• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstruksi mahasiswa Unit Pengembangan Tahfidzul Qur'an tentang nilai-nilai al-Qur'an dalam kehidupan sosial di UIN Sunan Ampel Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konstruksi mahasiswa Unit Pengembangan Tahfidzul Qur'an tentang nilai-nilai al-Qur'an dalam kehidupan sosial di UIN Sunan Ampel Surabaya."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S. Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

DEVI ROSYIDA

NIM. B95213069

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU SOSIAL

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Devi Rosyida, 2017. Kontruksi Mahasiswa Unit Pengembangan Tahfidzul Qur’an Tentang Nilai-nilai al-Qur’an Dalam Kehidupan Sosial di UIN Sunan Ampel Surabaya “ Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.”

Kata kunci:Upaya Mahasiswa Tahfidzul Qur’an, Nilai-nilai Al-Qur’an

Semakin banyak masyarakat yang menghafalkan al-Qur’an. Namun semakin banyak pula dizaman saat ini yang mampu dalam mengaplikasikan nilai-nilai dalam al-Qur’an, peneliti membatasi rumusan masalah yang hendak dikaji dalam skripsi ini yaitu: Bagaimana mahasiswa Unit Pengembangan Tahfidzul Qur’an Mengkontruksi Nilai-Nilai al-Qur’an dalam Kehidupan Sosial di UIN Sunan Ampel Surabaya ? dan Bagaimana Tipologi Mahasiswa Unit Pengembangan Tahfidzul Qur’an dalam mengkontruksi sosial dengan nilai-nilai al-Qur’ani dalam kehidupan sosial di UIN Sunan Ampel Surabaya?

Metode yang digunakan oleh peneliti adalah kualitatif deskriptif, dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi. Metode ini dipilih agar diperoleh data penelitian yang bersifat mendalam dan menyeluruh mengenai upaya mahasiswa tahfidzul Qur’an dalam mengaplikasikan nilai-nilai yang al-Qur’an di UIN Sunan Ampel Surabaya. Teori yang digunakan dalam menganalisis data yang diperoleh adalah teori konstruksi sosial oleh Peter L Berger.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Definisi Konseptual ... 11

F. Sistematika Pembahasan ... 17

BAB II : KONTRUKSI SOSIAL-PETER L BERGER ... 20

A. Penelitian Terdahulu ... 20

B. Kajian Pustaka ... 25

a. Unit Pengembangan Tahfidzul Qur’an ... 26

b. Aplikasi Nilai-nilai al-Qur’an ... 26

c. Kerangka Teori... 32

(8)

A. Jenis Penelitian ... 51

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 53

C. Pemilihan Subyek Penelitian ... 53

D. Tahap-Tahap Penelitian ... 55

E. Teknik Pengumpulan Data ... 57

F. Teknik Analisis Data ... 58

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 60

BAB IV : UPAYA MAHASISWA DALAM MENGAPLIKASIKAN NILAI-NILAI AL-QUR’AN TENTANG KEHIDUPAN SOSIAL ... 60

A. Profil UPTQ ... 60

B. Sejarah UIN Sunan Ampel ... 63

C. Bentuk Upaya mahasiswa UPTQ dalam Mengaplikasikan nilai-nilai al-Qur’an ... 72

D. Analisis Data Upaya Mahasiswa UPTQ dalam Teori KONSTRUKSI SOSIAL ... 88

BAB IV : PENUTUP ... 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara

2. Dokumen lain yang relevan

3. Jadwal Penelitian

4. Surat Keterangan (bukti melakukan penelitian)

(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisikan kalam Allah yang diturunkan

kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat jibril secara

berangsur-angsur yang terjamin keshahihanya, dan tidak ada keraguan didalamnya dan yang

hanya membacanya sudah bernilai ibadah. Al-Qur’an menjadi pegangan wajib umat

Islam sebagai penuntun dan landasan hidup untuk menjalani dan menyelesaikan

permasalahan yang terjadi di dunia dan sebagai petunjuk untuk menuju jalan pada

kebahagian yang haqiqi. Isi yang terkandung dalam al- Qur’an sudah memberikan

petunjuk yang sangat lengkap beserta dengan hukumnya untuk kesejahteraan umat

manusia dalam segala perkembangan zaman, bahkan al-Qur’an seringkali sudah lebih

dulu menjelaskan atau menggambarkan kejadian yang saat ini terjadi sementara

al-Qur’an sudah berabad-abad lalu diturunkan oleh Allah SWT.Al-Qur’an merupakan

sumber hukum dan petujuk yang tiada tandinganya, bagi siapa saja yang selalu

mengakrabkan diri dengan al-Qur’an dan mengamalkan nilai-nilai al-Qur’an dalam

kehidupan sehari-hari sudah jelas tak akan salah dalam memilih jalan dan akan selalu

merasakan kebahagiaaan dan kedamaiaan dalam menjalani hidup. Sementara bagi

mereka yang jauh dengan al-Qur’an akan slalu merasakan kecemasan dan

kebingungan setiap kali permasalahn hidup datang mengampiri hingga akhirnya

memeka memilih jalan yang salah untuk memecahkan permasalahan mereka dan

(10)

1

menjadikan mereka semakin jauh dengan jalan yang penuh dengan ridho Allah SWT.

Sudah menjadi kewajiban umat islam untuk mempelajri dan memahami ayat-ayat

al-Qur’an, karena al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat islam yang di yakini

kebenaranya, karena didalamnya terdapat kandungan-kandungan hukum tata hidup

manusia.

Kaum muslimin mengkaji kitab sucinya dengan berbagai hal. Mulai dari

sekedar membaca dan memahami artinya hingga menghafal dan menafsirkan

al-qur’an secara jelas dan terperinci.Salah satu cara untuk mendekatkan diri dengan

al-Qur’an adalah menghafalnya. Hati, fikiran, sikap, dan perilaku seseorang akan

senantiasa teriringi nilai-nilai spiritual dengan menghafal al-Qur’an sehingga akhlak

al-Qur’an akan melekat pada diri orang tersebut. Sebagaimana Aisyah RA

menyampaikan bagaimana akhlak Rasulullah, "نٰاْرقْلا هقلخ ناك" yang artinya akhlak

Rasulullah adalah al-Qur’an.1 Menghafal al-Qur’an merupakan ciri khas masyarakat

muslim terbukti jumlah penghafal al-Qur’an di dunia ini mencapai angka yang

fantastis. Penghafal al-Qur’an di Pakistan mencapai angka 7 juta orang dari sekitar

134 juta penduduk, jalur Gaza Palestina 60 ribu orang, Libya 1 juta orang dari 7 juta

penduduk, Arab Saudi 6 ribu orang, dan Indonesia sendiri jumlah penghafalnya 30

ribu dari sekitar 250 juta penduduk. Data jumlah penghafal al-Qur’an di Indonesia

yang diketahui ada sekitar 0,01% dari total 250 juta penduduk. Jumlah minimnya

penghafal al-Qur’an disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya; kondisi keislaman

1Khairul akhmad, “ensiklopedi akhlak nabi SAW: akhlak nabi adalah al

(11)

1

orang tua, sedikitnya jumlah muhafizh (guru hafalan), ketersediaan sarana menghafal

al-Qur’an, dan minimnya lembaga Tahfizhul Qur’an.2

Wilayah yang memiliki para penghafal al-Qur’an dan menyumbang angka

0,01% tersebut diantaranya di daerah Surakarta. Jumlah tersebut lebih banyak

ditemukan di pondok pesantren daripada di rumah-rumah. Pesantren-pesantren

tersebut memiliki kiprah yang besar dalam mencetak generasi-generasi penghafal

al-Qur’an. Terdapat beberapa pesantren tempat menghafal para santri yang sering

dinamakan dengan pesantren Tahfizhul Qur’an yaitu; Baitul Hikmah, Isykarima,

Baitul Qur’an, Ulul Albab, Ibadurrahman,Pesantren Kota Barat, Darul Qur’an, Al

Manar Kleco dan lain sebagainya. Banyak ayat yang menerangkan keutamaan

menjadi penghafal al-Qur’an, salah satunya terdapat dalam al-Qur’an Surat Faathir

ayat 32 yang artinya:

kemudian kitab ini kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih diantara hamba-hamba kami”3

