• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYIMPANAN SPORA T. asperellum T 13 dana. niger A 1 DALAM BAHAN PEMBAWA PADAT DAN CAIR ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYIMPANAN SPORA T. asperellum T 13 dana. niger A 1 DALAM BAHAN PEMBAWA PADAT DAN CAIR ABSTRAK"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PENYIMPANAN SPORA T. asperellum T

13

danA. niger

A

1

DALAM BAHAN PEMBAWA PADAT DAN CAIR

ABSTRAK

Sebelas bahan pembawa padat dan lima bahan pembawa cair telah diuji untuk menentukan bahan pembawa terbaikbagi spora kapangT. asperellum T13 dan A. niger A1selama masa penyimpanan 42 hari. Bahan pembawa terbaik untuk T. asperellum T13 adalah kompos yang menyebabkan laju penurunan viabilitas67,50% dan CMC 0,5% dan NaCl 0,85% (82,14%). Sedangkan untuk A. niger A1 adalah serbuk sabut kelapa dengan laju penurunan viabilitas sebesar 1,04% dan 33,33 % dalam gliserol 10%. Pengujian aktivitas enzim kitinase T. asperellum T13, A. niger A1 dan gabungan kedua kapangselama 5 minggu penyimpanan (berturut-turut 2,35; 2,33; 3,43 U/mL.mn)tidak menunjukkan penurunan aktivitas yang nyata dibandingkan dengan aktivitas awal (berturut-turut 2,61;2,19;3,18 U/mL.mn). Aktivitas pelarutan fosfat (P) selama 5 minggu penyimpanan memberikan profil beragam, T. asperellum T13 cenderung stabil kecuali pada metan, A. niger A1 menunjukkan respon penurunan aktivitas pelarutan P, kecuali pada zeolit, sementara kombinasi kedua kapang tidak menunjukkan efek sinergis pelarutan P. Metan dan serbuk sabut kelapa menunjukkan aktivitas pelarutan P tidak berbeda nyata terhadap penyimpanan, sementara kompos dan zeolit menunjukkan perbedaan nyata. Respon beragam yang timbul kemungkinan disebabkan oleh penggunaan fosfat terlarut oleh kapang dalam metabolismenya, dan juga kemungkinan pengkelatan kembali fosfat terlarut oleh kation lain dalam media yang memiliki afinitas tinggi yang dapat berlangsung berulang kali. Selain itu, dapat disimpulkan bahwa pH media berkorelasi negatif nyata terhadap pelarutan fosfat. Secara umum dapat dikatakan bahwa penyimpanan selama 5 minggu tidak mengakibatkan penurunan aktivitas kitinase maupun pelarutan P kedua kapang uji secara nyata.

Kata kunci : Aspergillus niger, Trichoderma asperellum, viabilitas spora,

aktivitas kitinase, pelarutan fosfat.

PENDAHULUAN

Penyimpanan merupakan tahap akhir produksi fungisida dan pupuk hayati dan memerlukan perhatian khusus pada bahan pembawa yang digunakan untuk menyimpan inokulum spora. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah kadar air, pH, habitat yang sesuai, nutrisi untuk metabolisme minimal spora

(2)

selama masa penyimpanan dan suhu. Selain itu, bahanpembawa harus tersedia melimpah, mudah diperoleh dan murah.

Ada beberapa metode penyimpanan spora di antaranya metode pengeringan, cair dan padat.Selain itu, viabilitas dan potensi spora harus tetap tinggi, seperti dikatakan oleh Hermanet al. (1991), penyimpanan harus memenuhi syarat-syarat yang mendukung kualitas inokulum. Limbah organik seperti kompos, serbuk sabut kelapa, dedak, kascing dan bahan mineral alam seperti zeolit dapat digunakan sebagai bahan pembawa karena tersedia secara melimpah. Selain itu, untuk kemudahan penyimpanan dan transportasi, bentuk cair dapat digunakan (Kolombet et al. 2008), dengan bahan pembawa mengandung sumber C dan cairan yang sesuai dengan osmolaritas sel untuk menjaga spora dari kerusakan.

Odebode (2006) melaporkan bahwa Trichoderma sp. mampu menghasilkan berbagai metabolit yang memiliki aktivitas anti kapang patogen tanaman. Papavivas (1985) menyatakan bahwa penghambatan kapang dapat dilakukan oleh antibiotik atau enzim spesifik yang diproduksi untuk menghancurkan dinding sel seperti ekso/endo glukanase, selobiase dan kitinase. Kitinase merupakan enzim yang diinduksi oleh kitin, sehingga kitin harus ada dalam media.Kitin sebagai substrat kitinase akan menghasilkan produk N-asetil glukosamin (NAG).Dalam penelitian ini, diamati pengaruh lama penyimpanan terhadap aktivitas kitinase yang dihasilkan oleh ketiga inokulum dalam media kitin koloidal.

Pandey et al. (2008) melaporkan banyaknya hasil-hasil penelitian pelarutan fosfat oleh Aspergillus dan Penicillium.Keterbatasan fosfat tersedia dalam tanah diakibatkan adanya ikatan antara anion fosfat dan elemen lain yang membentuk kompleks larut seperti besi (FePO4) atau aluminum (AlPO4) pada tanah masam dan kalsium fosfat [Ca3(PO4)2] pada tanah alkalin (Deubel & Merbach 2005). Pelarutan fosfat oleh kapang dan bakteri banyak dimanfaatkan dalam pemupukan hayati(Richardson et al. 2009). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap aktivitas pelarutan fosfat yang dihasilkan oleh ketiga inokulum dalam media Pikovskaya cair.

(3)

BAHAN DAN METODE

Percobaan terdiri dari empat kegiatan, yaitu (i) penentuan stabilitas kadar air bahan pembawa, (ii) optimasi bahan pembawa inokulum, (iii) analisis aktivitas enzim kitinase selama masa penyimpanan, dan (iv) analisis aktivitas pelarutan fosfat selama masa penyimpanan. Pengujian terhadap kualitas inokulum dilakukan selama enam minggu. Pengujian yang dilakukan terdiri atas pengujian viabilitas spora hingga minggu ke 6 dari kesebelas jenis media padat dan lima jenis media cair sehingga diperoleh enam titik pengujian, aktivitas kitinase dan kemampuan melarutkan fosfat terikat. Aktivitas kitinase dan pelarutan fosfat dilakukan menggunakan empat bahan pembawa padat sebagai media penyimpanan spora kapangT. asperellum T13, A. niger A1 dan kedua kombinasi kapang selama 35 hari masa penyimpanan.

PenentuanStabilitas Kadar Air Bahan Pembawa

Percobaan dilakukan untuk menentukan stabilitas kadar air media sebelum dan setelah perlakuan pra-inokulasi. Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode pengeringan dalam oven 95oC, ditimbang setiap hari, sampai berat konstan dan kadar air dihitung berdasarkan berat basah media awal yang ditetapkan yaitu 10 g. Perlakuan pra-inokulasi terdiri dari autoklaf 121oC, selama 1 jam, lalu proses sterilisasi diulangi 24 jam kemudian selama 20 menit, dikeringanginkan dalam biosafety dan diukur kadar airnya (Lampiran 2).

OptimasiBahan Pembawa Inokulum

Percobaan dilakukan untuk memperoleh jenis bahan pembawa terbaik yang memenuhi syarat : (i) spora tidak memperbanyak diri selama masa penyimpanan, (ii) mudah diperoleh dan diperbanyak untuk aplikasi kebun, (iii) pertimbangan ekonomis harga bahan pembawa yang murah (Lampiran 10). Berdasarkan tujuan tersebut disusun suatu percobaan untuk mengeksplorasi bahan pembawa terbaik. Data hasil pengukuran peubah pengamatan selanjutnya dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Anova). Apabila terdapat faktor

(4)

yang memberikan pengaruh nyata (Fhitung>Ftabel ), maka dilanjutkan dengan uji Duncan pada selang kepercayaan 95% untuk menguji beda antar perlakuan.

Percobaan dibagi menjadi dua,yaitu (i) seleksi bahan pembawa padat, dan (ii)seleksi bahan pembawa cair yang disusun secara faktorial berdasarkan rancangan lingkungan acak lengkap (RAL).

