NILAI-NILAI MORAL DALAM TRADISI NGALAP BERKAH PADA MASYARAKAT DI KAWASAN BLEDUG KUWU, DESA KUWU, KEC.
KRADENAN, KAB. GROBOGAN
TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
MIFTACHUL SARIUN JANAH
111 11 205
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
ميحرلانمحلاهللمسب
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Miftachul Sariun Janah
NIM : 111 11 205
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri, pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 12 September 2015
Penulis
Miftachul Sariun Janah
MOTTO
ِ َلَاِب ْكِرْشُت َلَ ّيَنُبَي هُظِعَي َوُه َو ِهنِبْلإ ُنَمْقُل َلاَقْذِإ َو
ٌمْلُظَل َك ْرِّشلا ّنِإ
ٌمْي ِظَع
Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur kepada Allah atas segala karunia-Nya, saya
persembahkan karya ini kepada:
1. Bapak dan ibu tercinta yang selalu memberi kasih sayang,
semangat, motivasi, dan nasihat untuk keberhasilan.
2. Adikku Saiful Anwar terima kasih atas semangat, do‟a dan
kebahagiaan yang diberikan.
3. Keluarga besar yang selalu mendoakan dan memotivasi dalam
kebaikan.
4. BapakFatchurrohman M. Pd, yang telah membimbing skripsiku
mulai dari awal hingga akhir dengan penuh kesabaran.
5. Sahabat-sahabatku Faisal, Daiiul, Sinta, Yuanita, Wulan, Silvana,
Vina, Cahyo yang memberikan motivasi luar biasa, Terima Kasih.
6. Keluarga baru di Kost Osamaliki, Ika, Lutfi, dan Mbak Mala yang
sudah Wisuda tahun lalu, dan Mbah Kost mbah Marjani dan Mas
Jhony yang selalu memberi Nasihat dan Semangat.
7. Teman-teman Pendidikan Agama Islam Angkatan 2011, khususnya
PAI F semangat terus pantang mundur.
8. Teman-teman PPL 2014 dan KKN 2015.
KATA PENGANTAR
ميحرلانمحلاهللمسب
Alhamdulillahi robil‟alamin, segala puji dan Syukur penulis panjatkan atas
kehadiran Allah SWT yang telah memberikan Taufiq serta Hidayah-Nya yang
tiada terhimgga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Nilai-nilai
Moral dalam Tradisi Ngalap Berkah Pada Masyarakat di Kawasan Bledug Kuwu,
Desa Kuwu,Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan”.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan Uswah Khasanah
Rasulullah Muhammad S.A.W, kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, serta para
pengikutnya yang setia yang mana beliaulah sebagai Rosul utusan Allah untuk
membimbing umat manusia.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPd.I) di Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga. Skripsi ini berjudul “Nilai-nilai Moral dalam Tradisi
Ngalap BerkahPada Masyarakat di Kawasan Bledug Kuwu, Desa
Kuwu,Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan Tahun 2015”.
Penulisan skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
2. BapakSuwardi M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan.
3. IbuSiti Rukhayati, M. Ag, selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.
4. BapakFatchurrohman S.Ag, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing yang
telah memberikan bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. BapakMufiq, S. Ag, M.Phil, selakuDosenPembimbingAkademik.
6. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai
ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
7. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan
serta bantuan.
8. Ayah dan Ibu tercinta yang telah mengasuh, mendidik, membimbing
serta memotivasi kepada penulis, baik moral maupun spiritual.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, sehingga
dapat terselesaikan dengan baik semoga amal kebaikannya diterima
disisi Allah SWT.
Skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dan semoga hasil penelitian ini dapat berguna
bagi penulis khususnnya serta para pembaca pada umumnya.
Salatiga, 12 September 2015
Miftachul Sariun Janah
111 11 205
ABSTRAK
Janah, Miftachul Sariun. 2015. Nilai-Nilai MoraL Dalam Tradisi Ngalap Berkah
Pada Masyarakat di Kawasan Bledug Kuwu, Desa Kuwu, Kec.Kradenan Kab.Grobogan Tahun 2015. Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Fatchurrohman, S.Ag., M.Pd.
Kata kunci: Nilai Moral, Tradisi Ngalap Berkah
Latar belakang pembuatan skripsi ini untuk mengetahui nilai
moral dalam tradisi Ngalap Berkah padamasyarakat yang berada di kawasan
bledugkuwu yang mempercayai makam Mbah Ro Dukun sebagai tempat wasilah (perantara) untukmemintasesuatukepada Allah. Fokus yang dikaji dalam
penelitian ini adalah Bagaimana sejarah Bledug Kuwu dan tradisi ngalap berkah
pada makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten
Grobogan, Bagaimana perilaku masyarakat muslim dalam tradisi ngalap berkah
pada makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Apa nilai-nilai moral keagamaan
dalam tradisi ngalap berkah pada makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu,
Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan. Adapun tujuan penelitian ini
Mengetahui sejarah Bledug Kuwu dan tradisi ngalap berkah pada makam Mbah
Ro Dukun, Mengetahui perilaku masyarakat muslim dalam tradisi ngalap
berkah pada Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu,Mengetahui nilai-nilai moral
keagamaan yang terkandung dalam tradisi ngalap berkah pada makam Mbah Ro
Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan.
Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan sangat penting sekali mengingat peneliti bertindak langsung sebagai instrumen langsung dan sebagai pengumpul data dari hasil observasi yang mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian. Data yang berbentuk kata-kata diambil diambil dari para informan / responden pada waktu mereka diwawancarai. Dengan kata lain data-data tersebut merupakan keterangan dari para informan, sedangkan data tambahan berupa dokumen. Keseluruhan data tersebut selain wawancara diperoleh dari observasi dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan cara menelaah data yang ada, lalu mengadakan reduksi data, penyajian data, menarik kesimpulan dan tahap akhir dari analisa data ini adalah mengadakan keabsahan.
Hasil penelitian ini terdapat nilai moral dalam tradisi Ngalap Berkah di
kawasan Bledug Kuwuyaitu: Sejarah tradisi Ngalap Berkah merupakan tradisi
yang harus dilestarikan/dibudayakan. Tradisi tersebut selainuntuk mengenang kebaikan Raden Ayu Ngainah atauMbah Ro Dukun, Perilaku masyarakat
muslim dalam ritual tradisi Ngalap Berkah antusiasme warga masyarakat juga
Masyarakat mempercayai bahwa makam Mbah Ro Dukun mempunyai kekuatan berkah sebagai tempat wasilah (perantara) meminta sesuatu kepada Allah SWT, Nilai Moral etika kesopanan, dan menghormati tradisi yang turun menurun dari nenek moyang.
