• Tidak ada hasil yang ditemukan

J00889

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " J00889"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

53

Titik Pardaningsih, Emy Wuryani, Sunardi

Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

ABSTRACT

The Research goals were to describe the struggle of the people of Temanggung against the Dutch military force during the Dutch military aggressions II 1948-1959. The method use in the essay was the historical methods. The results of the research conclude that on 22rad December 1948, the Dutch rules in Temanggung. The Indonesia Armed Forced (TNI) and the partisan withdraw to the outer town region. Build their base in the Sumbing mountain slope. The bureaucrats refused to cooperate with the Dutch. They seek refugees with the TNI, establishing emergency governments. The struggles were assisted by all aspect of the people. TNI fought with guerrillas. The people gives

them shelter and foods. A lot of them become “pager desa” seeking information. The students fused

in the students army (Tentara Pelajar), join the fight against the Dutch. During the occupations of the Dutch, the people of Temanggung are suffered. The most famous ferocity of the Dutch was the slaughtered in the Progo River. It reached thousands of casualties not only TNI and partisan but the citizens fall under suspicions of helping the struggle are killed as well. The Dutch rules in Temanggung until 10th November 1949, until finally Temanggung return to Republik Indonesia like the KMB agreement.

Key words: revolutions, the struggle of the people, guerilla, nationalism, military aggressions

PENDAHULUAN

Masa setelah proklamasi kemerde-kaan Indonesia menjadi masa yang berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas dari incaran negara imperialis untuk kembali

menjajah Indonesia. Periode rakyat

Indonesia berjuang untuk mempertahan-kan kemerdekaan negara dikenal sebagai periode revolusi. Periode revolusi ditandai dengan perlawanan fisik seluruh rakyat Indonesia dengan ciri dan lingkungan yang berbeda dari daerah satu dengan yang lain dalam menghadapi penjajah. Masa revolusi ditandai juga dengan tumbuhnya kesadar-an nasional dkesadar-an mulai diterimkesadar-anya nilai-nilai revolusi, kemerdekaan, demokrasi, hak asasi, anti imperialisme, dan heroisme. Nilai-nilai revolusi yang tumbuh menimbul-kan banyak perubahan baik sosial, politik,

dan ekonomi secara cepat dan drastis, yang mendorong perubahan untuk membe-baskan diri dari segala bentuk imperialisme dan kolonialisme.

Kedatangan tentara Sekutu yang diboncengi oleh NICA menyebabkan terja-dinya banyak insiden, bahkan pertempuran antara tentara Sekutu dengan pihak Indonesia yang disebabkan oleh tercoreng-nya kedaulatan bangsa Indonesia (Su-dharmono, 1981:45). Untuk menengahi keadaan ini maka pada tanggal 15

November 1946 dibuat persetujuan

Linggarjati yang berisi 17 pasal.

(2)

54 Penyimpangan terhadap persetuju-an Linggarjati oleh pihak Belpersetuju-anda terjadi pada tanggal 21 Juli 1947 dengan melancarkan agresi militer I terhadap daerah-daerah di Indonesia. Keberhasilan NICA dalam agresi militer I, tidak diiringi dengan keberhasilannya dipentas politik internasional. Inggris dan Amerika Serikat (AS) tidak menyetujui aksi militer tersebut. Inggris dan AS telah mengakui

kemerde-kaan Republik Indonesia (RI) secara de

facto (Kahin, 1995:269). Segera setelah agresi militer I dihentikan kembali diadakan

perundingan di atas kapal laut Renville,

yang menghasilkan perjanjian Renville dan ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Seperti persetujuan Linggarjati, pihak Belanda kembali mengingkari dengan melancarkan agresi militer II pada tanggal 19 Desember 1948. Belanda bersikeras RI tidak melaksanakan gencatan senjata dan perjanjian Renville. Hasil dari agresi militer II, Belanda berhasil menduduki Yogyakarta sebagai Ibu kota RI (C.S.T. Kansil dan Julianto, 1988:52). Selain itu, Belanda juga menyerang dan menduduki kota-kota RI.

