22
BAB III
METODOLOGI DAN KERANGKA BERFIKIR
A. Bentuk dan Strategi Penelitian
Berdasarkan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode Historis atau metode sejarah. Metode historis adalah proses menguji dan menganalisa secara historis rekaman peninggalan masa lampau (Gottschlak, 1975:32). Metode sejarah terdiri dari empat tahap, yaitu heuristik, verifikasi (kritik), interpretasi, dan historiografi.
1. Heuristik
23 Kedu dan peta Jawa Tengah pasca agresi II Belanda. Dan sember primer lisan berupa wawancara dengan pelaku sejarah yang mengalami sendiri peristiwa di Temanggung yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini yaitu dengan Letda. Inf (Purn) Mundjiat Harmoatmodjo, Bambang Poernomo, Letda Randim. Sember sekunder tertulis berasal dari tulisan S. Hadi Gintong, berupa pengalaman pribadi menjadi anggota TP Temanggung.
2. Kritik
Kritik sumber merupakan tahap penilaian atau pengujian terhadap bahan-bahan sumber yang telah penulis peroleh dari sudut pandang kebenarannya (Wiyono, 1990:2). Kritik merupakan cara untuk menilai sumber atau bahan yang memberikan informasi dapat dipercaya atau tidak, apakah dokumen atau bahan itu dapat dipertanggungjawabkan keasliannya atau keautentikannya atau tidak. Tujuan utama kritik sumber adalah untuk menyeleksi data sehingga diperoleh fakta. Menurut Dudung Abdurrahman (1999:58) kritik sumber ini meliputi:
a. Kritik Ekstern
24 b. Kritik Intern
Kritik intern adalah kritik yang berkaitan dengan isi pernyataan yang disampaikan oleh sejarah. Kritik intern menilai kesahihan data dalam sumber (kredibilitas). Kredibilitas berarti mencari asal muasal sumber berasal karena kesaksian sumber dalam sejarah adalah faktor terpenting dalam menentukan sahih atau tidaknya bukti atau fakta. 3. Interpretasi
25 interpretasi, penulis berusaha menekan subjektifitas, dan sedapat mungkin membuat tulisan yang objektif.
4. Historiografi
Tahap historiografi merupakan langkah terakhir dalam metodologi atau prosedur penelitian historis. Historiografi merupakan karya sejarah dari hasil penelitian, dipaparkan dengan bahasa ilmiah dengan seni yang khas menjelaskan apa yang ditemukan beserta argumentasinya secara sistematis. Tujuan historiografi adalah merangkaikan kata-kata menjadi kisah sejarah (Nugroho Notosusanto, 1971:12). Interpretasi yang dilakukan terhadap fakta sejarah menghasilkan suatu cerita atau kisah sejarah. Serangkaian kisah sejarah tersebut disajikan dalam suatu penulisan atau historiografi. Historiografi merupakan kegiatan menyampaikan hasil sintesa fakta-fakta yang diperoleh dalam bentuk kisah sejarah. Dalam hal ini disajikan dalam bentuk skripsi yang diatur dalam Bab per Bab secara kronologis, dengan tema dan topik yang jelas dan mudah dipahami.
B. Jenis Penelitian
26
C. Sumber Data
Dalam penelitian ini ada tiga sumber data yang dimanfaatkan yaitu dokumen/arsip, pustaka, dan informan (narasumber).
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melaksanakan penelitian, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:
1. Studi dokumen/arsip
Dalam hal ini peneliti mencari dan mempelajari sumber berupa arsip penting yang diperoleh di Museum Mandala Bakti Semarang berupa daftar nama kompi ex. Karesidenan Kedu dan peta Jawa Tengah pasca Agresi Militer Belanda II.
2. Studi kepustakaan
Yang dimaksud dengan studi kepustakaan adalah mempelajari pustaka atau buku baik yang disediakan oleh perpustakaan resmi maupun pribadi. Untuk keperluan ini peneliti memperluas perbendaharaan data dengan cara membaca buku-buku umum dan buku-buku yang dikeluarkan oleh instansi. Dalam hal ini, peneliti mencari sumber buku di perpustakaan UKSW, perpustakaan Museum Mandala Bakti Semarang, dan koleksi pribadi.
3. Wawancara (interview)
27 pejuang veteran yang masih hidup sebagai saksi sejarah dan orang-orang yang mengetahui peristiwa Agresi Militer Belanda II di Temanggung. Wawancara dilakukan secara mendalam sifatnya lentur dan terbuka, tidak ketat dan tidak dalam suasana formal. Terbuka berarti mengikuti selera informan, tetapi menuntut kemampuan khusus bagi peneliti di dalam pengumpulan data.
E. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini teknis analisis data yang digunakan adalah teknis analisis historis. Teknis analisis historis merupakan analisis yang mengutamakan pada ketajaman dalam melakukan intepretasi sejarah. Intepretasi dilakukan karena fakta-fakta tidak dapat berbicara sendiri, fakta mempunyai sifat yang kompleks sehingga fakta tidak dapat dimengerti atau dilukiskan oleh fakta itu sendiri (Sartono Kartodirjo, 1992:63).
29
[image:8.595.100.510.157.623.2]F. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir Keterangan
Beberapa bulan setelah ditandatanganinya perjanjian Renville pada 17 Januari 1948, penyimpangan kembali dilakukan oleh pihak Belanda dengan melakukan Agresi Militer II pada 19 Desember 1948. Dalam Agresi Militer II, Belanda berhasil menduduki Yogyakarta yang pada waktu itu menjadi ibukota RI.
Temanggung Setelah Perjanjian Renville
Persiapan Melawan Agresi Militer Belanda II
Pendudukan Belanda di Temanggung Agresi Militer Belanda II
Temanggung dibumihanguskan
Serangan Belanda di Temanggung
Perjuangan Rakyat Temanggung
Konsolidasi Angkatan Perang
Perang Gerilya di Temanggung
Tragedi Kali Progo
30 Pasukan TNI kemudian menyingkir ke pedalaman untuk menyusun kekuatan. Sesuai dengan Perintah Siasat Nomor 1 Tahun 1948, yang disiarkan melalui RRI, Panglima Besar Sudirman memerintahkan seluruh Angkatan Perang menjalankan Perang Rakyat Semesta. Strategi pertahanan diubah yang semula sistem Linier menjadi sistem Wehrkreise, dilengkapi dengan taktik perang gerilya.
Sesuai perintah Markas Besar Angkatan Perang RI (APRI), sebelum Belanda datang, taktik bumi hangus harus dilakukan untuk menghambat pergerakan pasukan Belanda. Senin, 20 Desember 1948, aksi bumi hangus Temanggung dilaksanakan. Di kota Temanggung terdapat 28 bangunan yang dibumihanguskan.
Tanggal 21 Desember 1948 pasukan Belanda melancarkan serangan besar-besaran terhadap kota Temanggung. Pasukan Belanda datang dari dua arah menembus kota dari dua arah. Pertama dari Sumowono melalui Ngoho, Kaloran, ke Temanggung. Pasukan ini merupakan bagian dari pasukan Brigade T. Kedua, dalam jumlah yang jauh lebih besar, dari Brigade W, datang dari Magelang melalui Secang dan tembus ke Temanggung
31 Zanten (Mei 1947-Juli 1949). Sebagian anggota pasukannya yang berjumlah sekitar 900 personil adalah orang Indonesia.
Tidak ada birokrasi sipil yang bisa difungsikan untuk melegitimasikan pendudukan Belanda di Temanggung. Para tokoh birokrasi menolak bekerjasama dengan tentara pendudukan dan memilih menyingkir ke pedalaman hingga akhirnya membentuk pemerintahan darurat di pedesaan. Di dalam kota, tersebar beberapa anggota Tentara Pelajar yang sengaja tinggal untuk memata-matai gerakan pasukan Belanda. Setelah mundur dari Kota Temanggung, Pasukan TNI dan pejuang segera melakukan konsolidasi. Konsolidasi pertama menghasilkan 4 keputusan. Pertama, membantu struktur komando/organisasi. Kedua, membagi wilayah dan tanggung Jawab. Ketiga, membentuk pasukan mobil, dan keempat melakukan serangan mendadak, penghadangan patroli Belanda, sabotase dan melakukan pengacauan di daerah yang diduduki Belanda.
Pertempuran terjadi di Temanggung, sepanjang bulan Februari, Maret dan April 1949. Selain itu penghadangan di jalan raya terhadap lalu lintas musuh tidak putus-putusnya dilakukan oleh pasukan gerilya. Aksi ini sangat melelahkan pasukan Belanda. Pasukan TNI dan pejuang Temanggung secara gencar menyerang garis perhubungan, garis logistik, pos, dan patroli Belanda. Bantuan yang diberikan penduduk berupa makanan, intelijen, petunjuk-petunjuk jalan, kurir, pasukan territorial “pager desa”, dan early warning system (sistem
Rintangan-32 rintangan di jalan pendekat yang dipasang rakyat semakin berat dan semakin sempurna dan terutama taktik gerilya TNI semakin canggih
Upaya Belanda untuk mengamankan kedudukannya di Temanggung dilakukan dengan menangkap siapa saja yang dicurigai. Para pejuang dari TNI, kelaskaran dan Tentara Pelajar, bahkan rakyat biasa yang tertangkap dipenjarakan di markas Inlichtingen Veiligheids Groep (IVG/Badan Penyelidik Pemerintah Militer Belanda). Jika tahanan merupakan orang-orang yang dianggap berbahaya bagi Belanda, mereka akan dibawa ke jembatan Kali Progo untuk dieksekusi mati. Jumlah korban mencapai ribuan orang.