DAFTAR ISI
LOGO…….………. i
HALAMAN JUDUL……….………...…….………….. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING …..………...... iii
PENGESAHAN KELULUSAN …...……… iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN….………...……….. v HALAMAN MOTTO ………...……… vi
HALAMAN PERSEMBAHAN……….. vii
KATA PENGANTAR....……….... viii
ABSTRAK….……...……… x
DAFTAR ISI……….……… xii
DAFTAR TABEL………... xvi
DAFTAR LAMPIRAN………... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1
B. Rumusan Masalah………... 4
C. Tujuan Penelitian………... 4
D. Kegunaan Penelitian……..………...…... 5
E. Penegasan Istilah……….. .... 6
F. Metode Penelitian………. 8
1. Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian………….. 8
2. Kehadiran Peneliti……….. 8
3. Lokasi Penelitian………. 9
4. Sumber Data……….. 9
5. Prosedur Pengumpulan Data……… 9
6. Analisis Data………. 10
7. Pengecekan Keabsahan Data……….. 11
8. Tahap - Tahap Penelitian……… 13
G. Sistematika Penulisan………... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Nilai-nilai moral ...………... ... 16
1. Pengertian Nilai Moral………. 16
3. Pendidikan Nilai Moral Dalam Masyarakat……… 17
4. Pendidikan Nilai Moral Keluarga Dan Masyarakat..….. 19
5. Pengertian Agama……….. 19
6. Fungsi Agama dalam pembinaan moral …... 20
7. Pengaruh Agama Terhadap Golongan Masyarakat…… 20
B. Tradisi Ngalap Berkah……….. 22
1. Landasan Historis Kebudayaan/Tradisi……….. 22
2. Makna Tradisi Dalam Masyarakat Jawa………. 25
3. Kebudayaan spiritual Jawa/Kejawen………... 26
4. Pengertian Tradisi Ngalap Berkah……… 28
5. Sejarah Singkat Terjadinya Bledug Kuwu Dan Ngalap Berkah Pada Makam Mbah Ro Dukun……… 29
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data………. 33
1. Gambaran Umum Lokasi……… 33
a. Keadaan Geografis………. 33
b. Keadaan Demografis……….. 34
c. Sasaran Dan Prasarana Yang Berada di Desa Kuwu………. 36
d. Kondisi Sosial Agama Dan Budaya……….. 38
B. Temuan Penelitian……….. 39
1. Sejarah Bledug Kuwu dan tradisi ngalap berkah
Kec. Kradenan, Kab. Grobogan……… 40
2. Perilaku Masyarakat Dalam Tradisi Ngalap Berkah... 43
3. Nilai-nilai Moral dalam tradisi Ngalap
Berkah pada makam Mbah Ro Dukun……….. 45
BAB IV PEMBAHASAN
A. Analisis hasil Temuan………... 48
1. Sejarah Bledug Kuwu dan tradisi ngalap berkah
pada makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu,
Kec. Kradenan, Kab. Grobogan……… 48
2. Perilaku masyarakat muslim dalam tradisi ngalap
berkah pada makam Mbah Ro Dukun………. 50
3. Nilai-nilai Moral dalam tradisi Ngalap
Berkah pada masyarakat di makam Mbah Ro Dukun
di Desa Kuwu, Kec. Kradenan, Kab.Grobogan………. 53
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……… 62
B. Saran……….. 64
DAFTAR PUSTAKA……… 66
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1. GambarBledugkuwu
2. GambarMakamMbah Ro dukun
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan
Lampiran 2. Pedoman Wawancara
Lampiran 3. Daftar Nilai SKK
Lampiran 4. Lembar Konsultasi Skripsi
Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian
Lampiran 6. Surat Pernyataan Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia sangat kaya akan budaya yang tersebar disetiap
pulau, provinsi, suku, wilayah-wilayah, bahkan pelosok-pelosok
perkampungan. Merupakan kebanggaan tersendiri bahwa nenek moyang
kita bangsa Indonesia telah mewariskan budaya yang adi luhung. Dalam
kehidupan sosial, budaya mempengaruhi beberapa hal, diantaranya dalam
tata hukum adat, kesenian, arsitektur bangunan, model pakaian, bahasa,
cara bergaul, dan yang paling penting adalah pengaruhnya pada
kepercayaan serta ritual ibadahnya (Any, 1983:1).
Secara umum dapat diketahui bahwa karakteristik wisatawan atau
masyarakat muslim disekitar kawasan wisata Bledug Kuwu memiliki
banyak keunikan dan daya tarik tersendiri. Unik dalam arti adanya
kerumitan dan pluralitas ekspresi pemahaman keagamaan dan
keberagamaan, mulai dari kalangan muslim awam, muslim taat, maupun
muslim bisnis yang bernuansa mitis. Selain itu keunikan juga terjadi ketika
ekspresi keberagamaan mereka menjadi sebab munculnya subjektifitas
secara umum, dan para pemerhati maupun pengamat Islam yang datang
dari luar komunitasnya, dua keunikan inilah yang dianggap sebagai
permasalahan menarik untuk diteliti.
Namun demikian praktik keberagamaan para masyarakat/wisatawan
di atas, dalam realitasnya seringkali mendatangkan perdebatan serius di
kalangan masyarakat muslim secara umum. Sebagian komunitas
mengatakan bahwa perilaku seperti ini adalah syirik, khurafat, takhayul,
karena dalam praktiknya mereka selalu meyakini adanya kekuatan selain
dan di luar Tuhan. Filosofi ini tentu berakar pada kepercayaan animisme,
yaitu sebuah paham yang mendasarkan keyakinan pada peranan makhluk
halus atau roh-roh (anima). Makhluk halus atau roh-roh inilah yang sering
dibahasakan dengan sebutan yang mbaurekso. Kegiatan tersebut seringkali
disebut sebagai perilaku bid‟ah, karena perilaku spiritual yang demikian
tidak ada landasan yang jelas dari Islam. Seperti Firman Allah dalam Q.S
Al-Anfal ayat 39: sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan).
Sehingga faktor yang mempengaruhi mereka untuk menjalankan
pemahaman keagamaan tersebut karena kurang sadar dari pribadi,
pendidikan yang rendah dan tidak ada untuk belajar tentang ilmu
pandangan di atas, yang mengatakan bahwa praktik seperti itu dianggap
sah-sah saja dalam agama. Sebab untuk sampainya komunikasi kepada
Tuhan bagi komunitas ini diperlukan adanya perantara, yang dalam bahasa
Islam dikenal dengan istilah wasīlah (perantara). Menurut keyakinan
kelompok ini, wasīlah tersebut seringkali terdapat di tempat-tempat suci,
sakral yang mereka datangi.
Menurut White, dkk (dalam Budiningsih, 2008:8) kebudayaan akan
mempengaruhi cepat lambatnya pencapaian tahap-tahap perkembangan
moral dan juga mempengaruhi batas tahap perkembangan yang dicapai.
Dengan kata lain, bahwa individu yang mempunyai latar budaya tertentu
dapat berbeda perkembangan moralnya dengan individu lain yang berasal
dari kebudayaan lain atau perkembangan moral dipengaruhi oleh faktor
kebudayaan.
Agar penelitian ini tidak terjebak pada perdebatan agama, penelitian
ini bermaksud mengambil jalan lain, yaitu dengan mengenal lebih detail
dan objektif data emik yang muncul dari para wisatawan/masyarakat
pendukung mitos tentang memberi sesaji terhadap makam yang berada di
Bledug Kuwu, maupun para tokoh adat dan agama sekitar, tentang
konstruksi mereka atas realitas mitos mempercayai makam yang berada di
Bledug Kuwu. Karena itu, penelitian ini juga tidak memiliki otoritas
membenarkan maupun menyalahkan perilaku mereka, tetapi ingin
mengetahui maksud dan pemahaman mereka tentang realitas mitos tentang
yang terdapat di Bledug Kuwu, tersebut dengan sumber-sumber mitos
Bledug Kuwu dan berbagai isu mitis yang relevan. Kebanyakan yang
melakukan ngalap berkah atau memberi sesaji terhadap makam Mbah Ro
Dukun adalah masyarakat muslim yang berada di sekitar Bledug Kuwu
maupun luar kota, mereka mempercayai hal-hal yang mistis yang berasal
dari nenek moyang mereka.
Tegasnya, penelitian ini akan mengangkat tema tentang “Nilai-nilai
Moral dalam Tradisi Ngalap Berkah pada Masyarakat di Kawasan Bledug
Kuwu, Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan tahun
2015”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Bledug Kuwu dan tradisi ngalap berkah pada
makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan,
Kabupaten Grobogan?
2. Bagaimana perilaku masyarakat muslim dalam tradisi ngalap berkah
pada makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan,
Kabupaten Grobogan?
3. Apa nilai-nilai moral dalam tradisi ngalap berkah pada makam Mbah
Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten
Grobogan?
1. Mengetahui sejarah Bledug Kuwu dan tradisi ngalap berkah pada
makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan,
Kabupaten Grobogan.
2. Mengetahui perilaku masyarakat muslim dalam tradisi ngalap berkah
pada Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan,
Kabupaten Grobogan.
3. Mengetahui nilai-nilai moral yang terkandung dalam tradisi ngalap
berkah pada makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan
Kradenan, Kabupaten Grobogan.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara praktik dan teoritik.