Sejarah mencatat perlawanan rakyat

terhadap penguasaan sepihak oleh Belanda terjadi di banyak tempat. Dalam rangka menegakkan dan mempertahankan kemer-dekaan RI, segenap komponen bangsa dari

berbagai daerah di Indonesia ikut

berpartisipasi secara aktif. Demikian juga di Temanggung, rakyat Temanggung ikut serta terlibat dalam perjuangan memper-tahankan kemerdekaan RI.

KAJIAN PUSTAKA

1. Revolusi. Revolusi dapat dilihat

sebagai loncatan dari penjajahan ke alam merdeka Dalam revolusi juga sering menonjolkan

unsur-unsur kekerasan(violence), karena

dalam suasana revolusi memang ada kecenderungan untuk mem-”beres”-kan segala sesuatu melalui jalan pintas, yang sering berarti

mempergunakan kekerasan. Dalam suatu revolusi kekuatan-kekuatan dan cita-cita yang telah lama tertekan dan terpendam muncul

kepermukaan, sering disertai

dengan kemarahan dan kadang-kadang keganasan. Menurut Sarto-no Kartodirdjo (1994:1) bahwa yang menjadi ciri khas revolusi Indonesia ialah anti kolonialisme dan self-determination, sebab revolusi Indonesia adalah proses total yang meliputi seluruh bangsa

Indonesia untuk membongkar

politik kolonial dan

mengganti-kannya dengan negara nation

berdasarkan pada kedaulatan

rakyat serta pemerintahan yang dipilih sendiri.

2. Perjuangan Rakyat. Perjuangan

berarti suatu usaha untuk meraih sesuatu yang diharapkan demi kemuliaan dan kebaikan. Rakyat adalah orang-orang yang bernaung dibawah pemerintah tertentu. Rak-yat (Peoples) adalah bagian dari suatu negara atau elemen penting dari suatu pemerintahan. Jadi perjuangan rakyat adalah suatu usaha bersama yang dilakukan oleh segenap warga negara untuk mencapai cita-cita bersama yaitu menjadi bangsa yang merdeka lepas dari kolonialisme.

3. Perang Gerilya. Perang gerilya

(3)

55 dibawah satu kendali dan koman-do. Untuk itu harus ada daerah gerilya yang dipimpin oleh seorang komandan yang menghubungkan gerakan satu dengan lainnya, sehingga tidak merupakan perang liar, karena mempunyai susunan tertentu dengan rencana dan garis

beleid yang tertentu pula (Nasuti-on, 1979: 261-262).

4. Nasionalisme. Secara konseptual

nasionalisme adalah suatu paham

kebangsaan yang mendorong

bangkitnya semangat untuk men-capai cita-cita nasional. Secara harfiah nasionalisme berasal dari dua kata “nation” atau bangsa dan

“ism” atau paham. Dengan

demi-kian nasionalisme dapat diartikan sebagai paham kebangsaan atau keinginan untuk menjadi satu

bangsa. Semangat kebangsaan

yang merupakan psychological

state of mind harus selalu dibang-kitkan dan dihidupkan. Karena itulah nasionalisme harus dipupuk setiap saat (Suhartono, 1994:8)

5. Agresi Militer Belanda II. Agresi

militer adalah penggunaan kekuat-an bersenjata oleh suatu negara terhadap kedaulatan negara lain. Agresi militer Belanda terhadap Indonesia menggunaka cara dian-taranya melakukan: 1) invasi beru-pa serangan bersenjata nagara musuh; 2) bombardemen berupa penggunaan senjata atau bom yang dilakukan oleh musuh; 3) serangan unsur angkatan bersen-jata yang berada dalam wilayah dimana tindakan atau keberadaan-nya bertentangan dengan keten-tuan perundang-undangan yang berlaku; 4) pengiriman kelompok militer khusus untuk melakukan

tindakan kekerasan (Yahoo ans-wer)

