• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI ZIARAH MAKAM MBAH IMAM FAQIH (MBAH BANARAN) DI DESA BANARAN KANDANGAN KEDIRI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TRADISI ZIARAH MAKAM MBAH IMAM FAQIH (MBAH BANARAN) DI DESA BANARAN KANDANGAN KEDIRI."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

TRADISI ZIARAH MAKAM MBAH IMAM FAQIH (MBAH BANARAN) DI DESA BANARAN KANDANGAN KEDIRI

SKRIPSI

Diajukan untuk

Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Dalam Progam Strata Satu (S-1)

Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh : M. Aziz Mukti NIM. A02212009

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini mengkaji tentang Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) dalam penyebaran Islam dan fenomena tradisi ziarah makam Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran). Adapun permasalahan yang dibahas pada penelitian ini yaitu meliputi: (1). Bagaimana biografi Mbah Banaran dan aktifitas dakwahnya? (2). Bagaimana fenomena peziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)? (3). Bagaimana polarisasi motif dan ritual ziarah?

Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan pendekatan fenomenologi dengan tahapan; Pencarian data dari sumber lisan dan bukti arkeologi peninggalan yang ada. Sedangkan teori yang digunakan adalah teori fenomenologi. Sumber primer berupa dari, wawancara dengan juru kunci, peziarah, salah satu keturunan dari Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) dan masyarakat sekitar makam. Serta buku-buku referensi pendukung yang berkaitan dengan pembahasan ini. Data-data tersebut dipaparkan dan dianalisis dengan menggunakan teori fenomenologi guna untuk mengetahui motif dan tujuan peziarah berziarah ke makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih).

(7)

KATA PENGANTAR

Dengan segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik

dan hidayahnya sehingga sekripsi ini dapat terselesaikan pada waktunya meskipun

masih banyak kekurangan. Semoga sholawat serta salam senantiasa kita limpahkan

kepada junjungan kita nabi Muhammad S. A.W yang selalu kita nanti – nanti

syafa’atnya.

Skripsi yang berjudul “Tradisi Ziarah Makam Mbah Imam Faqih (Mbah

Banaran) di Desa Banaran Kandangan Kediri”. Dibuat unutk memenuhi tugas

akhir untuk mencapai gelar sarjana dalam bidang Sejarah dan Kebudayaan Islam

Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2016.

Dalam menyusun karya ini penulis banyak mengalami kesukaran dan

hambatan. Namun berkat bantuan dan bimbingan serta pengarahan, penulis merasa

berhutang budi yang tidak ternilai harganya dari berbagai pihak, maka pada

kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. Abd. A’la. Selaku Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya.

2. Dr. H. Imam Ghozali Said, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN

Sunan Ampel Surabaya dan sebagai Dosen Pembimbing yang selalu memberikan

arahan ketika membimbing.

3. Dr. H. Ahmad Zuhdi, DH, M. Fil. I. Selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan

Islam.

(8)

5. Prof. Dr. H. Ali Mufrodi, MA. Selaku Wali Studi dan Dosen di Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya.

6. Seluruh dosen – dosen Sejarah dan Kebudayaan Islam yang dengan Ikhlas

memberikan ilmunya selama perkuliyahan, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat

di dunia dan akhirat.

7. Kepada bapak dan ibu tercinta yang telah banyak berjasa kepada penulis hingga

saat ini.

8. Kepada adek – adekku tercinta yang telah mendukung dan memberi motifasi

kepada penulis.

9. Kepada paseduluran KOBAR (komunitas baca rakyat) terutama kepada sesepuh

KOBAR seperti Cak Habib Musthofa, Cak Chafid Wahyudi, Kang Syamsudin, Gus

Hamid, Gus Rijal Mumazziq Z, Kang Tamam yang telah memberikan ilmunya dan

membantu secara materi maupun non materi serta memberikan semangat kepada

saya terus.

10. Kepada teman seperjuangan Himni, Syarif, Vian, Ayu, Bayu yang selalu

membantu materi kepada saya.

11. Kepada teman - teman seangkatan dan sekelas SKI A dan seluruh teman –

teman SKI tanpa terkecuali.

12. Kepada bapak Kiai Nukhid sebagai nara sumber dalam penyelesaian skripsi

ini.

Akhirnya tanpa memungkiri adanya kekurangan dan kelemahan dalam

(9)

Semoga tulisa ini dapat bermanfaat dan merupakan sumbangan bagi kajian ilmu-ilmu

keislaman, khususnya dalam bidang Sejarah dan Kebudayaan Islam.

Surabaya, 21 Juli 2016

(10)

ABSTRACT

This thesis examines Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) in the spread of Islam and the phenomenon of pilgrimage tradition Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran). The issues discussed in this study which includes: (1). How Mbah biography Banaran and preaching activity? (2). How is the phenomenon of pilgrims at the tomb of Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)? (3). How polarization patterns and rituals of pilgrimage?

To answer these problems, the authors in this study used qualitative methods and phenomenological approach to the stages; Search data from oral sources and archaeological evidence of existing heritage. While the theory used is phenomenological theory. Primary sources in the form of interviews with a caretaker, a pilgrim, one of the descendants of Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) and communities around the tomb. Reference books as well as support related to this discussion. The data are presented and analyzed using the phenomenological theory in order to determine the motives and goals of pilgrims visit the tomb of Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih).

(11)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITRASI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

MOTTO ... vii

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C.Tujuan Penelitian ... 8

D.Manfaat Penelitian ... 9

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 10

F. Metode Penelitian ... 14

(12)

H.Sistematika Pembahasan ... 22

BAB II : BIOGRAFI MBAH BANARAN DAN AKTIFITAS DAKWAHNYA A.Keluarga, pendidikan, dan murid beliau ... 24

B.Falsafah hidup beliau ... 29

C.Perjalanan dakwah beliau ... 32

D.Situs-situs peninggalan beliau ... 33

BAB III : FENOMENA PEZIARAH DI MAKAM MBAH BANARAN A.Tujuan dan sebab berziarah di Makam Mbah Banaran ... 38

B.Ritual peziarah di makam Mbah Banaran ... 53

a. Tata cara berziarah di Makam Mbah Banaran ... 53

b. Atribut peziarah dalam melakukan ritual di makam Mbah Banaran ... 56

BAB IV : POLARISASI MOTIF DAN RITUAL ZIARAH A.Motif berziarah di makam Mbah Banaran ... 61

1. Motif keagamaan ... 61

2. Motif Pendidikan, Ekonomi, Politik, dan Budaya, serta kejawen... 64

B.Difersifikasi Ritual peziarah di makam Mbah Banaran ... 75

(13)

2. Ritual Khusus bagi peziarah dengan motif tertentu ... 77

BAB V : PENUTUP

A.Kesimpulan ... 79

B.Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Manusia dan kebudayaan merupakan dua sisi yang sangat erat hubungannya. Tidak

ada masyarakat yang hidup tanpa kebudayaan karena kebudayaan ada, hidup dan

berkembang dalam masyarakat. Kebudayaan yang berkembang di Indonesia sangat

beragam serta memiliki corak kebudayaan dalam daerah yang hidup dan berkembang di

seluruh pelosok tanah air khususnya di Indonesia. Budaya adalah suatu konsep yang

membangkitkan minat masyarakat.1

Setelah Islam masuk, tradisi-tradisi Jawa berlahan ada yang punah dan ada yang

bercampur dengan Islam dalam kebudayaan tersebut yang disebut akulturasi. Akulturasi

merupakan perpaduan antara dua budaya dimana kedua unsur kebudayaan tersebut

bertemu dapat hidup berdampingan dan saling mengisi serta tidak menghilangkan

unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut.2

Pengertian kebudayaan yang cenderung banyak diterima oleh beberapa ahli di

Indonesia. Salah satunya definisi yang dikemukakan oleh Asaelo Asoemardjan dan

Soelaiman Soemardi. Mereka menjelaskan bahwa kebudayaan adalah semua hasil

karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat yang menghasilkan teknologi dan

1

Deddy Mulyana, Komunikasi Antar Budaya : Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 18.

2

(15)

2

kebudayaan kebendaan (material cultur) yang diperlukan oleh manusia untuk

menguasai alam sekitar. Rasa yang meliputi manusia, mewujudkan kaidah-kaidah dan

nilai-nilai sosial yang perlu mengatur masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas.3

Tradisi merupakan pedoman yang dijadikan sebagai kerangka interpretasi tindakan

manusia. Tradisi juga merupakan pola dari tindakan manusia, yaitu sesuatu yang hidup

dalam diri manusia yang tampak dalam kehidupan sehari-hari.4 Dalam hal ini, tradisi dianggap sebagai bagian yang penting untuk menjadi sebuah alat ukur tindakan manusia

yang baik dan yang buruk.

