• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis maslahah mursalah terhadap pelaksanaan tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai laki- laki di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis maslahah mursalah terhadap pelaksanaan tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai laki- laki di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MAS}LAH}AH MU@RSALAH

TERHADAP

PELAKSANAAN TES KESEHATAN PRA NIKAH BAGI CALON

MEMPELAI LAKI- LAKI DI KANTOR URUSAN AGAMA (KUA)

KECAMATAN JATIREJO KABUPATEN MOJOKERTO

SKRIPSI

Oleh: Hana Ayu Aprilia NIM. C01213036

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah Dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan yang bejudul ‚Analisis

Mas}lah}ah Mu@rsalah Terhadap Pelaksanaan Tes Kesehatan Pra Nikah Bagi Calon Mempelai Laki-laki di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto‛. Skripsi ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang dituangkan dalam dua rumusan masalah yaitu: Bagaimana pelaksanaan tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai laki-laki di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto? Dan Bagaimana analisis mas}lah}ah mu@rsalah terhadap pelaksanaan tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai laki-laki di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto?

Untuk mempermudah penelitian ini, maka data-data yang diambil antara lain menggunakan teknik pengumpulan data melalui hasil wawancara dari calon pengantin, Kepala KUA, dan bidan setempat. Selain itu juga menggunakan cara observasi, dokumentasi dan telaah pustaka yang kemudian diolah dengan cara editing, organizing dan kemudian dianalisis menggunakan kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang berkaitan dengan teknik kualitatif deskriptif dengan pola pikir induktif untuk memperjelas kesimpulannya.

Hasil penelitian menyimpulakan bahwa pemeriksaan tes kesehatan pra nikah hanya dilakukan kepada calon mempelai laki-laki. Seharusnya pemerikasaan tersebut dilakukan secara intens, nyatanya tidak pernah dilakukan. Pihak Puskesmas hanya bertanya secara global mengenai riwayat penyakit calon pengantin, tinggi badan dan berat badan calon pengantin. Hukum pelaksanaan tes kesehatan pranikah dalam Islam adalah dibolehkan (mubah). Tes kesehatan

pranikah termasuk dalam kemaslahatan yang sifatnya h}a>jiyya>t. Hal ini

merupakan salah satu bentuk usaha untuk memudahkan dalam menjaga keturunan (hifz} al-Nasl).

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

BAB II : MASLAHAH MURSALAH DALAM PELAKSANAAN HUKUM ISLAM A. Pengertian Malahah Mursalah ... 22

B. Macam-macam Malahah Mursalah ... 37

(8)

BAB III : PELAKSANAAN TES KESEHATAN PRA NIKAH BAGI CALON MEMPELAI LAKI-LAKI DI KANTOR

C. Pelaksanaan Tes Kesehatan Sebagai Persyaratan Pendafataran Nikah di KUA Jatirejo ... 58

1. Dasar Hukum Tes Kesehatan ... 58

2. Urgensi Tes Kesehatan Bagi Calon Mempelai Laki- Laki ... 60

a. Kemaslahatan Tes Kesehatan ... 60

b. Dampak Tes Kesehatan ... 62

D. Pelaksanaan Tes Kesehatan ... 64

(9)

B. Analisis Maslahah Mursalah Terhadap Pelaksanaan Tes

Kesehatan Pra Nikah Bagi Calon Mempelai Laki-laki di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo

Kabupaten Mojokerto ... 76

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 82 B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di antara sekian banyak masalah yang menyangkut hubungan antar

manusia, masalah yang menarik untuk di bahas salah satunya adalah masalah

perkawinan dengan segala persoalan yang berada di sekitarnya. Dalam

pandangan Islam, hal itu mendapatkan peranan yang sangat istimewa.1

Pernikahan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga yang

harmonis, karena kelurga merupakan dasar pembentukan kelompok dalam

masyarakat hingga akhirnya membentuk suatu bangsa dan Negara dalam

lingkup yang lebih besar. Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum

berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun

tumbuh-tumbuhan.2

Hal itu ditegaskan dalam Alquran bahwa Allah SWT telah

menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan, sebagaimana

firman-Nya dalam surat Yasin ayat 36:



1 Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 15.

(12)

2

Artinya: Maha Suci Allah yang telah menciptkan berpasang-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan di bumi dan dari diri

mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.3

Dalam firman Allah SWT juga surat Az-Zariyat ayat 49:



Artinya: Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan,

supaya kamu mengingatakan kebesaran Allah.4

Dalam penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa Allah SWT

dalam menurunkan syariat Islam dapat dipastikan adanya tujuan serta

hikmah yang terkandung di dalamnya. Begitu juga dengan perkawinan, Allah

SWT menyeru umatnya untuk hidup berumah tangga dengan menciptakan

istri bagi laki-laki supaya tentram, kemudia Allah SWT menumbuhkan di

antara mereka rasa saling cinta, kasih dan sayang.

Sesuai dengan landasan falsafah Pancasila, di mana sila yang pertama

ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan

erat sekali dengan agama atau kerohanian sehingga perkawinan bukan saja

mempunyai peranan penting. Sebagaimana yang tercantum dalam UU

Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1, yakni: ‚Perkawinan adalah ikatan

lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan

(13)

3

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.‛5

Perkawinan baru dinyatakan sah jika telah memenuhi rukun dan

syarat-syarat. Menurut Az-Zuhaili, syarat perkawinan dengan segala

perbedaan pendapat, ada 10 yaitu: (1) halal menikahi antara para calon, (2)

adanya s}i@ghah, (3) saksi, (4) adanya kerelaan dan kemauan sendiri, (5) jelas

pasangan yang akan melakukan perkawinan, (6) tidak sedang melakukan haji

atau umroh, baik salah satu pihak atau keduanya, (7) adanya sejumlah

pemberian dari calon suami kepada calon istri (mahar), (8) tidak

disembunyikan perkawinannya, (9) tidak ada penyakit yang membahayakan

antara kesuanya atau salah satunya, dan (10) adanya wali.6

Sedangkan rukun nikah menurut ulama Malikiah ada lima, yaitu: (1)

wali perempuan (2) maskawin (3) suami (4) istri dan (5) s}i@ghah akad.

Kebanyakan ulama Syafi’iah juga menyebutkan lima rukun tersebut, tetapi

dengan unsur tertentu yang berbeda dari mazhab Maliki. Kelima rukun nikah

tersebut menurut ulama Syafi’iah ialah: (1) suami (2) istri (3) wali (4) dua

orang saksi (5) s}i@ghah akad.7

5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi

Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2009), 2.

(14)

4

Masa depan kehidupan rumah tangga biasanya ditentukan sejak poin

permulaan (starting point). Kesuksesan atau kegagalan pernikahan pun

tergantung pada cara yang ditempuh dalam memilih pasangan hidupnya.8

Oleh karena itu, ketepatan dalam memilih pasangan hidup dengan melihat,

menyelidiki, dan mengenal kepribadian pasangan sangatlah perlu dilakukan

dan termasuk pijakan awal dalam mengarungi bahtera rumah tangga. salah

satu factor yang menjadi pertimbangan dalam memilih pasangan adalah

mengetahui riwayat kesehatan, dan kepribadiannya.

Hal ini juga terkait dengan mas}lah}ah mu@rsalah yang menurut bahasa

terdiri atas dua kata, yaitu mas}lah}ah dan mursalah. Perpaduan dua kata

menjadi ‚mas}lah}ah mu@rsalah‛ yang berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan)

yang dipergunakan menetapkan suatu hukum islam, juga dapat berarti suatu

perbuatan yang mengandung nilai baik (manfaat). Secara etimologi, ahli

ushul fiqh mengatakan bahwa mas}lah}ah mu@rsalah ialah menetapkan suatu

hukum bagi masalah yang tidak ada nashnya dan tidak ada ijma@‘, berdasarkan

kermaslahatan murni atau masalah yang tidak dijelaskan syariat dan

dibatalkan syariat.9

Perlu diketahui bahwa dalam ajaran Islam itu sudah diatur secara

keseluruhan, namun tidak semuanya dibahas secara jelas. Sebagaimana

pendapat Raqith Hasan dalam bukunya Hidup Sehat Cara Islam, ‚menjaga

(15)

5

kesehatan jasmani dan rohani dari berbagai macam penyakit merupakan

bagian dari misi ajaran Islam‛.10

Di Indonesia, pemeriksaan kesehatan pra nikah diterapkan melalui

Imunisasi Tetanus Toksoid. Penerapannya dilaksanakan berdasarkan kepada

Intruksi Bersama Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan

Haji Departemen Agama dan Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit

Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan No

: 02 Tahun 1989 Tentang Imunisasi Tetanus Toksoid Calon Pengantin11 dan

sebagai dasar dari pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1

Tahun 1974, serta Intruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi

Hukum Islam.