METODE PENELITIAN

Berdasarkan masalah yang dikaji, maka metode penelitian yang digunakan

adalah metode Historis atau metode

sejarah. Metode sejarah terdiri dari empat tahap, yaitu heuristik, verifikasi (kritik),

interpretasi, dan historiografi. Jenis

penelitian deskriptif naratif yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara jelas dan memberikan kesimpulan analisa yang mendalam pada persoalan yang dikaji. Dalam penelitian ini ada tiga sumber data

yang dimanfaatkan yaitu pustaka,

dokumen dan arsip, serta informan (narasumber).

PEMBAHASAN

Temanggung merupakan salah

satu kabupaten di provinsi Jawa Tengah.

Kabupaten Temanggung berbatasan

dengan Kabupaten Kendal di utara, Kabupaten Semarang di timur, Kabupaten Magelang di selatan, dan Kabupaten Wonosobo di barat. Sesuai dengan yang

tercatat dalam Binnenland Bestuur,

Departemen Dalam Negeri Pemerintah

Kolonial Belanda, besluit kelahiran

Kabupaten (Regentschap) Temanggung

yaitu 10 November 1834. Tanggal 10 November sekarang diperingati sebagai kelahiran Temanggung.

Agresi Militer Belanda I, berakhir dengan diadakannya perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948. Meskipun Temanggung tidak menjadi medan tempur tetapi dampak dari Agresi Militer Belanda I ini juga dirasakan di Temanggung. Blokade ekonomi yang dilakukan oleh Belanda semakin ketat sejak 1947, membuat persediaan logistik di daerah republik semakin menipis. Mutu pelayanan umum ikut merosot. Pukulan terberat adalah

hilangnya daerah-daerah yang paling

(4)

56 jalur-jalur komunikasi dan lalu lintas barang (Husni, 2008: 199). Dalam keadaan serba keterbatasan, Temanggung harus ikut menampung pasukan dari daerah lain yang hijrah akibat perjanjian Renville.

Pada November 1948, Panglima Tentara dan Teritorium Jawa Kolonel A. H. Nasution, ketika masih menjabat Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang (SOMBAP), pada Juni 1948 telah

menyusun konsep pertahanan rakyat

semesta yang sekaligus merupakan konsep

strategi militer Republik Indonesia.

Rencana operasi tersebut dirumuskan

dalam Perintah Siasat Nomor Satu

Panglima Besar. Adapun pokok isi Perintah Siasat No. 1 adalah: Tidak akan

mene-rapkan pertahanan linier; Memperlambat

kemajuan serbuan musuh dan pengungsian total (semua pegawai) serta bumi hangus total; Membentuk kantong-kantong di

setiap onderdistrik militer yang mempunyai

pemerintah gerilya (wehrkreise) yang

totaliter dan mempunyai pusat di beberapa kompleks pegunungan; Melakukan aksi

Wingate (penyusupan kembali ke daerah

asalnya), bagi pasukan-pasukan dari

daerah federal, dan membentuk kantong-kantong, sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi satu medan perang gerilya besar.

19 Desember 1948, pasukan Be-landa melakukan penyerbuan secara besar-besaran ke Kota Yogyakarta. Setelah Yogyakarta sebagai ibukota negara berhasil diduduki, tentara Belanda meneruskan penyerbuan ke daerah RI yang belum didudukinya. Sekalipun Belanda berhasil

menawan pimpinan pemerintahan RI

dengan pendudukan Yogyakarta, Belanda tidak berhasil menawan pimpinan utama Angkatan Perang RI, Panglima Besar