Seleksi Bahan Pembawa Padat

Jenis media yang diuji terdiri atas bahan pembawa padat dengan 11 taraf (kompos, kascing, pasir Malang, zeolit, beras merah, dedak, media tanam, serbuk sabut kelapa, milet, beras menir dan jagung). Perlakuan diulang tiga kali.

Peubah yang diamati adalah jumlah spora. Di akhir minggu keenam, dihitung penurunan viabilitas spora dengan cara membandingan jumlah spk dengan spk pada waktu inokulasi. Sebanyak 1 mL suspensi spora diinokulasikan ke dalam kantong plastik berisi 10 g media yang telah disterilisasi dalam autoklaf selama 1 jam, 121oC dan sterilisasi diulang keesokan harinya selama 20 menit. Bahan pembawa hasil inokulasi disimpan pada suhu ruang selama enam minggu dengan enam waktu pengambilan contoh, yaitu minggu ke 0, 2, 3, 4, 5 dan 6 (Lampiran 18). Data hasil pengukuran peubah pengamatan selanjutnya dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Anova).

Seleksi Bahan Pembawa Cair

Jenis media yang diuji terdiri dari gliserol 10%, gliserol 5%, CMC 0,5%, NaCl 0,85% dan akuades dengan enam waktu pengamatan minggu ke 0, 2, 3, 4, 5 dan 6. Penurunan viabilitas spora dihitung dengan membandingkan jumlah spk minggu ke 6 dengan spk pada waktu inokulasi.Sebanyak 500 µL suspensi spora diinokulasikan ke dalam 4.500µL bahan pembawa dalam tabung ulir. Tabung disimpan dalam lemari pendingin 4oC.

Penghitungan spora dilakukan dengan menambahkan 95 mL NaCl 0,85% ke dalam botol selai berisi bahan inokulum dalam bahan pembawa. Suspensi spora digoyang selama 15 menit dengan kecepatan 150 rpm. Sebanyak 1 mL suspensi dituang ke dalam cawan Petri, ditambahkan media PDB agar, dan

(5)

diinkubasikan dalam inkubator 28oC selama 3x24 jam. Jumlah spora dihitung menggunakan colony counter (Lampiran 19).

Percobaan disusun berdasarkan rancangan Acak Lengkap (RAL), masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan peubah yang diamati adalah jumlah spora, lalu dihitung spk/mL.

Analisis Aktivitas Enzim Kitinasedan Pelarutan Fosfat Selama Penyimpanan

Pengaruh lama penyimpanan terhadap aktivitas kitinase dan pelarutan fosfat dianalisis dengan cara membandingkan banyaknya unit enzim kitinase dan fosfat terlarut yang diproduksi pada masa penyimpanan 5 minggu terhadapjumlah unit enzim sebelum disimpan dalam bahan pembawa atau minggu ke nol.

Perlakuan disusun secara faktorial berdasarkan rancangan lingkungan acak lengkap (RAL) dengan tiga faktor, yaitu (i) jenis kapang dengan tigataraf, yaitu T. asperellum T13, A. niger A1 dan kedua kapang (ii) faktor jenis bahan pembawa, yaitu bahan pembawa padat dengan empat taraf yaitu kompos, zeolit, media tanam dan serbuk sabut kelapa, dan (iii) faktor lama penyimpanan 0 dan 5 minggu. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali.

Inokulum dalam kantong plastik, dibuat menjadi suspensi spora dengan menambahkan 100 mL larutan NaCl 0,85%, dikocok selama 15 menit dengan kecepatan 150 rpm. Peubah yang diukur, yaitu aktivitas enzim kitinase dan kemampuan melarutkan fosfat pada 0,2,3,4 dan5 minggu penyimpanan.

Penurunan aktivitas dibandingkan dengan aktivitas pada awal percobaan atau minggu ke nol. Data hasil pengukuran peubah pengamatan selanjutnya dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Anova). Apabila terdapat faktor yang memberikan pengaruh nyata (Fhitung>Ftabel ), maka dilanjutkan dengan uji Duncan pada selang kepercayaan 95% untuk menguji beda antar perlakuan.

Analisis Aktivitas Enzim Kitinase Selama Masa Penyimpanan

Untuk mengetahui aktivitas enzim kitinase oleh kapang pada masing-masing bahan pembawa pada 0, dan 5 minggu, maka 200 µL suspensi diinokulasikan ke dalam 5 mL media kitin koloidal yang ditumbuhkan selama 6 hari, yang merupakan aktivitas tertinggi untuk kitinase kapang, berdasarkan uji di

(6)

laboratorium Sinarmas sebelumnya (Gambar 18). Pada hari ke 6 dilakukan pengambilan sampel dan pengukuran aktivitas kitinase yang diukur berdasarkan jumlah produk penguraian kitin (NAG) dan kandungan protein, serta dihitung aktivitas spesifik kitinase (Lampiran 20 dan 21).

AnalisisAktivitas Pelarutan Fosfat Selama Masa Penyimpanan

Penyimpanan inokulum dalam bahan pembawa dilakukan selama lima minggu. Pengambilan contoh inokulum pada empat media uji yaitu kompos, zeolit, serbuk sabut kelapa dan media tanam dilakukan pada minggu ke 0 dan 6. Inokulum dalam kantong plastik, dibuat menjadi suspensi spora dengan menambahkan 100 mL larutan NaCl 0,85%, dikocok selama 15 menit dengan kecepatan 150 rpm (Lampiran 14). Peubah yang diukur adalah aktivitas pelarutan fosfat pada 0 dan 5 minggu penyimpanan. Penurunan aktivitas dibandingkan dengan aktivitas pada awal percobaan.

Untuk mengetahui aktivitas pelarutan fosfat oleh kapang pada masing-masing bahan pembawa pada 2,4,5,6,7 dan 8 hari, dilakukan dengan pembuatan suspensi spora dari bahan pembawa yang diinokulasi awal percobaan. Sebanyak200 µL suspensi diinokulasikan ke dalam 10 mL media Pikovskaya dalam tabung reaksi. Contoh diambil pada waktu-waktu yang telah ditentukan tersebut, tabung disentrifus pada kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit, dan diukur fosfat terlarut dan fosfat total diukur dari tabung tanpa sentrifugasi.

Sebanyak 10 mL media Pikovskaya dalam tabung reaksi diinokulasi dengan 200 µL suspensi spora T. asperellum T13, 200 µL suspensi spora A. nigerA1, dan 200 µL kedua kapang. Media yang telah diinokulasi diinkubasi di atas mesin pengocok dengan kecepatan 120 rpm, pada suhu ruang selama delapan hari.Pada hari ke delapan sampel diambiluntuk pengukuran fosfat total (tanpa sentrifugasi), dan disentrifugasi pada 10.000 rpm selama 5 menit untuk mengukur fosfat terlarut dalam supernatant (Lampiran 22). Pengukuran fosfat dilakukan dengan alat ICP-OES (Lampiran 4 dan 8).

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Stabilitas Kadar Air Bahan Pembawa

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jenis substrat, lama penyimpanan dan interaksi antara jenis substrat dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap perubahan viabilitas spora pada bahan pembawa.Di samping itu, lama penyimpanan mengakibatkan kadar air di dalam bahan cenderung meningkat.

Peningkatan kadar air terjadi karena adanya metabolisme mikroba yang menghasilkan air. Kadar air inokulum kapang yang memiliki struktur miselium rapat akan lebih tinggi dibandingkan dengan miselium yang jarang, dikarenakan miselium dapat mengikat air. Hal ini berpengaruh terhadap kadar air selama masa penyimpanan, kapang dengan miselium rapat akan lebih stabil viabilitasnya karena kemampuannya dalam mempertahankan kadar air lingkungannya.

