Budihardja Murtianta
Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik – Universitas Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro 52 – 60, Salatiga 50711, Indonesia
Telp. (0298) 311884 Fax. (0298) 311884 E-mail: budihardja@yahoo.com
ABSTRAK
Penguat kelas D dengan RWDM (Rectangular Wave Delta Modulation) merupakan pengembangan dari penguat kelas D yang dapat digunakan sebagai penguat atau modulator lebar pulsa. Keluaran penguat berupa leba r pulsa yang berbeda akan menghasilkan nilai rerata keluaran yang berbeda pula. Penguat ini tidak memerlukan pembangkit gelombang segitiga seperti pada penguat kelas D karena gelombang segitiga sudah dapat dihasilkan dari untai integrator yang merupakan umpan balik darikeluaran penguat. Titik kerja penguat pada saturasi dan cut-off sehingga penguat sangat efisien karena disipasi daya sangat kecil.
Pengaruh frekuensi masukan, frekuensi pemodulasi, frekuensi penggal tapis dan histerisis pembanding pada penguat diamati pada penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan frekuensi penggal LPF harus jauh di bawah frekuensi pensakelaran dan dekat dengan frekuensi harmonik tertinggi dari sinyal yang diinginkan agar sinyal keluaran identik dengan sinyal masukan.
1.
PENDAHULUAN
Penguat kelas D memerlukan untai pembangkit gelombang segitiga tersendiri sebagai pembawa, sedang pada RWDM gelombang segitiga itu diperoleh dari bagian keluaran penguat yang diumpan balikkan. Untuk dapat lebih memahami prinsip RWDM yang diterapkan pada penguat kelas D maka pada tulisan ini akan dibahas tentang penguat kelas D terlebih dahulu kemudian dibahas prinsip kerja dan karakteristik RWDM. Pengaruh frekuensi masukan, frekuensi pemodulasi, frekuensi penggal tapis pada penguat diamati pada penelitian ini. Pada tulisan ini juga akan diberikan hasil-hasil penelitian untuk penguat kelas D dan penguat kelas D dengan RWDM.
2.
PENGUAT KELAS D
M1
sinyal Vs _
Vc
Vo’ L1 VoComp.
segitiga +
Vt C1 Rb
M2
-V
Gambar 1. Dasar penguat kelas D
Tegangan itu diumpankan ke masukan dari MOSFET. Tiap transistor beroperasi sebagai sakelar. Saat Vc = - V, M1 on dan M2 off. Jika tegangan jatuh pada M1 diabaikan maka Vo’ = V+. Begitu pula saat Vc = +V, M2 on dan M1 off, maka Vo’ = V-. Pada prakteknya terdapat sedikit tegangan jatuh pada MOSFET sehingga tegangan puncak pada keluaran lebih rendah daripada tegangan catu. Saat Vs = 0, Vo’ berupa tegangan kotak yang simetris. LPF pada keluaran penguat terdiri dari L1 dan C1 melewatkan nilai rerata dari gelombang kotak menuju beban Rb dan dalam hal ini = 0 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Jadi Vo = 0 untuk Vs = 0.
Gambar 2. Keluaran Vo dari LPF yang merupakan rerata dari gelombang kotak
Pada Gambar 3 berikut menunjukan bentuk sinyal keluaran jika sinyal masukan berupa sinusoida dengan frekuensi 1 KHz dan amplitudo 2V serta gelombang segitiga dengan frekuensi 15 KHz dan amplitudo 2,5V. Tegangan catunya sebesar 5V. Saat Vs>0 duty-cycle gelombang kotak akan berubah dimana waktu saat aras positip lebih besar daripada waktu aras negatip. Hal ini mengakibatkan Vo’ akan mempunyai nilai rerata
yang positip. Begitu pula sebaliknya saat Vs<0 keluaran Vo’ akan bernilai negatip. Bentuk gelombang keluaran Vo’ disebut dengan modulasi lebar pulsa. Tapis pasif L1 dan C1 akan melewatkan nilai rerata atau
nilai frekuensi rendah daripada Vo’ ke beban Rb dan akan menolak frekuensi-frekuensi harmonisa yang lebih tinggi daripada gelombang pensakelaran.
Bati efektip penguat dapat ditentukan dengan memberi tegangan searah pada masukan yang dalam hal ini masukan inverting pembanding dan menghitung rasio <Vo’> terhadap Vs dimana <Vo’> adalah nilai
rerata Vo’. Jika Vs naik maka <Vo’> akan naik secara linear dan maksimal = Vop, yang dalam hal ini
sehubungan dengan tegangan clipping dari keluaran. Hal ini terjadi saat Vs = Vtp dan bati efektip: k =
<Vo’>/Vs = Vop/Vtp
Gambar 3. Bentuk sinyal keluaran dan masukan
Nisbah pindah tapis Vo/Vo’ dapat diturunkan sebagai berikut:
Xc1//Rb =
Rb
jwC
jwC
Rb
1
/
1
1
/
=Rb
jwC
Rb
.