1. Teoritik
Berdasarkan penelitian ini maka dapat mengetahui manfaat
yang terkandung dalam tradisi Ngalap Berkah secara sosial
kemasyarakatan maupun secara spiritual. Semoga penelitian ini
dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat dalam Tradisi Ngalap
Berkah sebagai sarana dakwah, sebagai sarana mendekatkan diri
kepada Allah SWT, dan sarana untuk menyambung silaturahmi.
Serta dapat meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfaat dan
dapat meningkatkan ibadah umat manusia kepada Allah SWT.
Mengetahui maksud dan pemahaman mereka tentang tradisi ngalap
berkah pada makam Mbah Ro Dukun dengan sumber-sumber mitos
2. Manfaat Praktik
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan ilmu dari
penelitian lapangan dan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini
sebagai ilmu pengetahuan agama, yang akan membantu mahasiswa
menjadi lebih taat kepada Tuhan Yang Maha Esa dan sebagai
mahasiswa yang dapat menempatkan dirinya dalam lingkungan
masyarakat yang baik.
E. Penegasan Istilah
Untuk mengetahui pemahaman serta untuk menetukan arah yang
jelas dalam menyusun skripsi ini, maka penulis memberikan penegasan
dan maksud penulisan judul sebagai berikut:
1. Nilai Moral
Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan, sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau
berguna bagi kehidupan manusia (Poerwadarminta, 1982:677).
Sesuatu tersebut sangatlah beragam jenisnya, pada hakikatnya nilai
akan memberikan pengaruh dalam kehidupan manusia.
Pengertian Moral adalah suatu masalah yang menjadi perhatian
orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang masih terbelakang
(Daradjat, 1977:8). Dengan demikian nilai moral adalah berkaitan
dengan baik buruknya sikap dan perilaku manusia dalam berhubungan dengan orang lain.
Shiels (1981:2) secara ringkas menyatakan bahwa tradisi
adalah sesuatu yang diwariskan atau ditransmisikan dari masa lalu ke
masa sekarang. Jadi ketika berbicara tentang tradisi Islam berarti
berbicara tentang serangkaian ajaran atau doktrin yang terus
berlangsung dari masa lalu sampai masa sekarang, yang masih ada
dan tetap berfungsi didalam kehidupan masyarakat luas (Syam,
2005:277).
Pengertian dari tradisi atau budaya, kebudayaan yang dalam
bahasa Inggris adalah culture, berasal dari bahasa Latin colere yang
berarti bercocok tanam (cultivation). Dalam bahasa Indonesia,
menurut Koentjaraningrat, kata kebudayaan, sebelum mendapatkan
imbuhan (awalan ke- dan akhiran –an) adalah budaya yang berasal
dari bahasa Sanksekerta budhayyah, yaitu bentuk jamak dari kata
buddhi (budi atau kekal). Ada pula yang menyebutkan bahwa kata
budaya adalah perkembangan dari kata majemuk budi-daya yang
berarti daya dari budi, yaitu berupa cipta, karsa, dan rasa. Oleh
karena itu, kata kebudayaan dalam pengertian yang demikian adalah
hasil daya cipta, karsa dan rasa manusia.
Dalam bahasa Arab, barokah bermakna tetapnya sesuatu, dan
bisa juga bermakna bertambah atau berkembangnya sesuatu. Tabriik
adalah mendoakan seseorang agar mendapatkan keberkahan.
Sedangkan tabarruk adalah istilah untuk meraup berkah atau ngalap
adalah langgengnya kebaikan, kadang pula bermakna bertambahnya
kebaikan dan bahkan bisa bermakna kedua-duanya. Demikian
kesimpulan dari Dr. Nashir Al Judai‟ dalam At Tabaruk, hal. 39.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Maksud dari ucapan
do‟a” keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad
karena engkau telah memberi keberkahan kepada keluarga Ibrahim,
do‟a keberkahan ini mengandung arti pemberian kebaikan karena
apa yang telah diberi pada keluarga Ibrahim. Maksud keberkahan
tersebut adalah langgengnya kebaikan dan berlipat-lipatnya atau
bertambahnya kebaikan. Inilah hakikat barokah”. Jalaul Afham fii
Fadhlish Sholah „ala Muhammad Khoiril Anam karya Ibnu Qayyim
Al Jauziyah (Tuasikal, 2013:
http://muslim.or.id/aqidah/ngalap-berkah-yang-dibolehkan-dan-terlarang.html diakses pada Kamis,28
Mei 2015,pukul 13:47 WIB).
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Denzin dan Lincoln dalam (Moleong, 2008:5) menyatakan
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar
alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan
dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.
2. Kehadiran Peneliti
Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam
sampai memperoleh data-data yang diperlukan. Dalam penelitian ini,
peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrument
aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih penulis adalah Desa Kuwu, Kecamatan
Kradenan, Kabupaten Grobogan. Pemilihan lokasi penelitian
tersebut dikarenakan di daerah ini terdapat persoalan yang menjadi
rumusan masalah yang diangkat oleh penulis.
4. Sumber Data
Dalam penelitian ini yang menjadi informasi utama adalah
pelaku wisatawan di Bledug Kuwu. Selain sumber data di atas,
penulis juga menggunakan informan pendukung yaitu pihak-pihak
yang terkait dengan informasi utama seperti masyarakat di kawasan
wisata Bledug Kuwu. Selain itu, penulis juga menggunakan
buku-buku yang berkaitan dengan Tradisi serta buku-buku-buku-buku tentang Nilai
Moral.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data pada penelitian ini digunakan
beberapa metode sebagai berikut:
a. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah interaksi bahasa yang berlangsung
antara dua orang dalam situasi saling berhadapan salah seorang,
ungkapan kepada orang yang diteliti yang berputar disekitar
pendapat dan keyakinannya (Emzir, 2011:50).
Wawancara dilakukan dengan menggunakan petunjuk
umum wawancara (pedoman wawancara) secara terstruktur,
maksudnya adalah peneliti menetapkan pertanyaan-pertanyaan
sendiri yang akan diajukan kepada subjek penelitian secara ketat
dan rapi (Moleong, 2008:190).
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban yang riil
dan akurat dari subjek penelitian. Meskipun demikian, peneliti
tidak menutup kemungkinan untuk mengajukan pertanyaan pada
aspek-aspek lain yang mendukung terhadap topik penelitian.
Orang-orang yang akan diwawancarai dalam penelitian ini
adalah wisatawan di Kawasan Wisata Bledug Kuwu, Kecamatan
Kradenan, Kabupaten Grobogan, seperti wisatawan, masyarakat
sekitar, dan sesepuh yang ada di kawasan wisata Bledug Kuwu.
b. Dokumentasi
Dokumentasi dapat dikategorikan sebagai dokumen pribadi, dokumen resmi dan dokumen budaya populer. Dokumen digunakan dalam hubungannya untuk mendukung wawancara (Emzir, 2011:75). Data ini dapat berupa Foto dan buku sejarah tentang terjadinya Bledug Kuwu yang ada di Kawasan Wisata Bledug Kuwu, Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan.
Proses analisis data kualitatif berlangsung selama dan pasca
pengumpulan data. Proses analisis mengalir dari tahap awal hingga
penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan
analisis data kualitatif model Miles dan Huberman. Dalam Emzir
(2011:129-133), ada tiga macam kegiatan dalam analisis data
kualitatif, yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemokusan,
penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasi data mentah
yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis.
b. Paparan Data (display data)
Paparan data adalah suatu kumpulan informasi yang
tersusun yang membolehkan pendeskripsian kesimpulan dan
pengambilan kesimpulan. Bentuk yang paling sering dari model
data kualitatif adalah teks naratif.
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan adalah permulaan pengumpulan
data, peneliti kualitatif mulai memutuskan apakah makna
sesuatu, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi
yang mungkin, alur kausal dan proposisi-proposisi.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Denzin (dalam Moloeng, 2008:330), membedakan empat
sumber, metode, penyidik dan teori. Pada penelitian ini, dari
keempat macam triangulasi tersebut, peneliti hanya menggunakan
teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan sumber dan metode.