Setiap individu atau kelompok mempunyai tradisi yang berbeda. Hal ini didasarkan

pada karakter masing-masing individu atau kelompok yang berbeda pula. Tradisi

adakalanya terbentuk oleh lingkungan di mana tradisi berada dan sudah terbentuk,

kemudian diteruskan masyarakat karena hal tersebut merupakan peninggalan nenek

moyang mereka.5

Dalam satu tempat tertentu, tradisi merupakan sebuah hal yang bersifat sakral,

sehingga tradisi sangat dihormati serta dipertahankan. Jawa merupakan salah satu

contoh dari sekian banyak bangsa yang masih memelihara berbagai macam tradisinya.

Sebagai contoh tradisi ziarah makam yang ada di Jawa, tradisi tersebut dipertahankan

karena masyarakat Jawa meyakini bahwa makam merupakan sebuah tempat suci yang

3

Atang Abdu Hakim, Jaih Mobarok, Metodologi Stadi Islam (Bandung: Pemuda Rosdakarsa, 1999), 29.

4

NurSyam, Madzhab-MadzhabAntropologi(Yogyakarta: LKiS,2007), 70-71.

5

(16)

3

mengandung aura yang berbeda dengan kekuatan tempat lainnya, sehingga

penghormatan yang diberikan tentunya juga berbeda.6

Menurut Nur Syam, makam merupakan tempat budaya atau culture sphere yang

menghubungkan berbagai segmen masyarakat di dalamnya. Di sampingitu, makam juga

menjadi tempat yang digunakan untuk mempertemukan berbagai kepentingan. Di

antaranya untuk melakukan kegiatan ritual yang telah mentradisi semenjak dahulu

sehingga terdapat pola bagi tindakan untuk melestarikan tradisi leluhur.7 Dalam agama Islam ziarah makam sudah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Bahkan sejak masih

di bawah umur, diosebutkan baginda nabi diajak ibundanya (Siti Aminah) untuk

berziarah ke makam ayahnya (Abdulloh). Ziarah makam merupakan ajaran dalam Islam

dan tradisi yang telah mengakar. Ziarah makam tidak hanya merujuk pada ziarah

makam wali atau tokoh agama, tetapi juga ziarah makam orang tua, pahlawan, kerabat,

dan lain-lain. Secara garis besar, tujuan dari ziarah makam adalah untuk mengingatkan

manusia bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara dan semua manusia akan

mengalami kematian.8

Fenomena yang terjadi di kalangan para peziarah dalam melakukan ziarah biasanya

bermotif ganda. Selain bertujuan untuk mengingat kematian, juga mencari berkah dari

Yang Kuasa melalui do’a para Nabi dan wali. Dalam agama Islam, hal ini dikenal

dengan istilah wasilah atau tawassul. Pandangan umat Islam tentang ziarah makam,

khususnya mengenai tawassul kepada para wali atau tokoh yang dianggap suci masih

6

Nur Syam, Islam Pesisir(Yogyakarta: Lkis, 2007), 128.

7

Ibid., 129.

8

(17)

4

belum ada kesepakatan. Sebagaian menganggap tidak masalah, sebagaian kalangan lain

menganggap kunjungan ini bisa merusak akidah. Disebabkan akibat terpesona “secara

berlebihan” oleh karamah yang dimiliki parawali.9

Dalam sejarah tradisi ziarah ini, tidak lepas dari pengaruh budaya Hindu-Budha

yang sebelum Islam masuk telah berkembang budaya pemujaaan kepada arwah atau

benda-benda yang di anggapnya memiliki kekuatan ghoib yang luar biyasa untuk

menghormati dan mendapat perlindungan dengan melakukan tradisi-tradisi seperti itu.

Setelah Islam masuk konsepan seperti itu dubah dengan konsepan Islam yaitu mencari

berkah bukan menyembah atau mencari perlindungan seperti budaya Hindu-Budha.

Dengan konsepan seperti itu, tata cara pengaruh budaya Hindu-Budha yang melanggar

ajaran Islam diubah dan diganti seperti bacaan-bacaan, kegiatan-kegiatan dan tata cara

dalam berziarah.

Seperti contoh tradisi yang dilakukan oleh masyarakat desa Banaran Kandangan

Kediri, yang mana mereka mempercayai dan mensyakralkan makam seorang tokoh

yang dijuluki mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Makam ini yang menurut tutur lisan

masyarakat desa Banaran, merupakan makam auliya atau wali yang di anggapnya suci

dan bisa mendapat berkah serta bisa lebih mendekatkan diri kepada yang maha Esa

dengan berziarah di makam Mbah Banaran.

Banaran adalah sebuah julukan terhadap makam tersebut meskipun auliya yang di

makamkan di situ namanya bukan itu. Makam Mbah Banaran ini terletak di pedalam

9

(18)

5

dusun Banaran Desa Banaran kecamatan Kandangan kabupaten Kediri. Meskipun

makam ini tidak diketahui banyak orang layaknya makam para wali seperti Wali Songo

namun banyak juga orang yang berziarah ketempat ini untuk mencari berkah, tidak

jarang juga orang yang memiliki masalah terutama tentang ekonomi banyak yang

datang ke situ, ada juga untuk cari nafkah. Selama pelaksanaan ritus – ritus tersebut baik

yang kolektif ataupun pribadi, orang mengunjungi sebuah makam karena demikianlah

tradisi local : niat perorangan tidak terpisahkan dari niat kolektif. Ziarah perorangan

sebaliknya memenuhi satu tekad yang jelas, peziarah selalu mengunjungi sebuah

makam keramat dengan suatu niat tertentu, entah untuk berkaul (bernazar), atau untuk

memenuhi janji suatu kaul yang lalu. Niat – niat tersebut berupa permintaan yang

diajukan kepada sang wali. Meskipun demikian kebanyakan peziarah mengunjungi

makam – makam dengan tujuan menyelesaikan sebuah masalah materiil, khususnya

masalah keuangan.10

Di makam itu pula sering terjadi hal-hal ghoib lainya menurut tutur cerita

orang-orang yang penah ngalami konon katanya makam ini adalah makam wali yang luar

biasa karomahnya. Dari kejadian-kejadian dan anggapan seperti itu penulis ingin

meneliti dan mengetahui lebih dalam tentang makam Mbah Banaran, siapa tokoh yang

sangat di sakralkan masyarakat dan menjadi daya tarik dalam tradisi berziarah

masyarakat sekitar dan kegiatan apa saja yang dilakukan masyarakat dalam berziarah di

makam itu. Selain itu juga motif dan tujuan apa saja para peziarah datang ke makam

10

(19)

6

Mbah Banaran. Dari ulasan itu, peneliti mengambil judul Tradisi Ziarah makam Mbah

Banaran (Mbah Imam Faqih) di desa Banaran kandangan Kediri.

Mbah Banaran adalah seorang tokoh yang sangat terkenal dan berjasa di desa

Banaran. Mbah Banaran memiliki nama asli Imam Faqih dan memiliki nama lain yaitu

Sunan Pekik. Mbah Imam Faqih memiliki garis keturunan dari Sultan Agung Sultan

dari kerajaan Mataram Islam dari ayahnya Amangkurat Agung / 1 atau Tegal Arum

Sultan Mataram ke – 4 menggantikan Sultan Agung. Itu melihat silsilah yang ada di

makam Mbah Imam Faqih. Menurut informasi dari Gus Nukhid seorang ulama ternama

didaerah Ngoro Jombang yang desanya dekat dengan makam Mbah Imam Faqih “Mbah

Imam Faqih adalah seorang tokoh pembabat alas di desa Kandangan Kediri, dan juga

penyebar agama Islam di daerah Kandangan, beliau juga memiliki kharismatik yang

luar biasa yaitu memiliki ilmu kanuragan dan kebal terhadap senjata. Beliau merupakan

adipati pertama dari kadipaten Surabaya setelah dikuasai atau di tahlukan oleh Mataram

Islam pada masa Sultan Agung, dengan gelar nama Raden Jenggolo Manik”.