Ada juga hadist yang menerangkan bahwa al-Qur’an dapat menolong 7

saudara dari api neraka. Menghafalkan al-Qur’an selain berniali ibadah, bagi

penghafalnya juga akan mendapatkan manfaat secara nyata langsung didunia, yaitu

berupa:

1. Hafalan al-Qur’an bisa menjadi mahar pernikahan

(12)

1

2. Akan mendapatkan berkah dan kenikmatan dalam hidup

3. Orang-orang yang di istimewakan oleh Nabi Muhammad SAW

4. Merupakan ciri orang yang diberi ilmu

5. Mendapatkan keistimewaan sebagai keluarga Allah di bumi

6. Apabila menghormati penghafal al-Qur’an berarti mengagungkan Allah.4

Begitu besar keutamaan yang akan di peroleh bagi penghafal al-Qur’an bukan

hanya terjamin hidup di dunia pasti juga akan mulia ketika di akhirat nanti. Dan

manfaatnya pun buka hanya dirasakan oleh penghafal al-Qur’an tetapi juga bisa

menolong orang tua dan saudaranya ketika di akhirat nanti. Hal ini seringkali menjadi

motivasi bagi para penghafal al-Qur’an, selain untuk mencari ridho Allah juga

bertujuan untuk bisa menjadi penolong dan sebagai rasa balas budi terhadap orang tua

agar orang tuanya di muliakan di dunia hingga akhirat. Seorang yang menghafal

al-Qur’an diumpamakan seperti buat limau buahnya harum dan rasanya enak. Mengapa

buah limau sebagai perumpamaan dibandingkan dengan buah-buah yang lainnya

yang sama-sama memiliki rasa yang enak dan bau yang harum adalah dikarenakan

kulitnya bisa dipergunakan untuk berobat dan bijinya bisa mengeluarkan minyak dan

berbagai macam manfa’at. Bahwa jin tidak akan masuk rumah yang di dalamnya

terdapat buah limau, maka cocok sekali bila al-Qur’an diperumpamakan dengannya,

yang mana syetan tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada bacaan Al-Qur’an.

Kulit luarnya berwarna putih disesuaikan dengan hati seorang mukmin. Dan di

dalamnya juga terdapat banyak keistimewaan yang diantaranya bentuknya besar,

4

(13)

1

terlihat bagus, warnanya membuat orang senang, sentuhannya halus, dan jika

dimakan rasanya enak, dan membaguskan pencernaan otak dan lambung.

Para penghafal al-Qur’an pun beragam mulai dari kalangan remaja dan

orang-orang dewasa keinginan untuk menghafal dan mengkaji makna yang terkandung

dalam al-Qur’an pun semakin meningkat, bahkan banyak anak-anak yang masih kecil

sudah dibiasakan untuk membaca al-Qur’an dan menghafal surat-surat pendek.

Menghafal al-Qur’an Menurut etimologi, kata menghafal berasal dari kata dasar

hafal yang dalam bahasa Arab dikatakan al-Hifdz dan memiliki arti ingat. Maka kata

menghafal juga dapat diartikan dengan mengingat. Dalam terminologi, istilah

menghafal mempunyai arti sebagai, tindakan yang berusaha meresapkan ke dalam

pikiran agar selalu ingat. Menghafal adalah suatu aktifitas menanamkan suatu materi

di dalam ingatan, sehingga nantinya dapat diingat kembali secara harfiah, sesuai

dengan materi yang asli. Menghafal merupakan proses mental untuk mencamkan dan

menyimpan kesan-kesan, yang suatu waktu dapat diingat kembali ke alam sadar.

Didukung dengan semakin banyaknya kemajuan teknologi yang

menyediakan fitir-fitur lengkap untuk membantu memudahkan seorang dalam

mengkaji dan menghafal isi dalam al-Qur’an.Namun banyak juga yang masih

mempelajari al-Qur’an dengan setengah-setengah sehingga tak jarang yang salah

menafsirkan makna al-Qur’an hingga menimbulkan banyak menimbulkan

perselisihan. Seseorang yang menghafal Qur’an harus memiliki rasa ikhlas dan rela

menjauhi maksiat, hal ini merupakan modal utama yang harus di miliki oleh seorang

(14)

1

makna yang terkandung dalam isi al-Qur’an tidak akan mecari pengakuan orang lain

untuk dikatakann sebagai seorang yang pandai dalam ilmu al-Qur’an tidak berdebat

kesana-kemari untuk mematahkan argumen orang lain karna meresa dirinya paling

benar dan tidak memancing perselisihan, justru orang yang benar-benar menguasai

makna al-Qur’an akan mengerti waktu dan tempat yang sesuai kapan ia harus

menyampaikan makna yang terkadung dalam al-Qur’an, memberikan petunjuk

kepada mereka yang salah dan tidak melihat permasalahan hanya dalam satu sisi.

Orang-orang seperti inilah yang sangat dibutuhkan saat ini untuk tetap memberikan

petunjuk menuju jalan terang dan tidak mengarahkan pada kesesatan. Dan untuk tetap

menjaga hafalanya seorang penghafal al-Qur’an harus selalu bisa menjaga dirinya

dari segala perbuatana maksiat dan dosa. Karan hal itu bisa mempengaruhi bagus dan

buruknya hafalan seseorang. Seperti diterangkan dalam oleh imam syafi’i:

Aku pernah mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukkan untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan kepadaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.5

Di zaman modern saat ini banyak yang sudah mengabaikan dan meninggalkan

al-Qur’an,terbukti dengan masih langka nilai-nilai al-Qur’an yang membudaya dan

menyatu dalam kehidupan. Tanpa di sadari bahwa lebih sering membaca dan

mengkaji al-Qur’an lebih banyak memberikan manfaat untuk diri sendiri maupun

orang lain daripada meghabiskan waktu dengan aktivitas yang bersifat duniawi.

Banyak orang-orang yang saat ini lebih asyik bermain dengan gadged mereka yang

5

(15)

1

serba canggih lengkap dengan berbagai media sosial sebagai sarana untuk berbagi

cerita dan informasi serta untuk menambah jaringan pertemanan sehingga banyak

yang dapat memuaskan dan memenuhi setiap keingin tahuan mereka terhadap

perkembangan zaman. Informasi apapun bisa mereka dapatkan hanya dengan melalui

gadget canggih mereka.

Tak sedikit orang yang menghabiskan banyak waktu untuk selalu

mengup-date segala kegiatan mereka disosial media agar tidak dikatakan kurang pergaulan

atau ketinggalan jaman. Mereka sudah tak punya waktu untuk membaca dan

mengkaji makna al-Qur’an, hingga al-Qur’an menjadi suatu hal yang asing bagi

mereka. Banyak sekali larangan dalam al-Qur’an yang sudah diabaikan dan tidak

diperdulikan lagi. Saat ini para muslimat yang lebih bangga memperlihatkan

auratnya, bahkan banyak yang memakai jilbab namun menampakkan sertiap lekuk

tubuhnya, laki-laki dan perempuan bergaul secara bebas tanpa menghiraukan

batasan-batasan pergaulan yang semestinya mereka patuhi dalam pergaulan antara

laki-laki dan perempuan, banyak orang-orang yang saat ini tidak merasa bersalah

ketika meninggalkan sholat bahkan melakukan sholat hanya ketika mereka ingin

melakukan saja, sementara jika tidak ingin mereka dengan mudah dan ringan

meninggalkan sholat yang sudah menjadi kewajiban setiap muslimnya.

Banyak yang melakukan hal sesuai kehendak mereka tanpa menghiraun

aturan-aturan yang ada dengan mengatakan bahwa mereka tidak ingin menjadi

munafik dengan berpura-pura baik namun masih banyak melakukan kesalahan,

(16)

1

lupa, memiliki hawa nafsu yang beragam dan banyak mencari kepuasan duniawi,

maka sebagai manusia yang berakal dan berilmu harus bisa mengendalikan hawa

nafsu dan selalu memperbaiki diri meskipun belum sepenuhnya bisa menjadi baik.