Sudirman. Panglima besar Jenderal

Sudirman sebelum meninggalakan istana negara di Yogyakarta sempat

mengelu-arkan Perintah Kilat No. 1, yang meng-instruksikan segenap jajaran Angkatan Perang RI untuk melaksanakan rencana operasi yang telah ditetapkan masing-masing kesatuan TNI berdasarkan Perintah Siasat Nomor 1 Panglima Besar. Di dalam strategi militer yang telah digariskan Perintah Siasat No. 1 tidak ada rencana

untuk menghadapi serangan Belanda

secara mati-matian, sebab sudah diperhi-tungkan bahwa keunggulan taktis dan teknis militer Belanda, seperti pada agresi militer pertamanya, akan sangat

menen-tukan dalam perang konvensional

(Hima-wan, 2006:301).

Sesuai perintah Markas Besar Ang-katan Perang RI (APRI), sebelum Belanda datang, taktik bumi hangus harus dilaku-kan. Senin, 20 Desember 1948, aksi bumi hangus Temanggung dilaksanakan. Massa berkumpul di berbagai tempat, dengan perintah Komandan Batalyon Terirtotial Salmun, aksi bumi hangus dilakukan serentak di Temanggung, Parakan, dan Ngadirejo. Aksi massa itu di bawah kendali Kompi Oetoyo dibantu polisi, Tentara Pelajar, pemuda Hisbullah, para pamong praja dan massa rakyat. Di kota Temang-gung terdapat 28 bangunan yang dibumi-hanguskan. Untuk menghambat laju bala tentara Belanda, jembatan Progo di Kranggan diprioritaskan untuk dihancurkan. Beberapa lokasi jembatan tersebut sudah dipasangi peledak. Tetapi rencana peng-hancuran jembatan yang sangat strategis, untuk menuju Temanggung dan Wonosobo itu gagal karena jembatan Progo tidak hancur dan hanya berlubang. Jembatan Progo yang tidak berhasil dihancurkan oleh TNI menguntungkan Belanda untuk dapat bergerak lebih maju lagi (Emy, 2006:19).

(5)

57 menembaki Kota Temanggung

menyebab-kan tangsi Gemoh porak-poranda.

Serangan udara hanya untuk membuka jalan bagi pasukan darat yang akan melakukan pendudukan. Sekitar pukul 13.45 pasukan Belanda mulai masuk dan menduduki Temanggung. Mereka menem-bus kota dari dua arah. Pertama dari Sumowono melalui Ngoho, Kaloran, ke Temanggung. Pasukan ini merupakan bagian dari pasukan Brigade T. Kedua, dalam jumlah yang jauh lebih besar, dari Brigade W, datang dari Magelang melalui Secang dan tembus ke Temanggung

Sehari kemudian, tanggal 22

Desember 1948 pukul 10.00 WIB, mereka berhasil masuk ke kota Temanggung yang

hanya tinggal reruntuhan. Setelah

rendez-vous di Temanggung, satuan Brigade T bergerak ke Yogyakarta memperkuat induk pasukannya. Temanggung dijaga oleh

Vossen Brigade (V-Brigade/Anjing NICA)

dibantu serdadu kulit putih Koninglijke

Landmacht (KL) hasil wajib militer di Belanda. Pasukan Belanda ini dipimpin oleh Mayor A. Van Zanten (Mei 1947-Juli 1949).

Sebagian anggota pasukannya yang

berjumlah sekitar 900 personil adalah orang Indonesia.

Tidak ada birokrasi sipil yang bisa difungsikan untuk melegitimasikan pendu-dukan Belanda di Temanggung. Para tokoh birokrasi menolak bekerjasama dengan tentara pendudukan dan memilih menying-kir ke pedalaman bekerjasama dengan TNI

membentuk pemerintahan darurat di

pedesaan. Di dalam kota, tersebar bebera-pa anggota Tentara Pelajar yang sengaja

tinggal untuk memata-matai gerakan

pasukan Belanda.

