TRADISI ZIARAH MAKAM MBAH IMAM FAQIH (MBAH BANARAN) DI DESA BANARAN KANDANGAN KEDIRI
SKRIPSI
Diajukan untuk
Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Dalam Progam Strata Satu (S-1)
Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh : M. Aziz Mukti NIM. A02212009
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
ABSTRAK
Skripsi ini mengkaji tentang Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) dalam penyebaran Islam dan fenomena tradisi ziarah makam Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran). Adapun permasalahan yang dibahas pada penelitian ini yaitu meliputi: (1). Bagaimana biografi Mbah Banaran dan aktifitas dakwahnya? (2). Bagaimana fenomena peziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)? (3). Bagaimana polarisasi motif dan ritual ziarah?
Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan pendekatan fenomenologi dengan tahapan; Pencarian data dari sumber lisan dan bukti arkeologi peninggalan yang ada. Sedangkan teori yang digunakan adalah teori fenomenologi. Sumber primer berupa dari, wawancara dengan juru kunci, peziarah, salah satu keturunan dari Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) dan masyarakat sekitar makam. Serta buku-buku referensi pendukung yang berkaitan dengan pembahasan ini. Data-data tersebut dipaparkan dan dianalisis dengan menggunakan teori fenomenologi guna untuk mengetahui motif dan tujuan peziarah berziarah ke makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih).
KATA PENGANTAR
Dengan segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik
dan hidayahnya sehingga sekripsi ini dapat terselesaikan pada waktunya meskipun
masih banyak kekurangan. Semoga sholawat serta salam senantiasa kita limpahkan
kepada junjungan kita nabi Muhammad S. A.W yang selalu kita nanti – nanti
syafa’atnya.
Skripsi yang berjudul “Tradisi Ziarah Makam Mbah Imam Faqih (Mbah
Banaran) di Desa Banaran Kandangan Kediri”. Dibuat unutk memenuhi tugas
akhir untuk mencapai gelar sarjana dalam bidang Sejarah dan Kebudayaan Islam
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2016.
Dalam menyusun karya ini penulis banyak mengalami kesukaran dan
hambatan. Namun berkat bantuan dan bimbingan serta pengarahan, penulis merasa
berhutang budi yang tidak ternilai harganya dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. Abd. A’la. Selaku Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya.
2. Dr. H. Imam Ghozali Said, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN
Sunan Ampel Surabaya dan sebagai Dosen Pembimbing yang selalu memberikan
arahan ketika membimbing.
3. Dr. H. Ahmad Zuhdi, DH, M. Fil. I. Selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan
Islam.
5. Prof. Dr. H. Ali Mufrodi, MA. Selaku Wali Studi dan Dosen di Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya.
6. Seluruh dosen – dosen Sejarah dan Kebudayaan Islam yang dengan Ikhlas
memberikan ilmunya selama perkuliyahan, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat
di dunia dan akhirat.
7. Kepada bapak dan ibu tercinta yang telah banyak berjasa kepada penulis hingga
saat ini.
8. Kepada adek – adekku tercinta yang telah mendukung dan memberi motifasi
kepada penulis.
9. Kepada paseduluran KOBAR (komunitas baca rakyat) terutama kepada sesepuh
KOBAR seperti Cak Habib Musthofa, Cak Chafid Wahyudi, Kang Syamsudin, Gus
Hamid, Gus Rijal Mumazziq Z, Kang Tamam yang telah memberikan ilmunya dan
membantu secara materi maupun non materi serta memberikan semangat kepada
saya terus.
10. Kepada teman seperjuangan Himni, Syarif, Vian, Ayu, Bayu yang selalu
membantu materi kepada saya.
11. Kepada teman - teman seangkatan dan sekelas SKI A dan seluruh teman –
teman SKI tanpa terkecuali.
12. Kepada bapak Kiai Nukhid sebagai nara sumber dalam penyelesaian skripsi
ini.
Akhirnya tanpa memungkiri adanya kekurangan dan kelemahan dalam
Semoga tulisa ini dapat bermanfaat dan merupakan sumbangan bagi kajian ilmu-ilmu
keislaman, khususnya dalam bidang Sejarah dan Kebudayaan Islam.
Surabaya, 21 Juli 2016
ABSTRACT
This thesis examines Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) in the spread of Islam and the phenomenon of pilgrimage tradition Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran). The issues discussed in this study which includes: (1). How Mbah biography Banaran and preaching activity? (2). How is the phenomenon of pilgrims at the tomb of Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)? (3). How polarization patterns and rituals of pilgrimage?
To answer these problems, the authors in this study used qualitative methods and phenomenological approach to the stages; Search data from oral sources and archaeological evidence of existing heritage. While the theory used is phenomenological theory. Primary sources in the form of interviews with a caretaker, a pilgrim, one of the descendants of Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) and communities around the tomb. Reference books as well as support related to this discussion. The data are presented and analyzed using the phenomenological theory in order to determine the motives and goals of pilgrims visit the tomb of Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih).
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
PEDOMAN TRANSLITRASI ... v
KATA PENGANTAR ... vi
MOTTO ... vii
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C.Tujuan Penelitian ... 8
D.Manfaat Penelitian ... 9
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 10
F. Metode Penelitian ... 14
H.Sistematika Pembahasan ... 22
BAB II : BIOGRAFI MBAH BANARAN DAN AKTIFITAS DAKWAHNYA A.Keluarga, pendidikan, dan murid beliau ... 24
B.Falsafah hidup beliau ... 29
C.Perjalanan dakwah beliau ... 32
D.Situs-situs peninggalan beliau ... 33
BAB III : FENOMENA PEZIARAH DI MAKAM MBAH BANARAN A.Tujuan dan sebab berziarah di Makam Mbah Banaran ... 38
B.Ritual peziarah di makam Mbah Banaran ... 53
a. Tata cara berziarah di Makam Mbah Banaran ... 53
b. Atribut peziarah dalam melakukan ritual di makam Mbah Banaran ... 56
BAB IV : POLARISASI MOTIF DAN RITUAL ZIARAH A.Motif berziarah di makam Mbah Banaran ... 61
1. Motif keagamaan ... 61
2. Motif Pendidikan, Ekonomi, Politik, dan Budaya, serta kejawen... 64
B.Difersifikasi Ritual peziarah di makam Mbah Banaran ... 75
2. Ritual Khusus bagi peziarah dengan motif tertentu ... 77
BAB V : PENUTUP
A.Kesimpulan ... 79
B.Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Manusia dan kebudayaan merupakan dua sisi yang sangat erat hubungannya. Tidak
ada masyarakat yang hidup tanpa kebudayaan karena kebudayaan ada, hidup dan
berkembang dalam masyarakat. Kebudayaan yang berkembang di Indonesia sangat
beragam serta memiliki corak kebudayaan dalam daerah yang hidup dan berkembang di
seluruh pelosok tanah air khususnya di Indonesia. Budaya adalah suatu konsep yang
membangkitkan minat masyarakat.1
Setelah Islam masuk, tradisi-tradisi Jawa berlahan ada yang punah dan ada yang
bercampur dengan Islam dalam kebudayaan tersebut yang disebut akulturasi. Akulturasi
merupakan perpaduan antara dua budaya dimana kedua unsur kebudayaan tersebut
bertemu dapat hidup berdampingan dan saling mengisi serta tidak menghilangkan
unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut.2
Pengertian kebudayaan yang cenderung banyak diterima oleh beberapa ahli di
Indonesia. Salah satunya definisi yang dikemukakan oleh Asaelo Asoemardjan dan
Soelaiman Soemardi. Mereka menjelaskan bahwa kebudayaan adalah semua hasil
karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat yang menghasilkan teknologi dan
1
Deddy Mulyana, Komunikasi Antar Budaya : Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 18.
2
2
kebudayaan kebendaan (material cultur) yang diperlukan oleh manusia untuk
menguasai alam sekitar. Rasa yang meliputi manusia, mewujudkan kaidah-kaidah dan
nilai-nilai sosial yang perlu mengatur masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas.3
Tradisi merupakan pedoman yang dijadikan sebagai kerangka interpretasi tindakan
manusia. Tradisi juga merupakan pola dari tindakan manusia, yaitu sesuatu yang hidup
dalam diri manusia yang tampak dalam kehidupan sehari-hari.4 Dalam hal ini, tradisi dianggap sebagai bagian yang penting untuk menjadi sebuah alat ukur tindakan manusia
yang baik dan yang buruk.