Triangulasi dengan sumber artinya langkah pengecekan
kembali data-data yang diperoleh dari informan dengan cara
menanyakan kebenaran data atau informasi kepada informan yang
satu dengan informan yang lainnya (Patton, 1987:331).
Adapun untuk mencapai kepercayaan itu, maka ditempuh
langkah sebagai berikut :
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum
dengan apa yang dikatakan secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan masyarakat dari berbagai
kelas.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang berkaitan.
Pada triangulasi dengan metode, menurut Patton (1987:329)
a. Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian
beberapa teknik pengumpulan data
b. Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan
metode yang sama.
Teknik triangulasi dengan metode adalah dilakukan dengan
cara membandingkan informasi data dengan cara yang berbeda.
Sebagaimana dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti
menggunakan metode wawancara, observasi, dan survei. Untuk
memperoleh kebenaran informasi yang terpercaya dan gambaran
yang utuh mengenai informasi, peneliti bisa menggunakan metode
wawancara dan observasi atau pengamatan untuk mengecek
kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan
yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut.
Triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau informasi yang
diperoleh dari subjek atau informan penelitian yang diragukan
kebenarannya.
8. Tahap-tahap Penelitian
a. Penelitian pendahuluan
Penulis mulai datang ke lokasi penelitian serta mulai
mengamati dan menjajaki keadaan di lokasi penelitian tentang
tujuan mereka datang ke wisata Bledug Kuwu selain berwisata.
Setelah mengamati lokasi penelitian, penulis mulai
menyusun pedoman-pedoman yang akan digunakan untuk
kegiatan wawancara.
c. Penelitian di lapangan
Setelah penulis mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan
proses penanaman nilai-nilai moral dan agama pada
wisatawan/masyarakat di kawasan wisata Bledug Kuwu. Pada
tahap ini, penulis melakukan pengumpulan data sampai tahap
penulisan laporan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan bagi para pembaca dalam mempelajari dan
memahami skripsi ini, penulis telah membagi sistematika penulisan
menjadi 5 (lima) bab, yaitu:
1. BAB I : PENDAHULUAN
Berisi tentang Latar belakang masalah, Rumusan masalah,
Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Penegasan Istilah, Metode
penelitian, Teknik pengumpulan data, Teknik analisis data,
Sistematika penulisan.
2. BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan berbagai pembahasan teori yang yang
menjadi Kajian teoritik penelitian, yaitu teori-teori mengenai nilai
Ro Dukun di Kawasan Bledug Kuwu, Desa Kuwu, Kecamatan
Kradenan Kabupaten Grobogan tahun 2015.
3. BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Membahas tentang gambaran umum dan Hasil Penemuan
tentang Tradisi Ngalap Berkah di Kawasan Bledug Kuwu, Desa
Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan.
4. BAB IV: PEMBAHASAN
Analisis tentang Sejarah terjadinya Bledug Kuwu dan Tradisi
Ngalap Berkah, perilaku masyarakat muslim dalam tradisi ngalap
berkah, mengetahui nilai-nilai moral yang terkandung dalam tradisi
ngalap berkah.
5. BAB V: PENUTUP
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Masalah moral dan agama merupakan salah satu aspek penting yang
perlu ditanamkan dan ditumbuh kembangkan dalam diri seseorang, terlebih
jika seseorang tersebut masih dalam masa anak-anak. Sebab berhasil tidaknya
penanaman nilai moral dan keagamaan pada masa kanak-kanak akan sangat
berpengaruh atau akanmenentukan baik buruknya perilaku moral seseorang
pada masa selanjutnya.
A. Nilai-nilai Moral
1. Pengertian Nilai Moral
Nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat
atau hal-hal yang penting yang berguna bagi kemanusiaan (2007:783).
Milton Roceach dan James Bank dalam Mawardi Lubis (2008:16),
Nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup
sistem kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau
menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas
Moral adalah suatu masalah yang menjadi perhatian orang
dimana saja,baik dalam masyarakat yang masih terbelakang (Daradjat,
1977:8). Moral juga berperan untuk membina dan mempersiapkan
mental manusia agar manusia secara kreatif dan aktif melakukan
tugas-tugasnya dan diharapkan agar mampu memberikan kestabilan
dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang berupa
goncangan-goncangan dan ketegangan fisik antara antara lain frustasi, konflik,
dan kecemasan hidup. Pendidikan moral akan dengan sendirinya
mengarahkan manusia kepada konsep tauhid dalam Islam bahwa
dengan aturan moral dapat ditarik hikmah akan adanya pencipta yang
mengatur segalanya dibawah satu pengatur yaitu Tuhan. Pendidikan
Moral bentuk lain dari pendidikan Tauhid (Maslikhah, 2009:149).
Jika kita ambil ajaran agama, misalnya agama Islam, maka yang
terpenting adalah akhlak (moral), sehingga ajarannya yang terpokok
adalah untuk memberikan bimbingan moral di mana Nabi Muhammad
S.A.W bersabda: Sesungguhnya saya diutus oleh Tuhan adalah untuk
menyempurnakan akhlak. Dan beliau sendiri memberikan contoh dari
akhlak yang mulia itu diantara sifat beliau yang yang terpenting
adalah: benar, jujur, adil dan dipercaya. Dengan demikian nilai moral
adalah berkaitan dengan baik buruknya sikap dan perilaku manusia
dalam berhubungan dengan orang lain.
Norma-norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat
untuk mengukur kebaikan seseorang. Menurut Magnis-Suseno, sikap
moral yang sebenarnya disebut moralitas. Ia mengartikan moralitas
sebagai sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriah.
Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia
sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena ia
mencari keuntungan. Jadi moralitas adalah sikap dan perbuatan
baikyang betul-betul tanpa pamrih. Hanya moralitaslah yang bernilai
secara moral (Budiningsih, 2008:25).
3. Pendidikan Nilai Moral dalam Masyarakat
a. Batasan-batasan Nilai Moral
Nilai-nilai yang berlaku kapanpun dan dimanapun seperti
kebebasan beragama, yang berati bahwa semua manusia bebas
dari paksaan baik dari perseorangan maupun dari kelompok sosial
atau sesuatu kekuatan manusiawi, sehingga tak seorangpun boleh
dipaksakan untuk bertindak bertentangan dengan imannya.
b. Pandangan Masyarakat Tentang Nilai Moral
Dalam suatu masyarakat yang umum dan berkembang
terdapat berbagai pandangan tentang nilai. Sehingga sering terjadi
perbedaan dan penyimpangan tentang pemaknaan nilai yang
Kebermaknaan nilai itu muncul dalam kehidupan bersama
dalam bentuk hal hal yang baik seperti materiil dan rohani,
ide-ide,cita-cita, dam prinsip-prinsip dasar kemanusiaan.
c. Makna Dasar Konsep Pendidikan Moral
Pendidikan nilai itu adalah pemanusiaan manusia. Manusia
hanya “menjadi manusia” bila ia berbudi luhur, bekehendak baik
serta mampu mengaktualisasikan diri dan mengembangkan budi,
dan kehendaknya jujur baik dikeluarga, dimasyarakat-negara, dan
lingkungan dimana ia berada (Darmadi, 2009: 4).
4. Pendidikan Moral Keluarga dan Masyarakat
Keluarga sebagai lembaga sosial yang paling penting dan
penentu “karakter diri” seseorang. Orang tua umumnya dan Ibu atau
bapak dan sanak keluarga sangat menentukan karakter dasar
seseorang. Jadi, peranan orang tua tetap merupakan faktor penting
dalam dalam pembinaan anak-anaknya (keluarganya masing masing).
Keberadaan pengasuh ataupun sekolah sekalipun tidak cukup untuk
pembinaan nilai dan moral keluarga. Sejumlah pendekatan pendidikan
nilai moral, dapat dilakukan melalui:
a. Proses pembinaan, pengembangan, dan perluasan wawasan
struktur serta potensi dan pengalaman belajar afektual.
b. Proses pembinaan, pengembangan, dan perluasan isi/subtansi
keyakinan manusia secara layak dan manusiawi (Darmadi,
2009:132).