Gerak mundur dilakukan oleh Pimpinan Komando Daerah Militer (KDM) yang sekaligus merangkap sebagai Ko-mandan Batalyon Teritorial Temanggung, Mayor Salmun. Bersama jajaran aparatur

Pemerintah Kabupaten dan beberapa Jawatan menuju ke lereng Sumbing selatan, ke Desa Ngawen, Tembarak. Mereka berada di bawah komandan SWK Mayor Bintoro. Markas tentara dan kantor-kantor darurat dibuka di rumah-rumah penduduk. Markas Polisi Temanggung mundur ke dukuh Kerokan desa Losari. Pasukan TNI dan pejuang segera

melaku-kan konsolidasi. Konsolidasi pertama

menghasilkan 4 keputusan. Pertama,

membantu struktur komando/organisasi. Kedua, membagi wilayah dan tanggung Jawab. Ketiga, membentuk pasukan mobil, dan keempat melakukan serangan

menda-dak, penghadangan patroli Belanda,

sabotase dan melakukan pengacauan di daerah yang diduduki Belanda (Gema, 2009:38).

Temanggung masuk daerah STC II yang berada di bawah pimpinan Letnan

Kolonel Sarbini, meliputi Kedu dan

Semarang Barat. Kekuatan 5 batalyon TNI dengan persenjataan lebih kurang 80%, serta berbagai pasukan lain, sehingga jumlah seluruhnya lebih kurang 6 batalyon infanteri. Tiga “sub-wehrkreise” di utara,

dipimpin oleh Mayor Akhmad Yani,

Komando Brigade 9, dengan 3 batalyon infanteri. Dengan tiap komandan “sub

-wehrkreise” turut pula bupati atau patih

yang bersangkutan yang memimpin staf urusan sipil dalam Pemerintahan Militer

Kabupaten (“sub-wehrkreise”), biasanya

disertai pula kepala polisi dan beberapa orang kepala Jawatan kabupaten. Penyu-sunan organisasi teritorial berjalan cepat dan tenaga umumnya cukup. Tenaga pelajar banyak disebarkan untuk memban-tu (Nasution,1979:46).

Mayor Salamun selaku Komando KDM, dibantu oleh Kapten Yudomo selaku wakil Komando KDM ini membawahi OPI yang terbagi menjadi tiga. OPI I dipimpin

(6)

58 Siswanto. OPI II dipimpin Letnan Utoyo dan OPI III dikomandani oleh Letnan Trisno dan Nirboyo. OPI I membawahi Operasi Distrik Militer (ODM) Temanggung dengan komandan Letnan Taryono, ODM Bulu dengan Komandan Letnan Darsono, ODM Tembarak dengan komandan Letnan Mardi Dembyak, ODM Pringsurat dengan Komandan Letnan Sumardi, dan ODM

Kranggan dengan komandan Letnan

Sutjipto yang diganti serma Sudarno. OPI II membawahi ODM Kaloran dengan komandan Letnan Tusi, ODM Kandangan dengan komandan Letnan Tamijis, ODM Kedu dengan komandan Letnan Janan, dan ODM Jumo dengan komandan Letnan

Marsaid. OPI III membawahi ODM

Ngadirejo dengan komandan Letnan

Suwardikum, ODM Candiroto dengan

komandan Letnan Permadi, ODM Tretep dengan komandan Letnan Sayuti dan ODM

Parakan dengan komandan Letnan

Hartono. Selain membentuk KDM-OPI dan ODM, TNI juga membentuk pasukan mobil. Pasukan Mukri, Istanto, Usmanpuger, pasukan Cakra Buntung

Sesuai dengan Perintah Siasat Nomor 1 Panglima Besar untuk semua Angkatan Perang menjalankan rencana yang telah ditetapkan untuk menghadapi serangan Belanda, maka tidak akan

dilaku-kan pertahanan linier dengan

pertim-bangan bahwa dengan perang konvensio-nal tidak akan berhasil mengalahkan

Belanda. Keunggulan Belanda dalam

persenjataan harus dihadapi dengan

perang gerilya yang inovatif. Tujuan dari

perang gerilya adalah melelahkan,

mengacaukan, dan mengikis kekuatan musuh.