1
1
'
Vo
Vo
=1
//
1
//
1
Xl
Rb
Xc
Rb
Xc
=1
)
.
1
1
/(
)
.
1
1
/(
jwL
Rb
jwC
Rb
Rb
jwC
Rb
=1
/
1
1
.
1
)
(
1
2Rb
jwL
C
L
jw
'
Vo
Vo
= 2
1
( /
s w
c)
(
Qc s w
)( /
c) 1
s = jω ; ωc= 2∏fc =
1
.
1
1
C
L
; Qc = 1/ωc. Rb.C1
fc adalah frekuensi resonansi dan Qc adalah faktor kualitas [2]. Tapis LC tersebut merupakan LPF orde dua dimana faktor kualitas Qc diatur = 0,707 agar diperoleh pelemahan isyarat sebesar 3 dB pada titik frekuensi penggal dan tanggapan yang datar pada frekuensi di bawah titik frekuensi penggal serta pelemahan dengan kemiringan 40 dB/ dekade pada frekuensi di atas titik frekuensi penggal.
Agar distorsinya minimum, frekuensi gelombang segitiga harus dibuat setinggi mungkin dibanding frekuensi penggal dari tapis. Saat frekuensi sinyal mencapai frekuensi penggal tapil maka fasa dari sinyal tersebut akan tertinggal sebesar 90°.
Pada keluaran Vo’ terdiri dari frekuensi dasar sinyal masukan fs dan frekuensi harmonisa hasil pensakelaran yang tidak dapat diabaikan : ft, ft ± 2fs, 2ft ± fs, 2ft ± 3fs dan seterusnya [1]. Frekuensi terendah di sini adalah ft – 2fs. Frekuensi gelombang segitiga harus dipilihcukup tinggi sehingga frekuensi harmonisa terendah masih lebih tinggi dari frekuensi sinyal yang diinginkan. Dengan demikian diperoleh persyaratan ft – 2fs >> fs atau ft >>3fs. Untuk meminimalkan riak pada keluaran, frekuensi penggal dari tapis LC harus jauh di bawah frekuensi gelombang segitiga ft [3].
Berdasarkan ketentuan dan rumus di atas maka tapis LPF pada Gambar 1 akan diperoleh nilai L1 = 900 uH, C1 = 28 uF untuk beban Rb = 8 ohm.. Tanggapan frekuensi dari tapis tersebut ditunjukkan pada
Gambar 4 berikut.
10Hz 1KHz 100KHz
Gambar 4. Tanggapan frekuensi LPF
Gambar 5 adalah bentuk isyarat pada keluaran dengan besar frekuensi pembawa 15 kali dari
frekuensi sinyal dan frekuensi penggal LPF sama dengan frekuensi sinyal masukan yaitu 1 KHz. Tampak bentuk keluaran berupa gelombang sinusoida yang sama dengan bentuk sinyal masukan. Gambar 6 adalah isyarat pada keluaran dimana frekuensi penggal LPF dinaikkan sebesar 5 kali frekuensi sinyal masukan sedang frekuensi pembawa berupa gelombang segitiga tetap. Tampak bentuk sinyal keluaran berupa sinusoida dengan riak. Riak tersebut akibat harmonisa frekuensi pensakelaran. Gambar 7 adalah sinyal pada keluaran jika sinyal pada masukannya diganti dengan bentuk gelombang segitiga
Gambar 5. Frekuensi penggal tapis sama dengan frekuensi sinyal = 1 KHz
dan frekuensi gelombang segitiga = 15 KHz
Gambar 6. Frekuensi penggal tapis 5 kali frekuensi sinyal
Gambar 7. Bentuk sinyal keluaran dengan masukan gelombang segitiga
Penguat kelas D ini dapat dikembangkan dengan menggunakan teknik RWDM (Rectangular Wave Delta Modulation) dan RWDM ini akan menggantikan fungsi dari gelombang pembawa yang berupa gelombang segitiga.
3.
RWDM (
RECTANGULAR WAVE DELTA MODULATION
)
Sinyal Er(t) sinyal RWDM
Vi(t) +++ Vm(t)
+-
Vc(t)
Vc(t)
Vi(t)
Batas atas aras
∆VBatas bawah aras
T
Gambar 8. RWDM
Prinsip operasi RWDM dapat dijelaskan dengan bagan pada Gambar 8 [4]. Sinyal masukan Vi(t) dibandingkan dengan sinyal umpan balik atau gelombang pembawa Vc(t) yang diperoleh dengan mengintegrasi isyarat termodulasi Vm(t), menghasilkan sinyal kesalahan (error) Er(t). Sinyal keluaran termodulasi Vm(t) mempunyai dua nilai yaitu +Vs dan –Vs dan selang waktu pencapaian antara kedua aras ditentukan oleh kemiringan (slope) dari sinyal masukan Vi(t). Di sini tampak sinyal umpan balik Vc(t) menjejak(track) sinyal masukan Vi(t) dalam batas aras atas dan aras bawah sebesar ±∆V.