Hal ini merupakan beberapa contoh dari sekian banyak ajaran al-Qur’an yang belum

dilaksanakan oleh jutaan kaum muslimin baik di negeri ini maupun di negeri muslim

lainnya.6

Seorang penghafal al-Qur’an yang notabenenya memiliki pengetahuan dan

pemahaman yang lebih tentang makna yang terkandung daalam al-Qur’an secara

jelas dan terperinci di harapkan bisa membantu memberikan petunjuk kepada

orang lain untuk membantu dalam memperbaiki akhlak dan hidup mereka yang

masih banyak melakukan salah. Sesorang penghafal al-Qur’an bukan berarti

seorang yang sempurna jauh dari kekurangan dan kesalahan, penghafal al -Qur’an

juga tetap manusia biasa memiliki nafsu yang selalu ingin terpenuhi dan selalu

melakukan hal-hal yang bisa memberikan kepuasan dalam setiap keinginanya,

namun mereka telah banyak mengkaji dan mengetahui pemahaman tentang

makna al-Qur’an yang seharusnya mereka lebih baik dalam berperilaku dan

menjalalani hidup sesuai dengan ajaran-ajaran yang ada di dalam al-Qur’an.

Karena seorang penghafal al-Qur’an memiliki kewajiban untuk mengamalkan isi

kandungan dalam al-Qur’an yang telah mereka pelajari dan memberikan

6

(17)

1

peringatan dan petunjuk kepada seseorang yang masih melakukan berada dijalan

yang salah.

Mahasiswa Unit Pengembangan Tahfidzul Qur’an UIN Sunan Ampel

contohnya, sudah banyak dari mereka yang memiliki hafalan al-Qur’an, baik yang

sudah selesai menghafal maupun masih dalam tingkat penyelesaian hafalanya. Tidak

hanya kegiatan meroja’ah dan setor hafalan, mahasiswa di UIN Sunan Ampel juga

memiliki banyak kegiatan yang dipersiapkan untuk bekal ketika hidup di dalam

masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah tersruktur ketika mereka berada dalam

lingkungan kampus UIN Sunan Ampel, namun bagaimana kehidupan mereka di luar

kegitan yang mengatur mereka yang mewajibkan mereka untuk tetap

mempertahankan dan mengamalkan hafalan mereka, bagaimana mereka mengatur

pergaulan mereka dengan lawan jenis dan bagaimana mereka menyesuaikan obrolan

mereka ketika bersama dengan mahasiswa yang bukan penghafal al-Qur’an. Hal ini

menarik untuk diteliti karena untuk mengetahui bagaimana upaya seorang penghafal

al-Qur’an dalam mengaplikasikan nilai-nial al-Qur’an yang telah mereka kaji dan

mereka hafalkan, mereka terapkan dalam kehidupan sosialnya bersama masyarakat

yang mana masyarakat pada era globalisasi ini banyak yang sudah mengabaikan kitab

suci al-Qur’an sebagai pedoman dan pegangan hidup. Karena peranan seorang

penghafal al-Qur’an diharapkan sedikit banyak dapat mengajarkan ilmu mereka

sebagai petunjuk dan penuntun masyarakat yang lebih baik dalam menjalani

(18)

1

Dengan adanya berbagai latar belakang di atas, upaya yang dilakukan

mahasiswa penghafal al-Qur’an dalam mengaplikasikan nilai-nilai al-Qur’an tentang

kehidupan sosialdalam menjalani kehidupan sosial pastinya sangatlah beragam.

Upaya tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengamalkan ilmu yang mereka

dpatkan dari menghafal al-Qur’an. Maka dalam hal ini peneliti akan mengangkat

judul “KONTRUKSI MAHASISWA UNIT PENGEMBANGAN TAHFIDZUL

QUR’AN TENTANG NILAI-NILAI AL-QUR’AN DALAM KEHIDUPAN

SOSIAL DI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mahasiswa Unit Pengembangan Tahfidzul Qur’an

Mengkontruksi Nilai-Nilai al-Qur’an dalam Kehidupan Sosial di UIN Sunan

Ampel Surabaya ?

2. Bagaimana Tipologi Mahasiswa Unit Pengembangan Tahfidzul Qur’an

dalam mengkontruksi sosial dengan nilai-nilai al-Qur’ani dalam kehidupan

sosial di UIN Sunan Ampel Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui mahasiswa Unit Pengembangan Tahfidzul Qur’an dalam

mengkontruksi Nilai-nilai al-Qur’an dalam Kehidupan Sosial di UIN Sunan

Ampel Surabaya

2. Untuk mengetahui tipologi mahasiswa Unit Pengembangan Tahfidzul Qur’an

dalam mengkontruksi sosial dengan nilai-nilai al-Qur’ani dalam kehidupan

(19)

1 D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, diharapkan dapat memenuhi, antara lain:

1. Secara teoritis, hasil ini dapat memotivasi para penghafal qur’an dapat berperan

aktif dimasyarakat dan memotivasi seseorang untuk lebih giat belajar dan

mengkaji kandungan dari al-Qur’an dan mengakrabkan diri dengan Al-qur’an

dalam kehidupan sehari-hari

2. Penelitian ini akan memberikan pengalaman kepada mahasiswa, bagaimana cara

peneliti dan bagaimana cara menggunakan teori sebagai kacamata untuk

melakukan penelitian.

3. Penelitian ini juga merupakan kesempatan bagi penulis untuk belajar

mengaplikasikan teori-teori yang telah penulis dapatkan selama ini dibangku

perkuliahan, khususnya prodi sosiologi.

Hasil penelitian ini akan memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa

penghafal Al-qur’an dapat mengaplikasikan keilmuannya untuk membantu

mensejahterakan dan menjadikan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.

E. Definisi Konseptual

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang arah penulisan skripsi ini

maka penulis menjelaskan terlebih dahulu definisi istilah dalam pemilihan judul ini

yaitu :

(20)

1

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesiaupaya berarti usaha, ikhtiar (untuk

mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar).7

Berdasarkan makna dalam kamus Besar Bahasa Indonesia itu , dapat disimpulkan

bahwa kata upaya memiliki kesamaan arti dengan kata usaha, dan demikian pula

dengan kata ikhtiar, dan upaya dilakukan dalam rangka mencapai suatu maksud,

memecahkan masalah, mencari jalan keluar dan sebagainya.

Adapun yang dimaksudkan upaya disini adalah upaya seorang mahasiswa

tahfidzul qur’an yang telah banyak memahami isi dan makna dalam al-Qur’an

untuk mereka amalkan dalam kehidupan bermasyarakat. Bagaimana usaha

seorang tahfidzul Qur’an tetap bisa mempertahankan nilai-nilai yang dijelaskan

dalam al-Qur’an dan tetap mnjaga keharmonisan dalam hubungan sosialnya

dimasyarakat.

2. Unit Pengembangan Tahfidzul Qur’an (UPTQ)

Unit Pengembangan Tahfidzul Qur’an atau sering disebut UPTQ

merupakan suatu unit kegiatan mahasiswa di Universitas Islam Negeri Sunan

Ampel Surabaya yang merupakan tempat berkumpulnya para hafidz dan hafidzah

sebagai wadah bagi mahasiswa yang ingin menghafalkan al-Qur’an maupun yang

sudah memiliki hafalan al-Qura’an untuk menyelesaikan dan menjaga hafalan

mereka dengan berbagai kegiatan sebagai pembelajaran dan memperbanyak bekal

ketika mereka hidup bermasyarakat.

7

(21)

1

UPTQ sampai sekarang memiliki kurang lebih memiliki anggota aktif 120

mahasiswa dari berbagai jurusan. Dalam setiap tahunya UPTQ membuka

pendaftaran keanggotanya setahun setahun sekali dan syarat untuk menjadi

anggota hanya bisa membaca al-Qur’an dan berniat untuk menghafalkan

al-Qur’an. Disamping itu UPTQ juga banyak anggotanya yang sudah menegukir

banyak prestasi dan mengharumkan kampus UIN Sunan Ampel Surabaya, mulai

dari tingkat daerah, provinsi, nasional hingga internasional.