Setelah keluarnya Intruksi Bersama No. 02 Tahun 1989 tersebut,

setiap calon pasangan diwajibkan melampirkan bukti atau surat keterangan

sudah melakukan Imunisasi Tetanus Toksiod bersama persyaratan lain ke

Kantor Urusan Agama (KUA) dengan harapan setiap calon pasangan atau

bayi yang akan dilahirkannya kelak terbebas dari infeksi tetanus. Adapun

mengenai tetanus, yaitu penyakit yang disebabkan oleh bakteri clostridium

10 Hasan Raqith, Hidup Sehat Cara Islam, (Bandung: Jembar, 2007), 16.

(16)

6

tetani yang masuk melalui luka terbuka dan menghasilkan racun yang

kemudian menyerang sistem saraf pusat.12

Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo Kabupaten

Mojokerto merupakan instansi terdepan Kementrian Agama dalam

melaksanakan tugas urusan agama Islam ditingkat kecamatan. Kegiatan

Kantor Urusan Agama tidak hanya tertumpu pada pencatatan nikah dan

rujuk, tetapi juga pembinaan kehidupan beragama, khususnya beragama

Islam baik secara vertical maupun sektoral dibawah pimpinan koordinasi

Camat atau Kepala wilayah bahkan sudah meluas menyangkut Haji.13

Pemeriksaan kesehatan pra nikah di Kantor Urusan Agama

Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto mewajibkan setiap calon pasangan

yang akan menikah melampirkan persyaratan bukti TTI sebagai persyaratan

yang memang harus dilampirkan bersama persyaratan administrasi yang lain

sekurang-kurangnya 10 hari sebelum pelaksanaan akad nikah dilakukan.

Selain kewajiban melampirkan bukti TTI tersebut, pihak Kantor

Urusan Agama Kecamatan Jatirejo tersebut juga memberikan anjuran untuk

melampirkan tes kesehatan fisik. Ini suatu langkah antisipasi yang diambil

Kantor Urusan Agama Kecamatan Jatirejo untuk menanggulangi banyaknya

penularan penyakit.14

12 Soemarno Markam, dkk, Kamus Kedokteran (Edisi Kelima), (Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2008),

156.

(17)

7

Pemeriksaan kesehatan pra nikah memang sangat dibutuhkan, karena

berkaitan dengan penyelidikan, pengamatan, dan pemeriksaan kondisi badan

seseorang, baik secara mental maupun medis yang berguna untuk

kelangsungan pernikahan. Apabila hanya melakukan Imunisasi Tetanus

Toksoid itu hanya berfungsi untuk memberikan kekebalan pada janin tidak

terhadap calon pasangan dan imunisasi hanya mencegah penyakit Tetanus

yang apabila menyerangnya tubuh sudah siap dan cukup kuat untuk

melawan.15

Masalah kesehatan merupakan hal penting agar tujuan dari

pernikahan untuk tercipta keluarga yang sehat dan mempunyai keturunan

yang sehat juga bisa terwujud, demikian dikatakan praktisi kesehatan Arlik

Septiningsih, Amd, Keb. Konsekuensi dari pernikahan juga dapat berakibat

penularan penyakit dari masing-masing individu. ‚Bukan saja penyakit

infeksi, tetapi juga penyakit non infeksi. Oleh karena itu masalah kesehatan

seputar pernikahan harus menjadi perhatian.‛ kata Arlik seorang bidan yang

berpraktik di Puskesmas Jatirejo.

‚Saya sebagai seorang bidan juga kadang kala sedih jika bertemu

dengan pasangan muda yang pada tahun-tahun pertama pernikahannya

ternyata suami atau istri mempunyai penyakit kronis seperti penderita HIV

AIDS atau hepatitis B kronis bahkan sampai sirosis hati yang tidak diketahui

(18)

8

sebelum pernikahan terjadi,‛ untuk itu saya menyarankan bagi calon

pasangan pengantin untuk melakukan:

1. Pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL) meliputi pemeriksaan hemoglobin,

hematokrit, lekosit, trombosit, pemeriksaan morfologi eritrosit, laju endap darah

(LED), dan hitung jenis. Pemeriksaan ini harus dilakukan calon mempelai pria

dan wanita.

2. Pemeriksaan virus hepatitis B dengan pemeriksaan HbSAg dan virus

hepatitis C dengan pemeriksaan anti HCV.

3. Pemeriksaan TORCH (antigen G dari Toxoplasma, Rubella,

Cytomegalovirus) yang khusus untuk wanita. Identifikasi penyakit ini

penting agar setelah pernikahan cepat mendapatkan keturunan.

4. Pemeriksaan virus HIV dan Hepatitis C bagi para pengguna narkoba

khususnya jarum suntik.16

Namun, di Kecamatan Jatirejo ini pemeriksaan kesehatan lebih

diutamakan kepada calon mempelai laki saja. Hal ini dikarenakan,

laki-laki lebih berpotensi masuk kedalam dunia pergaulan bebas, dan hal-hal yang

semacamnya khususnya narkoba.

Tidak dipungkiri jika perempuan juga melakukan hal yang sama,

namun pihak KUA dan Puskesmas menyepakati bahwa pemeriksaan

kesehatan lebih diprioritaskan kepada calon mempelai laki-laki.

(19)

9

Alasan lainnya juga dikarenakan, pemeriksaan kesehatan lebih

ditujukan kepada orang yang diluar domisili Kecamatan Jatirejo. Apabila

calon pengantin laki-laki berasal dari satu Kecamatan, akan ditanya langsung

rekam medisnya.17

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditulis identifikasi

masalah sebagai berikut:

a. Sosialisasi pentingnya tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai

laki-laki.

b. Dampak tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai laki-laki.

c. Pelaksanaan tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai laki-laki di

Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo Kabupaten

Mojokerto.

d. Pengaruh pelaksanaan tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai

laki-laki di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo

Kabupaten Mojokerto.

(20)

10

2. Batasan Masalah

Dengan adanya suatu permasalahan di atas, maka untuk

memberikan arah yang jelas dalam penelitian ini penulis membatasi pada

masalah-masalah berikut ini:

a. Pelaksanaan tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai laki-laki di

Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo Kabupaten

Mojokerto.

b. Analisis mas}lah}ah mu@rsalah terhadap pelaksanaan tes kesehatan pra

nikah bagi calon mempelai laki-laki di Kantor Urusan Agama (KUA)

Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang yang ada di atas dapat ditarik sebuah

rumusan masalah, yaitu:

1. Bagaimana pelaksanaan tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai

laki-laki di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo Kabupaten

Mojokerto?

2. Bagaimana analisis mas}lah}ah mu@rsalah terhadap pelaksanaan tes

kesehatan pra nikah bagi calon mempelai laki-laki di Kantor Urusan

(21)

11

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian

yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga

terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan

pengulangan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada.18

Sejauh penelitian penulis terhadap karya-karya ilmiah berupa buku

maupun laporan penelitian, pembahasan tentang tes kesehatan pra nikah bagi

calon mempelai laki-laki, antara lain:

1. ‚Studi Terhadap Intruksi Bersama Direktur Jenderal Bimbingan

Masyarakat Islam dan Urusan Haji Departemen Agama dan Direktur

Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan

Pemukiman Departemen Kesehatan No. 02 Tahun 1989 Tentang

Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) Calon Pengantin‛19 oleh M. Hamam Al

Mahmud tahun 2014 yang menjelaskan tentang diperbolehkannya tes

kesehatan pra nikah. Hal ini sejalan dengan analisis hukum islam yang

digunakan yaitu Mas}lah}ah mu@rsalah. Dari analisis hukum yang terdapat

dalam skripsi ini semua factor sudah terpenuhi, namun hanya sebatas

anjuran.

18 Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya, 2016). 19 M. Hamam Al Mahmud, ‚Studi Terhadap Intruksi Bersama Direktur Jenderal Bimbingan

(22)

12

2. ‚Studi Hukum Islam Tentang Imunisasi TT (Tetanus Toksoid) sebagai

salah satu persyaratan administrasi nikah bagi calon pengantin (Studi

Kasus di KUA Kabupaten Nganjuk)‛20 oleh Siti Nur Hidayatus Shalikhah

tahun 2014 yang menjelaskan tentang pelaksanaan Imunisasi TT yang

berawal dari adanya intruksi oleh pemerintah mengenai pentingnya

imunisasi TT. Namun, di Kantor Urusan Agama tersebut imunisasi TT

sebagai salah satu syarat administrasi nikah masih belum berjalan

maksimal. Hal ini dikarenakan rendahnya kesadaran dan tanggungjawab

dari instansi dan masyarakat.