Bahan pembawa yang berfungsi sebagai substratnya juga mempengaruhi kadar air selama masa penyimpanan. Bahan yang bersifat higroskopis, cenderung lebih cepat menyerap uap air bila dibandingkan dengan bahan yang tidak mempunyai sifat higroskopis. Pada bahan-bahan pembawa dengan sifat higroskopis sama, kadar air selama masa penyimpanan hanya ditentukan oleh struktur miselium kapang. Di samping itu, peningkatan kadar air selama masa penyimpanan dapat juga diakibatkan oleh adanya penetrasi uap air dari lingkungan yang masuk ke dalam bahan pembawa. Kenaikan air dapat dicegah dengan menyimpan pada tempat yang cenderung kering, yaitu pada ruangan terang dan dengan berpendingin 26oC, serta pengemasan menggunakan polietilen rangkap dua yang tahan terhadap uap air dari luar. Sacharow dan Griffin (1970) melaporkan bahwa plastik kemasan polietilen mempunyai daya proteksi yang baik terhadap uap airakan tetapi kurang baik terhadap gas-gas yang lain seperti oksigen.

Inokulum kering bersifat higroskopis sehingga mudah menyerap uap air yang ada di udara. Semakin rendah kadar air inokulum dibandingkan dengan kadar air ruangan penyimpanan, mengakibatkan semakin banyak uap air yang terserap masuk ke dalam bahan untuk menyeimbangkan kelembaban di dalam

(8)

bahan dengan kelembaban yang ada di luar kemasan

dalam bahan dengan lingkungan di luar dapat mengakibatkan terjadinya penetrasi uap air ke dalam bahan.

Pengukuran kadar air kesebelas

setelah perlakuan pra-inokulasi, yaitu sterilisasi biosafety cabinetmenghasilkan

kadar air yaitu media sumber karbohidrat seperti dan jagung, (ii) dengan penurunan kadar air

awal yang tinggi seperti kompos, kascing, serbuk sabut kelapa dan media tanam dan (iii) dengan kadar air stabil, terdapat pada zeolit dan pasir Malang (Gambar 15).

Gambar 15 Profil pengaruh perlakuan pra media.Keterangan:

menurun setelah perlakuan pra

bijian cenderung meningkat dan kadar air awal pasir Malang dan zeolit yang sangat rendah cenderung

Viabilitas Spora dan Bahan Pembawa Terbaik

Hasil analisis ragam viabilitas spora menunjukkan bahwa jenis bahan pembawa, lama penyimpanan dan interaksi antara jenis bahan pembawa dengan lama penyimpanan berpengaruh n

tidak dapat tumbuh di dalam bahan inokulum yang sudah dikeringkan. keadaan nutrisi yang optimum,

apabila terjadi kekeringan, dapat merupakan faktor pembat

bahan dengan kelembaban yang ada di luar kemasan.Perbedaan kelembaban di dalam bahan dengan lingkungan di luar dapat mengakibatkan terjadinya penetrasi

kesebelas media padat bahan pembawa sebelum dan inokulasi, yaitu sterilisasi dua kali dan kering angin dalam menghasilkantiga pengelompokan media (i)dengan peningkatan dia sumber karbohidrat seperti beras, beras menir, milet, dedak penurunan kadar air, yaitu pada media dengan kadar air awal yang tinggi seperti kompos, kascing, serbuk sabut kelapa dan media tanam

dengan kadar air stabil, terdapat pada zeolit dan pasir Malang (Gambar

Profil pengaruh perlakuan pra-inokulasi terhadap kadar air

: kadar air awal yang tinggi dari media organik cenderung menurun setelah perlakuan pra-inokulasi, sedangkan kadar air dari media biji bijian cenderung meningkat dan kadar air awal pasir Malang dan zeolit yang sangat rendah cenderung stabil setelah diberi perlakuan pra-inokulasi.

dan Bahan Pembawa Terbaik

Hasil analisis ragam viabilitas spora menunjukkan bahwa jenis bahan pembawa, lama penyimpanan dan interaksi antara jenis bahan pembawa dengan engaruh nyata terhadap viabilitas spora. Spora kapang tidak dapat tumbuh di dalam bahan inokulum yang sudah dikeringkan. D keadaan nutrisi yang optimum, kapang membiak dengan cepat sekali, namun apabila terjadi kekeringan, dapat merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan erbedaan kelembaban di dalam bahan dengan lingkungan di luar dapat mengakibatkan terjadinya penetrasi

belum dan dalam peningkatan beras, beras menir, milet, dedak dengan kadar air awal yang tinggi seperti kompos, kascing, serbuk sabut kelapa dan media tanam, dengan kadar air stabil, terdapat pada zeolit dan pasir Malang (Gambar

kadar air awal yang tinggi dari media organik cenderung kadar air dari media biji-bijian cenderung meningkat dan kadar air awal pasir Malang dan zeolit yang

Hasil analisis ragam viabilitas spora menunjukkan bahwa jenis bahan pembawa, lama penyimpanan dan interaksi antara jenis bahan pembawa dengan kapang

Dalam membiak dengan cepat sekali, namun as bagi pertumbuhan

(9)

kapang. Hal ini menjadikan jumlah spora kapang dalam bahan pembawa kering tidak meningkat, namun spora akan meningkat selama penyimpanan apabila bahan pembawa memiliki kadar air tertentu.

Spora kapang merupakan bentuk germinasi dari kapang yang merupakan alat untuk bereproduksi pada kapang secara aseksual. Spora untuk setiap kapang memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk dapat bertahan hidup pada setiap media yang digunakan. Hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan jumlah spora yang bertahan pada setiap media selama masa penyimpanan.

Perbedaan pertumbuhan spora juga dapat diakibatkan adanya faktor kematangan spora pada saat proses pembuatan inokulum. Spora kapang selama mengalami periode dorman melakukan penyempurnaan proses pematangan. Apabila spora tersebut telah matang maka periode dorman digunakan sebagai periode istirahat sebelum germinasi. Hal ini mengakibatkan spora yang sudah matang akan lebih cepat berkecambahapabila dibandingkan dengan spora yang belum cukup matang. Spora yang belum cukup matang akan melakukan penyempurnaan kematangannya dengan menambah waktu dormannya. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya perbedaan jumlah spora yang dihasilkan oleh setiap kapang terhadap media bahan pembawa inokulum yang digunakan.

Spora yang telah matang juga memiliki kelebihan apabila dibandingkan dengan spora yang belum matang.Menurut Ilyas (2007)secara morfologis dan fisiologis spora yang sudah matang akan memiliki ketahanan yang lebih terhadap perubahan kondisi lingkungan. Hal ini mengakibatkan perubahan viabilitas spora bagi spora yang viabilitas awalnya lebih tinggi akan dapat bertahan lama apabila dibandingkan dengan yang viabilitas awalnya rendah.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jenis kapang berpengaruh terhadap perubahan parameter viabilitas spora pada inokulum selama masa penyimpanan.Tampak bahwa umumnya viabilitas spora pada kedua jenis kapang mengalami penurunan. Namun terjadi jugapeningkatan spora pada bahan pembawa padat A. niger A1. Penurunan viabilitas spora disebabkan adanya perubahan komponen nutrisi di dalam substrat serta adanya kondisi lingkungan yang mempengaruhi inokulum tersebut.

(10)

Menurunnya kemampuan spora untuk bergerminasi disebabkanoleh kondisi lingkungan yang tidak sesuai. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba terdiri atas perubahan kadar air oksigen, suhu, pH, menurunnya kandungan nutrien serta adanya komponen anti mikroba di dalam bahan. Hal ini menyebabkan semakin lama inokulum disimpan, semakin berkurang jumlah spora yang ada di dalam inokulum tersebut. Peningkatan jumlah spora seperti dijelaskan sebelumnya dapat disebabkan oleh ketersediaan nutrisi yang melimpah, kadar air dan tingkat kematangan spora.

Hasil pengamatan viabilitas spora selama 6 minggu penyimpanan T. asperellum T13menunjukkan lama penyimpanan inokulum spora dalam berbagai substrat berdampak pada penurunan viabilitas. Pada substrat padat penurunan viabilitas terendah, 67,50% adalah penyimpanan dalam kompos, sedangkan tertinggi adalah pada bahan mineral pasir Malang sebesar 95,60% (Tabel 17). Pada substrat cair, penurunan spora T. asperellumT13 tidak berbeda nyata untuk lima bahan yang diuji. Dua bahan dengan penurunan spora terendah yang sama yaitu 82,14% terjadi pada CMC 0,5% dan NaCl 0,85%(Tabel 19).