5. Pengertian Agama
Menurut Hendropuspito, agama adalah suatu jenis sistem sosial
yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang beproses pada
kekuatan-kekuatan non empiris yang dipercayainya dan didayagunakannnya
untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat luas
umumnya (Kahmad, 2009:129).
Agama merupakan suatu hal yang dijadikan sandaran
penganutnya ketika terjadi hal-hal yang berada diluar jangkauan dan
kemampuannnya karena sifatnya yang supra-natural sehingga
diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah yang ada.
6. Fungsi Agama Dalam Pembinaan Moral
Adapun fungsi agama dalam masyarakat juga mempengaruhi
kehidupan masyarakat seperti halnya tentang akhlak dan budi pekerti.
Thomas F.O‟Dea dalam (Kahmad, 2009:130) menuliskan lima fungsi
agama yaitu :
a. Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.
b. Sarana hubungan transedental melalui pemujaan dan upacara
ibadat.
c. Penguat norma dan nilai-nilai yang sudah ada.
d. Pengkoreksi fungsi yang sudah ada.
Dan menurut Hendropuspito fungsi agama adalah edukatif,
penyelamatan, pengawasan sosial, memupuk persaudaraan dan
transformatif.
7. Pengaruh Agama Terhadap Golongan Masyarakat
Untuk mengetahui pengaruh agama terhadapa masyarakat, ada
tiga aspek yang harus dipelajari yaitu, kebudayaan, sistem sosial,dan
kepribadian. Ketiga aspek itu merupakan fenomena sosial yang
kompleks dan terpadu yang pengaruhnya dapat diamati pada perilaku
manusia. Nottingham menjelaskan secara umum tentang hubungan
agama dengan masyarakat dibagi menjadi 2:
a. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral. Tipe
masyarakat ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota
masyarakatnya menganut agama yang sama. Tidak ada lembaga
lain yang relatif berkembang selain lembaga keluarga, agama,
menjadi fokus utama bagi penginstegrasian dan persatuan
masyarakat dari masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu,
kemungkinan agama memasukkan pengaruh yang sakral ke dalam
sistem nilai-nilai masyarakat yang sangat mutlak.
b. Masyarakat praindustri yang sedang berkembang. Keadaan
masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang
lebih tinggi daripada tipe petama. Agama memberikan arti dan
ikatan kepada sistem nilai dalam tipe masyarakat praindustri.
sekuler sedikit-banyak masih dapat dibedakan. Misalnya, pada
fase-fase kehidupan sosial masih diisi oleh upacara-upacara
keagamaan, tetapi pada sisi kehidupan yang lain,pada aktivitas
sehari-hari agama kurang mendukung. Agama hanya mendukung
masalah adat-istiadat saja. Nilai-nilai keagamaan dalam
masyarakat menempatkan fokus utamanya pada pengintegrasian
tingkah laku perseorangan, dan pembentukan citra pribadi
mempunyai konsekuensi penting bagi agama. Salah satu
akibatnya, anggota masyarakat semakin terbiasa dengan
penggunaan metode empiris yang berdasarkan penalaran dan
efisiensi dalam menanggapi masalah-masalah kemanusiaan
sehingga lingkungan yang bersifat sekuler semakin meluas
(Kahmad, 2009:131).
B. Tradisi Ngalap Berkah
1. Landasan Historis Kebudayaan atau Tradisi
Kebudayaan berasal dari kata sansekerta “budhayyah” yang
merupakan bentuk dari kata “buddhi” yang berarti budi atau akal
(Koentjaraningrat, 2011:73). Dengan demikian kebudayaan dapat
diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.
Selo Soemardjan (1974:133) merumuskan Kebudayaan adalah
semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan
sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan pada
keperluan masyarakat.
Dari berbagai pengertian di atas, secara dapat peneliti rangkum
sebagai berikut: Kebudayaan adalah segala hasil karya manusia untuk
memenuhi kebutuhan dalam hidupnya. Budi berarti cipta, rasa, dan
karsa, sedang daya berarti kekuatan, sehingga budidaya dapat
diartikan kekuatan dari cipta, rasa dan karsa. Cipta merupakan
kekuatan mental, kemampuan dalam berfikir dari orang-orang yang
hidup bermasyarakat dan yang antara lain menghasilkan filsafah serta
ilmu pengetahuan. Rasa meliputi jiwa manusia, mewujudkan
kaidah-kaidah dan nilai-nilai.
Perkembangan suatu kebudayaan berada ditengah-tengah
kehidupan sosial masyarakat, sesuai dengan berbagai kebutuhan atau
kepentingan masyarakat, mewujudkan norma-norma dan nilai-nilai
kemasyarakatan yang perlu untuk mengadakan tata tertib dalam
pergaulan kemasyarakatan. Semuanya tadi merupakan pengetahuan
yang bersifat sosiologis, yakni adanya hubungan-hubungan sosial
dalam membentuk kebudayaan masyarakat.
Dari sudut pandang sosiologi, kehidupan masyarakat Jawa telah
memiliki pranata-pranata yang sudah berlangsung lama, dari nenek
moyang leluhur jawa yang diwariskan secara turun-temurun sampai
saat ini. Dari generasi ke generasi, sehingga menjadi adat istiadat yang
adalah suatu cara hidup yang berkembang dan di miliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem
agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan,
dan karya seni, bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian
tak terpisahkan dari diri manusia (Syarifah, 2014:40).
Menurut Koentjaraningrat (2011:56) kebudayaan itu dibedakan
dengan empat wujudnya :
1) Nilai-nilai budaya
2) Sistem budaya
3) Sistem sosial
4) Kebudayaan fisik
Sedangkan dengan tradisi hampir sama pengertian dengan
budaya. Awal mula dari sebuah tradisi adalah ritual-ritual individu
kemudian disepakati oleh beberapa kalangan dan akhirnya
diaplikasikan secara bersama-sama dan bukan tak jarang tradisi-tradisi
itu berakhir menjadi sebuah ajaran yang jika ditinggalkan akan
mendatangkan bahaya.
Dengan demikian, tradisi bukan bagian dari kebudayaan
melainkan hanya berhubungan yang mengandung
kesejajaran-kesejajaran. Kebudayaan bukan yang menyebabkan adanya tradisi dan
yang sama, yaitu pikiran manusia atau human mind. Tradisi berarti
membahas tentang tatanan eksistensi manusia dan bagaimana
masyarakat mempresentasikannya di dalam kehidupannya. Dalam
sudut pandang seperti ini, setiap masyarakat memiliki tradisinya
sendiri, sesuai dengan bagaimana mereka menyikapi dalam
kehidupannya (Syam, 2007:71).
2. Makna Tradisi dalam Masyarakat Jawa
Menurut Steenbirk (dalam Syam, 2005:17) yang dimaksud
dengan tradisi keagamaan ialah kumpulan atau hasil perkembangan
sepanjang sejarah ada unsur baru yang masuk, dan ada yang
ditinggalkan juga. Setiap tradisi keagamaan memuat simbol-simbol
suci yang dengannya orang melakukan serangkaian tindakan untuk
menumpuhkan keyakinan dalam bentuk melakukan ritual,
penghormatan, dan penghambaan. Salah satu contoh ialah melakukan
upacara lingkaran hidup dan upacara intensifikasi, baik yang memiliki
sumber asasi di dalam ajaran agama atau yang dianggap tidak
memiliki sumber asasi di dalam ajaran agama. Tradisi keagamaan
yang bersumber dari ajaran agama disebut Islam Offisial atau Islam
Murni, sedangkan yang dianggap tidak memiliki sumber asasi di
dalam ajaran agama disebut sebagai Islam Popular atau Islam Rakyat.