3. ‚Analisis al-Maslahah al-Mursalah terhadap tes kesehatan pra nikah

sebagai syarat administrasi dalam upaya pembentukan keluarga sakinah

di KUA Magersari Kota Mojokerto‛21 oleh Khabibatur Rahman tahun

2016 yang menjelaskan tentang pelaksanaan tes kesehatan pra nikah bagi

kedua calon pengantin sebagai syarat administrasi di KUA. Pelaksanaan

tes kesehatan berjalan tertib, dikarenakan pihak KUA akan menindak

tegas apabila salah satu persyaratan administrasi belum dilengkapi.

20Siti Nur Hidayatus Shalikhah, ‚Studi Hukum Islam Tentang Imunisasi TT (Tetanus Toksoid)

sebagai salah satu persyaratan administrasi nikah bagi calon pengantin (Studi Kasus di KUA Kabupaten Nganjuk)‛ (Skripsi—UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014)

21 Khabibatur Rahman, ‚Analisis al-Maslahah al-Mursalah TerhadapTes Kesehatan Pra Nikah

(23)

13

Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pada skripsi

yang pertama membahas tentang Undang-Undang Imunisasi Tetanus

Toksoid yang menjadi acuan dalam melakukan tes kesehatan pra nikah.

Dan menurut hukum Islam hal tersebut diperbolehkan.

Skripsi kedua membahas tentang pelaksanaan Imunisasi Tetanus

Toksoid sebagai salah satu syarat administrasi nikah di Kantor Urusan

Agama Kabupaten Nganjuk. Dalam skripsi ini menjelaskan bagaimana

pelaksanaan Imunisasi Tetanus Toksoid di Kantor Urusan Agama

dilakukan.

Skripsi ketiga membahas tentang pelaksanaan tes kesehatan pra

niah sebagai syarat administrasi dalam membentuk keluarga sakinah di

KUA Magersari Kota Mojokerto.

Dari ketiga skripsi yang sudah ada, sudah jelas perbedaannya dengan

penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Skripsi yang pertama

menjelaskan Undang-Undang yang berisi anjuran pelaksanaan Imunisasi TT

sebagai salah satu tes kesehatan yang sesuai dengan hukum Islam. Namun

belum terlaksana. Sedangkan skripsi yang kedua melihat tentang pelaksanaan

Imunisasi TT di tiga Kantor Urusan Agama namun belum berjalan maksimal

karena rendahnya kesadaran instansi atau lembaga dan masyarakatnya.

Skripsi ketiga membahas pelaksanaan tes kesehatan pra nikah sebagai syarat

(24)

14

Adapun penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yang berjudul

‚Analisis Mas}lah}ah Mu@rsalah Terhadap Pelaksanaan Tes Kesehatan Pra

Nikah Bagi Calon Mempelai Laki-Laki di Kantor Urusan Agama (KUA)

Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto‛ akan lebih memfokuskan pada

pelaksanaan tes kesehatan pra nikah pada calon mempelai laki-laki yang

sudah berjalan dengan menggunakan analisis Mas}lah}ah mu@rsalah.

E. Tujuan Penelitian

Setelah melihat dari rumusan masalah di atas, maka tujuan

diadakannya penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan tes kesehatan pra nikah bagi calon

mempelai laki-laki di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo

Kabupaten Mojokerto.

2. Untuk memahami dan menganalisis Mas}lah}ah mu@rsalah tentang

pelaksanaan tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai laki-laki di

(25)

15

F. Kegunaan Hasil Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi pelaksanaan

dan pengembangan ilmu pengetahuan tentang pentingnya tes kesehatan

pra nikah bagi calon mempelai laki-laki.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna bagi penerapan

pelaksanaan tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai laki-laki yang

tepat.

G. Definisi Operasional

Untuk mempermudah pemahaman terhadap istilah kunci dalam

penelitian ini, maka disini dijelaskan maknanya sebagai berikut:

1. Mas}lah}ah mu@rsalah adalah kemaslahatan yang diperoleh dari tujuan

pelaksanaan tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai laki-laki.

Sedangkan manfaat dari tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai

laki-laki adalah karena tidak ada nash atau dalil yang melarang atau

mewajibkan tes kesehatan pra nikah tersebut.

2. Tes kesehatan pra nikah adalah tes kesehatan fisik bagi calon mempelai

(26)

16

virus hepatitis B dan C, TORCH, dan pemeriksaan urin yang dilakukan

oleh dokter atau tenaga medis di Puskesmas Kecamatan Jatirejo.

H. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan yang datanya

ditemukan dari data-data lapangan sebagai objek penelitian untuk

memperoleh validitas, maka teknik pengumpulan data menjadi hal yang

penting. Disini penulis menggunakan metode deskriptif, supaya lebih

terperinci dan mudah di fahami maka penulis akan menjelaskan beberapa

metode antara lain sebagai berikut:

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakuan di Kantor Urusan Agama (KUA)

Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.

2. Obyek penelitian

Adapun yang menjadi obyek penelitian adalah masyarakat

Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto khususnya calon mempelai

laki-laki yang melaksanakan tes kesehatan, dokter, Pegawai Kantor Urusan

Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo dan tokoh masyarakat sebagai

informan.

(27)

17

Berdasarkan rumusan masalah seperti yang di kemukakan, maka

data yang dihimpun meliputi:

a. Data profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo

Kabupaten Mojokerto dan Puskesmas Kecamatan Jatirejo.

b. Pelaksanaan tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai laki-laki

yang meliputi:

1) Pemeriksaan pemeriksaan darah parifer lengkap,

2) Pemeriksan virus hepatitis B dan C,

3) Pemeriksaan TORCH, dan

4) Pemeriksaan urin

4. Sumber data

Penelitian ini adalah penelitian lapangan, maka sumber data yang

dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Responden adalah pelaksana utama yang melakukan tes kesehatan pra

nikah, yaitu calon mempelai laki-laki.

b. Informan yaitu Kepala KUA kecamatan Jatirejo dan Kepala

Koordinator Bidan Puskesmas Kecamatan Jatirejo.

c. Dokumen yaitu kumpulan data-data yang mendukung penelitian ini.

Yaitu berupa, form pendaftaran tes kesehatan pra nikah, rekam medis,

(28)

18

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Interview dilakukan kepada pihak-pihak yang berkaitan langsung

dengan pelaksanaan tes kesehatan pra nikah, yaitu:

1) M. Syaifullah, S. Ag selaku Kepala KUA Kecamatan Jatirejo

2) Arlik Septiningsing Amd, Keb selaku Kepala Koor Bidan

Puskesmas Kecamatan Jatirejo

3) Shopia Amd, Keb seorang bidan di Puskesmas Kecamatan Jatirejo

b. Dokumentasi

Dokumentasi yang terkumpul disini adalah:

1) Form pendaftaran tes kesehatan pra nikah

2) Rekam medis

3) Surat rekomendasi

4) Hasil tes kesehatan

6. Teknik Pengolahan Data

Setelah semua data yang diperlukan terkumpulkan, maka peneliti

menggunakan teknik-teknik berikut ini:22

a. Editing,

(29)

19

Yaitu pemeriksaan kembali dari data yang diperoleh terutama

dari segi kelengkapannya, kejelasan makna, keselarasan antara data

yang ada dan relevansi dengan penelitian.

b. Organizing

Yaitu dengan pengaturan dan penyusunan data yang di

peroleh, sehingga dapat menghasilakn bahan-bahan untuk

menentukan deskriptif.

7. Teknik Analisis Data

Adalah kegiatan untuk memanfaatkan data yang telah terkumpul

sehingga diperoleh suatu kebenaran dari sebuah hipotesis. Penelitian ini

adalah penelitian kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang

menghasilkan data-data deskriptif dari pengamatan atau sumber-sumber

tertulis. Maka data yang diperoleh baik primer maupun sekunder

menggunakan metode deskriptif, yaitu memaparkan serta menjelaskan

secara mendalam terhadap semua aspek yang berkaitan dengan masalah

penelitian.