Berdasarkan data hasil pengamatan viabilitas spora selama 6 minggu penyimpanan A. niger A1 terjadi penurunan spora, terutama dalam bahan pembawa cair, dan sebagian peningkatan spora pada bahan pembawa padat. Data pengamatan pada bahan pembawa padat menunjukkan fluktuasi spora, dari peningkatan sampai 555,20% pada dedak hingga penurunan hingga 94,79% pada pasir Malang(Tabel 18), sementara bahan pembawa cair terbaik adalah gliserol 10 % dengan penurunan viabilitas 33,33% (Tabel 19).

Kedua bahan pembawa jenis anorganik, pasir Malang dan zeolit menunjukkan sifat pembawa yang terburuk bagi penyimpanan kedua kapang. Kadar air yang sangat rendah, dan miskinnya sumber karbon organik (0,32 dan 4,24%) dan elemen esensial bagi pertumbuhan mikroba (P, K, Ca, B, Cl dan N) tidak mendukung metabolisme minimum spora yang disimpan dalam kedua bahan pembawa tersebut.

Spora T. asperellum diketahui mudah beradaptasi dengan lingkungannya, meskipun dalam cekaman salinitas dan kekeringan karena memiliki sistem adaptasi dengan menghasilkan gula trehalosa tinggi di saat cekaman dan

(11)

menghasilkan hormon berupa asam absisat dan giberelat, namun sifat melekat (sticky) spora pada substratnya memerlukan tempat untuk menempelkan sporanya. Substrat dengan kandungan lemak akan menyulitkan perbanyakan sporanya.

Media hasil metabolisme organisme seperti kompos, kascing dan media tanam yang komposisinya telah dicampur dengan kotoran hewan yang dikomposkan menunjukkan daya simpan yang lebih baik bagi kapanguji, yang didukung rendahnya kandungan lemak, karena merupakan sisa metabolisme dari organisme hidup sebelumnya, baik oleh kapang, bakteri maupun cacing. Disamping itu, ketiga media memiliki pH netral yang sesuai dengan pertumbuhan optimum kapangTrichoderma sp. pada umumnya, kandungan mineral yang relatif sama. Kompos menghasilkan viabilitas tertinggi diakibatkan oleh kandungan unsur C dan N yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan lain, sementara viabilitas pada kascing sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan media tanam, diakibatkan oleh sumber C yang lebih tinggi.

Data hasil penurunan spora pada bahan pembawa cair yang disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 4oC menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata di antara kelima bahan, namun dengan kisaran penurunan yang tinggi, yaitu antara 82,14% - 86,90% (Tabel 17).

Tabel 17 Penurunan spora T. asperellumT13dalam bahan pembawa padat selama 42 hari penyimpanan

Media Lama Penyimpanan (hari)

Penurunan Spora (%) 7 14 21 28 42 Jumlah spora (107spk/mL) Beras menir 14,17 11,50 9,00 9,67 8,33 90,80 Beras merah 15,50 16,50 12,00 15,00 14,33 84,20 Dedak 8,17 11,50 8,80 7,83 5,00 91,20 Jagung 9,67 12,00 9,67 7,50 10,17 82,20 Milet 12,00 13,75 12,80 12,83 13,67 84,90

Media tanam 14,83 14,00 11,00 tbud 18,33 79,80 Pasir Malang 8,67 10,17 2,50 7,33 2,50 95,60 Serbuk sabut kelapa 12,83 11,33 9,50 11,00 12,33 86,40

Zeolit 10,83 13,00 6,17 9,50 6,50 92,80

Kascing 13,00 14,67 10,67 tbud 12,17 78,70

Kompos tbud 13,67 tbud tbud 18,50 67,50

Keterangan:Penurunan jumlah spora dalam %. Jumlah spora awal 5,7 x 108spk/mL untuk media kascing,

kompos, pasir Malang dan dedak.Untuk lainnya 9,08 x 108 spk/mL . tbud: tidak dapat

(12)

Kelima media memberikan pengaruh yang sama terhadap viabilitas spora T. asperellum T13, dengan nilai terendah pada akuades. Hal ini diakibatkan tidak tersedianya sumber nutrisi, terutama sumber C, dibandingkan dengan CMC dan gliserol. Media larutan fisiologis NaCl 0,85% yang mengandung ion Na+ memberikan viabilitas yang sama dengan media CMC 0,5% yang mengandung sumber C. Ion Na+ berperan dalam menjaga tekanan osmotik membran spora, sehingga tidak mudah lisis oleh lingkungannya. KapangA. niger memerlukan kondisi tumbuh pada pH sedikit masam, yaitu kisaran 5,0-5,5. Spora A. niger merupakan spora lepas yang mudah diterbangkan oleh angin, dan mudah tumbuh dibanyak tempat yang berkadar air tinggi.

Jenis bahan pembawa memberikan pengaruh nyata terhadap viabilitas spora T. asperellumT13 dan A. niger A1 dikarenakan rasio C/N. Bahan dengan kandungan C berupa serat kasar tinggi dan lemak rendah akan memberikan viabilitas yang tinggi. N yang rendah memberi kemungkinan tidak bertumbuhnya spora selama penyimpanan. Jumlah spora yang rendah pada bahan pembawa T. asperellum T13, seperti dedak, beras merah, beras menir, jagung dan milet salah satunya disebabkan oleh kandungan lemak yang tinggi yang menghambat pertumbuhan bagi mikroba dan mempengaruhi jumlah sel spora mikroba tersebut.

Minyak diperlukan dalam formulasi media, namun minyak yang berlebihan akan menutupi media yang menghambat pembentukan sel mikroba. Hal ini mengakibatkan media inokulum berbasis biji-bijian seperti padi, jagung dan milet menghasilkan spora yang rendah untuk T. asperellum yang memerlukan matriks untuk menempel.Sedangkan untuk pertumbuhan spora A. niger yang lepas, lapisan minyak tidak menjadikan hambatan, dan spora tumbuh banyak selama penyimpanan karena tersedianya nutrisi baik C, N dan mineral lainnya.

Dedak yang merupakan limbah pertanian hasil pengolahan beras masih memiliki banyak kandungan nutrisi yang tersisa dan bahkan lebih dilengkapi dengan mineral, sebagai akibat dari proses pengolahan beras, dimana mineral-mineral penting banyak yang terkikis dan tertinggal dalam dedak, sehingga menjadikan dedak sebagai media tumbuh yang terbaik bagi A. niger selama masa penyimpanan, yaitu 555,20% dibandingkan spora awal saat inokulasi bahan pembawa (Tabel 18).

(13)

Tabel 18 Penurunan spora A. niger A1dalam bahan pembawa padat selama 42 hari penyimpanan

Media Lama Penyimpanan (hari)

Penurunan Spora (%) 7 14 21 28 42 Jumlah spora (107spk/mL) Beras menir 39,67 50,00 60,00 65,50 60,50 -278,10 Beras merah 28,00 61,00 81,67 53,67 71,17 -344,80 Dedak 83,50 99,50 101,50 104,00 104,83 -555,20 Jagung 30,50 73,67 77,00 51,00 83,33 -420,80 Milet 79,33 90,50 79,00 70,67 81,67 -410,40 Media tanam 9,17 12,83 17,33 14,50 7,33 54,17 Pasir Malang 6,00 3,50 2,83 3,00 0,83 94,79 Serbuk sabut kelapa 5,17 21,83 10,17 11,17 15,83 1,04

Zeolit 7,83 5,00 15,67 2,17 4,00 75,00

Kascing 13,67 18,17 15,17 14,50 8,17 48,96

Kompos 12,17 18,50 16,83 24,00 27,17 -69,79 Keterangan: Jumlah spora dalam 107spk/mL. Jumlah spora awal 1,6 x 108spk/mL.

Kandungan serat kasar di dalam media dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan kapang. Serat kasar mengandung komponen karbohidrat kompleks yang hanya dapat dicerna oleh mikroba, terutama jenis kapang. Kandungan serat kasar tinggi di dalam media akan dihidrolisis oleh kapang untuk memberikan sumber energi terhadap kapang dalam bentuk karbon.