3. Aplikasi

Istilah aplikasi pada dasarnya berasal dari bahasa inggris yaitu dari kata

application yang berarti penerapan ataupun penggunaan. Namun jika ditinjau dari

istilah aplikasi berarti suatu progam yang telah siap untuk dipakai yang sengaja

sengaja di buat untuk melakukan suatu fungsi bagi pemakai jasa aplikasi serta

untuk pemakai semua aplikasi jenis lainya yang akan di pakai untuk sebuah

sasaran yang di tuju.

4. Nilai-nilai Al-Qur’an

Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi

kemanusiaan.8 Maksudnya kualitas yang memang membangkitkan respon

penghargaan. Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan

8

(22)

1

melembaga secara obyektif di dalam masyarakat.9 Menurut Sidi Gazalba yang

dikutip Chabib Thoha mengartikan nilai sebagai berikut:

Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda

konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menunutut

pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang dikehedaki dan tidak

dikehendaki.10

Sedangkan menurut Chabib Thoha nilai merupakansifat yang melekat

pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang

memberi arti (manusia yang meyakini).11 Jadi nilai adalah sesuatu yang

bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku.

Menurut para ulama, al-Qur’an merupakan kalam Allah SWT yang

diturunkan kepada nabi muhammad SAW, yang membacanya merupakan satu

ibadah.12 Menurut Ari Hendri, al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang

diturunkan kepada nabi Muhammad Saw secara berangsur-angsur dengan

perantaraan malaikat jibril, yang di riwayatkan secara mutawattir, dan

membacanya merupakan ibadah.13 Dari beberapa definisi menurut pakar dapat

disimpulkan bahwa definisi nilai-nilai al-Qur’an ialah makna yang terkandung

9

Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran pendidikan islam,( Bandung: Trigenda Karya, 1993), 110

10

HM. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam,( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 61

11Ibid

12Shaikh Manna’ al

-Qaththan, Pengantar Studi Al-qur’an, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), 18

13

(23)

1

dalam al-Qur’an yang dapat memberikan manfaat dan pengaruh untuk siapa saja

yang menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat.

5. Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial berarti kehidupan masyarakat. Mengingat kehidupan

masyarakat adalah sistem, maka kehidupan sosial di kenal juga dengan istilah

sistem sosial. Ketika berbicara sistem, maka kitaa bicara tentang unsur-unsur

yang membangunya atau unsur-unsur yang membentuk kehidupan sosial. Paling

tidak dalam sebuah sitem harus ada individu-individu yang berkumpul bersama

dalam satu wilayah tertentu dan ada norma atau aturan yang mengatur hubungan

di antara individu tersebut.

Berikut adalah unsur-unsur terbentuknya kehidupan sosial dalam

masyarakat:

a.) Adanya Interaksi sosial

Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis baik

yang menyangkut antara orang perseorangan, antara perseorangan dengan

kelompok manusia maupun antara kelompok dengan kelompok manusia

lainnya. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial. Sebab,

tanpa adanya interaksi, tidak akan ada kehidupan bersama. Dalam interaksi

sosial, hubungan yang terjadi harus secara timbal balik. Artinya kedua belah

(24)

1

1.) Terjadi proses dalam interaksi, yaitu berlangsungnya hubungan antara

individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok

dengan kelompok.

2.) Terjadinya komunikasi, yaitu hubungan timbal balik antarindividu,

individu dengan kelompok, atau hubungan antarkelompok.

3.) Terjadi saling memengaruhi dari dua orang atau dua kelompok yang

saling berhubungan.

4.) Tindakan dan pikiran yang saling memengaruhi dua pihak yang

berkomunikasi.

Faktor-faktor Yang mempengaruhi terjadinya interaksi sosial antara lain:

a. Motivasi

Motivasi adalah dorongan yang diberikan seseorang kepada orang lain

sehingga orang yang diberi motivasi melaksanakan apa yang disarankan

dengan penuh tanggung jawab, kritis dan rasional.

b. Sugesti

Sugesti adalah pengaruh dari seseorang kepada orang lain sehingga

orang yang diberi sugesti menuruti/melaksanakan tanpa berpikir kritis dan

rasional. Sugesti bukan merupakan proses belajar, melainkan proses

meningkatkan suatu reaksi yang sudah ada pada dirinya. Sugesti terjadi karena

pihak yang menerima anjuran itu tergugah secara emosional tanpa dipikir

terlebih dahulu.

(25)

1

Simpati adalah perasaan tertarik kepada orang lain karena sikap,

penampilan, wibawa, perbuatannya yang sedemikian rupa. Rasa simpati akan

muncul karena adanya perasaan. Faktor simpati yang utama adalah ingin

mengerti dan ingin bekerja sama dengan orang lain.

d. Empati

Empati adalah perasaan tertarik dan ikut merasakan apa yang

dirasakan orang lain tersebut. Sebagai contoh, jika ada orang yang sedang

dilanda kesusahan (sakit misalnya), kita tertarik untuk memerhatikan dan ikut

merasakan apa yang dirasakan orang tersebut.

e. Identifikasi

Identifikasi adalah kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang

untuk menjadi sama dengan pihak lain. Proses identifikasi dapat berlangsung

dengan sendirinya, sehingga pandangan dan sikap orang lain bisa masuk ke

dalam jiwanya.

f. Imitasi

Imitasi adalah tindakan seseorang yang meniru orang lain baik dalam

hal tingkah laku, penampilan maupun gaya hidup. Faktor imitasi akan

memunculkan dampak positif dan negatif. Dampak positif kalau yang

diimitasinya itu berupa kaidah-kaidah (norma) dan perilaku yang baik.

Sebaliknya imitasi ini akan berdampak negatif kalau yang ditiru itu berupa

perilaku yang tidak baik. Selain itu imitasi juga bisa melemahkan daya kreasi

(26)

1

b) . Proses sosial

Proses sosial adalah cara-cara berhubungan para individu maupun

kelompok yang saling bertemu, kemudian terjadi perubahan-perubahan yang

mampu menggoyahkan cara-cara hidup yang telah ada. Proses sosial

merupakan cara-cara berhubungan dalam kehidupan masyarakat yang dapat

dilihat apabila individu atau kelompok manusia saling bertemu dan

menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pembahasan serta pemahaman dalam penulisan skripsi

ini, maka penulis membahasnya dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Dalam bab ini peneliti memberikan gambaran tentang latar belakang masalah

yang akan di teliti. Selanjutya, peneliti menentukan Fokus Penelitian atau Rumusan

Masalah dan menyertakan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi

Konseptual, dan Sistematika Pembahasan.

BAB II: KERANGKA ANALISA STRATEGIMAHASISWA UNIT

PENGEMBANAGAN TAHFIDZUL QUR’AN PERSPEKTIF PETER L BERGER

Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang penelitian terdahulu

yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Serta peneliti memberikan

gambaran tentang kajian pustaka yang di arahkan pada penyajian informasi terkait

(27)

1

dengan jelas. Disamping itu juga harus memperhatikan relevansi teori yang akan

digunakan dalam menganalisis masalah yang akan dipergunakan guna adanya

implementasi judul penelitian STRATEGI MAHASISWA UNIT PENGEMBANAGAN

TAHFIDZUL QUR’AN DALAM MENGAPLIKASIKAN NILAI-NILAI AL-QUR’AN

TENTAG KEHIDUPAN SOSIAL DI UIN SUNAN AMPEL SURABAYA.

BAB III: METODE PENELITIAN

Dalam bab metode penelitian ini, peneliti memberikan gambaran mengenai

kegiatan yang dilakukan di lapangan yang terdiri dari Jenis Penelitian, Lokasi dan

Waktu Penelitian, Tahap-Tahap Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik

Analisis Data dan Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data.

BAB IV: KONTRUKSI MAHASISWA UNIT PENGEMBANGAN TAHFIDZUL

QUR’AN TENTANG NILAI-NILAI AL-QUR’AN DALAM KEHIDUPAN

SOSIAL.

Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang data-data yang

diperoleh, baik data primer maupun data sekunder. Penyajian data dibuat secara

tertulis dan dapat juga disertakan gambar, tabel atau bagian yang mendukung data.