Adapun pola pikir menggunakan logika induktif yaitu dengan cara

meneliti fakta pelaksanaan tes kesehatan sebagai langkah antisipasi

terhadap sesuatu yang akan timbul dikemudian hari yang tidak diharapkan

oleh kedua belah pihak. Dan data hasil penelitian tersebut kemudian

(30)

20

tentang pelaksanaan tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai laki-laki

di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo Kabupaten

Mojokerto.

I. Sistematika Pembahasan

Dalam menyusun penulisan skripsi ini, penulis membagi pembahasan

ke dalam beberapa Bab berikut:

Bab Pertama, berisi tentang Pedahuluan skripsi, meliputi latar

belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasioanl,

metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua, berisi landasan teori yang menjelaskan mengenai

mas}lah}ah mu@rsalah dalam pelaksanaan Hukum Islam yang meliputi

pengertian, macam-macam mas}lah}ah mu@rsalah, dan urgensi mas}lah}ah

mu@rsalah dalam pelaksanaan Hukum Islam.

Bab Ketiga, adalah Data Penelitian. Bab ini membahas tentang profil

Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto,

yang meliputi, struktur organisasi, visi misi, tugas-tugas KUA Jatirejo, dan

sekilas pernikahan di KUA Jatirejo. Kemudian membahas pelaksaanaan tes

kesehatan sebagai persyaratan pendaftaran nikah di KUA Jatirejo yang

(31)

21

oleh Dinas Kesehatan. Dan pembahasan terakhir dalam bab ini adalah urgensi

tes kesehatan bagi calon mempelai laki-laki yang di dalamnya meliputi

kemaslahatan tes kesehatan dan dampak tes kesehatan.

Bab Keempat adalah analisis. Bab ini merupakan bab inti dari

penyusunan skripsi tentang analisis Mas}lah}ah mu@rsalah terhadap pelaksanaan

tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai laki-laki di Kantor Urusan

Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.

Bab Kelima adalah penutup. Bab penutup ini terdiri dari dua sub bab,

yaitu Kesimpulan dan Saran. Pada sub bab Kesimpulan akan dipaparkan

beberapa kesimpulan tentang hasil analisis penulis terhadap seluruh materi

yang dipaparkan dalam skripsi ini termasuk didalamnya analisis Mas}lah}ah

mu@rsalah tentang tes kesehatan pra nikah bagi calon mempelai laki-laki di

Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.

Sedangkan pada sub bab Saran akan disampaikan beberapa saran dari penulis

(32)

BAB II

KONSEP MAS{LAH{AH MU@RSALAH DALAM

ISLAM

A. Pengertian Mas{lah{ah Mu@rsalah

1. Definisi Mas{lah{ah Mu@rsalah

Kata mas{lah{ah merupakan bentuk masdar dari kata s{alah{a dan

saluha, yang secara etimologi berarti manfaat, faedah, patut.1 Kata

mas{lah{ah dan manfa’ah telah di Indonesiakan menjadi ‚maslahat‛ dan

‚manfaat‛ yang berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan, faedah,

guna. Dari beberapa arti tersebut dapat diambil sesuatu pemahaman

bahwa setiap sesuatu yang mengandung kebaikan di dalamnya, baik

untuk memperoleh kemanfaatan, kebaikan, maupun menolak

kemad{aaratan, maka semua itu disebut dengan mas{lah{ah.2 Adapun

pengertian mas{lah{ah secara terminologi, ada beberapa pendapat dari para

ulama’, diantara lain:

a. Al-Khawarizmi, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mas{lah{ah

adalah memelihara tujuan syara’ dengan cara menghindarkan

kemafsadahan dari manusia. Dari pengertian tersebut beliau

1 Asnawi, Perbandingan Ushul Fiqh, (Jakarta: Amrah: 2011), 128.

2 Abbas Arfan, Geneologi Pluralitas Madzhab dalam Hukum Islam, (Malang: UIN-Malang Pres,

(33)

23

memandang mas{lah{ah hanya dari satu sisi, yaitu menghindarkan

mafsadat semata, padahal kemaslahatan mempunyai sisi lain yang

justru lebih penting, yaitu meraih manfaat.3

b. Menurut Muhammad Said Ramadan al-Buhti, sebagaimana dikutip

dari kitab Dawa>bit al-Mas{lah{ah fi-shyari>ah al-Isla>miyah al-Mas{lah{ah

adalah sesuatu yang bermanfaat yang dimaksud al-Syari (Allah dan

Rasul-Nya) untuk kepentingan hamba-Nya, baik dalam menjaga

agama, jiwa, akal, keturunan dan harta mereka, sesuai dengan urutan

tertentu yang terdapat dalam kategori pemeliharaan tersebut.4

c. Imam Ghazali mengemukakan bahwa mas{lah{ah pada dasarnya adalah

sesuatu gambaran dari meraih manfaat atau menghindarkan dalam

mad{arat (mafsadat). Yang dimaksud Imam Ghazali manfaat dalam

pengertian syara’ ialah memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan

harta benda. Dengan demikian yang dimaksud dengan mafsadah

adalah sesuatau yang merusak dari salah satu diantara lima hal yang

disebutkan dengan istilah al-Maqa>s{id al-Syari’ah menurut al-Syatibi.5

d. Menurut Muhammad Tahir Ibnu ‘Asyur sebagaimana yang dikutip

oleh Kemal Muhtar bahwasanya ketentuan-ketentuan/ hukum baru

yang berhubungan dengan peristiwa atau masalah-masalah yang baru,

3 Dahlan, Tamrin, Filsafat Hukum Islam, (Malang: UIN-Malang Pres, 2007), 116. 4 Ibid., 116.

(34)

24

dapat ditetapkan berdasarkan dalil mas{lah}ah karena adanya

alasan-alasan berikut ini:6

1) Hukum itu dapat mewujudkan kebaikan masyarakat, dengan

adanya hukum itu dapat ditegakkan kebaikan masyarakat dengan

sebaik baiknya.

2) Hukum itu dapat menolak atau menghindarkan kerusakan dan

kerugian bagi manusia baik terhadap individu maupun

masyarakat.

3) Hukum itu harus dapat menutup pintu-pintu yang mengarah pada

perbuatan terlarang. Ada suatu perbuatan yang pada hakikatnya

boleh dikerjakan, namun jika perbutan itu ketika dikerjakan akan

membuka pintu kemad{aratan maka hal ini termasuk perbuatan

terlarang.

Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa mas{lah{ah

merupakan tujuan dari adanya syari’at Islam, yakni memelihara agama,

memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara kehormatan, serta

memelihara harta.

6 Kemal Muhtar, Mas{lah{ah sebagai dalil Penetapan hukum islam dalam M. Amin Abdullah,

(35)

25

2. Teori Mas{lah{ah Mu@rsalah

Definisi mas{lah{ah mu@rsalah menurut bahasa, kata mas{lah{ah

berasal dari Bahasa Arab dan telah dibakukan ke dalam Bahasa Indonesia

menjadi kata maslahah, yang berarti mendatangkan kebaikan atau yang

membawa kemanfaatan dan menolak kerusakan.7 Menurut bahasa aslinya

kata maslahah berasal dari kata salahu, yasluhu, salahan, احاص, ح صي, ح ص

artinya sesuatu yang baik, patut, dan bermanfaat.8 Sedang kata mu@rsalah

artinya terlepas bebas, tidak terikat dengan dalil agama (Qur’an dan

al-Hadits) yang membolehkan atau yang melarangnya.9

Menurut Abdul Wahab Khallaf, mas{lah{ah mu@rsalah adalah

mas{lah{ah di mana syari’ tidak mensyari’atkan hukum untuk mewujudkan

mas{lah{ah, juga tidak terdapat dalil yang menunjukkan atas pengakuannya

atau pembatalannya.10

Sedangkan menurut Muhammad Abu Zahra, definisi mas{lah{ah

mu@rsalah adalah segala kemaslahatan yang sejalan dengan tujuan-tujuan

syari’ (dalam mensyari’atkan hukum Islam) dan kepadanya tidak ada dalil

khusus yang menunjukkan tentang diakuinya atau tidaknya.11

7 Munawar Kholil, Kembali Kepada al-Quran dan as-Sunnah, (Semarang: Bulan Bintang, 1955), 43. 8 Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah dan

Penafsir al-Qur’an, 1973), 219.

9 Munawar Kholil, Kembali Kepada al-Quran dan as-Sunnah…, 45.

10 Abdullah Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Noer Iskandar al-Bansany, Kaidah-kaidah Hukum

Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Cet-8, 2002), 123.