Pertempuran terjadi di Temang-gung, sepanjang bulan Februari, Maret dan April 1949, merupakan masa-masa Brigade 9 pimpinan Letkol Ahmad Yani gencar melakukan serangan. Pada tanggal 1

Februari 1949 kota kabupaten Temang-gung mendapat giliran serangan Gerilya. Beranggotakan 15 orang tentara dan 10 orang TP menargetkan menyerang stasiun kereta api di kampung Banyuurip. Pasukan

gerilya menyerbu ke dalamnya dan

melakukan pengacauan selama sejam (Nasution,1979:48). Selain membuat pu-kulan fisik dan mental kepada lawan, serangan itu juga dimaksudkan untuk memberi peringatan kepada masyarakat yang berani mencoba-coba menjadi kaki tangan Belanda.

Pada tanggal 28 Februari kompi Sukarno dari Batalyon Bintoro menyerbu Parakan, serangan dilakukan pada malam hari dengan target pos militer Belanda. Baku tembak berlangsung selama tiga jam, beberapa prajurit Belanda dilaporkan tewas dan di pihak TNI tidak ada korban jiwa,

beberapa terluka dan sepucuk mitraliur

hilang. Pada tanggal 25 Maret 1949 penjagaan musuh di jembatan Kali Progo ditembaki (Nasution,1979:50). Pada 5 Mei 1949, sebuah truk berisi personil militer Belanda dihancurkan oleh TNI di Nguwet Temanggung (Husni, 2008:272). Sementa-ra itu penghadangan di jalan Sementa-raya terhadap lalu lintas musuh tidak putus-putusnya dilakukan oleh pasukan gerilya. Aksi ini

sangat melelahkan pasukan Belanda

(Nasution,1979:51). Aksi-aksi ini merupa-kan kerja sama antara Tentara dan TP juga

masyarakat Temanggung diantaranya:

Pasukan TP Gedetacheerd bersama Havik

Soejono; Desa Jengkeling, pencegatan patroli Belanda dengan TP yang pulang patroli; Pertempuran di desa Balon, Citran, dan Bledu Kandangan; Penyusupan ke patroli Belanda di Selopampang; Serangan TP ke Bantir markas Belanda Soemowono pimpinan Soetarto

(7)

59 patroli Belanda. Bantuan yang diberikan penduduk berupa makanan, intelijen, petunjuk-petunjuk jalan, kurir, pasukan territorial “pager desa”, dan early warning system (sistem peringatan dini) apabila ada

gerakan pasukan Belanda.

Bantuan-bantuan itu memungkinkan pasukan gerilya semakin mengembangkan inisiatif. Rintang-an-rintangan di jalan pendekat yang dipasang rakyat semakin berat dan semakin sempurna dan terutama taktik gerilya TNI semakin canggih (Himawan, 2006:341). Diluar bantuan tenaga, support

moril, pasokan bahan pangan, dan

perlindungan fisik, sumbangan yang tidak ternilai dari rakyat Temanggung adalah rakyat rela mempersembahkan putra-putri terbaik mereka untuk perjuangan kemerde-kaan (Husni, 2008:276).

Upaya Belanda untuk

mengaman-kan kedudukannya di Temanggung

dilakukan dengan menangkap siapa saja yang dicurigai. Para pejuang dari TNI, kelaskaran dan Tentara Pelajar, bahkan rakyat biasa yang tertangkap dipenjarakan

di markas Inlichtingen Veiligheids Groep

(IVG/Badan Penyelidik Pemerintah Militer Belanda). Jika tahanan merupakan orang-orang yang dianggap berbahaya bagi Belanda, mereka akan dibawa ke jembatan Kali Progo untuk dieksekusi mati. Jumlah korban mencapai ribuan orang.