Dalam bab ini peneliti juga memberikan gambaran tentang data-data yang dikemas

dalam bentuk analisis deskripsi. Setelah itu akan dilakukan penganalisahan data

dengan teori yang relevan dengan tema penelitian. Peneliti juga memberikan

gambaran tentang data-data yang di peroleh, baik data primer maupun data sekunder.

Penyajian data akan di buat secara tertulis dan juga di sertakan gambar-gambar atau

(28)

1

menggunakan teori yang sesuai, yaituStrategi Mahasiswa Unit Pengebangan Tahfidz

Qur’an Dalam Mengaplikasikan Nilai-nilai al-Qur’an Tentang Kehidupan Sosial

BAB V: PENUTUP

Dalam bab ini, peneliti akan memberikan kesimpulan dari setiap

permasalahan dalam penelitian. Kesimpulan ini menjadi hal terpenting pada bab

penutup ini. Selain itu, peneliti juga memberikan rekomendasi kepada para pembaca

laporan penelitian ini. Pada bab ini, menyertakan saran dan rekomendasi kepada para

(29)

BAB II

KONSTRUKSI SOSIAL-PETER L BERGER

A. Penelitian Terdahulu

Dalam rangka membantu menyajikan penulisan penelitian ini, maka peneliti

juga mencantumkan hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini.

Pencantuman penelitian terdahulu sebagai telaah pustaka tentunya bertujuan untuk

mengetahui gambaran umum tema penelitian dan juga menunjukkan karakter dan ciri

khas yang membedakannya dengan penelitian sebelumnya.1 Untuk itu peneliti

menyertakan beberapa penelitian sebelumnya yang relevan sebagai berikut:

1. Upaya Peningkatan Pemahaman al-Qur’an Pengaruhnya Terhadap Perilaku Sosial

ParaHafidz Dan Hafidzah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga

Penelitian ini dilakukan oleh Muntaha Al Misbah, mahasiswa Pendidikan

Agama IslamSekolah Tinggi Agama Islam NegeriSalatiga pada tahun 2010.

Penelitian ini dilakukan berkat ketertarikan peneliti untuk mengetahui pengaruh

positif pemahaman al-Qur’an terhadap perilaku sosial para mahasiswa. Dalam

penelitianya peneliti menggunakan pendekatan psikologi. Analisis data yang

dilakukan dengan metode kuantitatif Proses pelaksanaan penelitian ini,

respondennya sebanyak 40 mahasiswa dan pengumpulan data menggunakan

angket. Sehingga hipotesis yang menyatakan pemahaman al-Qur’an ada

1

Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Program Studi Sosiologi 2015 (Surabaya: FISIP UINSA, 2015), 16

(30)

pengaruhnya dalam merubah perilaku social para mahasiswa. Hasil penelitianya

adalah sebagai berikut:

a. Dari upaya peningkatan pemahaman al-Qur’an para mahasiswa hafidz

dan hafidzah dapat diketahui:

b. Untuk upaya peningkatan pemahaman al-Qur’an yang mendapat nilai

tinggi (SR) sebanyak 17 mahasiswa dan mahasiswi ada 42,5%

c. Untuk upaya peningkatan pemahaman al-Qur’an yang mendapat nilai

sedang (KK) sebanyak 20 mahasiswa dan mahasiswi ada 50%

d. Untuk upaya peningkatan pemahaman al-Qur’an yang mendapat nilai

rendah (TP) sebanyak 3 mahasiswa dan mahasiswi ada7,5%

Dari perubahan perilaku sosial para mahasiswa hafidz dan hafidzah

dapat diketahui:

a. Untuk perilaku sosial yang mendapat nilai baik (SR) sebanyak 20

mahasiswa dan mahasiswi ada 50%

b. Untuk perilaku sosial yang mendapat nilai sedang (KK) sebanyak 13

mahasiswa dan mahasiswi ada 32

c. Untuk perilaku sosial yang mendapat nilai kurang baik (TP) sebanyak7

mahasiswa dan mahasiswi ada17,5%

Jadi ada pengaruh positif antara upaya peningkatan pemahaman

al-Qur’an terhadap perilaku sosial para mahasiwa hafidz dan hafidzah Sekolah

(31)

Dari beberapa ulasan yang telah dikutip untuk memberikan gambaran

singkat mengenai penelitian diatas, yang dimana letak perbedaan dengan

penelitian yang akan peneliti kerjakan adalah mengenai metode penelitian dan

tujuan penelitianyang mana pada penelitian yang dilakukan olehMuntaha Al

Misbahmenggunkan metode kuantitatif, sedangkan untuk penelitian yang akan

dilakukan oleh peneliti sendiri menggunakan penelitian kualitatif dan tujuan

penelitian terdahulu lebih berfokus pada pengaruh positif pemahaman al-Quran

terhadap perubahan perilaku sosial para mahasiswa. Sebagai suatu upaya untuk

meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami al-Qur’an dalam

menghadapi perubahan perilaku sosial. Sedangkan penelitian yang akan

dilakukan berfokus pada upaya para penghafal al-Qur’an dalam mengaplikasikan

nilai-nilai al-Qur’an dalam kehidupan sosial. Persamaan penelitian yang

dilakukan oleh Muntaha Al Misbah dengan penelitian yang akan dilakukan oleh

peneliti terletak pada tema yang mana sama membahas tentang penghafal

al-Qur’an.

2. Budaya Menjaga Hafalan al-Qur’an bagi Hafidz dan Hafidzah di Lingkungan

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Penelitian ini dilakukan oleh Riswandi Fakultas Adab dan Ilmu Budaya

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga pada tahun 2013. Dalam penelitian ini

peneliti ini menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui

metode observasi dan menggunakan wawancara mendalam. Hasil penelitian

(32)

1) Beberapa cara para mahasiwa hafidz dan hafidzah dalam mempertahankan

menjaga hafalan al-Qur’an mereka dalah dengan beberapa cara berikut:

a) Wirid al-Qur’an

b) Menjadi imam sholat berjamaah

c) Mengajarkan orang lain dengan cara menyimak hafalan mereka ketika

setoran dan diskusi.

2) Peran hafidz dan hafidzah di UIN Sunan Kalijaga adalah sebagai berikut:

a) Sebagai imam di laboratorium agama masjid UIN Sunan Kalijaga

b) Wadah untuk baca tulis al-Qur’an

c) Ikut berpartisipasi dalam barbagai event Musabaqoh Hifdzil Qur’an

(MHQ)

Dari beberapa ulasan yang telah dikutip untuk memberikan gambaran

singkat mengenai penelitian diatas, yang dimana letak perbedaan dengan

penelitian yang akan peneliti kerjakan adalah mengenai fokus pembahasan dan

sasaran penelitianyang mana pada penelitian yang dilakukan oleh

Riswandimemfokuskan padamasalah untuk mengetahui dan memahami kebiasaan

para hafidz Qur’an dalam menjaga dan mempertahankan hafalan mereka,

mengetahui motivasi para penghafal al-Qur’an sehingga memunculkan semangat

dalam menjaga dan mempertahankan hafalan mereka, mengetahui pengaruh peran

hafidz pada aktifitas penghafal al-Qur’an di dalam maupun di luar kampus UIN

Sunan Kalijaga dan penelitian yang akan dilakukan berfokus pada upaya yang

(33)

mengaplikasin nilai-nilai al-Qur’an tentang kehidupan sosial di UIN Sunan

Ampel Surabaya. Persamaanpenelitian yang dilakukan oleh Riswandidengan

penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terletak pada metode penelitian yang

mana penelitian terdahulu maupun penelitian yang sekarang sama menggunakan

penelitian kualitatif dantopik penelitian pun sama-sama berfokus pada penghafal

al-Qur’an.

3. Hubungan self regulation learning dengan prestasi akademik pada mahasiswa

penghafal al-Qur’an di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Malang.