Berdasarkan hasil pengamatan viabilitas spora inokulum yang telah disimpan selama 42 hari, media penyimpanan terbaik untuk A. nigeradalah media berbasis biji. Sedangkan T. asperellumrelatif tidak bertumbuh namun spora bertahan dengan tingkat yang tertinggi pada media kompos, dan faktor yang paling berperan adalah pH yang netral, kadar air yang sesuai dan nutrisi terutama C dan N untuk melakukan metabolisme minimal. Hal ini sesuai dengan data hasil pada media cair, yang terdiri atas tiga faktor, yaitu air, sumber C dan ion Na+yang menjaga tekanan osmotik dan mampu mempertahankan viabilitas spora dengan penurunan 82,14% pada T. asperellum dan 33,33% pada A. niger (Tabel 19).

Spora Trichoderma sp. memerlukan matriks untuk melekatkan spora dan lebih tahan terhadap lembab, dan perlindungan tekanan osmotik yang sesuai akan mendukung viabilitas spora. CMC yang tersusun atas polimer rantai karbon sebagai matriks yang sangat cocok bagi bersarangnya spora Trichoderma, sementara NaCl memberikan kestabilan tekanan osmotis sel. Sedangkan A. niger tidak memerlukan matriks untuk melekatkan spora namun kelembaban merupakan

(14)

faktor yang menunjang pertumbuhan spora. Hasil percobaan menunjukkan gliserol 10% merupakan bahan pembawa terbaik untuk spora A.niger.

Tabel 19 Penurunan spora kapang uji dalam bahan pembawa cairselama 42 haripenyimpanan

Kapang Media Lama Penyimpanan (hari) Penurunan Spora (%)

7 14 21 28 42 Jumlah spora (107spk/mL) CMC 0,5% 4,33 10,75 10,00 6,33 5,00 82,14 Gliserol 10% 3,50 6,33 11,80 8,83 4,33 84,52 T. asperellumT13 Gliserol 5% 5,00 5,67 11,00 7,00 4,83 82,74 Akuades 4,33 4,50 10,50 7,17 3,67 86,90 NaCl 0,85% 4,00 9,00 13,00 5,17 5,00 82,14 CMC 0,5% 1,83 3,67 1,83 1,17 2,17 45,38 Gliserol 10% 2,67 3,00 1,50 1,33 2,67 33,33 A. niger A1 Gliserol 5% 3,00 2,67 0,83 1,17 1,17 70,83 Akuades 3,33 3,17 0,83 2,17 1,33 66,67 NaCl 0,85% 1,67 1,67 2,00 2,00 2,60 35,00 Keterangan : Jumlah spora dalam 107 spk/mL . Penurunan jumlah spora dalam %. Jumlah

spora awal T. asperellumT132,8 x 108spk/mL, A. niger A10,4 x 108spk/mL. Secara umum bahan pembawa yang mengandung nutrisi yang baik untuk mendukung pertumbuhan spora kapang akan memberikan spora berbiak selama masa penyimpanan seperti media berbasis biji-bijian antara lain milet, beras, dan jagung yang cenderung lebih sesuai sebagai media pertumbuhan.

Berdasarkan data hasil pengamatan, viabilitas spora inokulum A. niger A1 pada media gliserol 10% dan NaCl 0,85% terdapat perbedaan yang tidak nyata. Selain itu juga penurunan viabilitas terendah didapatkan pada media serbuk sabut kelapa yang mengandung serat kasar tinggi sehingga dapat menjadi media pengisi bagi spora inokulum untuk dapat bertahan hidup.

Viabilitas inokulum T. asperellum T13 dan A. niger A1 pada beberapa bahan pembawaselama 6 minggu penyimpanan masih tinggi. Hasil penelitian dengan dua kapang ini menunjukkan jumlah spora dalam satuan volume (mL), dikarenakan ada dua jenis media yang digunakan, padat dan cair. Konversi ke satuan bobot (g media basah) memberikan data hasil penurunan spora T. asperellum T13 pada media kompos dengan memperhitungkan kadar air 43%, sebesar 3,25 x 109spk/g, dan untuk A. niger A1dalam serbuk sabut kelapa dengan kadar air 58%, sebesar 3,76 x 109spk/g, sehingga dapat dikatakan bahwa inokulum masih dalam keadaan sangat baik setelah penyimpanan 6 minggu.

(15)

Peraturan Kementerian Pertanian No 70/2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan pembenah Tanah dalam Lampiran II.1 mengenai Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Hayati Tunggal menetapkan kandungan agensia hayati dalam pupuk dan fungisida hayati berbasis kapang hidup bebas dan endofitik minimum105spk/g berat kering. Berdasarkan aturan Pemerintah serta persyaratan inokulum yang baik, maka kualitas inokulum kedua kapang ini dapat dikatakan lebih dari memenuhi syarat pada penyimpanan 42 hari.

Supriyanto dan Sulistyowati (2011) melaporkan bahwa bahan pembawa berpengaruh dalam mendukung jumlah spora yang dihasilkan kapang. Hal ini diduga berkaitan dengan komposisi nutrisi, terutama kandungan karbohidrat dan pati yang terkandung dalam bahan. Senyawa fenolat dan senyawa lignin pada bahan pembawa dapat menghambat pertumbuhan jamur.

Menurut Syakir et al. (2009) bahan organik yang mempunyai kandungan lignin tinggi akan lambat didekomposisi, meskipun kandungan N tinggi atau C/N rendah. Demikian juga dengan kemampuan bahan dalam mempertahankan daya hidup spora yangmemberikan pengaruh yang bervariasi.Supriyanto dan Sulistyowati (2011) menyatakan bahwa kemampuan bahan pembawa berbanding terbalik dengan kemampuannya memproduksi spora. Kemampuan bahan pembawa dalam mempertahankan daya hidup spora diduga terkait kemampuan bahan mempertahankan kondisi kelembaban dan suhu selama penyimpanan.

Proporsi penurunan populasi spora yang lebih kecil pada bahan pembawa diduga karena kondisi kelembaban dan suhu yang lebih stabil. Bahan dengan kandungan senyawa lignin yang lebih tinggiakan lebih sedikit mengalami perombakan sehingga struktur bahannya tidak banyak mengalami perubahan yang menyebabkan perubahan kelembaban (Sagiman 2007). Dekomposisi bahan secara berlebihan pada bahan pembawa dapat menyebabkan kondisi kemasaman bahan yang mempengaruhi viabilitas spora.

Aktivitas Enzim Kitinase Selama Masa Penyimpanan

Hasil yang diperoleh (Lampiran 23) menunjukkan bahwa aktivitas kitinase T. asperellum T13, A. niger A1 dan kombinasi kedua kapang yang ditumbuhkan dalam media kitin koloidaltidak berbeda nyata oleh lama penyimpanan lima

(16)

minggu pada bahan penyimpan kompos, zeolit, metan dan serbuk sabut kelapa. Produksi kitinase tertinggi pada akhir masa penyimpanan lima minggu

niger A1 adalah dalam media kompos (3,14 U/mL), untuk dalam media metan (2,90 U/mL) dan untuk kedua

sabut kelapa (4,21 U/mL). Penyimpanan bersama kedua menurunkan aktivitas kitinase

Gambar 16Aktivitas kitinase

selama penyimpanan 5 minggu. dalam mg/mL, AS =

Media kompos terbukti mampu menjaga aktivitas kitinase, produksi protein dan aktivitas spesifik enzim selama penyimpanan, sementara media lainnya menunjukkan adanya pengaruh penyimpanan terhadap protein dan aktivitas spesifik pada zeolit, metan dan serbuk

jenis kapangkombinasi berbeda nyata dengan produksi kitinase dan aktivitas spesifik pada sementara pada metan, ketiga jenis

minggu pada bahan penyimpan kompos, zeolit, metan dan serbuk sabut kelapa. Produksi kitinase tertinggi pada akhir masa penyimpanan lima minggu untuk

lah dalam media kompos (3,14 U/mL), untuk T. asperellum dalam media metan (2,90 U/mL) dan untuk kedua kapang dalam media serbuk sabut kelapa (4,21 U/mL). Penyimpanan bersama kedua kapang cenderung

kitinase gabungan (Gambar 16).

ktivitas kitinase, produksi protein dan aktivitas spesifik kitinase selama penyimpanan 5 minggu. (Kitinase dalam U/mL/mn, Protein

AS = Aktvitas Spesifik dalam U/mg).