Banyak ahli telah memberikan batasan mengenai ritual.
definisi Ritual agama tradisional ialah membuka keteraturan
kehidupan ke arah realitas atau kenyataan hal-hal yang bersifat gaib
atu kerohanian atau kekuatan untuk mengambil kekuasaan yang
berubah-ubah bentuk.
Menurut Dhavomany (dalam Syam, 2005:19), ritual dibedakan
menjadi empat macam, yaitu :
1) Tindakan magi, yang dikaitkan dengan penggunaan
bahan-bahan yang bekera karena daya-daya mistis.
2) Tindakan religius, kultur para leluhur, juga bekerja dengan
cara ini.
3) Ritual konstitutif yang mengungkapkan atau mengubah
hubungan sosial dengan merujuk pada pengertian-pengertian
mistis, dengan cara ini upacara-upacara kehidupan menjadi
khas.
4) Ritual faktitif yang meningkatkan produktivitas atau
kekuatan, atau pemurnian dan perlindungan, atau dengan cara
lain meningkatkan kesejahteraan materi suatu kelompok.
3. Kebudayaan Spiritual Jawa (Kejawen)
Menurut Kodiran kebudayaan spiritual Jawa yang disebut
“kejawen” antara lain sebagai berikut:
1) Kepercayaan bahwa hidup manusia di dunia ini sudah diatur
dalam alam semesta, sehingga tidak sedikit mereka yang bersifat
petani pedesaan dijawa umumnya menyukai ajaran-ajaran
kebatinan dan memberi makna yang tinggi terhadap konsep nrima
(menerima).
2) Kepercayaan terhadap kekuatan gaib disebut kesakten (kesaktian),
terutama terhadap benda-benda pusaka seperti keris, gamelan, dan
kendaraan istana.
3) Kepercayaan terhadap roh leluhur (nenek moyang) dan roh halus
yang tinggal di sekitar tempat tinggal mereka. Roh halus itu
menurut anggapan orang jawa selain dapat mendatangkan
keselamatan juga dapat mengganggu hidup mereka. Untuk
menghindari gangguan itu mereka melakukan selamatan dan
sesajian pada waktu-waktu tertentu.
Masyarakat Jawa dibedakan antara dua golongan: pertama,
orang kecil yang sebagian besar mereka adalah petani. kedua, kaum
priyayi yang terdiri dari kaum pegawai dan kaum intelektual. Menurut
sosial ekonomi, masyarakat Jawa menurut Kodiran juga dibedakan
antara dua kelompok atas dasar kriteria penganut agama, yakni santri
dan abangan. Kelompok santri yaitu yang menyadari diri sebagai
orang Islam dan berusaha untuk hidup menurut ajaran Islam.
Kelompok abangan adalah orang yang percaya kepada ajaran agama
Islam, tetapi tidak secara patuh menjalankan rukun agama Islam.
Dalam praktik cara hidup mereka lebih ditentukan oleh tradisi-tradisi
kepercayaan bahwa tatanan alam dan masyarakat sudah ditentukan
dalam segala seginya. Keagamaan orang Jawa Kejawen selanjutnya
ditentukan oleh kepercayaan kepada macam roh yang menimbulkan
perasaan keagamaan. Istilah abangan berlaku juga bagi orang-orang
jawa yang beragama Katolik dan Protestan (Imam S, 2005:57).
4. Pengertian Tradisi Ngalap Berkah
Konsepsi ngalap berkah secara etimologis berarti mencari
kebaikan, ada juga sebagian kiai yang mengartikannya sebagai
ziyadatul khoir atau mencari bertambahnya kebaikan. Kata berkah
yang asalnya berasal dari bahasa Arab barakah berarti tumbuh,
bertambah dan bahagia (Abbas, 1983:200). Dalam istilah syariat
Islam, berkah adalah suatu kebajikan Tuhan yang diletakkan pada
sesuatu. Sedangkan arti berkah dalam bahasa Indonesia menurut
kamus Purwadarminta adalah:
a. Karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan
manusia.
b. Restu atau pengaruh baik yang didatangkan dengan perantaraan
seseorang.
c. Keberuntungan atau kebahagiaan yang didapat karena melakukan
sesuatu.
Kelompok masyarakat muslim tradisional yang oleh Clifford
berorientasi pada rahmat dan berkat, sangat mengagungkan makam
orang suci ataupun cultural heroes yang dipercaya dapat menebar
berkah bagi peziarahnya (Hadiyatno, Calenderial Ritual Syawalan
Sebagai Mediasi ngalap berkah masyarakat Kaliwungu Kendal:8-9).
Inilah yang terjadi pada acara tradisi ngalap berkah di Kawasan
wisata Bledug Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan
kelompok keagamaan masyarakat muslim yang bercorak tradisional
bermediasi ngalap berkah di makam orang suci yang diyakini akan
memberi berkah yang terus melimpah dalam segala aspek kehidupan
mereka selepas berziarah. Apalagi setelah melihat dan mendengar dari
kyai dalam pengajian agama tentang rujukan ayat–ayat Al Qur‟an
sebagai pedoman kitab suci umat Islam yang berulang kali menyebut
konsep berkah atau barakah, kelompok masyarakat muslim
tradisional pemilik ritual ngalap berkah semakin tidak merasa ragu
sedikit pun tentang adanya berkah dalam hidup yang diberikan Tuhan.
Dalam pandangan kelompok masyarakat muslim modern, meskipun
seseorang dekat dengan orang suci atau auliya‟ tetapi kalau dirinya
malas bekerja dan tidak suka bekerja keras, tidak mempunyai
ketekunan dan kepandaian maka dirinya tidak akan pernah mendapat
berkah kebahagiaan. “Kebajikan Tuhan diletakkan pada sesuatu yang
Ia sukai atau sesuatu yang Ia kehendaki.” Ada yang diletakkan pada
ada yang diletakkan pada ayat atau surat dalam Al Quran semisal ayat
Kursi, surat Yasin, Al Ikhlash, Al Mulk, Ar Rahman, Al Waqi‟ah.
5. Sejarah Singkat Terjadinya Bledug Kuwu dan Ngalap Berkah Pada Makam Mbah Ro Dukun.
Sejarah terjadinya tradisi ngalap berkah di kawasan wisata
bledug kuwu juga berkaitan dengan asal usul terjadinya bledug kuwu
menurut cerita rakyat dan mitos yang dipercaya oleh masyarakat.
Bledug Kuwu adalah sebuah fenomena gunung api
lumpur,seperti halnya yang terjadi di Porong, Sidoarjo. Tetapi sudah
terjadi sebelum jaman Kerajaan Mataram Kuno (732 M-928 M).
Terletak di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan
(Purwodadi). Tempat tersebut dapat ditempuh kurang lebih 28 km ke
arah timur kota Purwodadi. Obyek yang menarik dari Bledug Kuwu
adalah letupan-letupan lumpur yang mengandung garam dan
berlangsung antara dua hingga tiga menit dengan diameter ± 650
meter. Secara etimologi, nama Bledug Kuwu berasal dari Bahasa
Jawa, yaitu bledug yang berarti ledakan/ meledak dan kuwu yang
diserap dari kata kuwur yang berarti lari/ kabur/ berhamburan.
Menurut sejarah asal usul nama Bledug Kuwu, yaitu sebuah
kawah lumpur (bledug) yang berlokasi di Kuwu. Kawah tersebut
secara berkala melepaskan lumpur mineral, dalam bentuk letupan
dimanfaatkan mineralnya untuk pembuatan konsentrat garam, yang
disebut bleng dan dipakai dalam pembuatan kerupuk karak.
Legenda yang beredar turun temurun, Bledug Kuwu terjadi
karena adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut
Selatan (Samudera Hindia). Lubang itu merupakan jalan pulang Joko
Linglung dari Laut Selatan menuju kerajaan Medang Kamulan,
setelah mengalahkan Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah
menjadi buaya putih di Laut Selatan. Joko Linglung bisa membuat
lubang tersebut. Karena dia bisa menjelma menjadi ular naga yang
merupakan syarat, agar dia diakui sebagai anaknya Raden Ajisaka,
Prabu Ajisaka tidak begitu saja percaya bahwa ular itu adalah
anaknya, tetapi setelah mendengar ceritanya, beliau pun sadar bahwa
ular itu benar. Tetapi, untuk mengujinya, beliau menugaskan sang ular
untuk membunuh seekor buaya putih di Samodra Kidul (Laut
Selatan), lalu membawa pulang kepalanya. Jalan pulang ke Medang
Kamolan harus melewati dasar bumi.