Setiap individu atau kelompok mempunyai tradisi yang berbeda. Hal ini didasarkan
pada karakter masing-masing individu atau kelompok yang berbeda pula. Tradisi
adakalanya terbentuk oleh lingkungan di mana tradisi berada dan sudah terbentuk,
kemudian diteruskan masyarakat karena hal tersebut merupakan peninggalan nenek
moyang mereka.5
Dalam satu tempat tertentu, tradisi merupakan sebuah hal yang bersifat sakral,
sehingga tradisi sangat dihormati serta dipertahankan. Jawa merupakan salah satu
contoh dari sekian banyak bangsa yang masih memelihara berbagai macam tradisinya.
Sebagai contoh tradisi ziarah makam yang ada di Jawa, tradisi tersebut dipertahankan
karena masyarakat Jawa meyakini bahwa makam merupakan sebuah tempat suci yang
3
Atang Abdu Hakim, Jaih Mobarok, Metodologi Stadi Islam (Bandung: Pemuda Rosdakarsa, 1999), 29.
4
NurSyam, Madzhab-MadzhabAntropologi(Yogyakarta: LKiS,2007), 70-71.
5
3
mengandung aura yang berbeda dengan kekuatan tempat lainnya, sehingga
penghormatan yang diberikan tentunya juga berbeda.6
Menurut Nur Syam, makam merupakan tempat budaya atau culture sphere yang
menghubungkan berbagai segmen masyarakat di dalamnya. Di sampingitu, makam juga
menjadi tempat yang digunakan untuk mempertemukan berbagai kepentingan. Di
antaranya untuk melakukan kegiatan ritual yang telah mentradisi semenjak dahulu
sehingga terdapat pola bagi tindakan untuk melestarikan tradisi leluhur.7 Dalam agama Islam ziarah makam sudah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Bahkan sejak masih
di bawah umur, diosebutkan baginda nabi diajak ibundanya (Siti Aminah) untuk
berziarah ke makam ayahnya (Abdulloh). Ziarah makam merupakan ajaran dalam Islam
dan tradisi yang telah mengakar. Ziarah makam tidak hanya merujuk pada ziarah
makam wali atau tokoh agama, tetapi juga ziarah makam orang tua, pahlawan, kerabat,
dan lain-lain. Secara garis besar, tujuan dari ziarah makam adalah untuk mengingatkan
manusia bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara dan semua manusia akan
mengalami kematian.8
Fenomena yang terjadi di kalangan para peziarah dalam melakukan ziarah biasanya
bermotif ganda. Selain bertujuan untuk mengingat kematian, juga mencari berkah dari
Yang Kuasa melalui do’a para Nabi dan wali. Dalam agama Islam, hal ini dikenal
dengan istilah wasilah atau tawassul. Pandangan umat Islam tentang ziarah makam,
khususnya mengenai tawassul kepada para wali atau tokoh yang dianggap suci masih
6
Nur Syam, Islam Pesisir(Yogyakarta: Lkis, 2007), 128.
7
Ibid., 129.
8
4
belum ada kesepakatan. Sebagaian menganggap tidak masalah, sebagaian kalangan lain
menganggap kunjungan ini bisa merusak akidah. Disebabkan akibat terpesona “secara
berlebihan” oleh karamah yang dimiliki parawali.9
Dalam sejarah tradisi ziarah ini, tidak lepas dari pengaruh budaya Hindu-Budha
yang sebelum Islam masuk telah berkembang budaya pemujaaan kepada arwah atau
benda-benda yang di anggapnya memiliki kekuatan ghoib yang luar biyasa untuk
menghormati dan mendapat perlindungan dengan melakukan tradisi-tradisi seperti itu.
Setelah Islam masuk konsepan seperti itu dubah dengan konsepan Islam yaitu mencari
berkah bukan menyembah atau mencari perlindungan seperti budaya Hindu-Budha.
Dengan konsepan seperti itu, tata cara pengaruh budaya Hindu-Budha yang melanggar
ajaran Islam diubah dan diganti seperti bacaan-bacaan, kegiatan-kegiatan dan tata cara
dalam berziarah.
Seperti contoh tradisi yang dilakukan oleh masyarakat desa Banaran Kandangan
Kediri, yang mana mereka mempercayai dan mensyakralkan makam seorang tokoh
yang dijuluki mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Makam ini yang menurut tutur lisan
masyarakat desa Banaran, merupakan makam auliya atau wali yang di anggapnya suci
dan bisa mendapat berkah serta bisa lebih mendekatkan diri kepada yang maha Esa
dengan berziarah di makam Mbah Banaran.
Banaran adalah sebuah julukan terhadap makam tersebut meskipun auliya yang di
makamkan di situ namanya bukan itu. Makam Mbah Banaran ini terletak di pedalam
9
5
dusun Banaran Desa Banaran kecamatan Kandangan kabupaten Kediri. Meskipun
makam ini tidak diketahui banyak orang layaknya makam para wali seperti Wali Songo
namun banyak juga orang yang berziarah ketempat ini untuk mencari berkah, tidak
jarang juga orang yang memiliki masalah terutama tentang ekonomi banyak yang
datang ke situ, ada juga untuk cari nafkah. Selama pelaksanaan ritus – ritus tersebut baik
yang kolektif ataupun pribadi, orang mengunjungi sebuah makam karena demikianlah
tradisi local : niat perorangan tidak terpisahkan dari niat kolektif. Ziarah perorangan
sebaliknya memenuhi satu tekad yang jelas, peziarah selalu mengunjungi sebuah
makam keramat dengan suatu niat tertentu, entah untuk berkaul (bernazar), atau untuk
memenuhi janji suatu kaul yang lalu. Niat – niat tersebut berupa permintaan yang
diajukan kepada sang wali. Meskipun demikian kebanyakan peziarah mengunjungi
makam – makam dengan tujuan menyelesaikan sebuah masalah materiil, khususnya
masalah keuangan.10
Di makam itu pula sering terjadi hal-hal ghoib lainya menurut tutur cerita
orang-orang yang penah ngalami konon katanya makam ini adalah makam wali yang luar
biasa karomahnya. Dari kejadian-kejadian dan anggapan seperti itu penulis ingin
meneliti dan mengetahui lebih dalam tentang makam Mbah Banaran, siapa tokoh yang
sangat di sakralkan masyarakat dan menjadi daya tarik dalam tradisi berziarah
masyarakat sekitar dan kegiatan apa saja yang dilakukan masyarakat dalam berziarah di
makam itu. Selain itu juga motif dan tujuan apa saja para peziarah datang ke makam
10
6
Mbah Banaran. Dari ulasan itu, peneliti mengambil judul Tradisi Ziarah makam Mbah
Banaran (Mbah Imam Faqih) di desa Banaran kandangan Kediri.
Mbah Banaran adalah seorang tokoh yang sangat terkenal dan berjasa di desa
Banaran. Mbah Banaran memiliki nama asli Imam Faqih dan memiliki nama lain yaitu
Sunan Pekik. Mbah Imam Faqih memiliki garis keturunan dari Sultan Agung Sultan
dari kerajaan Mataram Islam dari ayahnya Amangkurat Agung / 1 atau Tegal Arum
Sultan Mataram ke – 4 menggantikan Sultan Agung. Itu melihat silsilah yang ada di
makam Mbah Imam Faqih. Menurut informasi dari Gus Nukhid seorang ulama ternama
didaerah Ngoro Jombang yang desanya dekat dengan makam Mbah Imam Faqih “Mbah
Imam Faqih adalah seorang tokoh pembabat alas di desa Kandangan Kediri, dan juga
penyebar agama Islam di daerah Kandangan, beliau juga memiliki kharismatik yang
luar biasa yaitu memiliki ilmu kanuragan dan kebal terhadap senjata. Beliau merupakan
adipati pertama dari kadipaten Surabaya setelah dikuasai atau di tahlukan oleh Mataram
Islam pada masa Sultan Agung, dengan gelar nama Raden Jenggolo Manik”.
