) selain sifat lainnya seperti percaya diri, konsep diri positif (self-concept), kemampuan mengendalikan diri (self-control), kerja sama (cooperation), kecakapan bergaul pada sesamanya (socialization), rasa empati (empathy) dan berfikir logis.

Kedua, peningkatan status sosial ekonomi yang bersumber dari imbalan materi karena

berprestasi, hingga kemudian memberikan dukungan bagi peningkatan pendidikan. Keadaan ini membangkitkan rasa berdaya dan setara dengan warga masyarakat lainnya.

Ketiga, pemberdayaan itu terkait dengan peningkatan status wanita yang terpandang di

masyarakat, dan dari sisi sosial budaya, berdampak kuat untuk menunda pernikahan pada usia muda.

(10)

(obedient). Sementara ayah memainkan peranan paling dominan dalam proses sosialisasi

tersebut di tengah pasungan budaya patriarkhat yang juga menjelmakan dunia olahraga laki-laki (masculine sport), meskipun kemudian pihak ibu banyak terlibat untuk memberikan dukungan dan pengorbanan. Faktor lingkungan keluarga (eco-family) juga berpengaruh untuk ikut membentuk sikap positif anak wanita usia muda terhadap olahraga dengan munculnya idola dari saudara sekandung atau sanak keluarga lain. Lingkungan pada tingkat messo, khususnya fasilitas olahraga yang memberi kenyamanan membangkitkan sensasi yang menyenangkan bagi anak untuk berolahraga. Lingkungan makro memainkan peranan melalui media masa yang membentuk citra positif wanita berolahraga, berikut kebijakan publik dan landasan hukum, yang memberikan kepastian masa depan atlet melalui penetapan sistem penghargaan.

B. Implikasi Hasil Penelitian

Temuan dari studi ini mengandung implikasi yang luas dalam konteks menggalakkan upaya memasyarakatkan olahraga di Indonesia. Beberapa implikasi praktis, secara specifik dan rinci dipaparkan sebagai berikut:

(11)

perspektif pendidikan, kesehatan, psikologis, maupun sosial budaya guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

2. Pihak keluarga inti, terutama orang tua (ayah dan ibu) memegang peranan utama sebagai agen sosial untuk melaksanakan pola asuhan dan proses sosialisasi olahraga. Pengaruh sibling atau saudara sekandung dan anggota sanak keluarga juga tak dapat diabaikan. Karena itu penyuluhan tentang olahraga termasuk nilai-nilai yang terkandung di dalamnya perlu disebarluaskan melalui berbagai saluran komunikasi, seperti media masa dan tatap muka dengan penyuluhan langsung ke lapangan, menjangkau kelompok-kelompok khalayak. Di antara isi pesan itu adalah pemberian kesempatan pada anak tanpa membedakan jenis kelamin, laki-laki atau perempuan, untuk aktif bermain atau berolahraga guna perkembangan, bukan saja positif bagi kemampuan kognitif tetapi juga perkembangan sosial. Pemberian kesempatan untuk mengeksplorasi lingkungan itu perlu didukung oleh penyediaan fasilitas yang memadai, tidak saja cukup dengan luasnya lapangan atau ruangan saja, tetapi juga nyaman dipandang dan aman untuk digunakan. Penataan lingkungan ini tentu ada kaitannya dengan kebijakan tata ruang, dan karena itu juga dibutuhkan dalam koordinasi lintas sektoral sesuai dengan tanggung jawabnya.

(12)

ilmu lainnya, utamanya teori pendidikan dan ilmu pendukung lainnya, seperti fisiologi atau anatomi fungsional. Karena itu penanganan atlet usia dini memerlukan latihan-latihan, sebab bisa jadi obsesi orang tua atau pelatih yang berlebih-lebihan untuk menyaksikan anak asuhannya berprestasi dalam jangka waktu singkat akan membuahkan dampak negatif yang dapat merusak aspek fisik, mental, dan emosional.

4. Implementasi kesetaraan gender yang dimaksud dalam konteks olahraga bukan hanya terbatas pada partisipasi aktif berolahraga, tetapi juga diharapkan dalam bentuk pemberian kesempatan bagi kaum wanita untuk menduduki jabatan dalam organisasi olahraga.

5. Partisipasi atlet wanita dalam olahraga prestasi memerlukan pengorbanan, dan sangat rawan waktu yang harus mereka sisihkan untuk berlatih, sehingga menyita waktu dalam persiapan mereka memperoleh kecakapan hidup melalui perolehan pendidikan yang cukup. Korban sosial yang sering dijumpai di kalangan mantan atlet merupakan bukti dari belum adanya sistem penghargaan bagi atlet. Karena itu dibutuhkan sistem penghargaan dan rasa aman bagi semua atlet tersebut.