Dengan asumsi frekuensi pensakelaran modulator cukup tinggi sehingga bagian kecil dari sinyal masukan dapat digambarkan sebagai sebuah garis lurus Jika Si(t) = kemiringan sinyal masukan, Sc(t) = kemiringan sinyal pembawa dan ±∆V = tegangan histerisis, maka durasi T dari satu perioda lengkap dari keluaran modulator diberikan sebagai :
Pembanding
Integrator
)
(
2 2t
Si
Sc
T
(1)Frekuensi pensakelaran pada keluaran modulator adalah :
2
)
(
1
4
1
Sc
t
Si
V
Sc
T
f
(2)Untuk sinyal masukan sinusoida Vi(t) = Vi sinωt kemiringan sesaat dari sinyal masukan tersebut adalah: Si(t) = ωVi cosωt (3) Frekuensi pensakelaran keluaran modulator adalah:
t
Sc
V
V
Sc
f
2 2cos
1
1
4
(4)Pada persamaan (4) menunjukkan :
- frekuensi pensakelaran modulator mencapai nilai maksimum f = Sc/4∆V pada ωt = k(∏/2) dimana k adalah bilangan ganjil.
- frekuensi pensakelaran modulator minimum f = (Sc/4∆V)[1 –(ωVi/Sc)2] yang akan menghasilkan pulsa yang maksimum pada keluaran modulator.
Rerata frekuensi pensakelaran modulator diperoleh dari rata-rata frekuensi pensakelaran modulator sesaat pada beberapa perioda sinyal masukan dan diperoleh :
2 2 2
2
1
4
Sc
Vi
V
Sc
favg
(5)4.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan bagan dan prinsip kerja dari RWDM di atas maka berikut dibuat untai RWDM secara sederhana yang ditunjukkan pada Gambar 9 dan sinyal RWDM dapat dilihat pada Gambar 10 untuk masukan sinyal sinusoida dengan frekuensi 1KHz. Besarnya tegangan histerisis Vh ditentukan oleh :
Vh =
1
1
2
R xVcc
R
R
(6) Keluaran integrator adalah :Vc(t) =
( )
3. 1
Vm t
t
R3 C1
R6 R4
R5
Gambar 9. Untai RWDM
Gambar 10. Keluaran RWDM
Gambar 11, 12 dan 13 menunjukkan bentuk sinyal-sinyal pada RWDM dengan frekuensi sinyal
masukan 1KHz dan 10 KHz serta pengaruh besarnya tegangan histerisis pembanding.
Gambar 11. Sinyal-sinyal RWDM dengan masukan sinusoida 1KHz
Input Vi(t)
Out Vm(t)
Vc(t)
Masukan inverting pembanding
Masukan non-inverting
pembanding
Gambar 12. Sinyal-sinyal RWDM dengan masukan sinusoida 10KHz
Gambar 13. Sinyal-sinyal RWDM dengan masukan sinusoida 1KHz
dan tegangan histerisis diperbesar
5.
KESIMPULAN
- Frekuensi pensakelaran harus relatif jauh di atas frekuensi sinyal masukan. - Frekuensi penggal LPF relatif jauh di bawah frekuensi pensakelaran.
- Frekuensi penggal LPF relatif jauh di atas frekuensi sinyal masukan yang tidak berupa sinusoida. - Parameter-parameter yang mempengaruhi frekuensi RWDM adalah:
- Besar histerisis ∆V, yang ditentukan langsung oleh nilai tegangan Lower Trip Point dan Upper Trip Point pada histerisis dari pembanding.
- Bati integrator Sc, yang ditentukan oleh tetapan waktu integrator pada umpan balik. - Amplitudo sinyal masukan.
6.
REFERENSI
[1]. Kendall/Hunt. (2001), The Class-D Amplifier, Available:[http://users.ece.gatech.edu/ ~mleach/ece4435/f01/ClassD2.pdf] (1 Desember 2009)
[2]. Williams, Arthur B.&Taylor, Fred J.(1981), Electronic Filter Design Handbook, McGraw-Hill, New York, p 5-1 – p 5-25
[3]. Krauss, Herbert L. dan Bostian, Charles W. (1990), Teknik Radio Benda Padat, Universitas Indonesia, Jakarta, p 522.
[4]. Sooksood, Kriangkrai and Ngarmnil, Jitkasame. (2005), ‘Rectangular Wave Delta Modulation Buck