Sang ular melaksanakan tugas tersebut dengan mudahnya.
Setelah menelan kepala buaya putih untuk diperlihatkan kepada sang
prabu, ia lalu menerobos tebing di pinggir pantai, untuk terus menuju
ke timur, ke Medang Kamolan.
Karena tidak yakin arah yang benar, ia naik sebentar ke
permukaan, dan tiba di desa Jono, kecamatan Tawangharjo. Hingga
cairan untuk campuran membuat kerupuk, yang dapat diproses
menjadi garam dapur.
Kedua kalinya ia muncul ke permukaan yaitu di daerah Crewek,
tetapi ternyata perjalanan masih cukup jauh. Lalu, untuk ketiga
kalinya, dengan tak sabar ia memusatkan seluruh kekuatannya untuk
mengeluarkan badannya dari dasar bumi. Saking besarnya tubuh sang
ular raksasa, sampai mengeluarkan suara “Bledug..Bledug” tiba di
desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan. Tetapi
tenaganya sudah habis, dan akhirnya ia lumpuh. Saat itu ia menjelma
menjadi seorang anak kecil. Seorang dukun menemukannya dan
menyembuhkannya dari penyakit lumpuh. Sang dukun menanyakan
asal dan tujuan si anak, tetapi ia tak dapat menjawab, akhirnya ia
dikenal dengan nama Joko Linglung. Sang dukun yang menolong
Joko Linglung itu bernama Raden Ayu Ngainah atau sekarang
masyarakat sekitar menyebutnya dengan Mbah Ro Dukun.
Untuk mengenang kebaikan dukun bayi masyarakat setempat
percaya dengan tempat yang berada di pojok Timur laut yang masih
satu lokasi dengan Bledug Kuwu sebagai makam Mbah Ro Dukun
sebagai tempat menolong Joko Linglung, dan sampai sekarang masih
dikeramatkan oleh masyarakat setempat dan dijaga oleh juru kunci
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. PAPARAN DATA
1. Gambaran Umum Lokasi
Gambaran umum dari lokasi penelitian yaitu Kawasan Wisata
Bledug Kuwu yang berada di Desa Kuwu Kecamatan Kradenan
Kabupaten Grobogan dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya
keadaan geografis, keadaan demografis, dan sarana prasarana. Untuk
mengetahui lebih jelas tentang aspek-aspek tersebut akan diuraikan
satu persatu sebagai berikut:
a. Keadaan Geografis
Secara geografis Bledug Kuwu terletak di Desa Kuwu,
Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa
Tengah dengan ketinggian tanah dari permukaan laut adalah 53
meter dan suhu udara rata-rata 35ºC. Bledug Kuwu adalah sebuah
fenomena gunung api lumpur,seperti halnya yang terjadi di
Porong, Sidoarjo. Tetapi sudah terjadi sebelum jaman Kerajaan
Mataram Kuno (732 M-928 M). Terletak di Desa Kuwu,
Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan (Purwodadi). Tempat
tersebut dapat ditempuh kurang lebih 28 km ke arah timur kota
Desa Kuwu terletak di sebelah timur kota kabupaten,
memiliki luas keseluruhan adalah 286.340 Ha. Jarak antara Desa
Kuwu ke Ibu Kota Kabupaten adalah 28 Km dan jarak antara
Desa Kuwu dengan pusat pemerintahan Kecamatan Kradenan
adalah 0,35 Km. Dengan kondisi jalan yang sudah beraspal dan
rata, memudahkan masyarakat Desa Kuwu untuk melakukan
mobilitas dengan masyarakat dari daerah lain maupun dengan
kantor pemerintah setempat menggunakan sarana transportasi
bus,sepeda motor, atau mobil.
Berdasarkan data monografi kelurahan Desa Kuwu tahun
2015, batas wilayah Desa Kuwu adalah sebagai berikut:
1) Sebelah utara : Dusun Sendangrejo, Kecamatan Ngaringan
2) Sebelah selatan : Dusun Banjarsari, Kecamatan Kradenan
3) Sebelah Barat : Dusun Grabagan, Kecamatan Kradenan
4) Sebelah timur : Dusun Kalisari, Kecamatan Kradenan
b. Keadaan Demografis
Secara keseluruhan Desa Kuwu terdiri dari 33 RT dan 6
RW yang tersebar rata di masing-masing dusun dengan jumlah
penduduk sebanyak 7890 orang. Dusun-dusun yang terdapat di
Desa Kuwu antara lain Dusun Tegal Kembangan, Dusun Kuwu
Krajan, dan Dusun Sukorejo. Dari semua jumlah penduduk yang
Indonesia) yang terdiri dari 4719 orang laki-laki dan 3171 orang
perempuan (Sumber: Data monografi Desa Kuwu 2015).
Untuk memperoleh gambaran mengenai keadaan
masyarakat Desa Kuwu, pertama peneliti menampilkan sistem
mata pencaharian penduduk Desa Kuwu. Dalam sistem mata
pencaharian penduduk, masyarakat di Desa Kuwu mempunyai
mata pencaharian yang beraneka ragam yaitu terdiri dari PNS,
TNI/POLRI, wiraswasta, petani, pertukangan, buruh tani,
pensiunan, dan petani garam. Untuk mengetahui lebih jelas
tentang jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa
Kuwu dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:
No. Mata Pencaharian Jumlah Presentase (%)
Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukkan bahwa masyarakat
Desa Kuwu mayoritas bermata pencaharian sebagai buruh tani
yaitu sebanyak 25,42%. Banyaknya masyarakat yang bermata
pencaharian sebagai buruh tani, dikarenakan wilayah Desa Kuwu
sebagian besar masih berupa lahan pertanian dengan kepemilikan
lahan sebagian besar dimiliki oleh kepala desa. Dampaknya
adalah pendapatan yang diperoleh masyarakat relatif kecil,
sehingga perekonomian masyarakat di Desa Kuwu masih
tergolong miskin. Selain buruh tani, sistem mata pencaharian
yang banyak terdapat di Desa Kuwu adalah wiraswasta yaitu
sebanyak 23,73%. Faktor yang Melatar belakangi banyaknya
masyarakat yang bermata pencaharian sebagai wiraswasta adalah
terdapatnya BledugKuwu. Dengan adanya Bledug Kuwu di Desa
Kuwu, membuat masyarakat termotivasi untuk mendirikan usaha
sendiri baik di dalam maupun di luar kawasan Bledug Kuwu.
Keberadaan petani garam terkait dengan sistem mata pencaharian
di Desa Kuwu memiliki jumlah yang paling rendah yaitu 1,13 %.
Hal ini dikarenakan jumlah dari masyarakat yang bekerja sebagai
petani garam di Desa Kuwu hanya 6 (enam) orang.
c. Sarana dan Prasarana yang berada di Desa Kuwu
Sarana dan prasarana merupakan sesuatu yang telah tersedia
dan bertujuan untuk memperlancar suatu kegiatan. Ketersediaan
perkembangan wilayah Desa Kuwu agar menjadi lebih maju. Hal
ini dikarenakan dengan adanya sarana prasarana,
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dapat berjalan dengan
lancar. Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Kuwu adalah
sebagai berikut:
1) Alat transportasi
Sarana transportasi umum yang ada di Desa Kuwu
adalah bus dengan tujuan Purwodadi-Sulursari, dan
kendaraan roda dua yang dipakai untuk jasa transportasi ojek.