Makam Mbah Banaran berada jadi satu dengan makam umum masyarakat desa
Banaran, makam ini yang membedakan dengan makam yang lain terletak pada
pengkramatanya. Makamnya terawatt dengan baik bahkan di dirikan musoholla di
samping makam serta dibangunkan sebuah pendapa tepat di depan mkamnya untuk
orang – orang berziarah. Pengkramatan makam Mbah Imam faqih ini yang menjadi
daya tarik orang – orang untuk berziarah selain itu pula ada aspek – aspek yang lain
7
kalangan umat Islam, terutama kalangan pesantren, merupakan tradisi Islam kerakyatan
(Folk Islam).11
Makam Mbah Imam Faqih mulai diziarahi itu sekitar tahun 1970 lambat laun
makam ini semakin ramai dikunjungi orang untuk berziarah dengan berbagai macam
motif dan tujuan. Orang berziarah ke makam beliau dari berbagia golongan dan daerah
dengan mahsud dan tujuan masing – masing yang menjadi fenomena menarik untuk di
teliti.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan gambaran umum pada latarbelakang yang sudah dipaparkan di atas,
untuk lebih memfokuskan kajian masalah pada penelitian ini, maka rumusan masalah
kami susun sebagai berikut;
1. Bagaimanakah biografi dan kiprah Mbah Banaran ( Mbah Imam Faqih) dalam
penyebaran Islam?
2. Bagaimana fenomena ziarah di makam mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)?
3. Bagaimana polarisasi motif dan ritual peziarah di makam Mbah Banaran (Mbah
Imam Faqih)?
11
8
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini bermaksud untuk lebih mengetahui, memahami
dan mendapat gambaran secara garis besar tradisi ziarah makam Mbah Imam Faqih.
Maka dalam penulisan ini dijelaskan secara singkat dan sesuai dengan yang telah
diperoleh dalam penelitian, oleh karena itu tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui siapa Mbah Imam Faqih itu dan bagaimana kiprahnya dalam
penyebaran Islam.
2. Untuk mengetahui fenomena peziarah di makam Mbah Imam Faqih.
3. Untuk mengetahui polarisasi motif peziarah dalam ziarah makam Mbah Imam Faqih.
D. Kegunaan Penelitian
Dalam penelitian ini tentu memiliki nilai dan manfaat penelitian yang terdapat di
dalamnya. Penulis berharap agar dapat memberikan manfaat yang positif bagi semua
orang, baik dari sisi keilmuan akademik maupun dari sisi praktis diantaranya sebagai
berikut:
1. Sisi Keilmuan Akademik (Teoritis)
a. Sebagai seorang mahasiswa jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, penulis berharap
hasil penelitian ini dapat memperluas pengetahuan budaya lokal yang ada di
9
b. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan refrensi untuk penelitian
kebudayaan Islam di Makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)
c. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai sumber informasi mengenai
perkembangan kebudayaan Islam di Kandangan Kediri.
2. Sisi Praktis:
a. Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
perencana lebih lanjut dalam pengembangan kultural di daerah setempat.
b. Penulis mengharapkan penelitian ini dapat menjadikan masukan bagi generasi
muda, untuk mengembangkan dan menjaga kebudayaan yang ada di Kediri.
c. Untuk mengetahui dan memperluas wawasan mengenai tradisi-tradisi dan budaya
yang tidak terlepas dari tradisional keagamaan.
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan Fenomenologi yang mana
dalam hal ini, akan melihat dari fenomene-fenomena yang terjadi dalam masyarakat
tentang tradisi ziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Fenomenologi
adalah menjelaskan fenomena prilaku manusia yang dialami dalam kesadaran.
10
pelakunya, menurut faham Fenomenologi ilmu bukanlah values free bebas nilai dari
apapun melainkan values bound memiliki hubungan dengan nilai.12
Menurut Husserl, tugas yang paling penting adalah mengembangkan suatu metode
yang akurat untuk mencapai “sesuatu itu sendiri (things themselves) dengan tidak
memahami suatu realitas, atau sesuatu secara langsung, naif dan tergesa – gesa, konsep
ini bukan induksi ataupun deduksi, tetapi berupa intuisi secara total dari Fenomena
Primordial yang mengungkapkan validitas keilmuan yang tidak dapat diubah oleh
praduga – praduga dari pengertian lainnya.13
Pemahaman Husserl diawali dengan ajakan kembali pada sumber atau kembali pada
realitas yang sesungguhnya. Untuk itu perlu langkah – langkah metodis yang disebut
“reduksi”. Melalui reduksi, kita menunda upaya menyimpulkan sesuatu dari setiap
prasangka terhadap realitas. Langkah – langkah yang dimaksud adalah Reduksi Eiditis
yang mana pada tahab ini adalah mencari intisari dari dari hakikat yang telah ada. Yang
kedua Reduksi Fenomenologi pada tahab ini itu mencari hakikat dari fenomena yang
ada atau gejala sebenarnya. Ketiga Reduksi Transendental adalahhh berusaha memilah
hakikat yang masih bersifat empiris menjadi hakikat yang bersifat murni.14
Metode kualitatif Fenomenologi berlandaskan pada empat kebenaran, yaitu
kebenaran empirik sensual, kebenaran empirik logik, kebenaran empirik etik, dan
12
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), 42.
13
Irving M. Zeitlin, memahami kembali Sosiologi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995),216-216.
14
11
kebenaran empirik transenden. Atas dasar cara mencapai kebenaran ini, Fenomenologi
menghendaki kesatuan antara subyek peneliti dengan pendukung obyek penelitian.
Keterlibatan subyek peneliti di lapangan dan penghayatan fenomena yang dialami
menjadi salah satu ciri utama.15
Dalam hal ini, melihat fenomena yang terjadi pada tradisi ziarah di makam Mbah
Imam Faqih (Mbah Banaran) dengan menggunakan pendekatan Fenomenologi.
Sehingga penulis akan menggunakan pendekatan ini untuk mengamati, memahami dan
menulis mengenai kebudayaan yang terkandung dalam masyarakat, yaitu dengan
mempelajari segala keaneka ragaman budaya manusia dan mencoba memberikan
jawaban - jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang ada, yang sesuai dengan
makna dan realita yang terjadi dalam fenomena ziarah tersebut dengan menggunakan
tiga metode reduksi fenomenologi yang sangat berguna dalam menganalisa bahan –
bahan dan data – data yang didapatkan dari hasil penelitian di lapangan untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan dengan reduksi itu data yang di dapat bisa menjadi
sumber akurat sesuai dengan penelitian yang diinginkan.
Dalam hal ini, Fenomenologi adalah suatu metode yang membahas fenomena –
fenomena khusus yang terjadi pada kehidupan sosial manusia dan mencari kemurnian
dari makna serta hakikat dari fenomena itu yang dijalankanya sebagai sebuah budaya
dan tradisi dalam masyarakat serta menjadi sebuah kepercayaan terhadap prilaku sosial.
Seperti yang dikatakan oleh Husserl Fenomenologi adalah teori mengenai Essential
15
12
Being, yang tidak mengkaji dunia riel tetapi lebih kepada fenomena yang dimurnikan,
dijernihkan secara Transenden.16
Teori adalah kreasi intelektual, penjelasan beberapa fakta yang telah diteliti dan
diambil prinsip umumnya. Dari kerangka teoritik tersebut, nantinya akan memunculkan
sebuah teori. Teori itu dihasilkan ketika menghubungkan antara konsep Islam dan
kebudayaan lokal. Berdasarkan sejarah masuknya Islam di Indonesia, Islam masuk dan
tersebar secara damai sebagai metode dakwah para wali songo. Mereka berdakwah
tanpa menghilangkan tradisi lokal, ini dimasudkan agar Islam diterima oleh masyarakat
dengan mudah. Oleh karena itu tradisi lokal tetap berkesinambungan sampai sekarang
Pada waktu itu masyarakat menyesuaikan budaya yang telah ada dengan adanya
budaya baru (Islam) Perubahan (change) akan terjadi ketika tradisi baru yang datang
mempunyai kekuatan dan daya dorong yang besar dibanding tradisi-tradisi yang telah
ada dan mapan sebelumnya. Jika tradisi baru yang datang mempunyai kekuatan dan
daya dorong yang lebih kecil dibandingkan kekuatan tradisi keilmuan yang lama, maka
yang terjadi adalah tidak adanya perubahan (status quo). Perubahan yang ada tidak akan
serta merta terputus begitu saja dari tradisi keilmuan lama yang telah ada sebelumnya.
Masih ada kesinambungan yang berkelanjutan dengan tradisi keilmuan yang lama
meskipun telah muncul paradigma baru. Dengan demikian proses kesinambungan dan
perubahan (continuity and change) masih tetap terlihat.17
16
Abdulloh Khozin Afandi, Fenomenologi Pemahaman terhadap Pikiran-Pikiran Edmund Husserl (Surabaya: eLKAF, 2007), 2-4.