(36)

26

Dengan definisi tentang mas{lah{ah mu@rsalah di atas, jika dilihat

dari segi redaksi nampak adanya perbedaan, tetapi dilihat dari segi isi

pada hakikatnya ada satu kesamaan yang mendasar, yaitu menetapkan

hukum dalam hal-hal yang sama sekali tidak disebutkan dalam al-Qur-an

maupun al-Sunnah, dengan pertimbangan untuk kemaslahatan atau

kepentingan hidup manusia yang bersendikan pada asas menarik manfaat

dan menghindari kerusakan.

3. Landasan Hukum Mas}lah}ah Mu@rsalah

Sumber asal dari metode mas}lah}ah mu@rsalah adalah diambil dari

al-Qur’an maupun al-Sunnah yang banyak jumlahnya, seperti pada

ayatayat berikut:

Artinya: ‚Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat

bagi orang-orang yang beriman‛. (QS. Yunus: 57)12

b. QS. Yunus: 58

(37)

27

Artinya: ‚Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka Artinya: ‚Mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah:

‚Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana‛.

(QS. Al-Baqarah: 220)14

Sedangkan nas}h dari al-Sunnah yang dipakai landasan dalam

mengistimbatkan hukum dengan metode mas}lah}ah mu@rsalah adalah

Hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Ibn Majjah yang

berarti:15 ‚Muhammad Ibn Yahya bercerita kepada kami, bahwa Abdur

Razzaq bercerita kepada kita, dari Jabir al-Jufiyyi dari Ikrimah, dari Ibn Abbas: Rasulullah SAW bersabda, tidak boleh membuat mazdarat (bahaya) pada dirinya dan tidak boleh pula membuat mazdarat pada orang lain‛. (HR. Ibn Majjah).

13 Ibid., 659.

14 Departemen Agama RI, AL-Qur’an dan Terjemahannya…, 59.

(38)

28

Atas dasar al-Qur’an dan al-Sunnah di atas maka menurut Syaih

Izzuddin bin Abdul Salam dalam menerapkan akidah fiqh, setidaknya ada

tiga hal yang perlu diperhatikan penggunanya.16

a. Kehati-hatian dalam penggunaannya.

b. Ketelitian dalam masalah-masalah yang ada diluar kaidah yang

digunakan.

c. Memperhatikan sejauh mana kaidah yang digunakan berhubungan

dengan kaidah-kaidah yang lain yang mempunyai ruang lingkup yang

luas.

Sehubungan dengan ketiga hal diatas maka, dibawa ini

merupakanm kaidah-kaidah tentang mas{lah{ah mu@rsalah.

a. ‚Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik

kemaslahatan‛17

b. ِحِلاَصَمْلا ِبْ َجىَ َع ّدَق م ْدِسا َفَمْلا ء ْرَد

b. ‚Meraih kemaslahatan dan menolak kemud{aratan‛18

بْ َج

c. ‚Tidak memud{aratkan dan tidak dimud{aratkan‛

َل

16 Jalaluddin al-Suyuti, Al-Asbahwa al-Nazdo’ir, (Semarang: Maktabah Usaha Keluarga, 1987), 31. 17 Yahya Khusnan Mansur, Ulasan Nadhom Qowa>id Fiqhiyyah Al Fara>id Al Bahiyyah,

(Tambakberas Jombang: Pustaka Al-Muhibbin, 2009), 88.

(39)

29

ر َرّضَلا لا َز ي

Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa perhatian syara’ terhadap

larangan lebih besar daripada perhatian syara’ terhadap apa-apa yang

diperhatikan. Apabila dalam suatu perkara terlihat adanya manfaat,

namun didalamnya juga terdapat mafsadah, maka haruslah didahulukan

menghilangkan mafsadah atau kerusakan, karena kerusakan dapat meluas

dan menjalar kemana-mana, sehingga mengakibatkan kerusakan yang

lebih besar.

4. Syarat-syarat Mas}lah{ah Mu@rsalah

Mas{lah{ah mu@rsalah sebagai metode hukum yang

mempertimbangkan adanya kemanfaatan yang mempunyai akses secara

umum dan kepentingan tidak terbatas, tidak terikat. Dengan kata lain

mas{lah{ah mu@rsalah merupakan kepentingan yang diputuskan bebas,

namun tetap terikat pada konsep syari’ah yang mendasar. Karena syari’ah

sendiri ditunjuk untuk memberikan kemanfaatan kepada masyarakat

secara umum dan berfungsi untuk memberikan kemanfaatan dan

mencegah kemad{aaratan (kerusakan).

(40)

30

Kemudian mengenai ruang lingkup berlakunya mas{lah{ah mu@rsalah

dibagi atas tiga bagian yaitu:20

a. Mas}lah{ah Daruriyah, (kepentingan-kepentingan yang esensi dalam

kehidupan) seperti memelihara agama, memelihara jiwa, akal,

keturunan, dan harta.

b. Mas{lah{ah Hajjiyah, (kepentingan-kepentingan esensial dibawah

derajatnya mas{lah{ah daruriyyah), namun diperlukan dalam kehidupan

manusia agar tidak mengalami kesukaran dan kesempitan yang jika

tidak terpenuhi akan mengakibatkan kerusakan dalam kehidupan,

hanya saja akan mengakibatkan kesempitan dan kesukaran baginya.

c. Mas{lah{ah Tahsiniyah, (kepentingan-kepentingan pelengkap) yang jika

tidak terpenuhi maka tidak akan mengakibatkan kesempitan dalam

kehidupannya, sebab ia tidak begitu membutuhkannya, hanya sebagai

pelengkap atau hiasan hidupnya.

Untuk menjaga kemurnian metode mas{lah{ah mu@rsalah sebagai

landasan hukum Islam, maka harus mempunyai dua dimensi penting,

yaitu sisi pertama harus tunduk dan sesuai dengan apa yang terkandung

dalam nash (al-Qur’an dan al-Hadits) baik secara tekstual atau

kontekstual. Sisi kedua harus mempertimbangkan adanya kebutuhan

manusia yang selalu berkembang sesuai zamannya.

(41)

31

Kedua sisi ini harus menjadi pertimbangan yang secara cermat

dalam pembentukan hukum Islam, karena bila dua sisi di atas tidak

berlaku secara seimbang, maka dalam hasil istinbath hukumnya akan

menjadi sangat kaku disatu sisi dan terlalu mengikuti hawa nafsu disisi

lain. Sehingga dalam hal ini perlu adanya syarat dan standar yang benar

dalam menggunakan mas{lah{ah mu@rsalah baik secara metodologi atau

aplikasinya.

Adapun syarat mas{lah{ah mu@rsalah sebagai dasar legislasi hukum

Islam sangat banyak pandangan ulama, diantaranya adalah:

a. Menurut Al-Syatibi

Ma}slah}ah mu@rsalah dapat dijadikan sebagai landasan hukum bila:

1) Kemaslahatan sesuai dengan prinsip-prinsip apa yang ada dalam

ketentuan syari’ yang secara ushul dan furu’nya tidak

bertentangan dengan nas{h.

2) Kemaslahatan hanya dapat dikhususkan dan diaplikasikan dalam

bidang-bidang sosial (mu’amalah) di mana dalam bidang ini

menerima terhadap rasionalitas dibandingkan dengan bidang

ibadah. Karena dalam mu’amalah tidak diatur secara rinci dalam

nas{h.

3) Hasil mas{lahah merupakan pemeliharaan terhadap aspek-aspek

(42)

32

sebagai langkah untuk menghilangkan kesulitan dalam berbagai

aspek kehidupan, terutama dalam masalah-masalah sosial

kemasyarakatan.21

Artinya: dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu[993], dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka

dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan

berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong (QS. Al-Hajj: 78).

b. Menurut Abdul Wahab Khallaf

Mas{lah{ah mu@rsalah dapat dijadikan sebagai legislasi hukum

Islam bila memenuhi syarat yang diantaranya adalah:

1) Berupa mas{lah{ah yang sebenarnya (secara haqiqi) bukan mas{lah{ah

yang sifatnya dugaan, tetapi yang berdasarkan penelitian,

(43)

33

hatian dan pembahasan mendalam serta benar-benar menarik

manfa’at dan menolak kerusakan.

2) Berupa mas{lah{ah yang bersifat umum, bukan untuk kepentingan

perorangan, tetapi untuk orang banyak.

