10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1
Sistem “
Quality Insurance
” atau Pen
-jaminan mutu.
Sistem berasal dari bahasa Yunani, “system”.
Adapun beberapa definisi sistem menurut beberapa ahli
yang dijelaskan oleh Usman (2011) diantaranya, sistem
menurut Shore dan Voich (1974) ialah suatu
kese-luruhan yang terdiri dari sejumlah bagian-bagian.
Gerald et.al (1981) mendefinisikan sistem ialah tata
cara kerja yang saling berkaitan, dan bekerja sama
membentuk suatu aktivitas atau mencapai suatu
tu-juan tertentu.
Banghart (1990) juga menjelaskan sistem ialah
sekelompok elemen-elemen yang saling berkaitan yang
secara bersama-sama diarahkan untuk mencapai tu-juan yang ditentukan. Koontz dan O’Donnel (1976) mendefinisikan sistem sebagai keseluruhan bukan
hanya bagian-bagian karena sistem yang bersangkutan
perlu dipandang sebagai suatu totalitas. Dari beberapa
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem
merupakan suatu aktivitas yang menyeluruh dan saling
berkaitan untuk mencapai suatu tujuan yang telah
11 Menurut Crosby (1979, dalam Hadis dan
Nurhayati 2010) mutu ialah conformance to
require-ment, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau
di-standarkan. Fatah (2012) menjelaskan mutu adalah
ke-mampuan (ability) yang dimiliki oleh suatu produk atau
jasa (services) yang dapat memenuhi kebutuhan atau
harapan, kepuasan (satisfication) pelanggan (customers)
yang dalam pendidikan dikelompokkan menjadi dua,
yaitu internal customer dan eksternal. Internal
customer yaitu siswa atau mahasiswa sebagai
pem-belajar dan eksternal customer yaitu masyarakat dan
dunia industri.
Tjiptono (2005) menjelaskan mutu adalah kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, pelayanan,
sumberdaya manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan. Sebagai contoh;
lokasi, biaya, status akreditasi, jumlah dan kualifikasi
staf dan guru. Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa
da-lam rangka menciptakan kepuasan pelanggan, produk
yang ditawarkan organisasi harus bermutu. Dapat
di-katakan bahwa mutu merupakan hasil suatu produk
atau jasa yang mampu memenuhi atau melebihi
hara-pan serta kepuasan pelanggan.
Dimensi Mutu menurut Zeithaml (2000, dalam
Primiani dan Ariani 2005) mencakup beberapa hal
12
peralatan, material dan personil pelayanan, Reliability
(Keandalan), merupakan kemampuan perusahaan
un-tuk memberikan pelayanan yang benar, tepat waktu
dan dapat diandalakan, Responsiveness (Perhatian),
ke-sediaan membantu para konsumen dan memberikan
pelayanan yang cepat, Assurance (Jaminan), kesediaan
dan kesiapan karyawan untuk memberikan pelayanan,
Empathy (Empati), rasa peduli, perhatian secara pribadi
yang diberikan kepada konsumen.
Kualitas atau mutu dapat juga merupakan
kesesuaian produk dengan pelayanan yang diharapkan
oleh pelanggan atau stakeholders sehingga dalam
pene-rimaan produk tersebut tidak ada kecacatan yang
nan-tinya membuat pelanggan atau stakeholder kecewa
atau dirugikan. Kualitas pelayanan akademik
merupa-kan perbandingan antara pelayanan akademik yang
dirasakan pelanggan atau stakeholders dengan kualitas
pelayanan akademik yang diharapkan pe-langgan atau
stakeholders. Jika kualitas pelayanan akademik yang
dirasakan sama atau melebihi kualitas pelayanan yang
diharapkan maka pelayanan dikatakan berkualitas
da-pat pula diartikan sebagai kesesuaian dengan
pen-capaian pendidikan dan kompetensi pendidikan tingkat
menengah pertama yang berkaitan dengan keseluruhan
13 akademik sesuai dengan janji atau promosi yang
di-rencanakan atau ditetapkan.