17
13
Sehingga penelitian ini menggunakan teori Fenomenologi, yakni mencari makna dan
hakikat dari fenomena yang terjadi dengan memurnikan dan menjernihkan secara
Transenden. Dari pengalaman sosial kesadaran akan diri kita sendiri yang berinteraksi
dengan orang lain atau intensi dengan kehidupan sosial yang menjadi sebuah fenomena
yang dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan menggunakan teori Fenomenologi penulis berharap bisa melakukan
penelitian dan mengungkap fenomena – fenomena yang terjadi pada tradisi ziarah
apakah masih relatifitasnya budaya local dengan pengaruh unsure – unsure Islam seperti
tahlil, membaca al-quran, solat sunnah. Selain itu apakah ada motif - motif lain dalam
berziarah selain penertian ziarah pada umumnya. Fenomena yang terjadi dalam tradisi
ziarah di Makam Mbah Imam Faqih tentunya tidak terlepas dari budaya dahulu
sebelum pra – Islam, melihat peninggalan – peninggalan yang ada masih ada campuran
budaya Hindu – Budha seperti tugu berseni bangunan model Hindu – Budha.
F. Penelitian Terdahulu
1. Judul skripsi : Tradisi Ziarah Makam Putri Terung di Desa Terung Wetan Kecamatan
Krian Kabupaten Sidoarjo. Oleh Nur Faizah, Jurusan Ilmu Al-Quran dan Studi Agama
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Skripsi ini membahas tentang tradisi yang dilakukan oleh masyarakat dalam ziarah
makam putri terung tetapi lebih kepada tindakan-tindakan yang dilakukanya.
2. Judul skripsi: Ziarah makam K.H. Ali Mas’ud di Pagerwojo. Oleh Ahmad
14
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Skripsi ini membahas tentang siapa tokoh KH.
Ali Mas’ud dan apa makna dan motivasi masyarakat berziarah ke makam KH. Ali
Mas’ud.
3. Judul skripsi: Ziarah Makam: Studi Kasus Kgiatan Keagamaan Peziarah di Komplek
Makam Syekh Maulana Ishak di Desa Kemantren Paciran Lamongan Oleh Fatchulil
Hidayati jurusan Ilmu Sosial fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya. 2015. Skripsi ini membahas tentang perilaku beragama
para peziarah dalam berziarah ke makam syekh maulana ishak di kemantren paciran
lamongan.
Dari penelitian yang telah ada mengenai tradisi ziarah makam dengan penelitian
saya ini, tidak jauh beda dengan penelitian sebelumnya perbedaanya terletak pada
agama kepercayaan peziarah, kalau di kebanyakan dan umumnya makam yang
dikramatkan dan hasil dari penelitian terdahulu semua peziarah itu agama
kepercayaanya adalah agama Islam. Namun dalam tradisi ziarah makam Mbah Banaran
ada peziarah yang beragama Konghocu dari keturunan Tionghoa. Itu yang sedikit
membedakan penelitian saya dengan penelitian sebelumnya.
G. Metodologi Penelitian
Karya ilmiah pada umumnya merupakan hasil penyelidikan secara ilmiah yang
bertujuan untuk menemukan, menggambarkan dan menyajikan kebenaran.18 Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian Kualitatif. Penelitian budaya
18
15
sebenarnya bisa mengikuti paradigma kualitatif dan kuantitatif. Keduanya sama – sama
mampu menjelaskan dan memahami fenomena budaya. Namun demikian peneliti
budaya selam ini justru memilih paradigma penelitian kualitatif. Hal ini sejalan dengan
kondisi budaya itu sendiri merupakan cabang ilmu Humaniora yang unik. Jika kodrat
budaya itu dipaksakan menggunakan paradigma kuantitatif, dimungkinkan ada hal – hal
yang tidak terangkat. Karena itu, meskipun tidak menolak penelitian kuantitatif,
penelitian budaya cenderung ke arah penelitian kualitatif.19
Penelitian kuantitatif Yang menggunakan hitung – hitungan pun boleh dimanfaatkan
bagi peneliti budaya, tentu dengan syarat tertentu. Peneliti budaya yang rupa – rupanya
kurang menyukai penelitian kuantitatif, lebih di dorong oleh kodrat budaya itu sendiri.
Oleh karena itu, fenomena budaya memang memiliki kekhususan. Di samping itu,
fenomena budaya biasanya juga berupa kasus – kasus unik yang kurang memungkinkan
diterapkanya penelitian kuantitatif.20
Melalui penelitian kualitatif, akan membimbing kita untuk memperoleh penemuan –
penemuan yang tidak terduga sebelumnya dan membangun kerangka teoritis yang baru.
Jika penelitian budaya menggunakan model kualitatif dan peneliti dapat menyajikan
hasil berbentuk cerita yang menarik, tentu akan meyakinkan pembaca.21 Alasan utama pemakaian penelitian kualitatif budaya, antara lain data yang diperoleh dari lapangan
19
Suwardi Endraswara, Mertodologi Penelitian Budaya (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), 14.
20
Ibid., 14. 21
16
biasanya tidak terstruktur dan relatif, sehingga memungkinkan peneliti untuk menata,
mengkritisi, dan mengklasifikasikan yang lebih menarik melalui penelitian kualitatif.22
Istilah penelitian kualitatif, awalnya juga berasal dari sebuah pengamatan kuantitatif
yang dipertentangkan dengan pengamatan kualitatif. Pengamatan kuantitatif melibatkan
pengukuran pada tingkat tertentu dengan ciri tertentu pula. Sedangkan pengamatan
kualitatif cenderung mengandalkan kekuatan indera peneliti untuk merefleksikan
fenomena budaya. Pengamatan indera ini dipertimbangkan lebih akurat untuk melihat
kebudayaan yang cenderung berubah – ubah seiring pergeseran zaman. Perubahan ini
tentu saja sulit diukur dan direrata menggunakan paradigma kuantitatif.
Menurut Brannen (1997:9 – 12) secara epistemologis memang ada sedikit perbedaan
antara penelitian kuantitatif dengan kualitatif. Jika penelitian kuantitatif selalu
menentukan data dengan variabel – variabel dan kategori ubahan, dan bahkan dibingkai
dengan Hipotesis tertentu, penelitian kualitatif justru sebaliknya. Perbedaan penting
keduanya, terletak pada pengump[ulan data. Tradisi kualitatif, peneliti sebagai intrumen
pengumpul data, mengikuti asumsi kultural, dan mengikuti data. Peneliti lebih fleksibel
dan reflektif tetapi tetap mengambil jarak.
Penelitian kualitatif ibarat membidik panorama melalui lensa lebar dan longgar,
peneliti sedikit bebas mencari hubungan antar konsep yang sebelumnya belum
ditentukan pasti. Dengan kata lain penelitian budaya kualitatif lebih fleksibel, tidak
memberi harga mati, reflektif dan imajinatif. Penelitian kualitatif dianggap lebih penting
22
17
karena lebih menitik beratkan keutuhan (entity) sebuah fenomena budaya, bukan
memandang budaya secara parsial. Dalam kaitan ini unsur pengamatan sangat
menentukan keberhasilan penelitian. Terlebih lagi pengamatan berpartisipasi jelas amat
penting bagi terlaksananya penelitian budaya.23
Konteks fenomena budaya juga sulit diabaikan guna melengkapi prinsip keutuhan.
Persoalan konteks yang kadang – kadang tertinggalakn pada penelitian kuantitatif,
justru menjadi andalan bagi penelitian kualitatif.24 Dengan kata lain, penelitian kualitatif dapat berkisar pada hal sederhana, namun peneliti diharapkan mampu meninjau dari
beberapa aspek. Justru keindahan penelitian kualitatif adalah terletak pada kesimpelan
masalah, namun tinjauanya lebih Holistik.
Adapun tahapan-tahapan metode penelitian Antropologi Budaya dijelaskan sebagai
berikut:
1. Jenis Sumber Data
pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti
dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan
dipermudah olehnya.25
A. Sumber Primer
23
Sugeng Pujileksono, Pengantar Antropologi (Malang : UMM Pres, 2009), 14. 24
Suwardi Endraswara, Mertodologi Penelitian Budaya (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), 16.