(13)

7. Terbentuknya watak yang didukung oleh sifat-sifat kepribadian unggul dapat diperoleh melalui aktivitas olahraga, seperti motif berprestasi (need of achievement), untuk itu keluarga dalam pengasuhannya mampu menggiring anak-anaknya secara merata pada aktivitas olahraga, sehingga akan menanamkan kebiasaan-kebiasaan positif pada diri anak, seperti; selalu mengandalkan usaha (effort), ketekunan (perseverance), penentuan dan fokus pada tujuan, determinasi (determination), tanggung jawab (responsibility) selain sifat lainnya seperti percaya diri, konsep diri positif (self-concept), kemampuan mengendalikan diri (self-control), kerja sama (cooperation), kecakapan bergaul pada sesamanya (socialization), rasa empati (empathy) dan berfikir logis dalam tiap perilakunya sehari-hari.

C. Rekomendasi

Berkaitan dengan implikasi hasil penelitian, beberapa hal disarankan untuk dilaksanakan atau dikembangkan pada tahap berikutnya sebagai berikut,

1. Pengkajian tentang olahraga dan wanita mengandung masalah yang amat luas dan kompleks ditinjau dari perspektif interdisiplin dalam ilmu keolahragaan. Di Indonesia kajian semacam ini masih sangat terbatas, sehingga sangat dianjurkan untuk mengembangkan studi ini melalui lembaga-lembaga khusus tentang olahraga dan wanita. Dari aspek biologis masalah yang menarik untuk dikaji diantaranya; (1) Toleransi atlet wanita terhadap beban latihan, dan

(14)

Dari aspek psikologis tentang sifat-sifat kepribadian dan kaitannya dengan performa. Sedangkan dari perspektif sosiologis, khususnya dalam konteks kesetaraan gender diajurkan untuk meneliti lebih lanjut tentang;

(1) Partisipasi wanita dalam olahraga ditinjau dari lintas budaya suku bangsa di Indonesia

(2) Persepsi masyarakat tentang olahraga wanita, dan (3) Dampak olahraga terhadap mobilitas sosial wanita.

2. Semua organisasi olahraga menetapkan kebijakan, berikut program dan rencana tindak yang konkret untuk meningkatkan partisipasi wanita dalam olahraga. Untuk itu sistem pendukung berupa fasilitas olahraga perlu disediakan dan ditempatkan pada lokasi-lokasi yang mudah dijangkau dan digunakan, di lingkungan perusahaan, instansi pemerintah, lembaga pendidikan, dan lingkungan pemukiman. Pembina dengan kompetensi yang cukup dalam bidang olahraga perlu juga disediakan dengan melibatkan para relawan, mengingat luasnya jangkauan pembinaan.

(15)

4. Kegiatan menekuni olahraga memerlukan pengorbanan dengan implikasi yang rawan bagi penyiapan masa depan seseorang. Karena itu dibutuhkan sistem penghargaan yang mampu menjamin rasa aman bagi para pelakunya.

5. Di samping perlu diberi kesempatan dan kepercayaan kepada kaum perempuan untuk ikut serta menentukan kebijakan dan keputusan olahraga, kaum perempuan juga perlu meningkatkan kemampuannya untuk mengisi jabatan tertentu.

6. Disarankan pada masyarakat dalam melakukan pola pengasuhan pada anak-anaknya untuk lebih mengedepankan kesetaraan gender, di mana anak laki-laki dan perempuan tidak berbeda dalam aktivitasnya, khususnya dalam memberi kesempatan bagi anak perempuan untuk aktif berolahraga.

(16)

apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Yang jelas terlihat pada pelatihan dan pembinaan prestasi yang dilakukan.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

import java.io.FileNotFoundException; import java.io.FileOutputStream; import java.io.IOException; import java.io.InputStream; import java.io.OutputStream;

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Manajemen Perkantoran, Fakultas Pendidikan.. Ekonomi dan

Fenomena yang terjadi saat ini dipasar Petisah yaitu meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun yang menyebabkan meningkatnya aktivitas masyarakat di

[r]

Pasar modern adalah pasar yang memiliki kesamaan dengan pasar tradisional hanya saja pada pasar modern tidak terjadi tawar-menawar saat melakukan trasnsaksi,

Sehubungan dengan hal tersebut, maka analisis ekonomis dan efisiensi operasi penangkapan yang dikaitkan dengan teknologi sangat perlu untuk dilakukan, mengingat

Keputihan pre dan post pada kelompok intervensi Pada penelitian ini, peneliti terlebih dahulu memberikan lembar pre-test pada siswi untuk menilai gejala keputihan yang

Menurut Spector, (1997), menyatakan bahwa banyaknya hal yang menentukan puas atau tidak puasnya orang dalam bekerja dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menentukan