3) Tidak bertentangan dengan hukum yang telah ditetapkan oleh

nas{h (al-Qur’an dan al-Hadits) serta ijma’ ulama.23

c. Menurut Al-Ghozali

Mas{lah{ah mu@rsalah dapat dijadikan sebagai landasan hukum

bila:

1) Mas{lah{ah mu@rsalah aplikasinya sesuai dengan ketentuan syara’.

2) Mas{lah{ah mu@rsalah tidak bertentangan dengan ketentuann nash

syara’ (al-Qur’an dan al-Hadits).

3) Mas{lah{ah mu@rsalah adalah sebagai tindakan yang dzaruri atau

suatu kebutuhan yang mendesak sebagai kepentingan umum

masyarakat.24

d. Menurut Jumhurul Ulama

23 Abdullah Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Noer Iskandar al-Bansany, Kiadah-kaidah Hukum

Islam…, 125.

(44)

34

Menurut Jumhurul Ulama bahwa mas{lah{ah mursalah dapat

sebagai sumber legislasi hukum Islam bila memenuhi syarat sebagai

berikut:

1) Mas{lah{ah tersebut haruslah ‚mas{lah{ah yang haqiqi‛ bukan hanya

yang berdasarkan prasangka merupakan kemaslahatan yang nyata.

Artinya bahwa membina hukum berdasarkan kemaslahatan yang

benar-benar dapat membawa kemanfaatan dan menolak

kemad{aaratan. Akan tetapi kalau hanya sekadar prasangka adanya

kemanfaatan atau prasangka adanya penolakan terhadap

kemad{aaratan, maka pembinaan hukum semacam itu adalah

berdasarkan wahm (prasangka) saja dan tidak berdasarkan syari’at

yang benar.

2) Kemaslahatan tersebut merupakan kemaslahatan yang umum,

bukan kemaslahatan yang khusus baik untuk perseorangan atau

kelompok tertentu, dikarenakan kemaslahatan tersebut harus bisa

dimanfaatkan oleh orang banyak dan dapat menolak

kemad{aaratan terhadap orang banyak pula.

3) Kemaslahatan tersebut tidak bertentangan dengan kemaslahatan

yang terdapat dalm al-Qur’an dan al-Hadits baik secara dzahir

atau batin. Oleh karena itu tidak dianggap suatu kemaslahatan

(45)

35

laki-laki dengan perempuan dalam pembagian waris, walau

penyamaan pembagian tersebut berdalil kesamaan dalam

pembagian.25

Dari ketentuan di atas dapat dirumuskan bahwa mas{lah{ah

mu@rsalah dapat dijadikan sebagai landasan hukum serta dapat

diaplikasikan dalam tindakan sehari-hari bila telah memenuhi syarat

sebagai tersebut di atas, dan ditambahkan mas{lah{ah tersebut merupakan

kemaslahatan yang nyata, tidak sebatas kemaslahatan yang sifatnya

masih prasangka, yang sekiranya dapat menarik suatu kemanfaatan dan

menolak kemudaratan. Sehingga mas{lah{ah tersebut mengandung

kemanfa’atan secara umum dengan mempunyai akses secara menyeluruh

dan tidak melenceng dari tujuan-tujuan yang dikandung dalam al-Qur’an

dan al-Hadits.

5. Pendapat Para Imam Madzhab tentang Mas{lah{ah Mu@rsalah

Jumhur Ulama bersepakat bahwa mas{lah{ah mu@rsalah merupakan

asas yang baik bagi dibentuknya hukum-hukum Islam. Hanya saja jumhur

Hanafiyah dan Syafi’iyyah mensyaratkan tentang mas{lah{ah ini,

hendaknya ia dimasukkan di bawah qiyas, yaitu sekiranya terdapat

hukum ashal yang dapat diqiyaskan kepadanya dan juga terdapat illat

(46)

36

mundhabith (tepat). Sehingga dalam hubungan hukum itu terdapat

tempat untuk merealisir kemaslahatan.

Berdasarkan pemahaman ini mereka berpegang pada

kemaslahatan yang dibenarkan syara’, tetapi mereka lebih leluasa dalam

mengganggap mas{lah{ah yang dibenarkan syara’ ini, karena luasnya

mereka dalam soal pengakuan syari’ (Allah) terdapat illat sebagai tempat

bergantungnya hukum, yang merealisir kemaslahatan. Sebab hampir tidak

ada mas{lah{ah al-mu@rsalah yang tidak ada dalil yang mengakui

kebenarannya.26

Adapun golongan Malikiyyah dan Hanabilah, mereka banyak

membentuk hukum berdasarkan mas{lah{ah semata, tanpa memasukkan

kedalam qiyas. Menurut Imam Malik, untuk menetapkan dalil ini, ia

mengajukan tiga syarat dalam mas{lah{ah yang dijadikan dasar

pembentukan hukum, yaitu:

Pertama, bahwa kasus yang dihadapi haruslah termasuk bidang

mu’amalah, sehingga kepentingan yang terlihat didalamnya dapat dinilai

berdasarkan penalaran kasus tersebut tidaklah boleh menyangkut segi

ibadat. Kedua, bahwa kepentingan tersebut mestilah sesuai dengan jiwa

syari’ah dan tidak boleh bertentangan dengan salah satu sumber hukum di

dalamnya. Ketiga, bahwa kepentingan tersebut haruslah berupa hal-hal

(47)

37

yang pokok dan darurat, bukan yang bersifat penyempurna (kemewahan).

Hal-hal pokok tersebut mencakup tindakan memelihara agama,

jiwa/kehidupan, akal, keturunan, dan kekayaan. Hal-hal yang darurat

berhubungan dengan usaha untuk memperbaiki kehidupan, sedangkan

hal-hal penyempurna bersifat “hiasan dan tambahan”.27

Sebenarnya, dalam masalah ini, empat imam madzhab mengakui

apa yang disebut mas{lah{ah. Hanya saja jumhur ulama Hanafiyah dan

Syafi’iyah berupaya memasukkan mas{lah{ah ke dalam qiyas. Mereka

dalam masalah ini keras, demi memelihara hukum dan berhati-hati dalam

soal pembentukan hukum. Adapun golongan Malikiyah dan Hanabiyah,

mereka menjadikannya sebagai dalil yang berdiri sendiri dengan nama

mas{lah{ah mu@rsalah.

B. Macam-macam Mas{lah{ah Mu@rsalah

Pembagian Mas{lah{ah dapat ditinjau dari beberapa segi antara lain,

mas}lah}ah berdasarkan tingkat kebutuhannya, mas{lah{ah berdasarkan ada atau

tidak syariat Islam dalam penetapannya.

1. Mas{lah{ah berdasarkan tingkat kebutuhannya

Mas{lah{ah berdasarkan tingkat kebutuhannya sebagaimana

merujuk kepada pendapat al-Syatibi dalam menjaga lima tujuan pokok

(48)

38

syari’at (Maqa>s{id Syari’ah ), maka al-Syatibi membaginya kepada tiga

kategori dan tingkat kekuatan kebutuhan akan mas{lah{ah, yakni:

a. Mas{lah{ah D{aru>riyah (kemas{lah{atan primer) adalah kemaslahatan

yang berhubungan dengan kebutuhan pokok umat manusia di dunia

dan di akhirat. Kemaslahatan ini, terdiri atas lima yaitu: memeilahara

agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan,

dan memelihara harta. Kelima dari kemas{lah{atan ini disebut dengan

mas{a>lih khamsah.

b. Mas{lah{ah Hajiyyah (kemas{lah{atan sekunder) adalah sesuatu yang

diperoleh oleh seseorang untuk memudahkan dalam menjalani hidup

dan menghilangkan kesulitan dalam rangka memelihara lima unsur di

atas, jika tidak tercapai manusia akan mengalami kesulitan seperti

adanya ketentuan ruksh{ah (keringanan) dalam ibadah.

c. Mas{lah{ah Tahsiniyah (kemas{lah{atan tersier) adalah memelihara

kelima unsur pokok dengan cara meraih dan menetapkan hal-hal yang

pantas dan layak dari kebiasaan kebiasaan hidup yang baik, serta

menghindarkan sesuatu yang dipandang sebaliknya oleh akal.28

2. Mas{lah{ah bedasarkan segi kandungannya

Bila ditinjau dari segi kandungan, jumhur ulama’ membagi

mas{lah{ah kepada dua tingkatan yakni:

(49)