Penjaminan mutu pendidikan merupakan suatu
konsep dalam manajemen mutu pendidikan, sehingga
dalam penerapan konsep ini setiap sekolah atau
lem-baga pendidikan diarahkan agar dapat memberikan
ja-minan bahwa pelayanan pendidikan yang diberikan itu
memenuhi atau bahkan melebihi harapan para
pelang-gannya, baik pelanggan internal maupun eksternal.
Penjaminan mutu (Quality Insurance) merupakan
isti-lah yang digunakan sebagai kata lain untuk semua
bentuk kegiatan monitoring, evaluasi atau kajian mutu.
Kegiatan penjaminan mutu tertuju pada proses untuk
membangun kepercayaan dengan cara melakukan
pemenuhan persyaratan atau standar minimum pada
komponen input, komponen proses dan hasil atau
outcome sesuai dengan yang diharapkan oleh
stake-holders (UNESCO, 2006).
Penjaminan mutu memiliki dua bentuk, yaitu
pertama, dalam bentuk desain kegiatan proses
per-baikan dan pengembangan mutu secara berkelanjutan
dan kedua, dalam bentuk budaya mutu yang
mengan-dung tata nilai yang menjadi keyakinan stakeholders
pendidikan dan prinsip atau asas-asas yang dianutnya.
Oleh sebab itu dengan demikian, penjaminan mutu
14 asas dalam proses perubahan, perbaikan dan
pening-katan mutu secara berkelanjutan dapat diaplikasikan
(Fattah, 2012). Seperti yang diterapkan di
Home-schooling Kak Seto Semarang menggunakan
mekanis-me sistem jaminan mutu sebagai upaya perbaikan dan
peningkatan secara berkelanjutan.
Jaminan mutu juga dapat diartikan sebagai
teknik untuk menentukan bahwa proses pendidikan
telah berlangsung sebagaimana seharusnya. Dengan
teknik ini akan dapat dideteksi adanya penyimpangan
yang terjadi pada proses. Teknik menekankan pada
monitoring yang berkesinambungan, dan melembaga
serta menjadi subsistem sekolah.
Menurut Elliot (1993 dalam Saputra, 2008)
Penjaminan mutu pendidikan (Quality Assurance)
adalah proses penetapan dan pemenuhan standar
mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan,
sehingga stakeholders memperoleh kepuasan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa penjaminan mutu merupakan
seluruh rencana tindakan sistematis yang penting
untuk menyediakan kepercayaan dalam memuaskan
kebutuhan tertentu dari suatu kualitas.
Tujuan penjaminan (Assurance) terhadap
kua-litas menurut Yorke (1997 dalam Saputra, 2008)
an-tara lain membantu perbaikan dan peningkatan secara
15 yang terbaik dan mau mengadakan inovasi,
memudah-kan mendapatmemudah-kan bantuan, baik pinjaman uang atau
fasilitas atau bantuan lain dari lembaga yang kuat dan
dapat dipercaya, menyediakan informasi pada
masyara-kat sesuai sasaran dan waktu secara konsisten, dan
bila mungkin, membandingkan standar yang telah
di-capai dengan standar pesaing serta menjamin tidak
akan adanya hal-hal yang tidak dikehendaki.
Penjaminan mutu sangat diperlukan oleh
pendi-dikan untuk memeriksa dan mengendalikan mutu,
me-ningkatkan mutu, memberikan jaminan pada
stake-holders, standarisasi, persaingan nasional dan
inter-nasional, pengakuan lulusan, memastikan seluruh
ke-giatan institusi berjalan dengan baik dan terus
mening-kat secara berkesinambungan serta membuktikan
ke-pada seluruh stakeholders bahwa institusi bertanggung
jawab (accountable) untuk mutu pada seluruh
kegiatan-nya.
Dalam Sistem Penjaminan Mutu dapat
menum-buhkan budaya mutu yaitu dengan menetapkan dan
memiliki standar, melaksanakan standar, mengevaluasi
pelaksanaan standar dan meningkatkan standar secara
berkelanjutan (Continuous Quality Improvement).
Ber-bagai indikator sistem penjaminan mutu yang dapat
dikembangkan untuk meningkatkan penjaminan mutu
16 sekolah misalnya dalam hal kurikulum, fasilitas dan
proses pembelajaran. Indikator-indikator yang terkait
dengan proses pembelajaran yaitu adanya penyiapan
silabus, bahan ajar, bahan/pedoman praktek, alat/
media pembelajaran, dan alat evaluasi.