Makam Mbah Banaran berada jadi satu dengan makam umum masyarakat desa

Banaran, makam ini yang membedakan dengan makam yang lain terletak pada

pengkramatanya. Makamnya terawatt dengan baik bahkan di dirikan musoholla di

samping makam serta dibangunkan sebuah pendapa tepat di depan mkamnya untuk

orang – orang berziarah. Pengkramatan makam Mbah Imam faqih ini yang menjadi

daya tarik orang – orang untuk berziarah selain itu pula ada aspek – aspek yang lain

(20)

7

kalangan umat Islam, terutama kalangan pesantren, merupakan tradisi Islam kerakyatan

(Folk Islam).11

Makam Mbah Imam Faqih mulai diziarahi itu sekitar tahun 1970 lambat laun

makam ini semakin ramai dikunjungi orang untuk berziarah dengan berbagai macam

motif dan tujuan. Orang berziarah ke makam beliau dari berbagia golongan dan daerah

dengan mahsud dan tujuan masing – masing yang menjadi fenomena menarik untuk di

teliti.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan gambaran umum pada latarbelakang yang sudah dipaparkan di atas,

untuk lebih memfokuskan kajian masalah pada penelitian ini, maka rumusan masalah

kami susun sebagai berikut;

1. Bagaimanakah biografi dan kiprah Mbah Banaran ( Mbah Imam Faqih) dalam

penyebaran Islam?

2. Bagaimana fenomena ziarah di makam mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)?

3. Bagaimana polarisasi motif dan ritual peziarah di makam Mbah Banaran (Mbah

Imam Faqih)?

11

(21)

8

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini bermaksud untuk lebih mengetahui, memahami

dan mendapat gambaran secara garis besar tradisi ziarah makam Mbah Imam Faqih.

Maka dalam penulisan ini dijelaskan secara singkat dan sesuai dengan yang telah

diperoleh dalam penelitian, oleh karena itu tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui siapa Mbah Imam Faqih itu dan bagaimana kiprahnya dalam

penyebaran Islam.

2. Untuk mengetahui fenomena peziarah di makam Mbah Imam Faqih.

3. Untuk mengetahui polarisasi motif peziarah dalam ziarah makam Mbah Imam Faqih.

D. Kegunaan Penelitian

Dalam penelitian ini tentu memiliki nilai dan manfaat penelitian yang terdapat di

dalamnya. Penulis berharap agar dapat memberikan manfaat yang positif bagi semua

orang, baik dari sisi keilmuan akademik maupun dari sisi praktis diantaranya sebagai

berikut:

1. Sisi Keilmuan Akademik (Teoritis)

a. Sebagai seorang mahasiswa jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, penulis berharap

hasil penelitian ini dapat memperluas pengetahuan budaya lokal yang ada di

(22)

9

b. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan refrensi untuk penelitian

kebudayaan Islam di Makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)

c. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai sumber informasi mengenai

perkembangan kebudayaan Islam di Kandangan Kediri.

2. Sisi Praktis:

a. Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

perencana lebih lanjut dalam pengembangan kultural di daerah setempat.

b. Penulis mengharapkan penelitian ini dapat menjadikan masukan bagi generasi

muda, untuk mengembangkan dan menjaga kebudayaan yang ada di Kediri.

c. Untuk mengetahui dan memperluas wawasan mengenai tradisi-tradisi dan budaya

yang tidak terlepas dari tradisional keagamaan.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan Fenomenologi yang mana

dalam hal ini, akan melihat dari fenomene-fenomena yang terjadi dalam masyarakat

tentang tradisi ziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Fenomenologi

adalah menjelaskan fenomena prilaku manusia yang dialami dalam kesadaran.

(23)

10

pelakunya, menurut faham Fenomenologi ilmu bukanlah values free bebas nilai dari

apapun melainkan values bound memiliki hubungan dengan nilai.12

Menurut Husserl, tugas yang paling penting adalah mengembangkan suatu metode

yang akurat untuk mencapai “sesuatu itu sendiri (things themselves) dengan tidak

memahami suatu realitas, atau sesuatu secara langsung, naif dan tergesa – gesa, konsep

ini bukan induksi ataupun deduksi, tetapi berupa intuisi secara total dari Fenomena

Primordial yang mengungkapkan validitas keilmuan yang tidak dapat diubah oleh

praduga – praduga dari pengertian lainnya.13

Pemahaman Husserl diawali dengan ajakan kembali pada sumber atau kembali pada

realitas yang sesungguhnya. Untuk itu perlu langkah – langkah metodis yang disebut

“reduksi”. Melalui reduksi, kita menunda upaya menyimpulkan sesuatu dari setiap

prasangka terhadap realitas. Langkah – langkah yang dimaksud adalah Reduksi Eiditis

yang mana pada tahab ini adalah mencari intisari dari dari hakikat yang telah ada. Yang

kedua Reduksi Fenomenologi pada tahab ini itu mencari hakikat dari fenomena yang

ada atau gejala sebenarnya. Ketiga Reduksi Transendental adalahhh berusaha memilah

hakikat yang masih bersifat empiris menjadi hakikat yang bersifat murni.14

Metode kualitatif Fenomenologi berlandaskan pada empat kebenaran, yaitu

kebenaran empirik sensual, kebenaran empirik logik, kebenaran empirik etik, dan

12

Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), 42.

13

Irving M. Zeitlin, memahami kembali Sosiologi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995),216-216.

14

(24)

11

kebenaran empirik transenden. Atas dasar cara mencapai kebenaran ini, Fenomenologi

menghendaki kesatuan antara subyek peneliti dengan pendukung obyek penelitian.

Keterlibatan subyek peneliti di lapangan dan penghayatan fenomena yang dialami

menjadi salah satu ciri utama.15

Dalam hal ini, melihat fenomena yang terjadi pada tradisi ziarah di makam Mbah

Imam Faqih (Mbah Banaran) dengan menggunakan pendekatan Fenomenologi.

Sehingga penulis akan menggunakan pendekatan ini untuk mengamati, memahami dan

menulis mengenai kebudayaan yang terkandung dalam masyarakat, yaitu dengan

mempelajari segala keaneka ragaman budaya manusia dan mencoba memberikan

jawaban - jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang ada, yang sesuai dengan

makna dan realita yang terjadi dalam fenomena ziarah tersebut dengan menggunakan

tiga metode reduksi fenomenologi yang sangat berguna dalam menganalisa bahan –

bahan dan data – data yang didapatkan dari hasil penelitian di lapangan untuk

mendapatkan hasil yang diinginkan dengan reduksi itu data yang di dapat bisa menjadi

sumber akurat sesuai dengan penelitian yang diinginkan.

Dalam hal ini, Fenomenologi adalah suatu metode yang membahas fenomena –

fenomena khusus yang terjadi pada kehidupan sosial manusia dan mencari kemurnian

dari makna serta hakikat dari fenomena itu yang dijalankanya sebagai sebuah budaya

dan tradisi dalam masyarakat serta menjadi sebuah kepercayaan terhadap prilaku sosial.

Seperti yang dikatakan oleh Husserl Fenomenologi adalah teori mengenai Essential

15

(25)

12

Being, yang tidak mengkaji dunia riel tetapi lebih kepada fenomena yang dimurnikan,

dijernihkan secara Transenden.16

Teori adalah kreasi intelektual, penjelasan beberapa fakta yang telah diteliti dan

diambil prinsip umumnya. Dari kerangka teoritik tersebut, nantinya akan memunculkan

sebuah teori. Teori itu dihasilkan ketika menghubungkan antara konsep Islam dan

kebudayaan lokal. Berdasarkan sejarah masuknya Islam di Indonesia, Islam masuk dan

tersebar secara damai sebagai metode dakwah para wali songo. Mereka berdakwah

tanpa menghilangkan tradisi lokal, ini dimasudkan agar Islam diterima oleh masyarakat

dengan mudah. Oleh karena itu tradisi lokal tetap berkesinambungan sampai sekarang

Pada waktu itu masyarakat menyesuaikan budaya yang telah ada dengan adanya

budaya baru (Islam) Perubahan (change) akan terjadi ketika tradisi baru yang datang

mempunyai kekuatan dan daya dorong yang besar dibanding tradisi-tradisi yang telah

ada dan mapan sebelumnya. Jika tradisi baru yang datang mempunyai kekuatan dan

daya dorong yang lebih kecil dibandingkan kekuatan tradisi keilmuan yang lama, maka

yang terjadi adalah tidak adanya perubahan (status quo). Perubahan yang ada tidak akan

serta merta terputus begitu saja dari tradisi keilmuan lama yang telah ada sebelumnya.

Masih ada kesinambungan yang berkelanjutan dengan tradisi keilmuan yang lama

meskipun telah muncul paradigma baru. Dengan demikian proses kesinambungan dan

perubahan (continuity and change) masih tetap terlihat.17

16

Abdulloh Khozin Afandi, Fenomenologi Pemahaman terhadap Pikiran-Pikiran Edmund Husserl (Surabaya: eLKAF, 2007), 2-4.

17

(26)

13

Sehingga penelitian ini menggunakan teori Fenomenologi, yakni mencari makna dan

hakikat dari fenomena yang terjadi dengan memurnikan dan menjernihkan secara

Transenden. Dari pengalaman sosial kesadaran akan diri kita sendiri yang berinteraksi

dengan orang lain atau intensi dengan kehidupan sosial yang menjadi sebuah fenomena

yang dalam kehidupan bermasyarakat.