Media kompos terbukti mampu menjaga aktivitas kitinase, produksi protein dan aktivitas spesifik enzim selama penyimpanan, sementara media lainnya menunjukkan adanya pengaruh penyimpanan terhadap protein dan aktivitas spesifik pada zeolit, metan dan serbuk sabut kelapa. Selain itu pengaruh kombinasi berbeda nyata dengan T. asperellum dan A. niger terhadap produksi kitinase dan aktivitas spesifik pada media zeolit dan serbuk sabut kelapa, sementara pada metan, ketiga jenis kapangberbeda dalam mempengaruhi produksi minggu pada bahan penyimpan kompos, zeolit, metan dan serbuk sabut kelapa. untuk A. T. asperellum T13 dalam media serbuk

cenderung

, produksi protein dan aktivitas spesifik kitinase (Kitinase dalam U/mL/mn, Protein

Media kompos terbukti mampu menjaga aktivitas kitinase, produksi protein dan aktivitas spesifik enzim selama penyimpanan, sementara media lainnya menunjukkan adanya pengaruh penyimpanan terhadap protein dan sabut kelapa. Selain itu pengaruh terhadap dan serbuk sabut kelapa, pengaruhi produksi

(17)

kitinase, namun kombinasi kapang satu kelompok dengan T. asperellum, dan A. niger satu kelompok dengan T. asperellum dalam mempengaruhi aktivitas spesifik enzim kitinase. Produksi protein tidak dipengaruhi oleh jenis kapanghanya pada media serbuk sabut kelapa, di mana T. asperellum dan A. niger berada dalam kelompok yang sama dan kombinasi kedua kapang dalam kelompok yang sama dengan A. niger (Lampiran 23).

Hasil penelitian menunjukkan kompos sebagai bahan pembawa dengan aktivitas kitinase terbaik setelah penyimpanan 5 minggu. Hal ini diperkuat Haggag dan Abo-Sedera (2005) yang menyimpulkan bahwa kompos tanaman kacang mampu meningkatkan jumlah spora, viabilitas, biomassa dan aktivitas kitinase T.harzianum, T.hamatum dan T.koningii, dibandingkan dengan bahan pembawa gambut dan vermikulit selama penyimpanan 1 dan 12 bulan. Selain itu penambahan kompos meningkatkan populasi kapang dalam tanah. Kompos tanaman kacang terbukti menstimulasi aktivitas pengendalian kapang patogen. Aktivitas kitinase tertinggi pada kombinasi kapang memungkinkan serbuk sabut kelapa atau kompos sebagai bahan pembawa.

Kitin merupakan polimer N-asetilglukosamin (NAG) yang terikat secara linier β-1,4. NAG merupakan polimer yang melimpah. Degradasi NAG berperan sangat penting dalam keseimbangan ekosistem alam. Mikroorganisme prokariot dan eukariot pada umumnya mengurai kitin dengan menggunakan sistem enzim seperti endokitinase (EC 3.2.1.1.14). Menurut Mach et al. (1999),kapang genus Trichoderma dikenal menghasilkan enzim kitinolitik yang mampu mengurai dinding sel askomisetes dan basidiomisetes. Kitinase dari spesies mikoparasitis seperti T.harzianum memiliki kemampuan antagonistik terhadap patogen tanaman dan sebagai pengendali hayati.

AktivitasPelarutan Fosfat Selama Masa Penyimpanan

Pengukuran fosfat terlarut dan pH di awal percobaan bertujuan untuk menyimpulkan pengaruh lama penyimpanan terhadap kedua peubah. Fosfat terlarut awal tertinggi terdapat pada inokulum A. niger A1, dan terendah pada kontrol dengan media Pikovskaya. pH Kontrol awal lebih tinggi dibandingkan dengan ke 3 inokulum yang menunjukkan adanya aktivitas metabolisme kapang,

(18)

yang berakibat pada penurunan pH media(Gambar 17).Pengukuran fosfat total pada setiap media ditujukan untuk mengetahui efektivitas pelarutan fosfat oleh masing-masing kapang. Fosfat total pada media kontrol dan masing-masing inokulum awal berkisar antara 1.013,68 sampai 1.118,74 ppm (Tabel 20).

Gambar 17 Fosfat terlarut awal dan pH awal kapang uji.

Tabel 20 Kandungan fosfat total dalam media uji pelarutan fosfat

Media P total (ppm) Pikovskaya 1.118,74 ± 9,09 Pikovskaya+kompos 1.013,68 ± 71,00 Pikovskaya+zeolit 1.083,81 ± 113,67 Pikovskaya+metan 1.104,86 ± 35,64 Pikovskaya+sskelapa 1.057,30 ± 56,22

Hasil pengukuran fosfat terlarut pada ketiga jenis kapangsebelum disimpan dalam bahan pembawa selama 8 hari inkubasi dalam media cair Pikovskaya menunjukkan bahwa pelarutan fosfat oleh A. niger A1tertinggi pada media kompos pada hari kedua, metan pada hari keempat, dan kemungkinan zeolit pada hari kedelapan atau setelahnya. Pelarutan fosfat oleh T. asperellum T13 tertinggi pada media serbuk sabut kelapa pada hari kedua dan keenam, dan kemungkinan setelah hari kedelapan pada metan. Sedangkan kombinasi kedua kapang tertinggi pada hari kelima pada zeolit dan metankemungkinansetelah hari kedelapan. Secara umum, A. niger A1menunjukkan penghasil fosfat terlarut tertinggi, kecuali pada serbuk sabut kelapa. Dari keempat bahan pembawa, kompos adalah bahan pembawa terbaik bagi pelarutan fosfat oleh A. niger A1(Gambar 18).

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0

Fosfat terlarut dan pH awal

Fosfat terlarut (ppm) pH

Kontrol + Pikovskaya T.asperellum A.niger T.asperellum+ A.niger

(19)

Gambar 18 Pelarutan fosfat dalam media uji

Hasil menunjukkan pelarutan fosfat oleh A. niger

pelarutan pada awal penyimpanan, kecuali pada zeolit. Pelarutan fosfat cenderung menurun selama masa penyimpanan

yang sangat luas mendukung transfer oksigen yang meningkatkan aktiv metabolisme, termasuk asam organik yang

Pelarutan fosfat oleh

media metan, terdapat perbedaan ny diperoleh sulit untuk disimpu

yang dipengaruhi oleh lama penyimpanan maupun bahan pembawa disebabkan oleh waktu yang lebih lama untuk melarutkan fosfat

Kombinasi kedua

menunjukkan pelarutan fosfat yang setara dengan penjumlahan aktivitas kedua kapang.Penyimpanan bersama tidak

kombinasi kedua kapang

mingu ke 4. Metan dan serbuk sabut kelapa cenderung tidak memberikan respon perbedaan nyata pada pelarutan fosfat

kompos dan zeolit menunjukkan respon perbedaan nyata

Pelarutan fosfat dalam media uji selama 8 hari penyimpanan

menunjukkan lama penyimpanan berpengaruh terhadap aktivitas A. niger A1pada bahan pembawa, dengan maksimum pelarutan pada awal penyimpanan, kecuali pada zeolit. Pelarutan fosfat cenderung menurun selama masa penyimpanan. Zeolit dengan butiran halus dan permu

mendukung transfer oksigen yang meningkatkan aktiv asam organik yang berperan dalam pelarutan P(Tabel Pelarutan fosfat oleh T. asperellum T13 cenderung stabil, kecuali pada media metan, terdapat perbedaan nyata oleh lama penyimpanan. Data yang sulit untuk disimpulkan oleh karena tidak terdapat pola pelarutan fosfat yang dipengaruhi oleh lama penyimpanan maupun bahan pembawa, kemungkinan disebabkan oleh waktu yang lebih lama untuk melarutkan fosfat (Tabel