25
18
Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber pertama baik dari
individu atau perorangan seperti hasil wawancara, observasi, dokumentasi yang
dilakukan oleh peneliti.26 Sumber primer ini erat kaitanya dengan penelitian yang mana sumber primer ini berupa peninggalan-peninggalan beliau baik berupa benda
seperti tongkat, tasbih, ataupun karya beliau seperti buku dan juga situs makam
beliau sebagai bukti bahwa beliau pernah berdakwah di daerah itu. Bisajuga
wawancara kepada murid beliau yang masih ada.
B.Sumber Sekunder
Jenis sumber Sekunder ini bisa berupa wawancara kepada para peziarah ataupun
kepada juru kunci bisa juga kepada orang-orang yang sekiranya mengetahui,
mengerti beliau tapi tidak sezaman terutama tentang kisah hidup beliau. Catatan
murid beliau yang berupa nasehat-nasehat atau ajaran-ajaran beliau semasa hidup.
Disini penulis mewawancarai seorang yang mengerti tentang riwayat Mbah Imam
Faqih (Mbah Banaran) sebagai salah satu sumber sekunder.
2. Tehnik Pengumpulan Data
Untuk dapat memperoleh data mengenai pola-pola yang sesuai dengan suatu
masalah, penelitian diperlukan informasi yang selengkap-lengkapnya
(sedalam-dalamnya) mengenai gejala yang ada di dalam kebudayaan masyarakatyang
bersangkutan. Gejala itu dilihat sebagai satuan yang berdiri sendiri tetapi saling
berkaitan sebagai suatu kesatuan yang bulat dan menyeluruh.
26
19
A. Terjun Kelapangan atau Observasi
Observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau tema yang diteliti. Pengamatan
bertujuan untuk mengetahui alat-alat yang yang digunakan. Peneliti berusaha
mencari informasi tentang apa saja yang diperlukan dalam penyelesaian penyusunan
penelitian yang bersifat rasioanal dan sistematis.
B. Wawancara
Interview adalah suatu bentuk komonikasi percakapan yang bertujuan memperoleh
informasi.27 Wawancara ini digunakan untuk mengetahui ide atau tradisi atau tata kelakuan. Wawancara dilakukan kepada jurukunci, para peziarah, orang-orang yang
mengerti tentang beliau khususnya kisah hidupnya dan juga kepada penduduk sekitar
makam beliau sebagai sumber informasi pengumpulan data.
C. Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan transkip, buku, prasasti dan sebagainya.28 Semua yang yang ada di lokasi penelitian yang berhubungan dengan sumber penelitian itu di dokumentasikan baik
itu berupa para peziarah,kegiatan-kegiatan para peziarah atau kegiatan atau acara
dimakam, benda-benda peninggalan dan makam beliau semuanya didokumentasikan
sebagai sumber dalam penelitian.
27
S. Nasution, metode research (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 106. 28
20
3. Tehnik Analisis Data
Dalam tehnik analisis data ini di bagi menjadi dua yaitu:
a. Kritik Ekstern (Otentitas)
Yaitu suatu usaha meneliti atau menguji keaslian sumber yang telah
diperoleh, sehingga validitas sumber tersebut dapat dipertanggung jawabkan.
b. Kritik Intern (Kredibilitas)
Yaitu suatu usaha setelah mengetahui asli atau tidaknya data atau
dokumen yang didapatkan selanjutnya di teliti kebenarannya dan kesesuaiannya
dari isi data tersebut. Dalam artian apakah data tersebut bisa memberikan
informasi yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian.
4. Interpretasi
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, cacatan lapangan, dan bahan-bahan yang lain, sehingga
dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan ke orang lain.29
Upaya yang dilakukan pada tahap ini adalah menganalisis peristiwa-peristiwa sejarah
dan fenomena – fenomena yang terjadi berdasarkan data yang telah dikumpulkan
dengan maksud agar dapat menguasai masalah yang dibahas. Selanjutnya dilakukan
sintesis sebagai penyatuan data yang telah diperoleh sesuai dengan kerangka penulisan.
Untuk dapat menganalisis data kualitatif menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu
suatu cara pengambilan kesimpulan yang berdasarkan atas fenomena-fenomena dan
29
21
fakta untuk memahami unsur-unsur suatu pengetahuan yang menyeluruh,
mendiskripsikannya dalam suatu kesimpulan.
5. Historiografi
Historiografi adalah penulisan, pemaparan atau pelaporan dari hasil penelitian.30 Pada laporan penelitian ini penulis berusaha menuangkan fakta-fakta yang diperoleh
dari berbagai sumber yang diperoleh dari hasil penelitian baik itu sumber primer
maupun data sekunder sehingga bisa menghasilkan karya ilmiah yang bisa
diperhitungkan dalam khazana keilmuan khususnya yang berkaitan dengan kebudayaan.
H. Sistematika Pembahasan
Guna penulisan dalam pembahasan ini diperlukan suatu rangkaian yang sistematis
dan saling berkaitan antara satu dengan yang lain, maka penelitian ini disusun dalam
beberapa bab yang sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat menggambarkan dan
menghasilkan hasil yang maksimum. Untuk itu diperlukan sistematika pembahasan
yang disajikan dalam beberapa sub bab, dalam penulisan ini akan terbagi dalam lima
bab utama dengan dengan beberapa sub bab yang mempunyai keterkaitan dengan bab
tersebut. Adapun sistematika pembahasan tersebut adalah sebagai berikut:
30
22
BAB I : pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan karangka teori, penelitian terdahulu,
metode penelitian, sistematika pembahasan dan daftar pustaka sementara
BAB II : dalam bab ini menjelaskan tentang profil Mbah Imam Faqih yang bersumber
baik dari buku-buku yang mencatat tentang beliau ataupun hasil wawancara dengan
tokoh masyarakat, peziarah, dan penjaga makam beliau (juru kunci).
Selain itu juga menjelaskan tentang letak makam Mbah Imam Faqih ataupun situs
peninggalanya yang masih ada dan terawat, serta menjelaskan daya tarik makam beliau
sebagai tempat berziarah dan dijadikan tradisi kebudayaan masyarakat sekitar
khususnya umumnya umat Islam.
BAB III : Pada bab ini menjelaskan tentang motif dan tujuan para peziarah dalam
berziarah di makam Mbah Imam Faqih dan atribut yang dipakai dan barang yang
dibawa. Dari banyak peziarah yang dating tentunya mereka memiliki motif dan tujuan
yang berbeda-beda. Kepercayaan dan anggapan Budaya-budaya masyarakat sekitar juga
di jelaskan dalam bab ini untuk lebih mengetahui pengaruh tradisi ziarah di makam
Mbah Imam Faqih.
BAB IV : Dalam bab ini akan menjelaskan tentang perbedaan ritual peziarah di makam
Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) antara ritual umum dengan ritual khusus pada motif
tertentu atau polarisasi motif dan ritual peziarah.
23
KESIMPULAN
SARAN
PENUTUP
LAMPIRAN
BAB II
BIOGRAFI MBAH BANARAN (Mbah Imam Faqih) DAN AKTIFITAS
DAKWAHNYA
A. Sekilas Biografi, pendidikan Mbah Banaran (Mbah Imam Fiqih)
Mbah Banaran memiliki nama asli yaitu Imam Faqih atau
Sunan/Pangeran Pekik yang mana merupakan trah keturunan dari Sultan
Mataram Islam dari garis keturunan ayahnya yaitu Amangkurat Agung atau
Tegal Arum dari silsilah yang terdapat di makam Mbah Banaran. Pangeran
Pekik (lahir : ? – wafat: Surabaya, 1663).1 Beliau adalah seorang Adipati pertama Surabaya setelah Surabaya ditahlukan oleh Sultan Agung raja
Mataram Islam, dengan gelar Raden Jengolo Manik.
Menurut hasil data dilapangan beliau adalah putra pertama dari
Amangkurat Agung atau Tegal Arum raja Mataram ke – 2 dengan tiga
bersaudara yaitu pertama pangeran Indrajit sebagai adik pertama, kedua
pangeran Trunojoyo sebagai adik kedua, ketiga pangeran Wiro darmo
sebagai adik ketiga. Mbah Banaran atau Raden jenggolo Manik (Pangeran
Pekik) memiliki istri yang bernama G. K. R. Wandasari, dari istrinya itu
beliau memiliki tiga orang keturunan pertama P. Joko Umar kedua P. Bagus
Jamara ketiga P. (kyai) Rum.