Perundingan kembali dilakukan

antara Indonesia dengan Belanda. Perun-dingan Konferensi Meja Bundar (KMB) berlangsung pada tanggal 23 Agustus-2 November 1949 dengan pokok tema pengembalian kedaulatan RI. Berdasarkan wawancara dengan Letda. Inf. (Purn) Mundjiat (wawancara tanggal 18 Februari

2012), keadaan Temanggung selama

berlangsungnya perundingan antara pihak RI dan Belanda, yaitu pada tanggal 1 September 1949 semua pasukan pejuang yang sebelumnya bermarkas di daerah

pegunungan turun dan berkumpul di daerah Kedu. R. Soemarsono yang pada

waktu itu menjabat menjadi Bupati

Temanggung juga turut bermarkas di Kedu. Pada waktu itu Kedu menjadi pusat Kota Temanggung Republik dari tanggal 1 September s/d 10 November 1949. Pasukan Belanda yang waktu itu masih menguasai Temanggung hanya boleh berpatroli sampai pada batas/kring, patroli pasukan Belanda hanya diberi jarak 1 km dari kota, di luar itu daerah telah menjadi

daerah Republik. Pada tanggal 10

November 1949 Belanda meninggalkan kota Temanggung dengan tenang dan tanpa ada aksi tembak-menembak.

Setelah Belanda meninggalkan

Temanggung, pasukan TNI dan Bupati R.

Soemarsono mulai masuk Kota

Temanggung. Pada waktu itu kantor Kabupaten menempati Kantor Jawatan Sosial (RPCM), KDM menempati Kantor Kabupaten sekarang, sedangkan polisi bertempat di Gemoh (sekarang asrama polisi). Pasukan TP masih berada di luar kota untuk menjaga kekacauan, namun akhirnya turut masuk pula ke kota Temanggung sebanyak 1 regu di bawah kompi Tjipto Darsono yang menempati kantor Pos. Orang-orang sipil yang semula ikut Belanda, akhirnya menyerahkan diri kepada pemerintahan di Temanggung, setelah pasukan Belanda meninggalkan Temanggung. Mantan Tentara Pelajar yang

turut mempertahankan kemerdekaan,

berjuang dan terpaksa meninggalkan

sekolahnya, sebagian ada yang melanjut-kan sekolah dan ada pula yang masuk ke Akademi Militer.

KESIMPULAN

(8)

rerun-60 tuhan karena aksi bumi hangus yang dilakukan oleh TNI, pejuang dan rakyat sebelumnya. Brigade T kembali bergerak ke Yogyakarta, dan Temanggung dijaga oleh V-Batalyon NICA dibantu serdadu kulit putih KL hasil wajib militer di Belanda. Pasukan ini dipimpin oleh Mayor A. Van Zanten. Untuk menghadapi pendudukan pasukan Belanda di Temanggung, TNI dan rakyat melakukan perlawanan dengan jalan:

1. Perlawanan gerilya. Fase perang

gerilya terjadi di Temanggung sepanjang bulan Februari, Maret, dan April 1949. Dibawah letkol Ahmad Yani serangan gencar dilakukan oleh TNI dan pejuang terutama dari Tentara Pelajar. De-ngan melakukan seraDe-ngan menda-dak, aksi pengacauan di daerah yang diduduki Belanda, sabotase, dan melakukan aksi penghadangan patroli Belanda di jalan raya. Aksi ini sangat melelahkan pasukan Belanda.

2. Mendirikan pemerintahan darurat.

Banyak tokoh birokrasi menolak untuk bekerjasama dengan Belan-da Belan-dan memilih untuk menyingkir ke pedalaman dan bersama TNI membentuk pemerintahan darurat. Kantor-kantor pemerintahan ber-pindah-pindah dan menggunakan rumah warga.