Dengan menggunakan teori Fenomenologi penulis berharap bisa melakukan

penelitian dan mengungkap fenomena – fenomena yang terjadi pada tradisi ziarah

apakah masih relatifitasnya budaya local dengan pengaruh unsure – unsure Islam seperti

tahlil, membaca al-quran, solat sunnah. Selain itu apakah ada motif - motif lain dalam

berziarah selain penertian ziarah pada umumnya. Fenomena yang terjadi dalam tradisi

ziarah di Makam Mbah Imam Faqih tentunya tidak terlepas dari budaya dahulu

sebelum pra – Islam, melihat peninggalan – peninggalan yang ada masih ada campuran

budaya Hindu – Budha seperti tugu berseni bangunan model Hindu – Budha.

F. Penelitian Terdahulu

1. Judul skripsi : Tradisi Ziarah Makam Putri Terung di Desa Terung Wetan Kecamatan

Krian Kabupaten Sidoarjo. Oleh Nur Faizah, Jurusan Ilmu Al-Quran dan Studi Agama

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Skripsi ini membahas tentang tradisi yang dilakukan oleh masyarakat dalam ziarah

makam putri terung tetapi lebih kepada tindakan-tindakan yang dilakukanya.

2. Judul skripsi: Ziarah makam K.H. Ali Mas’ud di Pagerwojo. Oleh Ahmad

(27)

14

Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Skripsi ini membahas tentang siapa tokoh KH.

Ali Mas’ud dan apa makna dan motivasi masyarakat berziarah ke makam KH. Ali

Mas’ud.

3. Judul skripsi: Ziarah Makam: Studi Kasus Kgiatan Keagamaan Peziarah di Komplek

Makam Syekh Maulana Ishak di Desa Kemantren Paciran Lamongan Oleh Fatchulil

Hidayati jurusan Ilmu Sosial fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam

Negeri Sunan Ampel Surabaya. 2015. Skripsi ini membahas tentang perilaku beragama

para peziarah dalam berziarah ke makam syekh maulana ishak di kemantren paciran

lamongan.

Dari penelitian yang telah ada mengenai tradisi ziarah makam dengan penelitian

saya ini, tidak jauh beda dengan penelitian sebelumnya perbedaanya terletak pada

agama kepercayaan peziarah, kalau di kebanyakan dan umumnya makam yang

dikramatkan dan hasil dari penelitian terdahulu semua peziarah itu agama

kepercayaanya adalah agama Islam. Namun dalam tradisi ziarah makam Mbah Banaran

ada peziarah yang beragama Konghocu dari keturunan Tionghoa. Itu yang sedikit

membedakan penelitian saya dengan penelitian sebelumnya.

G. Metodologi Penelitian

Karya ilmiah pada umumnya merupakan hasil penyelidikan secara ilmiah yang

bertujuan untuk menemukan, menggambarkan dan menyajikan kebenaran.18 Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian Kualitatif. Penelitian budaya

18

(28)

15

sebenarnya bisa mengikuti paradigma kualitatif dan kuantitatif. Keduanya sama – sama

mampu menjelaskan dan memahami fenomena budaya. Namun demikian peneliti

budaya selam ini justru memilih paradigma penelitian kualitatif. Hal ini sejalan dengan

kondisi budaya itu sendiri merupakan cabang ilmu Humaniora yang unik. Jika kodrat

budaya itu dipaksakan menggunakan paradigma kuantitatif, dimungkinkan ada hal – hal

yang tidak terangkat. Karena itu, meskipun tidak menolak penelitian kuantitatif,

penelitian budaya cenderung ke arah penelitian kualitatif.19

Penelitian kuantitatif Yang menggunakan hitung – hitungan pun boleh dimanfaatkan

bagi peneliti budaya, tentu dengan syarat tertentu. Peneliti budaya yang rupa – rupanya

kurang menyukai penelitian kuantitatif, lebih di dorong oleh kodrat budaya itu sendiri.

Oleh karena itu, fenomena budaya memang memiliki kekhususan. Di samping itu,

fenomena budaya biasanya juga berupa kasus – kasus unik yang kurang memungkinkan

diterapkanya penelitian kuantitatif.20

Melalui penelitian kualitatif, akan membimbing kita untuk memperoleh penemuan –

penemuan yang tidak terduga sebelumnya dan membangun kerangka teoritis yang baru.

Jika penelitian budaya menggunakan model kualitatif dan peneliti dapat menyajikan

hasil berbentuk cerita yang menarik, tentu akan meyakinkan pembaca.21 Alasan utama pemakaian penelitian kualitatif budaya, antara lain data yang diperoleh dari lapangan

19

Suwardi Endraswara, Mertodologi Penelitian Budaya (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), 14.

20

Ibid., 14. 21

(29)

16

biasanya tidak terstruktur dan relatif, sehingga memungkinkan peneliti untuk menata,

mengkritisi, dan mengklasifikasikan yang lebih menarik melalui penelitian kualitatif.22

Istilah penelitian kualitatif, awalnya juga berasal dari sebuah pengamatan kuantitatif

yang dipertentangkan dengan pengamatan kualitatif. Pengamatan kuantitatif melibatkan

pengukuran pada tingkat tertentu dengan ciri tertentu pula. Sedangkan pengamatan

kualitatif cenderung mengandalkan kekuatan indera peneliti untuk merefleksikan

fenomena budaya. Pengamatan indera ini dipertimbangkan lebih akurat untuk melihat

kebudayaan yang cenderung berubah – ubah seiring pergeseran zaman. Perubahan ini

tentu saja sulit diukur dan direrata menggunakan paradigma kuantitatif.

Menurut Brannen (1997:9 – 12) secara epistemologis memang ada sedikit perbedaan

antara penelitian kuantitatif dengan kualitatif. Jika penelitian kuantitatif selalu

menentukan data dengan variabel – variabel dan kategori ubahan, dan bahkan dibingkai

dengan Hipotesis tertentu, penelitian kualitatif justru sebaliknya. Perbedaan penting

keduanya, terletak pada pengump[ulan data. Tradisi kualitatif, peneliti sebagai intrumen

pengumpul data, mengikuti asumsi kultural, dan mengikuti data. Peneliti lebih fleksibel

dan reflektif tetapi tetap mengambil jarak.

Penelitian kualitatif ibarat membidik panorama melalui lensa lebar dan longgar,

peneliti sedikit bebas mencari hubungan antar konsep yang sebelumnya belum

ditentukan pasti. Dengan kata lain penelitian budaya kualitatif lebih fleksibel, tidak

memberi harga mati, reflektif dan imajinatif. Penelitian kualitatif dianggap lebih penting

22

(30)

17

karena lebih menitik beratkan keutuhan (entity) sebuah fenomena budaya, bukan

memandang budaya secara parsial. Dalam kaitan ini unsur pengamatan sangat

menentukan keberhasilan penelitian. Terlebih lagi pengamatan berpartisipasi jelas amat

penting bagi terlaksananya penelitian budaya.23

Konteks fenomena budaya juga sulit diabaikan guna melengkapi prinsip keutuhan.

Persoalan konteks yang kadang – kadang tertinggalakn pada penelitian kuantitatif,

justru menjadi andalan bagi penelitian kualitatif.24 Dengan kata lain, penelitian kualitatif dapat berkisar pada hal sederhana, namun peneliti diharapkan mampu meninjau dari

beberapa aspek. Justru keindahan penelitian kualitatif adalah terletak pada kesimpelan

masalah, namun tinjauanya lebih Holistik.

Adapun tahapan-tahapan metode penelitian Antropologi Budaya dijelaskan sebagai

berikut:

1. Jenis Sumber Data

pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti

dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan

dipermudah olehnya.25

A. Sumber Primer

23

Sugeng Pujileksono, Pengantar Antropologi (Malang : UMM Pres, 2009), 14. 24

Suwardi Endraswara, Mertodologi Penelitian Budaya (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), 16.

25

(31)

18

Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber pertama baik dari

individu atau perorangan seperti hasil wawancara, observasi, dokumentasi yang

dilakukan oleh peneliti.26 Sumber primer ini erat kaitanya dengan penelitian yang mana sumber primer ini berupa peninggalan-peninggalan beliau baik berupa benda

seperti tongkat, tasbih, ataupun karya beliau seperti buku dan juga situs makam

beliau sebagai bukti bahwa beliau pernah berdakwah di daerah itu. Bisajuga

wawancara kepada murid beliau yang masih ada.