1
25
Menurut penuturan cerita beliau adalah seorang pemimpin yang alim
dan bijaksana, karena kealiman yaitu Mbah Banaran atau Raden Jenggolo
Manik ditunjuk menjadi imam para ulama di Surabaya Khususnya di Ampel.
Setelah Mataram dipimpin oleh Amangkurat 1 yang mana bersekutu dengan
VOC Belanda dan sikap buruknya dalam memimpin, terjadilah pergolakan
di dalam kesultanan Mataram. Surabaya sebagai wilayah kekuasaan
tahlukan kerajaan Mataram pada masa Sultan Agung.2 Sunan Pekik mengasingkan diri dan membabat alas di daerah Kandangan (sekarang
menjadi kota kecamatan di Kab. Kediri) dan mendirikan rumah sederhana
untuk menyebarkan agama Islam.
Menurut Kiai Nukhid seorang tokoh ulama (ada yang mengatakan
masih keturunan dari Pangeran Pekik) di daerah situ, pangeran pekik adalah
seorangs ufi yang mengamalkan Thoriqot Naqsabandiyah dan Sathariyah
sampai akhir hayatnya. Pangeran Pekik di makamkan di Desa Banaran
Kandangan Kediri, makam beliau banyak diziarahi orang dan menjadi tradisi
kepercayaan masyarakat khususnya masyarakat Desa Banaran.
Pangeran Pekikatau yang akrab dikenal oleh masyarakat desa
Banaran khususnya umumnya masyarakat yang berziarah yaitu Mbah Imam
Faqih, beliaunya Moksa atau bertapa sampai akhir hayatnya seperti yang di
ucapkan oleh juru kunci makam Mbah Imam Faqih Bpk. Abdul Khotib (Kiai
2
26
Khotib) Mbah Imam Faqih mengasingkan diri setelah dikejar – kejar oleh
Amangkurat 1 raja Mataram kelima, beliaunya lari mengasingkan diri
kewilayah Kediri dan babat alas (membuka lahan) di daerah Kandangan
serta melakukan pertapaan disitu sampai akhir hayatnya sambil
mengamalkan ajaran – ajaran ilmunya dan juga mengajarkanya kepada
masyarakat sekitar.
Dalam falsafah beliau, Mbah Banaran lebih kearah sufistik dalam
kehidupan sehari – hari dan di ajarkan kepada masyarakat sekitar dalam
rangka lebih meningkatkan keimanan serta kepasrahan diri kepada sang
pencipta sebagai hamba yang penuh bergelimang dosa. Ajaran – ajaran
Sufistik beliau atau Thoriqot yang beliau ajarkan ini, terlihat dari para
peziarah yang datang kemakamnya untuk berziarah bahwa mereka ada yang
mengikuti dan mengamalkan Thoriqot Naqsabandiyah dari cabang Pondok
Pesantren Ploso Jombang. Selain itu juga melihat masyarakat sekitar desa
makam Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) banyak yang mengikuti aliran
Thoriqot Naqsabandiyah dan Qodiriyah yang mengikuti pusat cabang
Pondok Pesantren Ploso Jombang. Ditambah lagi salah satu orang yang
dianggap masih memiliki keturunan dari Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran)
27
beliau juga orang yang merawat makam Mbah Imam Faqih selain juru
kuncinya.
Ini bisa dianggap jelas dengan adanya bukti dan realita seperti itu
bahwa Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) adalah pengamal aliran Thoriqot
Naqsabandiyah meskipun sanad ke – Thoriqotanya belum diketahui secara
jelas tertulis dalam Thoriqot di pesantren Ploso Jombang. Melihat riwayat
beliau dengan tanggal wafatnya sekitar abad tujuh belas untuk melacak dan
menemukan muridnya yang masih hidup itu tidak mungkin, yang bisa
dilacak adalah silsilah dari murid – murid beliau hingga sampai kebeliau
Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran).
Dari sinilah cikal bakal desak andangan yang sekarang menjadi kota
kecamatan di kabupaten Kediri dan oleh sebab itu makam Pangeran Pekik
atau Mbah Imam Faqih di keramatkan dan di ziarahi oleh masyarakat karena
dianggap makam sang pendiri Desa Kandangan atau Danyang desa (istilah
Jawa). Meskipun makamnya terletak di daerah desa Banaran kecamatan
Kandangan sekitar kurang lebih dua kilometer arah ke Timur dari pusat kota
kecamatan Kandangan.
Adapun untuk silsilah Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) yang
28
bisa dilihat di bawah ini, yang mana silsilah ini tertera pada komplek makam
Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih).
Silsilah Pangeran Pekik yang ada di komplek makam beliau :
29
B. Falsafah hidup Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)
Seperti yang sudah sedikit dijelaskan diatas pada bab dua tentang
sekilas biografi beliau Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) bahwa beliau
adalah pengamal ajaran Thasawuf Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat
Satthariyah.3 Dalam falsafah beliau, Mbah Banaran lebih kearah sufisme4 dalam kehidupan sehari – hari dan di ajarkan kepada masyarakat sekitar
dalam rangka untuk menyebarkan agama Islam dan lebih mendekatkan diri
pada tuhan. Dalam bukunya KH. A. Aziz Masyhuri istilah Tasawuf, Tarekat
berarti perjalanan seorang Salik (pengikut tarekat) menuju tuhan dengan cara
menyucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk
dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada tuhan. Masyarakat desa
3
A. Aziz Masyhuri, Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf (Surabaya: Imtiyaz 2011). Pengertian tentang Tarekat Naqsyabandiyah adalah suatu tarekat yang di dirikan Syaikh Muhammad Ibn Baha’uddi Al -Uwaysi Al-Bukhari, An-Naqsyabandi seorang tokoh yang sangat pandai melukiskan kehidupan yang gaib-gaib kepada para pengikutnya, sehingga ia dikenal dengan nama Naqsyabandi (Naqsyaban=lukisan). Kata Uwais berhubungan dengan salah seorang tokoh sufi terkenal di massasahabat, yaitu Uwais Al-Qarni, karena system tasawuf Nqsabandiyah menyerupai system tasawuf tokoh besar ini. Sedangkan Tarekat Shattariyah pertama kali digagas oleh Syaikh Abdullah Syattar (w. 890H/1429M) tarekat ini merupakan salah satu jenis tarekat yang dianggap Shahih dan diakui kebenaranya (Mu’tabarah) yang mana menghubungkan silsilah guru-guru Tarekat Shattariyah tersebut sampai kepada nabi melalui sahabatnya, Ali ibn Abi Thalib.
4
30
Banaran dan sekitarnya mayoritas adalah warga Nahdlatul Ulama
(Nahdliyyin) yang aliran utama tarekatnya adalah Qodiriyyah Wan
Naqsabandiyyah dan banyak masyarakat desa Banaran dan sekitarnya yang
mengamalkan terekat tersebut. Dari data prosentase yang ada masyarakat
desa Banaran mayoritas menganut faham Nahdlatul Ulama (NU), 80% NU
dan 15 % aliran Muhammadiyah serta 5% sisanya aliran lainya seperti
kejawen dan non muslim namun non muslimnya hanya 0,5%.5
Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) sebagai sesepuh desa dan
penyebar Islam di daerah tersebut seperti apa yang diucapkan oleh bapak
Abdul Khotib seorang juru kunci ;
“Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) adalah seorang ulama keturunan
dari kerajaan Mataram Islam yang melarikan diri karena
bermusuhan dengan Belanda dan menetap di suatu daerah yang
sekarang dinamakan desa Kandangan dalam, dalam menyebarkan
agama Islam kepada masyarakat sekitar pada khususnya, beliau
mendirikan sebuah pesantren yang tidak tahu nama pesantrenya dan
memiliki banyak santri. Tujuan mendirikan pesantren itu adalah
untuk mengajak masyarakat sekitar untuk memeluk agama Islam,
melihat kondisi masyarakat sekitar masih banyak yang belum
mengenal Islam ada juga yang mengenal Islam namun masih
5
31
kejawen. Ajaran – ajaran yang diajarkan kepada santri di
pesantrenya tentang ajaran agama Islam pada umumnya seperti nilai
– nilai Islam dan syariat Islam, tidak lain juga di ajarkan tentang
ilmu – ilmu Tasawuf seperti Thoriqot yang beliau amalkan tapi
dalam pengajaran di pesantrenya beliau lebih menekankan kepada
perjuangan kepada para penjajah karena ketidak sukaan beliau
kepada para penjajah yang telah menyengsarakan masyarakat dan
khususnya diri sendiri beliau”.