1.2
Layanan akademik.
Secara umum pengertian layanan menurut
Siagian (1998) adalah rasa menyenangkan yang
diberi-kan kepada orang lain disertai kemudahan kemudahan
dan memenuhi segala kebutuhan mereka. Dapat
di-katakan pula bahwa layanan merupakan suatu
kegi-atan yang bertujuan memberikan manfaat bagi
pelang-gan pada waktu dan tempat tertentu, untuk
mendapat-kan perubahan yang amendapat-kan diinginmendapat-kan.
Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan
layanan akademik dapat diartikan sebagai usaha yang
dilakukan oleh pihak sekolah guna memberikan
ke-mudahan pada pemenuhan kebutuhan siswa dalam hal
ini berkaitan dengan akademik. Layanan akademik
pada hakikatnya memberikan layanan, baik mengelola
dan melihat sumber daya pendidikan seperti guru,
tenaga administrasi, siswa, kurikulum, sarana dan
pra-sarana, dan tata laksana pendidikan dan lingkungan
17 Pengertian layanan akademik dalam kurikulum
pembelajaran adalah upaya sistematis pendidikan
un-tuk memfasilitasi peserta didik menguasai isi
kuri-kulum melalui proses pembelajaran sehingga mereka
mampu mencapai kompetensi standar yang diterapkan.
Jenis layanan akademik dalam kurikulum
pembelajar-an, (1) Layanan pembelajaran tatap muka, (2) Layanan
pembelajaran tugas terstruktur, (3) Layanan
pembela-jaran tugas mandiri. Kegiatan Layanan akademik dalam
kurikulum pembelajaran proses pembelajaran klasikal,
kelompok dan individual di kelas; proses pembelajaran
klasikal, kelompok, dan, (4) Individual di luar kelas;
Belajar di perpustakaan; (5) pemantapan, try out, dan
program pamong, serta (6) Kegiatan pembelajaran
lain-nya yang relevan. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa layanan akademik mengandung rangkaian
kegi-atan yang sistematik sehingga dapat disebut sebagai
sebuah sistem.
Terdapat 5 dimensi kualitas layanan yang
dike-mukakan oleh Parasuraman, Zeithmal, dan Berry
(1988) yaitu Bukti fisik/wujud (Tangibles), mengukur
fasilitas fisik suatu perusahaan ketika memberikan
pelayanan kepada pelanggannya. Karena suatu service
(pelayanan) tidak bisa dilihat, dicium, dan diraba, maka
terha-18 dap pelayanan, pelanggan akan menggunakan indera
penglihatan untuk menilai suatu kualitas pelayanan.
Empati (Empathy), unsur-unsur yang terkait
dengan dimensi empati antara lain access (akses),
kemudahan memanfaatkan dan memperoleh pelayanan
jasa yang di tawarkan oleh perusahaan dan c
ommunica-tion (komunikasi), kemampuan dalam berkomunikasi
dalam penyampaian pesan dan informasi kepada
pe-langgannya melalui berbagai media komunikasi, yaitu
personal kontak, media publikasi/ promosi, telepon,
korenspondensi, faximile, dan internet.
Kehandalan (Reliability), ada 2 aspek dari dimensi
ini yaitu, yang pertama adalah kemampuan
perusa-haan untuk memberikan pelayanan seperti yang
dijan-jikan dan yang kedua adalah seberapa jauh suatu
per-usahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat
dan atau tidak eror.
Daya Tanggap (Responsiveness), Responsiveness
adalah dimensi kualitas pelayanan yang paling
dina-mis. Harapan pengguna jasa terhadap kecepatan
pela-yanan hampir dapat berubah dengan kecenderungan
naik dari waktu ke waktu.
Dimensi kualitas layanan yang terakhir adalah
jaminan (Assurance), dimensi kualitas pelayanan yang
menentukan kepuasan pengguna jasa yang
19 (pegawai) dalam menanamkan rasa percaya dan
keya-kinan kepada pengguna jasa. Ada beberapa aspek dari
dimensi ini diantaranya adalah kompetensi dan
kre-dibilitas.