Penelitian ini dilakukan oleh Linda Miftahul Husna mahasiswa

Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

pada tahun 2014. Penelitian ini dilakukan berkat ketertarikan peneliti untuk

mengetahui apakah terdapat hubungan antara self regulation learning dengan

prestasi akademik pada mahasiswa penghafal al-Qur’an di Universitas Islam

Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Penelitian ini menggunakan metode

penelitan kuantitatif korelasional dengan self regulation learning sebagai

variabel bebas dan prestasi akademik sebagai variabel terikat. Kemudian

mengkategorikasikan tingkat self regulation learning degan menentukan

mean hipotetik dan standart deviasi terlebih dahulu dan mengkategorikan

tingkat prestasi akademik dengan yudisium S1. Sampel penelitian sebesar

53,4% yang didapatkan dari teknik random dengan mengundi nama-nama

(34)

didapatkan sejumlah 70 mahasiswa. Adapun hasil penelitian menunjukkan

sejumlah 70 mahasiswa penghafal al-Qur’an mempunyai tingkat self

regulation learning tinggi dengan prosentase 81,4% sedang 18,6% dan 0%

rendah. Kemudian terdapat 65,7% mahasiswa dengan kategori coumlade

dalam prestasi akademik 34,28% sangat baik, dan kategori baik dan sangat

baik adalah 0%. Artinya terbukti bahwa terdapat hubungan (korelasi) antara

self regulation learning dengan prestasi akademik.

Dari beberapa ulasan yang telah dikutip untuk memberikan gambaran

singkat mengenai penelitian diatas, yang dimana letak perbedaan dengan

penelitian yang akan peneliti kerjakan adalah mengenai fokus penelitian dan

metode penelitian yang mana pada penelitian yang dilakukan olehLinda

Miftahul Husna adalah pada hubungan self regulation learning dengan

prestasi akademik pada mahasiswa penghafal al-Qur’an di Universitas Islam

Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dengan menggunakan metode

kuantitatif. Sedangkan fokus penelitian yang akan peneliti teliti adalah upaya

mahasiswa penghafal al-Qur’an dalam mengaplikasikan nilai-nilai tentang

kehidupan sosial di UIN Sunan Ampel Surabaya dengan menggunakan

metode kualitatif.Persamaanpenelitian yang dilakukan oleh Linda Miftahul

Husna dengan peneliti terletak pada sasaran penelitian yang mana sama

membahas mengenai mahasiswa penghafal al-Qur’an.

(35)

Penjelasan konsep yang mendasari pengambilan judul di atas sebagai

bahan penguat sekaligus spesifikasi penelitian yang akan dilakukan

a. Unit Pengembangan Tahfidzul Qur’an (UPTQ)

Unit Pengembangan Tahfidzul Qur’an atau sering disebut UPTQ

merupakan suatu unit kegiatan mahasiswa di Universitas Islam Negeri

Sunan Ampel Surabaya yang merupakan tempat berkumpulnya para

hafidz dan hafidzah sebagai wadah bagi mahasiswa yang ingin

menghafalkan al-Qur’an maupun yang sudah memiliki hafalan al-Qur’an

untuk menyelesaikan dan menjaga hafalan mereka dengan berbagai

kegiatan sebagai pembelajaran dan memperbanyak bekal ketika mereka

hidup bermasyarakat.

b. Aplikasi Nilai-nilai al-Qur’an tentang Kehidupan Sosial

Nilai-nilai al-Qur’an yang akan dibahas disini Setidaknya ada 10

nilai-nilai al Quran tentang kehidupan sosial yang dapat dilihat dari sosok

seorang generasi qurani.

a.) Menghargai Waktu

Seorang yang menerapkan nilai al Quran dalam kehidupannya,

maka dia akan memanfaatkan tiap detik yang dikaruniakan Alloh

dengan hal-hal yang positif dan produktif. Mereka tidak akan telat

(36)

melakukan hal sia-sia dan sebagainya. Cukuplah tiga ayat di Q.S

Al-Ashr ayat 1-3 menerangkan pada kita tentang pentingnya waktu.

“demi masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian,

kecuali mereka yang beriman dan saling menasihati dalam kebenaran

dan kesabaran”2

b.) Menghargai Ilmu Pegetahuan

Generasi qurani adalah generasi yang luar biasa. Setiap

perkataannya adalah kebenaran dan mempunyai dasar, dia tidak akan

mengeluarkan statemen-statemen yang dia tidak punya pengetahuan

tentangnya (sok tahu). Pengetahuan disini tidak dibatasi sempit pada

pengetahuan tentang agama saja, tetapi pengetahuan secara umum.

Pengetahuan mengenai teknologi, kebudayaan, kesehatan, politik dan

sebagainya sehingga generasi qurani tidak akan berbuat ataupun

berbicara dengan tanpa pengetahuan. Mereka takut dengan ayat yang

cukup dalam surat Al Isra

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak

mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta

pertanggungan jawabnya” (QS 17:36)3

c.) Memiliki Budaya Kerja Keras

Kerja keras adalah salah satu kunci sukses dalam menjalani

hidup. Kalau kita ingin mencapai suatu tujuan atau target besar dimana

2

H. Andi Subarkah, Lc. Cordova Al-Qur’an dan Terjemah, ( Bandung: Syamil Qur’an, 2012)

hal 601

(37)

target tersebut menurut sebagaian orang mustahil untuk kita lakukan,

tetapi dengan kerja keras, maka sunnatullah, target tersebut akan

tercapai. Generasi qurani adalah generasi pekerja keras. Mereka tidak

akan melakukan suatu pekerjaan setengah-setengah untuk

mendapatkan rezeki atau menghasilkan karya dan ilmu, karena mereka

yakin Alloh melihat mereka dan nanti di akhirat pekerjaan mereka

akan ditampakkan Allah.

“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul

-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang

telah kamu kerjakan”

d.) Memiliki Orientasi ke depan (visioner)

Visi merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang dalm

hidupnya. Seorang pemimpin harus mempunyai visi membawa

orang-orang yang di pimpinnya ke arah yang lebih baik. Seorang-orang suami harus

punya visi dalam memimpin anak istrinya menggapai berkah sakinah

mawaddah warohmah, seorang individu pun harus punya visi yang

lebih jauh lagi yaitu the end of life nya mau syurga atau neraka.

(38)

Harga diri berkaitan dengan kemuliaan. Generasi qurani akan

mnjaga ketaqwaan nya di segala macam kondisi, baik senang maupun

sedih. Lapang atau sempit. Hal ini dikarenakan mereka mengingat ayat

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di

sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.” (QS.49: 13)5

f.) Memiliki Networking dan Akses yang luas (Silaturahim)

Tidak bisa dipungkiri bahwa untuk meraih kesukesan,

seseorang harus mempunyai networking yang luas. Mereka tidak

boleh mengekslusifkan diri kita atau kuper. Banyak buku yang

mengupas tentang pentingnya memiliki networking sehingga

buku-buku yang berkaitan dengan networking ini banyak beredar. Saat ini

berapa banyak buku tentang komunikasi, mempengaruhi orang,

membangun networking dan sebagainya yang beredar. Generasi qurani

pun demikian, mereka harus memperluas silaturrahim karena hal

tersebut jauh-jauh hari sudah dicantumkan dalam Al Qur’an

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi

(39)

g.) Pandai Belajar dari Sejarah

Sepertiga dari isi ayat Al Quran berisi sejarah ataupun kisah

tentang tokoh-tokoh penting dalam agama. Dicantumkannya sejarah

dalam Al Quran adalah untuk diambil pelajaran agar menjadi pribadi

yang lebih baik. Kalau kita berpikir lebih luas lagi, sejarah yang

didalamnya mengandung unsure kemajuan meskipun bukan dari islam,

boleh kita ambil selama tidak merusak akidah. Kita bisa belajar dari

Negara Jepang bagaimana mereka bangkit setelah bom nuklir

meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki. Atau juga kita belajar

sejarah Thomas Alva Edison yang tidak pantang menyerah setelah

berkali-kali gagal bereksperimen menemukan lampu dan listrik. Tetapi

dari sekian banyak sejarah tersebut, sejarah dalam Al Quran lah yang

luar biasa, bagaimana sejarah Nabi Adam yang turun dari Syurga,

Keluarga Nabi Nuh yang hanyut karena banjir akibat adzab Allah,

Kisah ketaatan Nabi Ibrahim dan Ismail, kisah Musa dengan Fir’aun,

dan kisah Nabi Muhammad beserta sahabat dalam menegakkan islam,

bermasyarakat, berbisnis dan bernegara.