B.Sumber Sekunder

Jenis sumber Sekunder ini bisa berupa wawancara kepada para peziarah ataupun

kepada juru kunci bisa juga kepada orang-orang yang sekiranya mengetahui,

mengerti beliau tapi tidak sezaman terutama tentang kisah hidup beliau. Catatan

murid beliau yang berupa nasehat-nasehat atau ajaran-ajaran beliau semasa hidup.

Disini penulis mewawancarai seorang yang mengerti tentang riwayat Mbah Imam

Faqih (Mbah Banaran) sebagai salah satu sumber sekunder.

2. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk dapat memperoleh data mengenai pola-pola yang sesuai dengan suatu

masalah, penelitian diperlukan informasi yang selengkap-lengkapnya

(sedalam-dalamnya) mengenai gejala yang ada di dalam kebudayaan masyarakatyang

bersangkutan. Gejala itu dilihat sebagai satuan yang berdiri sendiri tetapi saling

berkaitan sebagai suatu kesatuan yang bulat dan menyeluruh.

26

(32)

19

A. Terjun Kelapangan atau Observasi

Observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan dan

pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau tema yang diteliti. Pengamatan

bertujuan untuk mengetahui alat-alat yang yang digunakan. Peneliti berusaha

mencari informasi tentang apa saja yang diperlukan dalam penyelesaian penyusunan

penelitian yang bersifat rasioanal dan sistematis.

B. Wawancara

Interview adalah suatu bentuk komonikasi percakapan yang bertujuan memperoleh

informasi.27 Wawancara ini digunakan untuk mengetahui ide atau tradisi atau tata kelakuan. Wawancara dilakukan kepada jurukunci, para peziarah, orang-orang yang

mengerti tentang beliau khususnya kisah hidupnya dan juga kepada penduduk sekitar

makam beliau sebagai sumber informasi pengumpulan data.

C. Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa

catatan transkip, buku, prasasti dan sebagainya.28 Semua yang yang ada di lokasi penelitian yang berhubungan dengan sumber penelitian itu di dokumentasikan baik

itu berupa para peziarah,kegiatan-kegiatan para peziarah atau kegiatan atau acara

dimakam, benda-benda peninggalan dan makam beliau semuanya didokumentasikan

sebagai sumber dalam penelitian.

27

S. Nasution, metode research (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 106. 28

(33)

20

3. Tehnik Analisis Data

Dalam tehnik analisis data ini di bagi menjadi dua yaitu:

a. Kritik Ekstern (Otentitas)

Yaitu suatu usaha meneliti atau menguji keaslian sumber yang telah

diperoleh, sehingga validitas sumber tersebut dapat dipertanggung jawabkan.

b. Kritik Intern (Kredibilitas)

Yaitu suatu usaha setelah mengetahui asli atau tidaknya data atau

dokumen yang didapatkan selanjutnya di teliti kebenarannya dan kesesuaiannya

dari isi data tersebut. Dalam artian apakah data tersebut bisa memberikan

informasi yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian.

4. Interpretasi

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, cacatan lapangan, dan bahan-bahan yang lain, sehingga

dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan ke orang lain.29

Upaya yang dilakukan pada tahap ini adalah menganalisis peristiwa-peristiwa sejarah

dan fenomena – fenomena yang terjadi berdasarkan data yang telah dikumpulkan

dengan maksud agar dapat menguasai masalah yang dibahas. Selanjutnya dilakukan

sintesis sebagai penyatuan data yang telah diperoleh sesuai dengan kerangka penulisan.

Untuk dapat menganalisis data kualitatif menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu

suatu cara pengambilan kesimpulan yang berdasarkan atas fenomena-fenomena dan

29

(34)

21

fakta untuk memahami unsur-unsur suatu pengetahuan yang menyeluruh,

mendiskripsikannya dalam suatu kesimpulan.

5. Historiografi

Historiografi adalah penulisan, pemaparan atau pelaporan dari hasil penelitian.30 Pada laporan penelitian ini penulis berusaha menuangkan fakta-fakta yang diperoleh

dari berbagai sumber yang diperoleh dari hasil penelitian baik itu sumber primer

maupun data sekunder sehingga bisa menghasilkan karya ilmiah yang bisa

diperhitungkan dalam khazana keilmuan khususnya yang berkaitan dengan kebudayaan.

H. Sistematika Pembahasan

Guna penulisan dalam pembahasan ini diperlukan suatu rangkaian yang sistematis

dan saling berkaitan antara satu dengan yang lain, maka penelitian ini disusun dalam

beberapa bab yang sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat menggambarkan dan

menghasilkan hasil yang maksimum. Untuk itu diperlukan sistematika pembahasan

yang disajikan dalam beberapa sub bab, dalam penulisan ini akan terbagi dalam lima

bab utama dengan dengan beberapa sub bab yang mempunyai keterkaitan dengan bab

tersebut. Adapun sistematika pembahasan tersebut adalah sebagai berikut:

30

(35)

22

BAB I : pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan karangka teori, penelitian terdahulu,

metode penelitian, sistematika pembahasan dan daftar pustaka sementara

BAB II : dalam bab ini menjelaskan tentang profil Mbah Imam Faqih yang bersumber

baik dari buku-buku yang mencatat tentang beliau ataupun hasil wawancara dengan

tokoh masyarakat, peziarah, dan penjaga makam beliau (juru kunci).

Selain itu juga menjelaskan tentang letak makam Mbah Imam Faqih ataupun situs

peninggalanya yang masih ada dan terawat, serta menjelaskan daya tarik makam beliau

sebagai tempat berziarah dan dijadikan tradisi kebudayaan masyarakat sekitar

khususnya umumnya umat Islam.

BAB III : Pada bab ini menjelaskan tentang motif dan tujuan para peziarah dalam

berziarah di makam Mbah Imam Faqih dan atribut yang dipakai dan barang yang

dibawa. Dari banyak peziarah yang dating tentunya mereka memiliki motif dan tujuan

yang berbeda-beda. Kepercayaan dan anggapan Budaya-budaya masyarakat sekitar juga

di jelaskan dalam bab ini untuk lebih mengetahui pengaruh tradisi ziarah di makam

Mbah Imam Faqih.

BAB IV : Dalam bab ini akan menjelaskan tentang perbedaan ritual peziarah di makam

Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) antara ritual umum dengan ritual khusus pada motif

tertentu atau polarisasi motif dan ritual peziarah.

(36)

23

KESIMPULAN

SARAN

PENUTUP

LAMPIRAN

(37)

BAB II

BIOGRAFI MBAH BANARAN (Mbah Imam Faqih) DAN AKTIFITAS

DAKWAHNYA

A. Sekilas Biografi, pendidikan Mbah Banaran (Mbah Imam Fiqih)

Mbah Banaran memiliki nama asli yaitu Imam Faqih atau

Sunan/Pangeran Pekik yang mana merupakan trah keturunan dari Sultan

Mataram Islam dari garis keturunan ayahnya yaitu Amangkurat Agung atau

Tegal Arum dari silsilah yang terdapat di makam Mbah Banaran. Pangeran

Pekik (lahir : ? – wafat: Surabaya, 1663).1 Beliau adalah seorang Adipati pertama Surabaya setelah Surabaya ditahlukan oleh Sultan Agung raja

Mataram Islam, dengan gelar Raden Jengolo Manik.

Menurut hasil data dilapangan beliau adalah putra pertama dari

Amangkurat Agung atau Tegal Arum raja Mataram ke – 2 dengan tiga

bersaudara yaitu pertama pangeran Indrajit sebagai adik pertama, kedua

pangeran Trunojoyo sebagai adik kedua, ketiga pangeran Wiro darmo

sebagai adik ketiga. Mbah Banaran atau Raden jenggolo Manik (Pangeran

Pekik) memiliki istri yang bernama G. K. R. Wandasari, dari istrinya itu

beliau memiliki tiga orang keturunan pertama P. Joko Umar kedua P. Bagus

Jamara ketiga P. (kyai) Rum.

1

(38)

25

Menurut penuturan cerita beliau adalah seorang pemimpin yang alim

dan bijaksana, karena kealiman yaitu Mbah Banaran atau Raden Jenggolo

Manik ditunjuk menjadi imam para ulama di Surabaya Khususnya di Ampel.

Setelah Mataram dipimpin oleh Amangkurat 1 yang mana bersekutu dengan

VOC Belanda dan sikap buruknya dalam memimpin, terjadilah pergolakan

di dalam kesultanan Mataram. Surabaya sebagai wilayah kekuasaan

tahlukan kerajaan Mataram pada masa Sultan Agung.2 Sunan Pekik mengasingkan diri dan membabat alas di daerah Kandangan (sekarang

menjadi kota kecamatan di Kab. Kediri) dan mendirikan rumah sederhana

untuk menyebarkan agama Islam.