Kombinasi kedua kapang dalam konsentrasi yang sama

pelarutan fosfat yang setara dengan penjumlahan aktivitas kedua .Penyimpanan bersama tidak menunjukkan efek sinergis

kapang menunjukkan pelarutan P sedikit lebih tinggi pada Metan dan serbuk sabut kelapa cenderung tidak memberikan respon pada pelarutan fosfat selama masa penyimpanan, sedangkan kompos dan zeolit menunjukkan respon perbedaan nyata (Tabel 23).

selama 8 hari penyimpanan.

berpengaruh terhadap aktivitas , dengan maksimum pelarutan pada awal penyimpanan, kecuali pada zeolit. Pelarutan fosfat cenderung permukaan mendukung transfer oksigen yang meningkatkan aktivitas

(Tabel 21). cenderung stabil, kecuali pada ata oleh lama penyimpanan. Data yang pola pelarutan fosfat, , kemungkinan (Tabel 22).

dalam konsentrasi yang sama tidak pelarutan fosfat yang setara dengan penjumlahan aktivitas kedua efek sinergis, namun menunjukkan pelarutan P sedikit lebih tinggi pada Metan dan serbuk sabut kelapa cenderung tidak memberikan respon selama masa penyimpanan, sedangkan

(20)

Tabel 21 Fosfat terlarut A. niger A1dalam berbagai media uji selama penyimpanan 5 minggu

Minggu Kompos ** Metan * S. sabut kelapa** Zeolit **

0 58,04 ± 7,06 a 59,59 ± 19,54 a 60,93 ± 22,21 a 40,22 ± 8,01 b

2 7,41 ± 1,65 b 7,68 ± 1,03 b 25,37 ± 15,80 b 7,84 ± 0,36 c

3 3,67 ± 1,26 b 5,21 ± 1,40 b 7,67 ± 0,41 b 5,67 ± 2,40 c

4 6,77 ± 6,07 b 13,88 ± 2,96 b 4,68 ± 1,69 b 7,87 ± 4,02 c

5 6,19 ± 4,81 b 36,79 ± 36,38 ab 11,51 ± 4,96 b 100,76 ± 30,64 a

Keterangan :* *: berbeda sangat nyata (P<0.01),* : berbeda sangat nyata (P<0.05)menurut uji lanjut LSD pada selang kepercayaan 95%. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut LSD dengan selang kepercayaan 95%. Kandungan Fosfat dalam ppm.

Tabel 22 Fosfat terlarut T.asperrelum T13dalam berbagai media uji selama penyimpanan 5 minggu

Minggu Kompos tn Metan ** S. sabut kelapatn Zeolit tn

0 5,87 ± 3,60 1,88 ± 2,53 b 0,35 ± 0,00 10,96 ± 9,52

2 11,32 ± 3,17 10,84 ± 9,11 b 5,53 ± 7,74 6,77 ± 3,51

3 7,55 ± 2,81 6,55 ± 3,53 b 7,74 ± 1,11 4,85 ± 1,44

4 3,54 ± 0,75 107,84 ± 43,71 a 48,45 ± 29,37 8,37 ± 4,59

5 18,12 ± 19,94 23,38 ± 14,00 b 11,15 ± 3,66 34,72 ± 49,10

Keterangan :* *: berbeda sangat nyata (P<0.01),tn: tidak berbeda nyata (P>0.05)menurut uji lanjut LSD pada selang kepercayaan 95%. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut LSD dengan selang kepercayaan 95%. Kandungan Fosfat dalam ppm.

Secara keseluruhan hasil menunjukkan jumlah pelarutan fosfat yang rendah, beragam, dan tidak memiliki pola yang beraturan. Rendahnya aktivitas pelarutan P dapat dilihat dari perbandingan fosfat terlarut pada pengukuran dengan fosfat total yang terkandung dalam media. Fosfat total yang dihitung berdasarkan fosfat anorganik total setelah proses pengabuan, mencakup kandungan fosfat dalam media dan kapang yang tidak berubah selama percobaan dilakukan.

Tabel 23 Fosfat terlarut T. asperellum T13dan A. niger A1 dalam berbagai media uji selama penyimpanan 5 minggu

Minggu Kompos ** Metan tn S. sabut kelapatn Zeolit **

0 22,06 ± 10,06 a 12,55 ± 3,42 11,47 ± 9,41 9,36 ± 4,97 bc

2 4,18 ± 3,01 b 12,85 ± 15,41 6,07 ± 3,64 23,23 ± 4,95 a

3 7,68 ± 5,10 b 6,01 ± 0,68 5,69 ± 2,32 4,44 ± 2,19 c

4 7,64 ± 7,79 b 42,27 ± 53,89 49,63 ± 53,77 14,17 ± 3,47 b

5 23,64 ± 4,49 a 12,57 ± 3,45 47,25 ± 37,47 13,28 ± 2,05 b

Keterangan :* *: berbeda sangat nyata (P<0.01),tn: tidak berbeda nyata (P>0.05)menurut uji lanjut LSD pada selang kepercayaan 95%. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut LSD dengan selang kepercayaan 95%. Kandungan Fosfat dalam ppm.

(21)

Rendahnya efisiensi pelarutan fosfat kemungkinan disebabkan oleh waktu inkubasi yang belum optimal, meskipun telah diperoleh kurva pelarutan fosfat selama delapan hari di awal percobaan. Menurut Alam

fosfat berlangsung hingga 20 hari, dan diperkuat oleh kemungkinan alasan pelarutan fosfat terikat aluminium jauh lebih sulit dibandingkan dengan ikatan kalsium. Selain itu, untuk

dapat dilakukan dengan mengurangi kadar air bahan pembawa. pengaruh kapang

pada media sabut kelapa

kapang tertentu yang menghasilkan pH berbeda dengan sabut kelapa pada penambahan

menghasilkan rata-rata pH media 2,65 pada kapangAspergillus nyata hanya pada media

(pH=3), berbeda nyata dengan pH pada minggu kedua dan keempat

Gambar 19 pH selama mas

Rendahnya efisiensi pelarutan fosfat kemungkinan disebabkan oleh waktu inkubasi yang belum optimal, meskipun telah diperoleh kurva pelarutan fosfat elapan hari di awal percobaan. Menurut Alam et al. (2002) pelarutan fosfat berlangsung hingga 20 hari, dan diperkuat oleh kemungkinan alasan pelarutan fosfat terikat aluminium jauh lebih sulit dibandingkan dengan ikatan kalsium. Selain itu, untuk mengurangi aktivitas metabolik selama penyimpanan, dapat dilakukan dengan mengurangi kadar air bahan pembawa.

kapang cenderung tidak nyata terhadap nilai pH media k pada media sabut kelapa (Lampiran 24). Hal ini menunjukkan terdapat jenis

tertentu yang menghasilkan pH berbeda dengan jenis lainnya.

sabut kelapa pada penambahan kapang kombinasi Trichoderma-Aspergillus rata pH media 3,46 berbeda nyata dengan rataan pH media Aspergillus. Sedangkan pengaruh waktu penyimpanan berbeda pada media metan. Secara rata-rata, pH minggu ketiga paling tinggi , berbeda nyata dengan pH pada minggu kedua dan keempat (Gambar

pH selama masa penyimpanan pada berbagai media

Rendahnya efisiensi pelarutan fosfat kemungkinan disebabkan oleh waktu inkubasi yang belum optimal, meskipun telah diperoleh kurva pelarutan fosfat . (2002) pelarutan fosfat berlangsung hingga 20 hari, dan diperkuat oleh kemungkinan alasan pelarutan fosfat terikat aluminium jauh lebih sulit dibandingkan dengan ikatan mengurangi aktivitas metabolik selama penyimpanan,

cenderung tidak nyata terhadap nilai pH media kecuali Hal ini menunjukkan terdapat jenis lainnya. pH media

Aspergillus ata dengan rataan pH media pengaruh waktu penyimpanan berbeda rata, pH minggu ketiga paling tinggi (Gambar 19).

(22)

Terdapat kecenderungan hubungan negatif antara nilai pH dengan kemampuan pelarutan fosfat pada setiap jenis kapang. Korelasi yang lebih kuat ditunjukkan pada jenis kapangT. asperellumT13. Hal ini berarti untuk penelitian ini aktivitas pelarutan fosfat T. asperellumT13 cenderung dipengaruhi oleh pH, meskipun hanya terdapat korelasi sebesar 29,4%. Hubungan negatif menjelaskan bahwa semakin kecil angka pH atau semakin masam media, semakin banyak dihasilkan fosfat terlarut (Tabel 24).