“Sudah sampaikah kepadamu (ya Muhammad) kisah

Musa? Tatkala Tuhannya memanggilnya di lembah suci ialah

Lembah Thuwa; “Pergilah kamu kepada Fir’aun,

sesungguhnya dia telah melampaui batas, dan katakanlah

(kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)”. Dan kamu akan

kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut

kepada-Nya?” Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mukjizat yang

(40)

Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu

berseru memanggil kaumnya. (Seraya) berkata: “Akulah

tuhanmu yang paling tinggi”. Maka Allah mengazabnya

dengan azab di akhirat dan azab di dunia. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut

(kepada Tuhannya).” QS (79 ; 15-26)7

h.) Tidak tertutup, terbuka pada kemajuan

Generasi Qur’ani bukanlah generasi yang tidak menutup mata

pada kemajuan, generasi qurani bisa menerima dan mengadaptasi

perkembangan teknologi dan zaman, tanpa mengesampingkan aqidah

dan syariah tentunya. Perkembangan teknologi dijadikan sarana

dakwah yang efektif dan tepat sasaran, sedangkan perkembangan

zaman membuat mereka semakin dewasa menyikapi perbedaan.

“yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa

yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah

orang-orang yang mempunyai akal.” (QS 39:18).8

i.) Selalu dinamis, tidak merasa cukup dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki

Generasi qurani sadar bahwa salah satu elemen penting dalam

kehidupan adalah ilmu pengetahuan, karena itu mereka yang

memahami kandungan (QS 58:11) akan selalu mendatangi ilmu, baik

(41)

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang

kamu kerjakan” (QS 58:11).9

j.) Konsisten, Istiqomah

Dari Sembilan nilai-nilai diatas, kunci utama dalam meraih

kesuksesan adalah istiqomah, konsisten. Orang yang konsisten akan

mempunyai daya tahan yang baik dari gempuran dari berbagai arah.

Mereka mempunyai komitmen untuk meyakini apa yang mereka

anggap benar dan berpegang teguh dengan pendirian nya tersebut.

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:

“Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah

maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka

tiada (pula) berduka cita.” (QS 46:13).10

2. Konstruksi Sosial gagasan Peter L Berger

Dalam mengaplikasikan nilai-nilai al-Qur’an dalam kehidupan sosial tentu

bukan hal yang mudah, membutuhkan beberapa langkah-langkah yang harus di lalui

agar tercapainya suatu tujuan tersebut, maka di sini peneliti menggunakan teori Peter

L Berger yang akan menjelaskan mengenai tahapan-tahapan untuk mengkonstruk

suatu masyarakat.

Konstruksi sosial oleh Peter L Berger. Peter L Berger merupakan sosiolog

dari New School for Social Reserach, New York, Sementara Thomas Luckman

9

Ibid, 543

10Ibid

(42)

adalah sosiolog dari University of Frankfurt. Teori konstruksi sosial, sejatinya

dirumuskan kedua akademisi ini sebagai suatu kajian teoritis dan sistematis

mengenai sosiologi pengetahuan.

Sebagai catatan akademik, pemikiran Berger ini, terlihat cukup utuh di

dalam buku mereka berjudul “The Social Construction of Reality: A Treatise in

the Sociology of Knowledge”. Publikasi buku ini mendapat sambutan luar biasa

dari berbagai pihak, khususnya para ilmuan sosial, karena saat itu pemikiran

keilmuan termasuk ilmu-ilmu sosial banyak didominasi oleh kajian positivistik.

Berger meyakini secara substantif bahwa realitas merupakan hasil ciptaan

manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di

seklilingnya, “reality is socially constructed”.

Tentu saja, teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang melihat

realitas sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang

merupakan manusia bebas. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang

dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Manusia dalam banyak hal memiliki

kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol struktur dan pranata sosialnya

dimana individu melalui respon-respons terhadap stimulus dalam dunia kognitif

nya. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas

sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya.

Istilah konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality)

didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu

(43)

bersama secara subyektif. Asal-usul kontruksi sosial dari filsafat Kontruktivisme

yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Menurut Von

Glasersfeld, pengertian konstruktif kognitif muncul dalam tulisan Mark Baldwin

yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun apabila

ditelusuri, sebenarnya gagasan-gagsan pokok Konstruktivisme sebenarnya telah

dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistemologi dari Italia, ia adalah cikal

bakal Konstruktivisme.11

Dalam aliran filsasat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak

Socrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, sejak Plato menemukan akal

budi dan id.12 Gagasan tersebut semakin lebih konkret lagi setelah Aristoteles

mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, subtansi, materi, esensi, dan

sebagainya. Ia mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap

pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah

fakta.13 Aristoteles pulalah yang telah memperkenalkan ucapannya ‘Cogito ergo

sum’yang berarti “saya berfikir karena itu saya ada”. Kata-kata Aristoteles yang

terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan

konstruktivisme sampai saat ini. Pada tahun 1710, Vico dalam ‘De Antiquissima

Italorum Sapientia’, mengungkapkan filsafatnya dengan berkata ‘Tuhan adalah

pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan’. Dia menjelaskan

bahwa ‘mengetahui’ berarti ‘mengetahui bagaimana membuat sesuatu ’ini berarti

11

Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, ( Yogyakarta:Kanisius, 1997), 24

12

Kees Bertens, Sejarah Filsafat Yunani,( Yogyakarta: Kanisius. 1999), 89-106

13Ibid

(44)

seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia menjelaskan unsur-unsur apa yang

membangun sesuatu itu. Menurut Vico bahwa hanya Tuhan sajalah yang dapat

mengerti alam raya ini karena hanya dia yang tahu bagaimana membuatnya dan

dari apa ia membuatnya, sementara itu orang hanya dapat mengetahui sesuatu

yang telah dikontruksikannya.

Sejauh ini ada tiga macam Konstruktivisme yakni konstruktivisme radikal,

realisme hipotesis, dan konstruktivisme biasa.

a. Konstruktivisme radikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh

pikiran kita. Bentuk itu tidak selalu representasi dunia nyata. Kaum

konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan

kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak

merefleksi suatu realitas ontologism obyektif, namun sebuah realitas yang

dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan

konstruksi dari individdu yang mengetahui dan tidak dapat ditransfer kepada

individu lain yang pasif karena itu konstruksi harus dilakukan sendiri olehnya

terhadap pengetahuan itu, sedangkan lingkungan adalah saran terjadinya

konstruksi itu.

b. Realisme hipotesis, pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas

yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki.

c. Konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan

(45)

pengetahuan individu dipandang sebagai gambaran yang dibentuk dari realitas

objektif dalam dirinya sendiri.

Dari ketiga macam konstruktivisme, terdapat kesamaan dimana

konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan

dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara individu dengan

lingkungan atau orang di dekitarnya. Individu kemudian membangun sendiri

pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur pengetahuan

yang telah ada sebelumnya, inilah yang oleh Berger dan Luckmann disebut

dengan konstruksi sosial.

Terdapat beberapa asumsi dasar dari Teori Konstruksi Sosial Berger

dapun asumsi-asumsinya tersebut adalah Realitas merupakan hasil ciptaan

manusia kreatif melalui kekuataan konstruksi sosial terhadap dunai sosial di

sekelilingnya. Hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial tempat

pemikiran itu timbul, bersifat berkembang dan dilembagakan. Kehidupan

masyarakat itu dikonstruksi secara terus menerus membedakan antara realitas

dengan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam

kenyataan yang diakui sebagai memiliki keberadaan (being) yang tidak

bergantung kepada kehendak kita sendiri. Sementara pengetahuan didefinisikan

sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki

karakteristik yang spesifik.

Berger mengatakan institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau

(46)

institusi sosial terlihat nyata secara obyektif, namun pada kenyataan semuanya

dibangun dalam definisi subjektif melalui proses interaksi. Objektivitas baru bisa

terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang

memiliki definisi subyektif yang sama. Pada tingkat generalitas yang paling

tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolis yang universal, yaitu

pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur

bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupannya.