Menurut Kiai Nukhid seorang tokoh ulama (ada yang mengatakan

masih keturunan dari Pangeran Pekik) di daerah situ, pangeran pekik adalah

seorangs ufi yang mengamalkan Thoriqot Naqsabandiyah dan Sathariyah

sampai akhir hayatnya. Pangeran Pekik di makamkan di Desa Banaran

Kandangan Kediri, makam beliau banyak diziarahi orang dan menjadi tradisi

kepercayaan masyarakat khususnya masyarakat Desa Banaran.

Pangeran Pekikatau yang akrab dikenal oleh masyarakat desa

Banaran khususnya umumnya masyarakat yang berziarah yaitu Mbah Imam

Faqih, beliaunya Moksa atau bertapa sampai akhir hayatnya seperti yang di

ucapkan oleh juru kunci makam Mbah Imam Faqih Bpk. Abdul Khotib (Kiai

2

(39)

26

Khotib) Mbah Imam Faqih mengasingkan diri setelah dikejar – kejar oleh

Amangkurat 1 raja Mataram kelima, beliaunya lari mengasingkan diri

kewilayah Kediri dan babat alas (membuka lahan) di daerah Kandangan

serta melakukan pertapaan disitu sampai akhir hayatnya sambil

mengamalkan ajaran – ajaran ilmunya dan juga mengajarkanya kepada

masyarakat sekitar.

Dalam falsafah beliau, Mbah Banaran lebih kearah sufistik dalam

kehidupan sehari – hari dan di ajarkan kepada masyarakat sekitar dalam

rangka lebih meningkatkan keimanan serta kepasrahan diri kepada sang

pencipta sebagai hamba yang penuh bergelimang dosa. Ajaran – ajaran

Sufistik beliau atau Thoriqot yang beliau ajarkan ini, terlihat dari para

peziarah yang datang kemakamnya untuk berziarah bahwa mereka ada yang

mengikuti dan mengamalkan Thoriqot Naqsabandiyah dari cabang Pondok

Pesantren Ploso Jombang. Selain itu juga melihat masyarakat sekitar desa

makam Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) banyak yang mengikuti aliran

Thoriqot Naqsabandiyah dan Qodiriyah yang mengikuti pusat cabang

Pondok Pesantren Ploso Jombang. Ditambah lagi salah satu orang yang

dianggap masih memiliki keturunan dari Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran)

(40)

27

beliau juga orang yang merawat makam Mbah Imam Faqih selain juru

kuncinya.

Ini bisa dianggap jelas dengan adanya bukti dan realita seperti itu

bahwa Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) adalah pengamal aliran Thoriqot

Naqsabandiyah meskipun sanad ke – Thoriqotanya belum diketahui secara

jelas tertulis dalam Thoriqot di pesantren Ploso Jombang. Melihat riwayat

beliau dengan tanggal wafatnya sekitar abad tujuh belas untuk melacak dan

menemukan muridnya yang masih hidup itu tidak mungkin, yang bisa

dilacak adalah silsilah dari murid – murid beliau hingga sampai kebeliau

Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran).

Dari sinilah cikal bakal desak andangan yang sekarang menjadi kota

kecamatan di kabupaten Kediri dan oleh sebab itu makam Pangeran Pekik

atau Mbah Imam Faqih di keramatkan dan di ziarahi oleh masyarakat karena

dianggap makam sang pendiri Desa Kandangan atau Danyang desa (istilah

Jawa). Meskipun makamnya terletak di daerah desa Banaran kecamatan

Kandangan sekitar kurang lebih dua kilometer arah ke Timur dari pusat kota

kecamatan Kandangan.

Adapun untuk silsilah Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) yang

(41)

28

bisa dilihat di bawah ini, yang mana silsilah ini tertera pada komplek makam

Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih).

Silsilah Pangeran Pekik yang ada di komplek makam beliau :

(42)

29

B. Falsafah hidup Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)

Seperti yang sudah sedikit dijelaskan diatas pada bab dua tentang

sekilas biografi beliau Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) bahwa beliau

adalah pengamal ajaran Thasawuf Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat

Satthariyah.3 Dalam falsafah beliau, Mbah Banaran lebih kearah sufisme4 dalam kehidupan sehari – hari dan di ajarkan kepada masyarakat sekitar

dalam rangka untuk menyebarkan agama Islam dan lebih mendekatkan diri

pada tuhan. Dalam bukunya KH. A. Aziz Masyhuri istilah Tasawuf, Tarekat

berarti perjalanan seorang Salik (pengikut tarekat) menuju tuhan dengan cara

menyucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk

dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada tuhan. Masyarakat desa

3

A. Aziz Masyhuri, Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf (Surabaya: Imtiyaz 2011). Pengertian tentang Tarekat Naqsyabandiyah adalah suatu tarekat yang di dirikan Syaikh Muhammad Ibn Baha’uddi Al -Uwaysi Al-Bukhari, An-Naqsyabandi seorang tokoh yang sangat pandai melukiskan kehidupan yang gaib-gaib kepada para pengikutnya, sehingga ia dikenal dengan nama Naqsyabandi (Naqsyaban=lukisan). Kata Uwais berhubungan dengan salah seorang tokoh sufi terkenal di massasahabat, yaitu Uwais Al-Qarni, karena system tasawuf Nqsabandiyah menyerupai system tasawuf tokoh besar ini. Sedangkan Tarekat Shattariyah pertama kali digagas oleh Syaikh Abdullah Syattar (w. 890H/1429M) tarekat ini merupakan salah satu jenis tarekat yang dianggap Shahih dan diakui kebenaranya (Mu’tabarah) yang mana menghubungkan silsilah guru-guru Tarekat Shattariyah tersebut sampai kepada nabi melalui sahabatnya, Ali ibn Abi Thalib.

4

(43)

30

Banaran dan sekitarnya mayoritas adalah warga Nahdlatul Ulama

(Nahdliyyin) yang aliran utama tarekatnya adalah Qodiriyyah Wan

Naqsabandiyyah dan banyak masyarakat desa Banaran dan sekitarnya yang

mengamalkan terekat tersebut. Dari data prosentase yang ada masyarakat

desa Banaran mayoritas menganut faham Nahdlatul Ulama (NU), 80% NU

dan 15 % aliran Muhammadiyah serta 5% sisanya aliran lainya seperti

kejawen dan non muslim namun non muslimnya hanya 0,5%.5

Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) sebagai sesepuh desa dan

penyebar Islam di daerah tersebut seperti apa yang diucapkan oleh bapak

Abdul Khotib seorang juru kunci ;

“Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) adalah seorang ulama keturunan

dari kerajaan Mataram Islam yang melarikan diri karena

bermusuhan dengan Belanda dan menetap di suatu daerah yang

sekarang dinamakan desa Kandangan dalam, dalam menyebarkan

agama Islam kepada masyarakat sekitar pada khususnya, beliau

mendirikan sebuah pesantren yang tidak tahu nama pesantrenya dan

memiliki banyak santri. Tujuan mendirikan pesantren itu adalah

untuk mengajak masyarakat sekitar untuk memeluk agama Islam,

melihat kondisi masyarakat sekitar masih banyak yang belum

mengenal Islam ada juga yang mengenal Islam namun masih

5

(44)

31

kejawen. Ajaran – ajaran yang diajarkan kepada santri di

pesantrenya tentang ajaran agama Islam pada umumnya seperti nilai

– nilai Islam dan syariat Islam, tidak lain juga di ajarkan tentang

ilmu – ilmu Tasawuf seperti Thoriqot yang beliau amalkan tapi

dalam pengajaran di pesantrenya beliau lebih menekankan kepada

perjuangan kepada para penjajah karena ketidak sukaan beliau

kepada para penjajah yang telah menyengsarakan masyarakat dan

khususnya diri sendiri beliau”.