39

a. Mas{lah{ah ‘Ammah (mas{lah{ah umum) yang berkaitan dengan

kepentingan orang banyak. Kemaslahatan umum itu tidak berarti

untuk kepentingan semua orang, tetapi bisa berbentuk kepentingan

mayoritas umat atau kebanyakan umat. Misalnya, para ulama

membolehkan membunuh penyebar bid’ah yang dapat merusak aqidah

umat, karena menyangkut kepentingan orang banyak.29

b. Mas{lah{ah Kha>ssah (mas{lah{ah khusus/pribadi), yang terkait dengan

orang-orang tertentu. Seperti adanya kemaslahatan bagi sesorang istri

agar hakim menetapkan keputusan fasah{ karena suami dinyatakan

hilang.30

3. Mas}lah{ah dilihat dari segi keberadaan Mas}lah{ah menurut syara’

Sedangkan mas}lah{ah dilihat dari segi keberadaan mas}lah{ah

menurut syara’, menurut Muhammad Mustafah Syatibi dibagi menjadi

tiga, yaitu:

a. Mas{lah{ah Mu’tabarah yaitu mas{lah{ah yang secara tegas diakui oleh

syariat dan telah ditetapkan ketentuan-ketentuan hukum untuk

merealisasikannya. Misalnya:

1) Agama bagi seseorang merupakan fitrah, pemerintah dalam

menerapkan tujuan syariat yang bersifat d{aruriyah ini harus

29 Narun Haroen, Ushul Fiqih 1, (Jakarta: Logos, 1996), 116.

(50)

40

melindungi agama bagi setiap warga negaranya. Dalam

keberagaman Islam selalu mengembangkan tasammuh (toleransi)

terhadap pemeluk agama lain.31

2) Perlindungan terhadap jiwa, hikmah keberadaan syariah dengan

aturannya melindungi jiwa manusia agar terhindar dari kezaliman

orang lain,32 dalam firman Allah surat al-Isra’ ayat 33:



Artinya: ‚Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan)

yang benar.33

3) Keberadaan syariah ialah melindungi akal pikiran supaya ia tetap

sehat dan berfungsi dengan baik. Segala perkara yang dapat

merusak kesehatan akal harus segera disingkirkan.34

Sebagaimana dalam firman Allah surat al-Maida>h ayat 91:



Artinya: ‚Sesungguhnya syaitan itu bermaksud

hendakmenimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan

31 A. Rahmat Rosyadidan Rais Ahmad, Formulasi Syariat Islam dalam Prespektif Tata Hukum

Indonesia, (Bogor: Ghalila Indonesia, 2006), 47.

32 Hamzah Ya’kub, Pengantar Ilmu Syariah Hukum Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 1995), 48. 33 Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahan, 285.

34 Zainuddin Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

(51)

41

menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)‛.35

4) Perlindungan terhadap kehormatan manusia, karena manusia

adalah mahkluk mulia, kehormatannya senantiasa dijaga dan

dilindungi oleh syariah.36 Ayat firman Allah dalam surat al-Isra’

Artinya: ‚Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak

Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihanyang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.‛37

5) Perlindungan terhadap harta, untuk menjaga harta agar tidak

beralih tangan secara tidak sah, atau dirusak orang, syariat Islam

telah mengaturnya. Misalnya, Islam membolehkan manusia

melakukan berbagai transaksi dalam muamalah.38 Sebagaimana

dijelaskan dalam firman Allah surat an-Nis>a’ ayat 29:

35 Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahan, 123. 36Hamzah Ya’kub, Pengantar Ilmu Syariah (Hukum Islam), 46. 37 Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahan, 47.

(52)

Artinya: ‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu.‛39

b. Mas{lah{ah Mulgha> merupakan sesuatu yang dianggap mas{lah{ah oleh

akal pikiran tetapi dianggap palsu karena kenyataannya bertentangan

dengan ketentuan syariat. Misalnya penambahan harta melalui riba>

dianggap mas{lah{ah.40 Ketetapan seperti itu bertentangan dengan nas{s{

al-Quran dalam surat al-Baqarah ayat 275:



berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,

(53)

43

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah

penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.41

c. Mas{lah{ah Mu@rsalah adalah mas{lah{ah yang secara eksplisit tidak ada

satu dalil pun baik yang mengakuinya maupun yang menolaknya.

Secara lebih tegas mas{lah{ah mu@rsalah ini termasuk jenis mas{lah{ah

yang didiamkan oleh nash. Menurut Abdul Karim Zizan menyatakan

bahwa yang dimaksud mas{lah{ah mu@rsalah ialah: ‚Mas{lah{ah yang

tidak disebutkan oleh nash baik penolakannya maupun

pengakuannya.‛42

Dengan demikian mas{lah{ah mu@rsalah merupakan maslahat yang

sejalan dengan tujuan syara’ yang dapat dijadikan dasar pijakan dalam

mewujudkan kebaikan yang dihajatkan oleh manusia agar terhindar dari

kemad{aaratan.

C. Urgensi Mas{lah{ah Mu@rsalah Dalam Pelaksanaan Hukum Islam

Menurut para ulama us}u>l sebagian ulama menggunakan istilah

mas{lah{ah mu@rsalah itu dengan kata al-muna>sib al-mursal. Ada pula yang

menggunakan al-istis}la>h} dan ada pula yang menggunakan istilah al-istidla>l

(54)

44

al-mursal. Istilah-istilah tersebut walaupun tampak berbeda namun memiliki

satu tujuan, masing-masing mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Setiap

hukum yang didirikan atas mas{lah{ah dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu:

1. Melihat mas{lah{ah yang terdapat pada kasus yang dipersoalkan. Misalnya

pembuatan akta nikah sebagai pelengkap administrasi akad nikah di masa

sekarang. Akta nikah tersebut memiliki kemaslahatan. Akan tetapi,

kemaslahatan tersebut tidak didasarkan pada dalil yang menunjukkan

pentingnya pembuatan akta nikah tersebut. Kemaslahatan ditinjau dari

sisi ini disebut mas{lah{ah mu@rsalah.

2. Melihat sifat yang sesuai dengan tujuan syara’ (al-was}f al-muna>sib) yang

mengharuskan adanya suatu ketentuan hukum agar tercipta suatu

kemaslahatan. Misalnya surat akta nikah tersebut mengandung sifat yang

sesuai dengan tujuan lain syara’, untuk menjaga status antara keturunan.

Akan tetapi sifat kesesuaian ini tidak ditunjukkan oleh dalil khusus.

Inilah yang dinamakan al-muna>sib al-mursal.

3. Melihat proses penetapan hukum terhadap suatu mas{lah{ah yang

ditunjukkan oleh dalil khusus. Dalam hal ini adalah penetapan suatu

(55)

45

Proses seperti ini dinamakan istis}la>h (menggali dan menetapkan suatu

mas{lah{ah).43

(56)

BAB III

PELAKSANAAN TES KESEHATAN PRA NIKAH BAGI CALON MEMPELAI LAKI-LAKI DI KANTOR URUSAN AGAMA (KUA)

KECAMATAN JATIREJO KABUPATEN MOJOKERTO

A. Profil Kantor Urusan Agama Kecamatan Jatirejo

Secara definitif Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan

sebagaimana dijabarkan dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 517

Tahun 2001 dan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 477 Tahun 2004

adalah instansi Kementerian Agama yang mempunyai tugas melaksanakan

sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota di bidang

Bimbingan Masyarakat Islam dalam wilayah Kecamatan.

Oleh karena itu, Kantor Urusan Agama Kecamatan berkedudukan di

wilayah kecamatan dan bertanggungjawab kepada Kepala Kantor

Departemen Agama Kabupaten/Kota yang di koordinasi oleh Kepala Seksi

Urusan Agama Islam / Bimas Islam / Bimas dan Kelembagaan Agama Islam

dan dipimpin oleh seorang Kepala. Sehingga tugas pokok KUA Kecamatan

adalah melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama

Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah Kecamatan.1

(57)

47

Berpijak pada kedudukan dan tugas pokok tersebut, maka KUA

Kecamatan Jatirejo berkedudukan dalam wilayah Kecamatan Jatirejo Kab.

Mojokerto dan menjalankan sebagian tugas Kepala Kemenag. Kab.

Monjokerto di bidang Urusan Agama Islam.

1. Tugas dn Fungsi KUA2

Tugas Kantor Urusan Agama adalah sebagai berikut:

a. Meningkatnya Pelayanan Prima dan Profesional dalam Pencatatan Nikah dan

Rujuk;

b. Terbangunnya sistem pengelolaan Masjid, Zakat, Wakaf, dan Ibsos yang

Profesional;

c. Meningkatnya Pembinaan Keluarga Sakinah dan pemberdayaan Masyarakat;

dan

d. Meningkatnya kualitas pelayanan dan pembinaan Produk Pangan

Halal dan kemitraan Ummat.