Layanan akademik bertujuan agar peserta didik
memiliki sikap, keterampilan, kesiapan dan kebiasaan
belajar yang mandiri dalam rangka mencapai standar
kompetensi (SK) peserta didik melalui kegiatan
pem-belajaran yang dilakukan oleh guru bidang studi.
Beberapa tujuan tersebut adalah (a) peserta didik
me-miliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek
belajar dan memahami berbagai hambatan yang
mung-kin muncul dalam proses belajar yang dialaminya, (b)
sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti
kebia-saan membaca buku, disiplin dalam belajar,
mempu-nyai perhatian terhadap semua pelajaran, aktif
mengi-kuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan, (c)
mo-tif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat, (d)
terampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti
ke-terampilan membaca buku, menggunakan kamus,
mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri
mengha-dapi ujian, (e) keterampilan untuk menetapkan tujuan
dan perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal
belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri
dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha
20 rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas, dan
(f) kesiapan mental dan kemampuan untuk
mengha-dapi ujian.
Terdapat 6 indikator untuk mengevaluasi suatu
program dalam lembaga pendidikan seperti yang
dije-laskan oleh Arikunto (2009), yaitu kurikulum, guru/
tutor, sarana dan prasarana, siswa, kegiatan belajar
mengajar dan pengelolaan. Keenam indikator tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kurikulum
Kurikulum memegang peranan penting dalam
pendidikan. Penggunaan kurikulum yang tepat
da-pat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan.
Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan dalam
kurikulum, seperti materi, urutan penyajian,
kom-ponen pendukung misalnya buku atau sumber
belajar.
2. Guru/ Tutor
Faktor pengajar dalam hal ini juga akan membantu
dalam mencapai tujuan. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam kemampuan guru/ tutor adalah
tingkat pendidikan, sertifikat pendidikan non formal
(seminar, kursus, penataran), pengalaman mengajar
21
3. Sarana Prasarana
Sarana prasarana merupakan faktor pendukung
dalam kegiatan belajar mengajar. Proses belajar
mengajar akan berjalan dengan baik jika didukung
oleh sarana prasarana yang memadai. Hal-hal yang
dapat dinilai seperti ruang kelas, laboratorium,
perpustakaan, sarana olahraga dan sebagainya.
4. Siswa
Siswa merupakan subyek yang akan diolah dalam
proses pendidikan sehingga dapat menghasilkan
siswa yang bermutu. Dalam hal ini beberapa hal
yang dapat dinilai adalah, intelegensi (bakat dasar),
disiplin tata tertib, kreativitas, semangat belajar
serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan kualitas
hasil belajar.
5. Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar merupakan kunci pokok
dalam menciptakan hasil belajar siswa. Sehingga
dalam hal ini guru/ tutor dan siswa memegang
peranan penting. Guru menjadi faktor yang dominan
dalam menentukan kualitasnya. Hal-hal yang dapat
dinilai seperti bagaimana guru mampu memilih
metode yang tepat, bagaimana guru mampu memilih
dan menggunakan alat pembelajaran, penggunaan
22 materi yang akan disampaikan serta memahami
siswanya atau subjek didiknya.
6. Pengelolaan
Pengelolaan dalam hal ini penilaian terhadap
kualitas pengelola pendidikan dan peran pemimpin
menjadi subjek yang akan diukur. Bagaimana
pemimpin mampu menjalankan program yang telah
direncanakan, bagaimana pemimpin dapat
menge-lola manajemen serta bagaimana pemimpin mampu
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
1.3
Homeschooling
Istilah Homeschooling disebut juga sekolah
rumah, dikenal juga dengan sebutan home education,
home based learning atau sekolah mandiri. Pengertian
homeschooling secara umum yaitu sebuah model
pem-belajaran dimana rumah sebagai basis pendidikannya
dan keluarga bertanggung jawab sendiri terhadap
pendidikan anak-anaknya.