Dalam cerita rakyat atau masyarakat desa Kandangan yang dalam istilah

ilmiahnya yaitu Fooklor (cerita rakyat), Mbah Banaran (Mbah Imam faqih)

pernah berjuang melawan penjajah bersama Trunojoyo di Kandangan

bersama murid atau santri beliau yang mana nama Mbah Imam faqih (Mbah

Banaran) diabadikan menjadi sebuah nama jalan di tengah kota Kandangan

tepatnya di depan pasar Kandangan yang setiap bulan Suro (penanggalan

Jawa) diadakan upacara bersih desa Kandangan di jalan itu. Selain sebagai

pembabad desa dan juga sesepuh desa untuk menghormati dan mengenang

jasa beliau. Seperti yang di tuturkan oleh Mbah Jan seorang tokoh dan

sesepuh desa Kandangan mengatakan:

“Mbah Imam Faqih (MbahBanaran) pernah membantu perang

(45)

32

Trunojoyo mengalami kekalahan dan melarikan diri kearah utara

dan tertangkap di dusun Payak Krajan yang sekarang namanya

menjadi Payak Santren, dalam keadaan deyek – deyek atau payah

kerena terluka”6

C. Perjalanan dakwah Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)

Dalam perjalanan dakwah Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) sebelum

membabad alas dan menetap di Desa Kandangan dan di makamkan di Desa

Banaran termasuk wilayah administratif wilayah Kecamatan Kandangan,

beliau singgah di beberapa tempat untuk menghin dari kejaran raja Mataram

dan penjajah Belanda. Beliau melarikan diri kerajaan Mataram setelah perang

melawan raja Mataram di bantu penjajah Belanda, beliau melarikan diri ke

daerah Kediri tepatnya di daerah Pare di Desa Kwagean setelah itu melarikan

ke daerah Ngantang tepatnya di daerah Selokurung yang mana terdapat

peninggalan atau jejak beliau di situ dan dikeramatkan juga. Setelah itu Mbah

Banaran( Mbah Imam Faqih) melarikan diri lagi menuju sebuah hutan lebad

dan membabad alas yang akhirnya menetap di situ di daerah Kandangan

dalam sekarang. Sesuai dengan yang di ucapkan oleh Bapak Abdul Khotib

dalam sesi wawancara dengan beliau:

“Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) setelah menjadi raja di

Mataram selama tiga setengah tahun dan berperang melawan

6

(46)

33

keponakanya bernama Amangkurat Ampral yang dibantu penjajah

belanda karena ingin merebut singgasana sebagai raja, beliau

melarikan diri menuju Kediri di daerah timur Pare desa Kwagean

kemudian melarikan diri ke Ngantang daerah Selokurung yang

terdapat peninggalan dan jejak Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)

kemudian menuju Kandangan dan mendirikan pesantren tepatnya

yang sekarang dijuluki daerah Kandangan dalam, sampai wafat dan

di makamkan di desa Banaran ini”7

D. Situs – situs peninggalan Mbah Imam Faqih (Mbah banaran)

Di dalam penelitian benda pada makam, terdapat empat macam teknik

analisis yaitu:

1. Analisis Morfologi

Satuan pengamatan dalam analisa bentuk adalah bentuk umum makam

dan ragam hiasannya. Secara umum makam dapat dibagi menjadi beberapa

bagian yaitu nisan, cungkup.

2. Analisis teknologi

Dalam analisis teknologi makam, variabel-variabel yang diamati

meliputi bahan dan teknik dalam pembuatan atau kontruksi pembangunan.

3. Analisis stilistik

7

(47)

34

Variabel pada analisis stalistik dilakukan dengan cara mengamati ragam

hias, baik berupa ragam hias arsitektur maupun dekoratif.

4. Analisis Kontekstual

Variabe-variabel yang dapat dijadikan satuan pengamatan dalam analisis

ini meliputi keadaan lingkungan di mana makam tersebut berada, baik berupa

lingkungan fisik maupun bangunan lain yang dibangun disekitarnya.8

Berikut hasil analisis wujud Islam pada benda yang penulis peroleh pada

makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)

- Makam mengarah ke utara dan selatan, cungkup berbentuk persegi panjang

seperti pada umumnya. Nisan ditutupi dengan kain putih, dan seluruhnya

ditutupi dengan kain putih, makam tersebut dalam satu ruangan terdapat dua

makam, makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) dibangun rata atau sama

tinggi dari makam yang ada disebelahnya. Makam yang ada di sebelah

timurnyanya makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) yaitu Raden Bagus

Qohar. Dibagian atas makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) terdapat

aluminium sebagai kerangka untuk kain yang digunakan untuk menutupi

makamnya atau bisa dikatakan kayak selambu kurung, dan dinding makam

dicat yang berwarnah putih agar sama seperti selambu yang terdapat di

makam yang mengelilingi makam.

8

(48)

35

- Cungkup makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) dibangun semua dari

pondesen semen seperti pembangunan biasa, bagian bawanya dikramik,

makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) dibangun seperti kamar dan siapa

saja yang berziarah atau berkunjung kesana bisa langsung melihat

pemakaman tersebut.

- Letak makam ini tidak jauh dari perumahan masyarakat Banaran, tetapi

letak makam ini terletak di ujung selatan desa Banaran dan jadi satu dengan

makam umum desa Banaran.

- Di samping makam tersebut terdapan Musholla untuk para jema’ah ziarah

atau warga sekitar yang ingin mendirikan sholat, kalau pengunjung sangat

ramai ada juga yang mendoakan arwah Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)

dari Musholla tersebut tidak ketemapat makam Mbah Banaran (Mbah Imam

Faqih). Musholla tersebut tidak jauh dari makam bersebelahan dengan

makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih).

Wujud peninggalan percampuran atau akulturasi budaya Jawa yang

masih ada dan terawat:

- Selain itu tepat di depan ruangan makam Mbah Banaran (Mbah Imam

Faqih) juga terdapat sebuah bangunan pendapa atau balai.9 Yang mana sebagai tempat tunggu peziarah yang mau ziarah ke dalam makam Mbah

9

(49)

36

Banaran (Mbah Imam Faqih) bisa juga untuk istirahat peziarah. Ukuran

pendapa tersebut kurang lebih 5 x 6 meter.

- peninggalan wujud benda yang masih ada sampai sekarang dan dapat

diidentifikasi yaitu sebuah patung atau arca yang terbuat dari batu. Arca ini

terletak kurang lebih satu kilometer dari makam Mbah Banaran (Mbah Imam

Faqih) tepatnya berada di desa Kandangan dalam yang konon dulu sebagai

tempat tinggal Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Arca tersebut juga

disakralkan oleh warga setempat. Disebelah bangunan yang melingdungi arca

tersebut terdapat pohon beringin yang besar sekali berdiameter kurang lebih

enam meter, pohon itu usianya sudah ratusan tahun kalau melihat ukuran

diameter pohon tersebut. Konon dari Fooklor pohon tersebut sudah ada sejak

Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Masyarakat sekitar menganggap pohon

tersebut sangat wingid atau angker banyak penghuni mahluk ghaibnya,

banyak kejadian orang sering melihat mahluk ghoib di pohon itu.

Sakral adalah sesuata yang dianggap keramat atau suci.10 Sedangkan profan adalah sesuatu yang bersifat duniawi yang dijadikan sakral.11 sesuai dengan relita yanga ada pada masyarakat Banaran dan masyarakat sekitarnya

bahwa nilai-nilai keagamaan tidak bisa untuk mengatur kehidupan duniawi,

karena agama yang bersifat sakral, sedangkan duniawi bersifat profan, begitu

10

Burhan dan Hasbi Lawrens, kamus ilmiah populer (jombang: lintas, tt), 601 11

(50)

37

pula sebaliknya, tidak satupun institusi duniawi berhak mengatur kehidupan

(51)

BAB III

FENOMENA PEZIARAH DI MAKAM MBAH BANARAN

(Mbah Imam Faqih)

A.Tujuan dan sebab berziarah di Makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)

Agama Islam, seperti agama – agama samawi lainya, pada dasarnya

adalah hubungan manusia dengan tuhanya.Manusia sebagai mahluk ciptaan

yang paling sempurna dan memiliki keistimewaan tersendiri dihadapkan

pada realita kehidupan sosial.Manusia sebagai ciptaan tuhan yang maha

kuasamemerlukan kesadaran iman yang penuh dalam menghadapi realitas –

realitas sosial yang ada dan tidak membiarkan dirinya terjerumus dan larut

dalam kehidupan sehari – hari tanpa kesadaran iman yang penuh.

Agama Islam memberi kesempatan kepada umatnya untuk ziarah kubur,

agar dari sana tumbuh kesadaran akan kesementaraan hidup di dunia. Kata

ziarah diamabil dari bahasa Arab, Zara Yazuru Ziyarah, yang artinya

berkunjung pun kata kubur berasal dari bahasa Arab yang artinya makam

atau kubur.Oleh karena itu, ziarah kubur berarti berkunjung ke makam.1 Dengan ziarah, diharapkan tumbuh “ intropeksi diri ” bahwa saya juga akan

1

(52)

39

mati seperti yang ada di dalam kubur ini atau bahwa persiapanku

menghadapnya masih terasa sangat kurang sebab masih banyak

kemaksiyatan yang saya lakukan.