3. Bantuan dari rakyat Temanggung.

Ada kerjasama yang rapi antara rakyat, lurah membantu

pemerin-tah darurat, TNI dan pejuang.

Rakyat dan lurah memberikan ban-tuan berupa makanan, petunjuk-petunjuk jalan, kurir, dan pemon-dokan untuk pejuang yang lewat dan bermalam di suatu desa. Ban-tuan dari rakyat ini memungkinkan pasukan gerilya semakin mengem-bangkan inisiatifnya dalam

meng-hadapi Belanda.

Rintangan-rin-tangan yang dibuat rakyat semakin hari semakin sempurna sehingga merepotkan Belanda. Selain itu kerelaan rakyat untuk merelakan anak-anak mereka berjuang demi

mempertahankan kemerdekaan

merupakan sumbangan terbesar bagi perjuangan Republik Indo-nesia.

DAFTAR PUSTAKA

Emy Wuryani. 2006. Perang Kemerdekaan

di Magelang 1948-1949. Salatiga: Widya Sari Press

Himawan Soetarto. 2006. Yogyakarta 19

Desember 1948: Jenderal Spoor (Operatie Kraai) versus Jenderal Sudirman (Perintah Siasat No. 1). Jakarta. Gramedia

Husni Tamrin, Putut Tri Husodo, Soediran.

2008. Geger Doorstoot Perjuangan

Rakyat Temanggung 1945-1950.

Temanggung: Dewan Harian

Cabang Badan Pembudayaan

Kejuangan 45.

Kahin, George McTurnan. 1995.

Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Kansil C. S. T., dan Julianto. 1988. Sejarah

Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia: Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta: Erlangga.

Nasution. Abdul Haris. 1979. Sekitar

Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 10: Perang Gerilya Semesta II. Bandung : Angkasa

Sartono Kartodirdjo. 1984. Kepemimpinan

(9)

61

Sudharmono. 1981. 30 Tahun Indonesia

Merdeka Jilid 1. Jakarta: PT. Tira Pustaka.

Suhartono.1994. Sejarah Pergerakan

Nasional: Dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-1945. Jakarta: Pustaka Pelajar

Majalah dan arsip

Gema Bhumi Phala. 2009. November.

Temanggung Setelah Proklamasi. Majalah Pemkab Temanggung.

Internet

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Oleh karena biaya yang terjadi akan dikumpulkan untuk setiap tingkatan pimpinan manajemen lini maka biaya harus digolongkan dan diberi kode sesuai dengan

(c) Penelaah pengendalian mutu perikatan: Seorang rekan, personel lain dalam KAP, personel di luar KAP dengan kualifikasi yang sesuai, atau suatu tim yang terdiri dari

(2017) Pengaruh Latihan Peregangan (Stretching Exercises) Terhadap Nyeri Muskuloskeletal Akibat Kerja pada Petugas Kebersihan di FKIK Universitas Muhammadiyah

Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelayanan Kesehatan bagi Peserta Asuransi Kesehatan (ASKES) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Provinsi Riau yaitu

Pelaksanaan kegiatan Pelatihan Ilmiah Remaja Gabungan (PIRG) ke-3 Tahun 2016 sebagai usaha untuk memajukan dan meningkatkan kualitas KIR sekolah jejaring demi

Berbagai macam identifikasi karakter tingkat energi terendah telah dilaporkan [3]; antara lain dilaporkan bahwa tingkat energi terendah adalah transisi transfer muatan dari

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap guru sebagai informan dimana guru tersebut merupakan guru di kelas B1, diketahui bahwa cara guru dalam

Dengan hal tersebut di temukan tiga metode yang digunakan subjek F untuk mengatasi masalah yakni metode lain subjek F juga berusaha melatih tangan kirinya agar