Sedangkan fungsi Kantor Urusan Agama Kecamatan adalah sebagai

berikut:

a. Menyelenggarakan statistik dan dokumentasi.

b. Menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan,

pengetikan dan rumah tangga Kantor Urusan Agama Kecamatan.

(58)

48

c. Melaksanakan pencatatan nikah dan rujuk, mengurus dan membina

masjid, zakat, wakaf, baitul maal dan ibadah social, kependududkan

dan pengembangan keluarga sakinah.

2. Struktur Organisasi Kantor Urusan Agama3

a. Nama : Muhammad Syaifullah. S.Ag

NIP : 197405201998031002

Tempat / tgl lahir : Mojokerto, 20-05-1974

Pangkat / Golongan : Penata Tk.I/ III-d

Jabatan : Kepala Kantor Urusan Agama Kec. Jatirejo

Alamat : Ds. Sumolawang Kec.Puri Kab. Mojokerto

b. Nama : Juma’in, S.Ag

NIP : 197703132002121004

Tempat/tgl. Lahir : Mojokerto,13-03-1977

Pangkat/Golongan : Penata Tk.I/III-d

Jabatan : Penghulu

Alamat : Ds. Trowulan Kec. Trowulan Kab. Mojokerto

c. Nama : Arif Febriyanto

NIP : 198202132009101001

Tempat/Tgl lahir : Jombang, 13 Pebruari 1982

Pangkat/Golongan : Penata /III-a

(59)

49

Jabatan : Staf

Alamat : Ds. Penompo Kec.Jetis Kab.Mojokerto

d. N a m a : Ummu Rosidah

Tempat tgl lahir : Mojokerto. 09 Desember 1989

Jabatan : Honorer

Alamat : Ds. Kenanten Kec. Puri Kab. Mojokerto

e. Nama : Umi Habibatus Rosi

Tempat/Tgl lahir : Mojokerto, 27 April 1994

Jabatan : Honorer

Alamat : Ds.Domas Kec. Trowulan Kab. Mojokerto

3. Visi dan Misi Kantor Urusan Agama4

Visi Kantor Urusan Agama Kecamatan Jatirejo “Terwujudnya

Pelayanan Prima dan Profesional dalam Melayani Umat di Bidang

Keagamaan Di Wilayah Kecamatan Jatirejo Kab Mojokerto”.

Dengan visi KUA Kecamatan Jatirejo yang demikian luas

penjabarannya, maka diperlukan suatu kerangka konseptual yang

sistematis dan tersinergikan diantara berbagai komponen yang hendak

dicapai dalam visi tersebut. Kerangka konseptual tersebut

terimplementasikan dalam suatu misi KUA Kecamatan Jatirejo yaitu :

(60)

50

a. Peningkatan pelayanan prima dan profesional dalam pencatatan nikah

dan rujuk.

b. Pengembangan manajemen dan pendayagunaan masjid, zakat,

wakaf, baitul mal dan ibadah sosial.

c. Peningkatan pembinaan keluarga sakinah dan pemberdayaan

masyarakat.

d. Peningkatan pelayanan dan pembinaan produk pangan halal,

kemitraan ummat dan hisab rukyat.

4. Sekilas Pernikahan di KUA Jatirejo5

Tabel 3.1

Data Pernikahan di KUA Kecamatan Jatirejo

No Bulan Keterangan Tempat Nikah Jumlah

KUA Rumah

Tercantum didalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992

dan Garis-garis besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1998, mengamanatkan

5 Ibid.,

(61)

51

bahwa pelayanan Kesehatan yang bermutu dan merata harus makin

ditingkatkan.

Puskesmas merupakan ujung tombak dalam memberikan pelayan

kesehatan masyarakat dan sekaligus unit terdepan dalam pembanguan

kesehatan kearah tercapainya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, diselenggarakan upaya

pembangunan yang berkesinambungan dalam rangkaian program

pembangunan yang menyeluruh, terarah dan terpadu. Sebagaimana

pembangunan Nasional adalah membangun manusia Indonesia yang maju,

adil dan makmur berdasarkan Pancasila maka pembangunan Kesehatan

adalah bagian terpadu dari pembangunan Nasional tersebut.

Sebagai unit fungsional, puskesmas mempunyai 3 fungsi yaitu

sebagai pusat pembangunan yang berwawasan kesehatan, sebagai pusat

pembinaan peran serta masyarakat dan sebagai pusat pelayanan kesehatan

tingkat pertama yang bertanggung jawab atas wilayah kerja yang ditetapkan.

Puskesmas Jatirejo berdiri tahun 1959, dengan luas wilayah kerja ±

32.978 Km2 ( tidak termasuk luas hutan negara ) yang terbagi dalam 58

dusun didalam 19 desa.

1. Visi, Misi dan MottoPuskesmas Jatirejo7

Visi

(62)

52

Terwujudnya masyarakat Jatirejo Mandiri dalam hidup sehat

Misi

a. Mendorong Terwujudnya Kemandirian Masyarakat Untuk Hidup

Sehat

b. Mewujudkan, Memelihara Dan Meningkatkan Pelayanan Kesehatan

Yang Bermutu, Merata, Dan Terjangkau

c. Meningkatkan Upaya Pengendalian Penyakit Dan Penanggulangan

Masalah Kesehatan

d. Meningkatkan Dan Mendayagunakan Sumber Daya Kesehatan.

MOTTO

“ KESEMBUHAN ANDA KEBAHAGIAAN KAMI “

2. Tujuan Puskesmas Jatirejo8

Mendukung tercapainya pembangunan kesehatan nasional yaitu

dengan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

di Kecamatan Jatirejo guna menuju Jatirejo Sehat dengan indikator :

a. Semakin menurunkan angka kematian anak dan Ibu melahirkan.

b. Tersedianya Sarana dan Prasarana kesehatan yang memadai.

3. Sasaran Puskesmas Jatirejo

a. Meningkatkan kemandirian masyarakat untuk memelihara dan

memperbaiki keadaan kesehatannya

(63)

53

b. Meningkatkan kemampuan masyarakat menjangkau pelayanan

kesehatan yang bermutu, efektif dan efisien

c. Terciptanya lingkungan fisik dan sosial yang sehat

4. Data Ketenagaan Puskesmas Jatirejo9

Jumlah tenaga yang ada di Puskesmas Jatirejo sebanyak 71 orang yang

terdiri dari :

a. Kepala Puskesmas/Dokter Umum 1 Orang

b. Dokter umum 2 orang (sukwan)

c. Dokter Spesilas Gigi 1 orang

d. Bidan 22 + 2 orang bidan PTT + 2 sukwan

e. Perawat 10 orang + 5 perawat sukwan+ 8 Perawat Ponkesdes

f. Perawat gigi 1 orang

g. Sanitarian 1 orang

h. Tata Usaha 3 orang

i. Tenaga Laboratorium 1 orang + 1 sukwan

j. Tenaga di Gudang Obat 2 orang + 1 asisten Apoteker (sukwan)

k. Tenaga Gizi 1 orang.

Gambar

Tabel 3.1 Data Pernikahan di KUA Kecamatan Jatirejo

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi n-heksan ekstrak metanol daun sosor bebek mempunyai aktivitas terhadap bakteri Gram positif tetapi tidak pada Gram negatif.. Fraksi

Teori dasar komunikasi visual yang digunakan dalam animasi ini adalah Edgar Dale’s cone of learning yang menjelaskan bahwa manusia masih dapat mengingat 50% dari apa yang

Dalam kaitan ini, maka studi tafsir al-Qur’a>n tidak lepas dari metode, yakni suatu cara yang teratur dan terpikir dengan baik untuk mencapai pemahaman yang benar

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji gambaran letak saraf radialis, ulnaris, medianus, dan juga muskulokutaneus terhadap arteri aksilaris di aksila dengan menggunakan

Berdasarkan penelitian pe- ngembangan yang telah dilakukan, dihasilkan suatu perangkat pembelajar- an sains berupa silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Beban yang bekerja pada struktur seperti beban mati (dead load), beban hidup (live load), beban gempa (earthquake), dan beban angin (wind load) menjadi bahan

dalam konsentrasi yang sama tidak pelarutan fosfat yang setara dengan penjumlahan aktivitas kedua efek sinergis, namun menunjukkan pelarutan P sedikit lebih