Selain itu juga terdapat kendaraan pribadi roda dua dan mobil
yang dimiliki oleh masyarakat di Desa Kuwu. Dengan
tersedianya sarana transportasi umum dan pribadi, akan
memudahkan setiap masyarakat yang ingin pergi keluar kota
untuk mencari pekerjaan lain apabila pekerjaan yang ada di
Desa Kuwu tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup.
2) Pasar
Sarana lain yang terdapat di Desa Kuwu adalah pasar.
Pasar di Desa Kuwu digunakan warga untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Keberadaan sarana pasar di Desa
Kuwu sangat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa Kuwu maupun masyarakat di sekitarnya
barang dagangan, sehingga interaksi yang terjalin di
lingkungan pasar tidak hanya masyarakat yang tinggal di
Desa Kuwu, tetapi juga masyarakat yang berasal dari luar
Desa Kuwu.
3) Masjid
Sarana lain yang terdapat di Desa Kuwu adalah Masjid.
Masjid di Desa Kuwu digunakan warga untuk tempat
beribadah. Keberadaan Masjid di Desa Kuwu selain sebagai
tempat ibadah juga menjadi tempat kegiatan keagamaan
masyarakat Desa Kuwu maupun masyarakat di sekitarnya.
d. Kondisi Sosial, Agama, dan Budaya
Masyarakat pedesaan memiliki jiwa sosial yang lebih tinggi
dibandingkan dengan masyarakat perkotaan, begitu juga dengan
masyarakat Desa Kuwu memiliki jiwa sosial yang tinggi,
memiliki kehidupan bermasyarakat yang tenteram, damai, selaras,
jauh dari perubahan yang dapat menimbulkan konflik.
Masyarakat hidup bersama, bekerja sama, dan berhubungan erat
satu sama lain, dengan sifat-sifat yang hampir seragam. Dengan
kata lain rasa kekeluargaan masyarakat Desa Kuwu lebih kental.
Di sektor budaya Desa Kuwu termasuk desa yang kaya akan
budaya, adat, dan kesenian tradisional. Budaya adat yang
berkembang di kalangan masyarakat Desa Kuwu antara lain
khoul, kirim doa dan tumpengan. Sedangkan kesenian yang ada di
Desa Kuwu berupa Tayuban, Mauludan, dan Rebana.
Pendidikan yang di peroleh warga sebagian besar SD dan
masih ada dari warga yang masih belum tamat SD. Lambat-tahun
warga memikirkan pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka
sehingga mereka menyekolahkan anaknya sampai kejenjang yang
lebih tinggi minimal sampai SMP yang merupakan program wajib
belajar Sembilan tahun dari pemerintah. Walaupun mereka
menganggap bahwa pendidikan formal penting tapi juga tidak
mengesampingkan pendidikan agamanya sehingga sebagian besar
anak mereka bersekolah dan diasramakan dipondok pesantren,
sehingga nilai-nilai Ahlaq dan budaya Islam warga Kuwu masih
tetap terjaga dengan baik. Warga Desa Kuwu sebagian besar
menganut paham Ahlissunnah Waljamaah, ibu-ibu mengikuti
muslimat, kaum muda-mudi mengikuti IPNU IPPNU dan juga
ansor. Tradisi-tradisi ke NU an juga sering dilakukan seperti
tahlilan, dzibaan/berjajen, manaqiban dan tradisi-tradisi lain yang
diikuti bersama sehingga memepererat tali persaudaraan antar
warga.
B. Temuan Penelitian
Pembahasan tentang Nilai-nilai Moral dalam Tradisi ngalap berkah
Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Perilaku masyarakat
muslim dalam tradisi ngalap berkah pada makam Mbah Ro Dukun di
Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Nilai-nilai
moral keagamaan dalam tradisi ngalap berkah pada makam Mbah Ro
Dukun di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan.
1. Sejarah Bledug Kuwu dan tradisi ngalap berkah pada makam Mbah Ro Dukun di Desa Kuwu, Kec. Kradenan, Kab. Grobogan
Sejarah terjadinya tradisi ngalap berkah di kawasan wisata
Bledug Kuwu juga berkaitan dengan asal usul terjadinya Bledug
Kuwu menurut cerita rakyat dan mitos yang dipercaya oleh
masyarakat, dari data yang berhasil dihimpun oleh peneliti dan hasil
wawancara beberapa narasumber diantaranya juru kunci makam mbah
Ro Dukun, masyarakat sekitar Bledug Kuwu, Kepala Desa,
Wisatawan, dan Kepala UPT Dinas Pemuda Olah Raga Kebudayaan
dan Pariwisata Wilayah Kradenan.
a. Tradisi Ngalap Berkah
Sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak Sr, selaku
Kepala UPT Dinas Olah Raga Kebudayaan dan Pariwisata
Wilayah Kradenan tentang Tradisi Ngalap Berkah menuturkan
bahwa:
Bapak Sg, selaku juru kunci makam mbah Ro Dukun atau
Raden Ayu Ngainah menambahkan bahwa:
“Bledug Kuwu itu terjadi menurut cerita rakyat yaitu adanya
lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan (Samudera Hindia) dan lubang itu dipercaya adalah jalan pulang Joko Linglung dari laut selatan menuju kerajaan Medang Kamolan setelah mengalahkan Prabu Dewata Cengkar. Joko Linglung menuju Medang Kamolan berjalan dan ditengah perjalanan tenaganya sudah hampir habis, dan seorang dukun bayi yang biasanya lewat, disekitar tempat tersebut mengetahui ada anak kecil kemudian didekati, lha setelah didekati begitu cermat,teliti koq anak tersebut keadaannya tidak berdaya, kemudian diurut hingga keadaan sehat. Raden Ayu Ngainah adalah seorang dukun bayi yang menolong Joko Linglung, untuk mengenang kebaikan dukun bayi tersebut masyarakat sini percaya dengan tempat yang berada di pojok timur laut yang masih satu lokasi dengan Bledug Kuwu sebagai makam Raden Ayu Ngainah
atau Mbah Ro Dukun” (Wawancara, 23 Agustus 2015).
b. Pelaksanaan Acara Ngalap Berkah
Pelaksanaan acara Ngalap Berkah atau meminta Doa ke
makam Mbah Ro Dukun tidak dibatasi hari atau tanggal,
tergantung kalau ada orang yang ingin meminta Doa
menghubungi Juru Kunci terlebih dahulu, dan biasanya rame itu
pada hari Kamis, Jum‟at, Sabtu, Minggu dan Senin. Pada bulan
Syura tanggal 9 banyak yang tirakatan sambil mengerjakan sholat
malam disini dan waktu ketika melakukan Sowan ke makam
biasanya paling lama adalah setengah jam (wawancara dengan
c. Doa atau bacaan ketika sowan ke makam
Doa atau bacaan yang dibaca ketika melakukan sowan ke
Makam adalah Doa Khusus dan bukan bacaan tahlil seperti hasil
wawancara dengan Bpk Sg sebagai berikut:
Doa yang dibaca itu bukan tahlil, tetapi “Ya Allah saya meminta
pertolongan melalui perantara Mbah Ro Dukun untuk
memperlancar rejeki” ya doanya seperti itu. Doa yang dibacakan
ditambahi surat-suratan seperti Al Fatihah, tetapi bukan tahlil (wawancara dengan pada tanggal 23 Agustus 2015).
d. Alasan Masyarakat Kuwu atau Para Wisatawan Melakukan Ritual
Ngalap Berkah
Masyarakat di Desa Kuwu mempercayai tentang tradisi
Ngalap Berkah karena sudah turun temurun, melakukan
kepercayaan itu. Apabila ada orang asli Desa Kuwu akan
melakukan Hajat seperti mantu atau membangun Rumah harus
meminta doa dulu di makam Mbah Ro Dukun, agar diperlancar
meskipun orang tersebut sudah pindah daerah atau luar kota
(Wawancara dengan Bp Sn Kepala Desa Kuwu, 24 Agustus
2015).
Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan Oleh Bp Jk
“...Saya asli orang kuwu sini, ya percaya kalau mau ada hajat
harus sowan ke makam dulu,kalau istilahnya orang sini meminta