Dalam cerita rakyat atau masyarakat desa Kandangan yang dalam istilah
ilmiahnya yaitu Fooklor (cerita rakyat), Mbah Banaran (Mbah Imam faqih)
pernah berjuang melawan penjajah bersama Trunojoyo di Kandangan
bersama murid atau santri beliau yang mana nama Mbah Imam faqih (Mbah
Banaran) diabadikan menjadi sebuah nama jalan di tengah kota Kandangan
tepatnya di depan pasar Kandangan yang setiap bulan Suro (penanggalan
Jawa) diadakan upacara bersih desa Kandangan di jalan itu. Selain sebagai
pembabad desa dan juga sesepuh desa untuk menghormati dan mengenang
jasa beliau. Seperti yang di tuturkan oleh Mbah Jan seorang tokoh dan
sesepuh desa Kandangan mengatakan:
“Mbah Imam Faqih (MbahBanaran) pernah membantu perang
32
Trunojoyo mengalami kekalahan dan melarikan diri kearah utara
dan tertangkap di dusun Payak Krajan yang sekarang namanya
menjadi Payak Santren, dalam keadaan deyek – deyek atau payah
kerena terluka”6
C. Perjalanan dakwah Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)
Dalam perjalanan dakwah Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) sebelum
membabad alas dan menetap di Desa Kandangan dan di makamkan di Desa
Banaran termasuk wilayah administratif wilayah Kecamatan Kandangan,
beliau singgah di beberapa tempat untuk menghin dari kejaran raja Mataram
dan penjajah Belanda. Beliau melarikan diri kerajaan Mataram setelah perang
melawan raja Mataram di bantu penjajah Belanda, beliau melarikan diri ke
daerah Kediri tepatnya di daerah Pare di Desa Kwagean setelah itu melarikan
ke daerah Ngantang tepatnya di daerah Selokurung yang mana terdapat
peninggalan atau jejak beliau di situ dan dikeramatkan juga. Setelah itu Mbah
Banaran( Mbah Imam Faqih) melarikan diri lagi menuju sebuah hutan lebad
dan membabad alas yang akhirnya menetap di situ di daerah Kandangan
dalam sekarang. Sesuai dengan yang di ucapkan oleh Bapak Abdul Khotib
dalam sesi wawancara dengan beliau:
“Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) setelah menjadi raja di
Mataram selama tiga setengah tahun dan berperang melawan
6
33
keponakanya bernama Amangkurat Ampral yang dibantu penjajah
belanda karena ingin merebut singgasana sebagai raja, beliau
melarikan diri menuju Kediri di daerah timur Pare desa Kwagean
kemudian melarikan diri ke Ngantang daerah Selokurung yang
terdapat peninggalan dan jejak Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)
kemudian menuju Kandangan dan mendirikan pesantren tepatnya
yang sekarang dijuluki daerah Kandangan dalam, sampai wafat dan
di makamkan di desa Banaran ini”7
D. Situs – situs peninggalan Mbah Imam Faqih (Mbah banaran)
Di dalam penelitian benda pada makam, terdapat empat macam teknik
analisis yaitu:
1. Analisis Morfologi
Satuan pengamatan dalam analisa bentuk adalah bentuk umum makam
dan ragam hiasannya. Secara umum makam dapat dibagi menjadi beberapa
bagian yaitu nisan, cungkup.
2. Analisis teknologi
Dalam analisis teknologi makam, variabel-variabel yang diamati
meliputi bahan dan teknik dalam pembuatan atau kontruksi pembangunan.
3. Analisis stilistik
7
34
Variabel pada analisis stalistik dilakukan dengan cara mengamati ragam
hias, baik berupa ragam hias arsitektur maupun dekoratif.
4. Analisis Kontekstual
Variabe-variabel yang dapat dijadikan satuan pengamatan dalam analisis
ini meliputi keadaan lingkungan di mana makam tersebut berada, baik berupa
lingkungan fisik maupun bangunan lain yang dibangun disekitarnya.8
Berikut hasil analisis wujud Islam pada benda yang penulis peroleh pada
makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)
- Makam mengarah ke utara dan selatan, cungkup berbentuk persegi panjang
seperti pada umumnya. Nisan ditutupi dengan kain putih, dan seluruhnya
ditutupi dengan kain putih, makam tersebut dalam satu ruangan terdapat dua
makam, makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) dibangun rata atau sama
tinggi dari makam yang ada disebelahnya. Makam yang ada di sebelah
timurnyanya makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) yaitu Raden Bagus
Qohar. Dibagian atas makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) terdapat
aluminium sebagai kerangka untuk kain yang digunakan untuk menutupi
makamnya atau bisa dikatakan kayak selambu kurung, dan dinding makam
dicat yang berwarnah putih agar sama seperti selambu yang terdapat di
makam yang mengelilingi makam.
8
35
- Cungkup makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) dibangun semua dari
pondesen semen seperti pembangunan biasa, bagian bawanya dikramik,
makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) dibangun seperti kamar dan siapa
saja yang berziarah atau berkunjung kesana bisa langsung melihat
pemakaman tersebut.
- Letak makam ini tidak jauh dari perumahan masyarakat Banaran, tetapi
letak makam ini terletak di ujung selatan desa Banaran dan jadi satu dengan
makam umum desa Banaran.
- Di samping makam tersebut terdapan Musholla untuk para jema’ah ziarah
atau warga sekitar yang ingin mendirikan sholat, kalau pengunjung sangat
ramai ada juga yang mendoakan arwah Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)
dari Musholla tersebut tidak ketemapat makam Mbah Banaran (Mbah Imam
Faqih). Musholla tersebut tidak jauh dari makam bersebelahan dengan
makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih).
Wujud peninggalan percampuran atau akulturasi budaya Jawa yang
masih ada dan terawat:
- Selain itu tepat di depan ruangan makam Mbah Banaran (Mbah Imam
Faqih) juga terdapat sebuah bangunan pendapa atau balai.9 Yang mana sebagai tempat tunggu peziarah yang mau ziarah ke dalam makam Mbah
9
36
Banaran (Mbah Imam Faqih) bisa juga untuk istirahat peziarah. Ukuran
pendapa tersebut kurang lebih 5 x 6 meter.
- peninggalan wujud benda yang masih ada sampai sekarang dan dapat
diidentifikasi yaitu sebuah patung atau arca yang terbuat dari batu. Arca ini
terletak kurang lebih satu kilometer dari makam Mbah Banaran (Mbah Imam
Faqih) tepatnya berada di desa Kandangan dalam yang konon dulu sebagai
tempat tinggal Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Arca tersebut juga
disakralkan oleh warga setempat. Disebelah bangunan yang melingdungi arca
tersebut terdapat pohon beringin yang besar sekali berdiameter kurang lebih
enam meter, pohon itu usianya sudah ratusan tahun kalau melihat ukuran
diameter pohon tersebut. Konon dari Fooklor pohon tersebut sudah ada sejak
Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Masyarakat sekitar menganggap pohon
tersebut sangat wingid atau angker banyak penghuni mahluk ghaibnya,
banyak kejadian orang sering melihat mahluk ghoib di pohon itu.
Sakral adalah sesuata yang dianggap keramat atau suci.10 Sedangkan profan adalah sesuatu yang bersifat duniawi yang dijadikan sakral.11 sesuai dengan relita yanga ada pada masyarakat Banaran dan masyarakat sekitarnya
bahwa nilai-nilai keagamaan tidak bisa untuk mengatur kehidupan duniawi,
karena agama yang bersifat sakral, sedangkan duniawi bersifat profan, begitu
10
Burhan dan Hasbi Lawrens, kamus ilmiah populer (jombang: lintas, tt), 601 11
37
pula sebaliknya, tidak satupun institusi duniawi berhak mengatur kehidupan
BAB III
FENOMENA PEZIARAH DI MAKAM MBAH BANARAN
(Mbah Imam Faqih)
A.Tujuan dan sebab berziarah di Makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)
Agama Islam, seperti agama – agama samawi lainya, pada dasarnya
adalah hubungan manusia dengan tuhanya.Manusia sebagai mahluk ciptaan
yang paling sempurna dan memiliki keistimewaan tersendiri dihadapkan
pada realita kehidupan sosial.Manusia sebagai ciptaan tuhan yang maha
kuasamemerlukan kesadaran iman yang penuh dalam menghadapi realitas –
realitas sosial yang ada dan tidak membiarkan dirinya terjerumus dan larut
dalam kehidupan sehari – hari tanpa kesadaran iman yang penuh.