Gus Dur menjelaskan bahwa ziarah kubur di kalangan umat Islam,

merupakan tradisi Islam kerakyatan (folk Islam) maknanya bagi masyarakat

tradisional seperti di Indonesia, ziarah kubur menjadi salah satu rutinitas.2 Asal muasal fenomena ziarah kubur dalam dunia Islam menurut para ulama

yang disebutkan dalam kitab – kitab sejarah kenabiyan, nabi Muhammad

dalam usia belia dibawa sang ibu (Siti Aminah) untuk berziarah ke kuburan

sang bapak (Abdullah Bin Abdul Muthollib). Dan juga putrid nabi tercinta

(Sitti Fatimah) juga melakukan ziarah kubur.3

Praktik ziarah kiranya masuk di Jawa bersamaan dengan agama

Islam.Makam – makam para pendakwah penyebar ajaran Islam di Jawa,

yang kebanyakan dilengkapi dengan hiasan dekoratif yang kaya, bercorak

arsitektur bangunan khas abad ke-16, berarti agaknya di dirikan segera

sesudah wali yang bersangkutan wafat.Kemegahan – kemegahan

bangunanya rupanya merupakan tanda historis pertama bahwa wali – wali

2

Maman Imanulhaq Faqieh, Fatwa dan canda Gus Dur (Jakarta: Kompas 2010).208.

3

(53)

40

itu dikeramatkan oleh masyarakat.Apapun halnya, tradisi ziarah sudah

terbukti adanya pada paruh pertama abad ke – 17.4

Bagi masyarakat tradisional seperti di Indonesia (terutama umat

Nahdliyyin) ziarah kubur menjadi salah satu rutinitas, dalam kehidupan

masyarakat seperti ini, ziarah kubur dijadikan sesuatu kebutuhan dalam

kehidupan sehari – hari dan menjadi tradisi kepercayaan masyarakat.

Dalam fenomena ziarah yang ada sekarang ini yang semakin menjadi

kebutuhan vital dalam kehidupan, mereka memiliki aneka tujuan,

keyakinan, ekspresi dan strata sosial yang beragam. Sebagian dari mereka

mungkin hanya ingin melakukan pelajaran akan kepastian mati dalam

dunia ini. Sedangkan sebagian lainya mungkin bermahsud mengadukan

dan minta tolong kepada tuhan melalui kuburan atas semua hal yang

dialaminya di dunia. Bahkan mungkin ada sebagian yang minta tolong

langsung ke kuburan atas semua masalah yang dihadapinya.

Seperti tradisi ziarah yang terjadi di makam Mbah Banaran (Mbah

Imam Faqih) yang terletak di desa Banaran kecamatan Kandangan

Kabupaten Kediri. Makam Mbah Banaran atau Mbah Imam Faqih dijuluki

Sunan Pekik yang mana menurut penuturan dari tokoh masyarakat

setempat yaitu Kiai Nukhid yang mana beliau masih ada garis keturunan

4

(54)

41

dari Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) bahwa Mbah Imam Faqih

merupakan adipati Surabaya pertama setelah Surabaya ditahlukan oleh

kerajaan Mataram Islam yang di pimpin oleh Sultan Agung, yang mana

nama lain dari Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) adalah Raden Jenggolo

Manik. Beliau juga Mbah Banaran ( Mbah Imam Faqih) adalah yang

membabad alas desa Kandangan babad deso atau danyang deso (istilah

Jawa) dan makamnya dikeramatkan oleh masyarakat desa Kandangan serta

diziarahi. Selain itu juga dengan melihat silsilah beliau seorang tokoh

berdarah biru serta karomah – karomah yang beliau miliki menjadiakan

masyarakat sangat menghormati dan mensakralkan makam beliau dengan

mentradisikan ziarah ke makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih).

Dengan mengkramatkan makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)

dan kepercayaan – kepercayaan yang ada pada masyarakat menjadikan

makam Mbah Banaran menjadi daya tarik tersendiri untuk diziarahi oleh

banyak orang, khususnya masyarakat desa Kandangan dan sekitarnya serta

masyarakat pada umumnya dengan berbagai macam motif dan tujuan

berziarah, baik motif dan tujuan ekonomi, politik, budaya, sosial dan

agama yang akan dijelaskan di bawah. Banyak peziarah yang datang dari

luar daerah Kandangan dan berbagai daerah, terutama hari – hari tertentu

(55)

42

ramai orang berziarah karena pada hari itu dijadikanya sebagai

peringatan/haul beliau sebagai pembabad desa dengan mengadakanya

khataman Al-Quran di makamnya, tahlil, dan kirim doa.

Fenomena tradisi ziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam

Faqih) yang dianggap seorang wali dengan julukan Sunan Pekik dipercaya

bisa mendapat barakahdengan berziarah ke makam beliau dan orang

orang yang memiliki karomah adalah orang pilihan yang dicintai Allah,

dengan berziarah pada makam orang yang di cintai oleh Allah atau kekasih

Allah maka semua permintaan akan cepat dikabulkan. Dari kepercayaan

itulah fenomena tradisi ziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam

Faqih) muncul dengan berbagai macam motif dan tujuan serta bermacam –

macam model baik itu prilaku, pakaian dan bawaan yang berbeda pada

tradisi ziarah makam pada umumnya. Ada juga seorang guru Madrasah

Ibtidaiyah yang mengajak muridnya setiap satu bulan sekali berziarah ke

makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Dari hasil penelitian di

lapangan sebab dan tujuan peziarah bermacam-macam:

Seperti hasil wawancara dengan bapak Dahlan salah satu

peziarah dan seorang tokoh agama dari desa Payak Santren

(56)

43

“Ziarah itu harus tujuan utamanya menata niat yang

Ihlas karena ibadah mencari Ridlo, Rohmat, dan

Magfiroh Allah agar bisa lebih mendekatkan diri

pada Allah dan mendapatkan petunjuk yang baik

dalam menjalani hidup supaya hidup menjadi

Barokah terhindar dari kemaksiyatan bukan meminta

pada orang yang mati mekipun itu wali kekasih Allah

bisa Musrik dilaknat Allah”5

Dan seorang tokoh agama namanya bapak Kiai Nukhid dari

Dusun Rejosari kecamatan Ngoro Kabupaten Jombang yang

katanya masih ada silsilah keturunan dari Mbah Banaran (Mbah

Imam Faqih) mengatakan:

“ saya merawat makam Mbah Banaran (Mbah Imam

Faqih) ini karena masih ada keturunan dengan beliau,

dan juga sebagai tanda bukti ketaatan saya kepada

mbah atau leluhur saya sebagai orang beriman juga

5

(57)

44

mencari barokah dari wali Allah supaya bisa lebih

tambah keimanan”6

Hasil wawancara dengan bapak Thoyyib seorang juragan

beras dari desa Klampok kecamatan Badas Pare Kabupaten

Kediri menuturkan:

“saya sering ziarah ke makam Mbah Banaran (Mbah

Imam Faqih) hampir setiap hari terutama hari kamis

malam jum’at saya rutin datang berangkat habis isak

setelah subuh pulang. Itu saya lakukan sendiri tanpa

anak istri dan Alhamdulillah setelah saya lakukan itu

selama satu tahun ini usaha dagang saya semakin

lancar bisa mencukupi keluarga dan bisa membiyayai

anak sekolah sampai perguruan tinggi. Saya

melakukan ini awalnya diajak teman saya namanya

Abd Malik dan usaha dia Alhamdulillah juga lancar

namun lebih berhasil saya”7

6

Nukhid, wawancara, Rejosari, Mei 2016

7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini berjudul: Budaya Ziarah Makam Raden Ayu Putri Ontjat Tandha Wurung Desa Terungwetan, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo. Fokus masalah yang diteliti

TRADISI ZIARAH MAKAM SEBAGAI PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT DI DESA GIRILAYU (STUDI KASUS MAKAM PANGERAN SAMBERNYOWO DI ASTANA MANGADEG DESA GIRILAYU KECAMATAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Tradisi ziarah di makam Pangeran Sambernyowo “ ndagan ” dengan melakukan tabur bunga, berpuasa, dan berdoa

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Tradisi ziarah di makam Pangeran Sambernyowo ³ ndagan ´ dengan melakukan tabur bunga, berpuasa, dan berdoa

timur. Membaca ayat-ayat Alquran. Membaca doa untuk ketenangan orang yang sudah dimakamkan. Melakukan ziarah dengan penuh khusyuk dan khidmad. Tidak boleh menduduki makam.

Nilai-nilai Moral dalam tradisi Ngalap Berkah pada masyarakat di makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan. Dalam setiap tradisi atau

Orang berzirah ke makam raden ayu putri ontjat thanda wurung ini berziarah siang dan malam atau sesuka hatinya mau berkunjung atau ziarah ke makam putri ayu tersebut dengan

Masalah utama dalam penelitian ini yaitu bagaimana relasi budaya dan agama pada fenomena makam Imam Lapeo dan dampak terjadinya relasi budaya dan agama pada fenomena makam Imam Lapeo di