Beberapa pakar mendefinisikan Homeschooling
sebagai suatu proses layanan pendidikan yang secara
sadar, teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua
atau keluarga dan proses belajar mengajarpun
berlang-sung dalam suasana yang kondusif dan terarah (Ella
Yulaelawati, Direktur Pendidikan Kesetaraan
23 alternatif pendidikan lain dari organisasi sekolah
(Saputra, 2007). Yayah Komariah, menjelaskan
Home-schooling adalah proses layanan pendidikan yang
secara sadar, teratur, dan terarah dilakukan oleh orang
tua/ keluarga dirumah atau tempat-tempat lain,
dimana proses belajar mengajar dapat berlangsung
dalam suasana yang kondusif dengan tujuan agar
setiap potensi anak yang unik dapat berkembang
secara maksimal.
Dari pengertian diatas Homeschooling dapat
di-artikan sebagai suatu model layanan pendidikan
alter-natif yang dilakukan secara sadar, teratur, terarah dan
keluarga bertanggung jawab sepenuhnya terhadap
pro-ses belajar, dimana suasana belajar tercipta secara
kondusif sehingga dapat mendukung anak untuk
un-tuk belajar secara maksimal sesuai dengan potensi
yang dimiliki.
Menurut Mulyadi dalam Aliyah (2008), secara
etimologis homeschooling adalah sekolah yang diadakan
di rumah. Namun secara hakiki, homeschooling
me-rupakan sekolah alternatif yang menempatkan anak
sebagai subjek dengan pendekatan pendidikan secara
‘at home’. Konsep dari homeschooling ini adalah pem-belajarannya dapat dilakukan di mana saja, kapan
saja, dan dengan siapa saja. Spektrum dari
24 di rumah tetapi di berbagai tempat dia melakukan
kegiatan. Dengan waktu yang fleksibel, dari bangun
tidur hingga tidur lagi. Bahkan untuk mengajarpun
tidak tertutup hanya orang tua tetapi orang yang
ditua-kan di rumah, bisa kakak, tetangga, atau kerabat
lain-nya.
Pendidikan informal melalui sekolah-rumah
ber-tujuan mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
kete-rampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional, sekaligus memperluas akses
terhadap pendidikan dasar dan menengah. Dalam
Mulyadi (2007) menegaskan bahwa tujuan pokok
home-schooling adalah memenuhi hak anak dalam
memper-oleh pendidikan.
Aliyah (2008) menjelaskan bahwa tujuan
Home-schooling Kak Seto adalah (1) menciptakan ling-kungan
belajar yang kondusif, menyenangkan dan me-nantang
bagi anak didik sesuai dengan kepribadian, gaya
belajar, kekuatan, dan keterbatasan yang dimilikinya.
(2) Mempelajari materi pelajaran secara langsung dalam
setting kehidupan nyata sehingga lebih bermakna dan
berguna dalam kehidupan anak didik. (3)
Meningkat-kan kreativitas, kemampuan berpikir, dan sikap serta
mengembangkan kepribadian peserta didik. (4)
orang-25 tua dan anak didik sehingga tercipta keluarga yang
harmonis. (5) Mengembangkan bakat, potensi, dan
kebiasaan-kebiasaan belajar anak didik secara alamiah.
(6) Mengatasi keterbatasan, kelemahan, dan hambatan
emosional anak didik sehingga anak didik tersebut
dapat mencapai hasil belajar yang optimal. (8)
Memper-siapkan kemampuan peserta didik dalam aspek
penge-tahuan, keterampilan, dan sikap untuk melanjutkan
studi pada jenjang yang lebih tinggi. (9) Membekali
pe-serta didik dengan kemampuan memecahkan masalah
lingkungan sesuai dengan tingkat perkembangannya
demi kehidupannya di masa depan.
Mulyadi (2007) menjelaskan bahwa
home-schooling mempunyai banyak manfaat bagi para
pela-kunya. Manfaat itu antara lain pertama, anak-anak
benar-benar dapat dijadikan subjek dalam kegiatan
belajar; kedua, objek yang dipelajari sungguh sangat
luas; ketiga, orang tua dapat berperan penting dalam
menanamkan kecintaan belajar kepada anaknya sejak
sangat dini; keempat, penyelenggaraannya fleksibel;
dan kelima, sangat cocok dengan strategi belajar