Proses konstruksinya, jika dilihat dari perspektif teori Berger berlangsung

melalui interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk realitas yang menjadi entry

concept, yakni subjective reality symbolic reality dan objective reality. Selain itu

juga berlangsung dalam suatu proses dengan tiga momen simultan, eksternalisasi,

objektivikasi dan internalisasi.

Objective reality, merupakan suatu kompleksitas definisi realitas

(termasuk ideologi dan keyakinan ) serta rutinitas tindakan dan tingkah laku yang

telah mapan terpola, yang kesemuanya dihayati oleh individu secara umum

sebagai fakta. Symblolic reality, merupakan semua ekspresi simbolik dari apa

yang dihayati sebagai “objective reality” misalnya teks produk industri media,

seperti berita di media cetak atau elektronika, begitu pun yang ada di

film-film.Subjective reality, merupakan konstruksi definisi realitas yang dimiliki

individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subjektif yang

dimiliki masing-masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri dalam

(47)

sebuah struktur sosial. Melalui proses eksternalisasi itulah individu secara kolektif

berpotensi melakukan objectivikasi, memunculkan sebuah konstruksi objektive

reality yang baru.

a) Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thomas Luchmann

Dua istilah dalam sosiologi pengetahuan Berger adalah kenyataan dan

pengetahuan. Berger dan Luckmann mulai menjelaskan realitas sosial dengan

memisahkan pemahaman kenyataan dan pengetahuan. Realitas diartikan

sebagai suatu kualitas yang terdapat didalam realitas-realitas yang diakui

sebagai memiliki keberadaan (Being) yang tidak tergantung pada kehendak

kita sendiri. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa

realitas-realitas itu nyata dan memiliki karakteristik yang spesifik.14

Menurut Berger dan Luckmann, terdapat dua obyek pokok realitas

yang berkenaan dengan pengetahuan, yakni realitas subyektif dan realitas

obyektif. Realitas subyektif berupa pengetahuan individu. Disamping itu,

realitas subyektif merupakan konstruksi definisi realitas yang dimiliki

individu dan dikonstruksi melalui peoses internalisasi. Realitas subyektif yang

dimilik masing-masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri dalam

proses eksternalisasi, atau proses interaksi sosial dengan individu lain dalam

sebuah struktur sosial. Melalui proses eksternalisasi itulah individu secara

kolektif berkemampuan melakukan obyektivikasi dan memunculkan sebuah

14

(48)

konstruksi realitas obyektif yang baru.15sedangkan realitas ooyektif dimaknai

sebagai fakta sosial. Disamping itu realitas obyektif merupkan suatu

kompleksitas definisi realitas serta rutinitas tindakan dan tingkah laku yang

telah mapan terpola, yang kesemuanya dihayati oleh individu secara umum

sebagai fakta.

Berger dan Luckmann mengatakan institusi masyarakat tercipta dan

dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. meskipun

institusi sosial dan masyarakat terlihat nyata secara obyektif, namun pada

kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui proses

interaksi. Obyektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang

yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif yang sama.

Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam

makna simbolis yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh,

yang memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi

makna pada berbagai bidang kehidupan. Pendek kata, Berger dan Luckmann

mengatakan terjadi dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan

masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui

eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.16

15

Margaret M. Polomo, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), 301.

16

(49)

Teori konstruksi sosial dalam gagasan Berger mengandaikan bahwa

agama sebagai bagian dari kebudayaan, merupakan konstruksi manusia.

artinya terdapat proses dialektika ketika melihat hubungan masyarakat dengan

agama, bahwa agama merupakan entitas yang objektif karena berada diluar

diri manusia. dengan demikian, agama mengalami proses objektivasi, seperti

ketika agama berada dalam teks atau menjadi tata nilai, norma, aturan dan

sebagainya. Teks atau norma tersebut kemudian mengalami proses

internalisasi kedalam diri individu, sebab agama telah diinterpretasikan oleh

masyarakat untuk menjadi pedomannya. Agama juga mengalami proses

eksternalisasi karena ia menjadi acuan norma dan tata nilai yang berfungsi

menuntun dan mengontrol tindakan masyarakat.17

Ketika msyarakat dipandang sebagai sebuah kenyataan ganda, objektif

dan subjektif maka ia berproses melalui tiga momen dialektis, yakni

eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Dengan demikian, bisa dipahami

bahwa realitas sosial merupakan hasil dari sebuah konstruksi sosial karena

diciptakan oleh manusia itu sendiri.

Masyarakat yang hidup dalam konteks sosial tertentu, melakukan

proses interaksi secara simultan dengan lingkungannya. Dengan proses

interaksi, masyarakat memiliki dimensi kenyataan sosial ganda yang bisa

saling membangun, namun sebaliknya juga bisa saling meruntuhkan.

17

(50)

Masyarakat hidup dalam dimensi-dimensi dan realitas objektif yang

dikonstruksi melalui momen eksternalisasi dan objektivasi, dan dimensi

subjektif yang dibangun melalui momen internalisasi. Momen eksternalisasi,

objektivasi, dan internalisasi tersebut akan selalu berproses secara dialektis.

Proses dialektika ketiga momen tersebut, dalam konteks ini dapat

dipahami sebagai berikut:

1.) Proses Sosial Momen Eksternalisasi

Proses eksternalisasi merupakan salah satu dari tiga momen atau

triad dialektika dalam kajian sosiologi pengetahuan. Proses ini diartiakan

sebagai suatu proses pencurahan kemandirian manusia secara terus

menerus kedalam dunia, baik dalam aktivitas fisis maupun mentalnya.

Atau dapat dikatakan penerapan dari hasil proses internalisasi yang selama

ini dilakukan atau yang akan dilakukan secara terus menerus kedalam

dunia, baik dalam aktivitas fisis maupun mentalnya. Termasuk

penyesuaian diri dengan produk-produk sosial yang telah dikenalkan

kepadanya. Karena pada dasarnya sejak lahir individu akan mengenal dan

berinteraksi dengan produk-produk sosial. Sedangkan produk sosial itu

sendiri adalah segala sesuatu yang merupakan hasil sosialisasi dan

interaksi didalam masyarakat.

Proses Eksternalisasi adalah suatu keharusan antropologis.

(51)

setiap perkembangan organism individu. Tatanan sosial yang terjadi

secara terus-menerus dan selalu diulang ini merupakan pola dari kegiatan

yang bisa mengalami proses pembiasaan (habitualisasi).

Tindakan-tindakan yang dijadikan pembiasaan ini tetap mempertahankan sifatnya

yang bermakna bagi individu dan diterima begitu saja. Pembisaan ini

membawa keuntungan psikologis karena pilihan menjadi dipersempit dan

tidak perlu lagi setiap situasi didefinisikan kembali langkah demi langkah.

Dengan demikian akan membebaskan akumulasi ketegangan-ketegangan

yang diakibatkan oleh dorongan-dorongan yang tidak terarah. Proses

pembiasaan ini mendahului setiap pelembagaan. Manusia menurut

pengetahuan empiris kita, tidak bisa dibayangkan terpisah dari pencurahan

dirinya terus menerus kedalam dunia yang ditempatinya.

Manusia merupakan sosok makhluk hidup yang senantiasa

berdialektika dengan lingkungan sosialnya secara simultan. Eksternalisasi

merupakan momen dimana seseorang melakukan adaptasi diri terhadap

lingkungan sosialnya. Dunia sosial, kendati merupakan hasil dari aktivitas

manusia, namun ia menghadapkan dirinya sebagai sesuatu yang bersifat

eksternal bagi manusia, sesuatu yang berada diluar diri manusia.

Realitas dunia sosial yang mengejawantah, merupakan

pengalaman hidup yang bisa dijadikan sebagai dasar seseorang untuk

membentuk pengetahuan atau mengkonstruksi sesuatu. Realitas sosial,

Gambar

Tabel 1.1 Daftar informan penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kualitas tidur sebelum dan sesudah pemberian terapi murottal Al Qur ’ an (p value 0,000; α =