Koefisien korelasi ketiga jenis kapang menunjukkan perbedaan yang kecil, namun mencirikan perbedaan nyata dan tidak nyata di antara ketiganya. Hal ini disebabkan banyaknya jumlah sampel yang digunakan dalam pengujian.

Tabel 24 Hubungan korelasi Pearsonantarafosfat terlarut dan pH

Jenis Kapang Koefisien korelasi Pearson (r)

A. niger A1 -0,216tn

T. asperellum T13 -0,294 *

Kombinasi T13– A1 -0,203tn

Keterangan:tn:tidak berkorelasi secara nyata (P>0.05). * berkorelasi nyata (P<0.05), **sangat nyata

(P<0.01) menurut uji korelasi Pearson.

Alam et al. (2002) mendapatkan korelasi positif antara indeks pelarutan fosfat dan produksi asam-asam organik. Meskipun asam-asam organik adalah faktor utama dalam pelarutan P, namun pengamatan korelasi positif yang tidak nyata antara fosfat terlarut dan produksi asam organik memberi kemungkinan adanya mekanisme pelarutan P yang lain. Korelasi tidak erat antara pH dan asam-asam organik menunjukkan bahwa penurunan pH mungkin disebabkanoleh respirasi mikroba dan meningkatnya pH oleh lisis sel dan miselia. Illmer dan Schinner (1992) menyatakan bahwa asam organik bukanlah satu-satunya mekanisme pelarutan fosfat.

Kang et al. (2008) melaporkan pengaruh enzim fosfatase terhadap pelarutan P, memungkinkan terjadinya pengendapan kembali fosfat terlarut sebagai substrat antara yang dapat berlanjut ke proses pelarutan kedua dan dapat berlangsung berulang-ulang, berikatan dengan senyawa organik dan anorganik, yang mengakibatkan sulitnya memperkirakan secara tepat proses pelarutan fosfat.

Hasil yang menunjukkan tidak adanya pola keteraturan pelarutan P diperkuat oleh Illmer dan Schinner (1995) yang menduga terkait

(23)

denganpembentukan beberapa produk antara dan pelarutan lanjutan. Konsentrasi fosfat terlarut sangat beragam dan mungkin dipengaruhi oleh lama penyimpanan, bahan pembawa dan jenis kapang (Lampiran 25). Hernandez-Leal et al.(2011) menyatakan bahwa di tanah, enzim fosfatase berperan melepaskan P terlarut dari ester P organik larut. Kemungkinan lain adalah terikatnya kembali fosfat terlarut dalam bentuk organik maupun anorganik dan digunakan untuk metabolisme.

Hasil yang diperoleh menunjukkan korelasi positif cukup kuat antara asam sitrat dan penurunan pH (44,50%).Hasil penelitian Kang et al. (2002 dan 2008) menyatakan kemampuan pelarutan P bukan ditentukan oleh asam organik yang diproduksi, namun oleh sifatnya yang berhubungan dengan konsentrasi proton H+. Asam sitrat diduga ikut berperan dalam meningkatkan konsentrasi proton H+ sehingga turut berkontribusi dalam pelarutan P.

Pengaruh jenis kapang tidak nyata terhadap pH media , kecuali pada serbuk sabut kelapa, menunjukkan adanya kapang tertentu yang menghasilkan pH berbeda dengan jenis kapang lainnya. pH rata-rata media sabut kelapa pada penambahan kapang kombinasi Trichoderma-Aspergillus adalah 3,46, berbeda nyata dengan rataan pH media 2,65 pada penambahan kapangAspergillus. Pengaruh waktu penyimpanan terhadap pH hanya terlihat pada media metan.Secara rata-rata, pH minggu ketiga paling tinggi, berbeda nyata dengan pH pada minggu kedua dan keempat.Menurut Nahas (2007) produksi senyawa-senyawa yang berperan dalam proses pelarutan P membutuhkan penyerapan nutrisi terutama karbon. Namun Hernandez-Leal et al. (2011) menyatakan tidak ada korelasi antara nutrisi dan pelarutan P, dan pH tidak selalu berkorelasi dengan peningkatan P terlarut. Menurut Souchi et al. (2006) penurunan pH media dan pelarutan P bergantung pada kemampuan pelarutan dari kapang, asam organik, jenis senyawa fosfat yang dilarutkan dan sumber C dan N yang digunakan.

Hasil penelitian menunjukkan A. niger A1 menghasilkan spora tertinggi dalam media A5pada pH 3,05 sementara spora T. asperellum tertinggi dihasilkan oleh media T1-2 pada pH 3,08 lebih rendah dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Alam et al. (2002) yaitu dari 7,04 menjadi 3,2. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara pelarutan fosfat dengan penurunan pH. A. niger dikenal mampu melarutkan fosfat yang terjerap aluminium secara efektif.

(24)

Narsian dan Patel (2000) menyatakan tidak terdapat korelasi antara pelarutan fosfat dan penurunan pH. Kang et al. (2008) melaporkan adanya 80% korelasi.

SIMPULAN

Bahan pembawa padat terbaik untuk T. asperellum T13 selama 42 hari penyimpanan adalah kompos dan cair, yaitu CMC 0,5% dan NaCl 0,85%. Untuk A niger A1adalah serbuk sabut kelapa, sedang bahan pembawa cair terbaik adalah gliserol10 %.Kedua bahan pembawa padat tersebut memiliki kadar air awal tinggi dan mengalami penurunan kadar air oleh perlakuan pra-inokulasi.

Tidak terdapat penurunan aktivitas enzim kitinase selama 5 minggu penyimpanan pada keempat media uji. Ketiga kapang uji menunjukkan aktivitas pelarutan fosfat namun sulitdijelaskan, karena fosfor juga digunakan oleh kapang untuk pertumbuhannya dan fosfor terlarut akan sangat mudah diikat oleh kation dalam media yang memiliki afinitas tinggi.Kompos berpotensi menjaga aktivitas kitinase yang tinggi dan kemampuan pelarutan fosfat pada kapang T. asperellum T13dan A. niger A1.

Gambar

Gambar 15  Profil pengaruh perlakuan pra media. Keterangan:
Tabel 17  Penurunan spora T. asperellumT 13 dalam bahan pembawa padat selama  42 hari penyimpanan
Tabel 18 Penurunan spora A. niger A 1 dalam bahan pembawa padat selama 42  hari penyimpanan
Tabel 19  Penurunan spora kapang uji dalam bahan pembawa cairselama 42  haripenyimpanan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Literatur yang ada mengungkapkan bahwa pada umumnya peneliti menentukan kelimpahan fitoplankton dengan cara-1, yakni mengumpulkan contoh-air dengan menyaring air memakai

Pada tahap tersebut perombakan di dasar perairan akan berlangsung yang akan memanfaatkan oksigen di lapisan hipolimnion waduk secara intensif dan memungkinkan kondisi anaerob

yang dilaksanakan oleh para karyawan. c) Melakukan pembagian tugas secara jelas dan tegas mengenai bidang dan pelaksanaanya. d) Mentaati segala ketentuan yang telah diatur

Memberikan item favorit untuk karakter akan meningkatkan / nya FP perlahan tapi pada Memberikan item favorit untuk karakter akan meningkatkan / nya FP perlahan tapi pada kenyataannya,

Dari proses mengamati dan mengumpulkan data, langkah berikutnya adalah guru membentuk kelompok yang terdiri dari 5-6 peserta didik mendiskusikan unsur, senyawa, dan campuran

Maka penerapan strategi yang dapat digunakan oleh usha petis ikan Poklahsar Mandiri yaitu strategi agresif, strategi ini dapat dikatakan sebagai strategi yang menggunakan

Terdiri dari Sembilan wali yaitu : Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik), Raden Rahmat (Sunan Ampel), Raden Paku (Sunan Giri), Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Qosim

Pertanaman campuran antara jagung dan legum dapat meningkatkan panjang tanaman, luas daun, jumlah daun, dan jumlah cabang tanaman legum namun kepadatan tingkat