Agama Islam memberi kesempatan kepada umatnya untuk ziarah kubur,
agar dari sana tumbuh kesadaran akan kesementaraan hidup di dunia. Kata
ziarah diamabil dari bahasa Arab, Zara Yazuru Ziyarah, yang artinya
berkunjung pun kata kubur berasal dari bahasa Arab yang artinya makam
atau kubur.Oleh karena itu, ziarah kubur berarti berkunjung ke makam.1 Dengan ziarah, diharapkan tumbuh “ intropeksi diri ” bahwa saya juga akan
1
39
mati seperti yang ada di dalam kubur ini atau bahwa persiapanku
menghadapnya masih terasa sangat kurang sebab masih banyak
kemaksiyatan yang saya lakukan.
Gus Dur menjelaskan bahwa ziarah kubur di kalangan umat Islam,
merupakan tradisi Islam kerakyatan (folk Islam) maknanya bagi masyarakat
tradisional seperti di Indonesia, ziarah kubur menjadi salah satu rutinitas.2 Asal muasal fenomena ziarah kubur dalam dunia Islam menurut para ulama
yang disebutkan dalam kitab – kitab sejarah kenabiyan, nabi Muhammad
dalam usia belia dibawa sang ibu (Siti Aminah) untuk berziarah ke kuburan
sang bapak (Abdullah Bin Abdul Muthollib). Dan juga putrid nabi tercinta
(Sitti Fatimah) juga melakukan ziarah kubur.3
Praktik ziarah kiranya masuk di Jawa bersamaan dengan agama
Islam.Makam – makam para pendakwah penyebar ajaran Islam di Jawa,
yang kebanyakan dilengkapi dengan hiasan dekoratif yang kaya, bercorak
arsitektur bangunan khas abad ke-16, berarti agaknya di dirikan segera
sesudah wali yang bersangkutan wafat.Kemegahan – kemegahan
bangunanya rupanya merupakan tanda historis pertama bahwa wali – wali
2
Maman Imanulhaq Faqieh, Fatwa dan canda Gus Dur (Jakarta: Kompas 2010).208.
3
40
itu dikeramatkan oleh masyarakat.Apapun halnya, tradisi ziarah sudah
terbukti adanya pada paruh pertama abad ke – 17.4
Bagi masyarakat tradisional seperti di Indonesia (terutama umat
Nahdliyyin) ziarah kubur menjadi salah satu rutinitas, dalam kehidupan
masyarakat seperti ini, ziarah kubur dijadikan sesuatu kebutuhan dalam
kehidupan sehari – hari dan menjadi tradisi kepercayaan masyarakat.
Dalam fenomena ziarah yang ada sekarang ini yang semakin menjadi
kebutuhan vital dalam kehidupan, mereka memiliki aneka tujuan,
keyakinan, ekspresi dan strata sosial yang beragam. Sebagian dari mereka
mungkin hanya ingin melakukan pelajaran akan kepastian mati dalam
dunia ini. Sedangkan sebagian lainya mungkin bermahsud mengadukan
dan minta tolong kepada tuhan melalui kuburan atas semua hal yang
dialaminya di dunia. Bahkan mungkin ada sebagian yang minta tolong
langsung ke kuburan atas semua masalah yang dihadapinya.
Seperti tradisi ziarah yang terjadi di makam Mbah Banaran (Mbah
Imam Faqih) yang terletak di desa Banaran kecamatan Kandangan
Kabupaten Kediri. Makam Mbah Banaran atau Mbah Imam Faqih dijuluki
Sunan Pekik yang mana menurut penuturan dari tokoh masyarakat
setempat yaitu Kiai Nukhid yang mana beliau masih ada garis keturunan
4
41
dari Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) bahwa Mbah Imam Faqih
merupakan adipati Surabaya pertama setelah Surabaya ditahlukan oleh
kerajaan Mataram Islam yang di pimpin oleh Sultan Agung, yang mana
nama lain dari Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) adalah Raden Jenggolo
Manik. Beliau juga Mbah Banaran ( Mbah Imam Faqih) adalah yang
membabad alas desa Kandangan babad deso atau danyang deso (istilah
Jawa) dan makamnya dikeramatkan oleh masyarakat desa Kandangan serta
diziarahi. Selain itu juga dengan melihat silsilah beliau seorang tokoh
berdarah biru serta karomah – karomah yang beliau miliki menjadiakan
masyarakat sangat menghormati dan mensakralkan makam beliau dengan
mentradisikan ziarah ke makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih).
Dengan mengkramatkan makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)
dan kepercayaan – kepercayaan yang ada pada masyarakat menjadikan
makam Mbah Banaran menjadi daya tarik tersendiri untuk diziarahi oleh
banyak orang, khususnya masyarakat desa Kandangan dan sekitarnya serta
masyarakat pada umumnya dengan berbagai macam motif dan tujuan
berziarah, baik motif dan tujuan ekonomi, politik, budaya, sosial dan
agama yang akan dijelaskan di bawah. Banyak peziarah yang datang dari
luar daerah Kandangan dan berbagai daerah, terutama hari – hari tertentu
42
ramai orang berziarah karena pada hari itu dijadikanya sebagai
peringatan/haul beliau sebagai pembabad desa dengan mengadakanya
khataman Al-Quran di makamnya, tahlil, dan kirim doa.
Fenomena tradisi ziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam
Faqih) yang dianggap seorang wali dengan julukan Sunan Pekik dipercaya
bisa mendapat barakahdengan berziarah ke makam beliau dan orang –
orang yang memiliki karomah adalah orang pilihan yang dicintai Allah,
dengan berziarah pada makam orang yang di cintai oleh Allah atau kekasih
Allah maka semua permintaan akan cepat dikabulkan. Dari kepercayaan
itulah fenomena tradisi ziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam
Faqih) muncul dengan berbagai macam motif dan tujuan serta bermacam –
macam model baik itu prilaku, pakaian dan bawaan yang berbeda pada
tradisi ziarah makam pada umumnya. Ada juga seorang guru Madrasah
Ibtidaiyah yang mengajak muridnya setiap satu bulan sekali berziarah ke
makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Dari hasil penelitian di
lapangan sebab dan tujuan peziarah bermacam-macam:
Seperti hasil wawancara dengan bapak Dahlan salah satu
peziarah dan seorang tokoh agama dari desa Payak Santren
43
“Ziarah itu harus tujuan utamanya menata niat yang
Ihlas karena ibadah mencari Ridlo, Rohmat, dan
Magfiroh Allah agar bisa lebih mendekatkan diri
pada Allah dan mendapatkan petunjuk yang baik
dalam menjalani hidup supaya hidup menjadi
Barokah terhindar dari kemaksiyatan bukan meminta
pada orang yang mati mekipun itu wali kekasih Allah
bisa Musrik dilaknat Allah”5
Dan seorang tokoh agama namanya bapak Kiai Nukhid dari
Dusun Rejosari kecamatan Ngoro Kabupaten Jombang yang
katanya masih ada silsilah keturunan dari Mbah Banaran (Mbah
Imam Faqih) mengatakan:
“ saya merawat makam Mbah Banaran (Mbah Imam
Faqih) ini karena masih ada keturunan dengan beliau,
dan juga sebagai tanda bukti ketaatan saya kepada
mbah atau leluhur saya sebagai orang beriman juga
5
44
mencari barokah dari wali Allah supaya bisa lebih
tambah keimanan”6
Hasil wawancara dengan bapak Thoyyib seorang juragan
beras dari desa Klampok kecamatan Badas Pare Kabupaten
Kediri menuturkan:
“saya sering ziarah ke makam Mbah Banaran (Mbah
Imam Faqih) hampir setiap hari terutama hari kamis
malam jum’at saya rutin datang berangkat habis isak
setelah subuh pulang. Itu saya lakukan sendiri tanpa
anak istri dan Alhamdulillah setelah saya lakukan itu
selama satu tahun ini usaha dagang saya semakin
lancar bisa mencukupi keluarga dan bisa membiyayai
anak sekolah sampai perguruan tinggi. Saya
melakukan ini awalnya diajak teman saya namanya
Abd Malik dan usaha dia Alhamdulillah juga lancar
namun lebih berhasil saya”7
6
Nukhid, wawancara, Rejosari, Mei 2016
7