• Tidak ada hasil yang ditemukan

9 Pokok Bahasan Keenam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "9 Pokok Bahasan Keenam"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Pokok Bahasan VI

MENGAJUKAN KEBIJAKAN PUBLIK

Sub Pokok Bahasan Halaman

6.1. Mengajukan Permasalahan Kebijakan Publik 53

6.2. Memformulasi Usulan Kebijakan Publik 58

(2)

Pokok Bahasan VI

Judul Pokok Bahasan

Mengajukan Dasar Analisa Kebijakan Publik

Tujuan Interaksional

Pada akhir materi, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan mengenai : (1) Mengajukan Permasalahan Kebijakan Publik, dan (2) Memformulasi Usulan Kebijakan Publik

Sub Pokok Bahasan

6.1. Mengajukan Permasalahan Kebijakan Publik

(3)

Gambar 6.1.

Prioritas Perumusan Masalah Dalam Analisa Kebijakan (Dunn 2000; 212)

Pengenalan Masalah vs. Perumusan Masalah

Proses analisis kebijakan tidak berawal dengan masalah yang terartikulasi dengan jelas, tetapi suatu perasaan khawatir yang kacau dan tanda-tanda awal dari stres. Rasa kekhawatiran yang kacau dan tanda-tanda awal dari stres ini bukan masalah, tetapi situasi masalah yang dikenal atau dirasakan oleh para analis kebijakan, pembuat kebijakan, dan pelaku kebijakan. Masalah-masalah kebijakan adalah produk pemikiran yang dibuat pada suatu lingkungan, suatu elemen situasi masalah yang diabstraksikan dari situasi ini oleh para analis. Dengan begitu, apa yang kita alami merupakan situasi masalah, bukan masalah itu sendiri, tetapi suatu konstruksi masalah. Seperti pada pokok bahasan sebelumnya bahwa konstruksi masalah adalah pembuatan klaim tentang kondisi-kondisi, cara-cara di mana makna tentang kondisi-kondisi yang tidak diinginkan dihasilkan dan tanggapan-tanggapan yang ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan ini. Masalahnya adalah bagaimana menjamin agar pengusul masalah dan penerima masalah sepakat mengenai kondisi-kondisi yang tidak diinginkan dan atau tanggapan-tanggapan terhadap kegiatan-kegiatan tersebut.

(4)

merupakan pendefinisian terhadap masalah tersebut; dan (3) Objek/Peristiwa. Ketiga unsur tersebut apabila ditampilkan seperti gambar 6.2.

Gambar 6.2.

Unsur-unsur Pembentuk Konsep (Ihalauw, 2000:23)

Perumusan masalah vs. Pemecahan Masalah

Analisis kebijakan merupakan proses yang berlapis-lapis yang mencakup metode perumusan masalah pada uratan yang lebih tinggi dan metode

pemecahan masalah pada urutan yang lebih rendah. Metode yang lebih tinggi

dan pertanyaan-pertanyaan yang layak adalah apa yang akhir-akhir ini disebut sebagai rancangan kebijakan, atau rancangan ilmu. Metode pemahaman masalah dalam urutan yang lebih tinggi adalah metametode yaitu, metode-metode "mengenai" dan "ada sebelum" metode pemecahan masalah yang berada pada urutan yang lebih rendah. Ketika para analis menggunakan metode dalam urutan yang lebih rendah untuk memecahkan masalah-masalah yang rumit, mereka beresiko melakukan kesalahan tipe ketiga yang oleh Raiffa disebut: memecahkan masalah yang salah.

Pemecahan Kembali Masalah vs. Pementahan Solusi Masalah dan Pementahan Masalah

Istilah-istilah ini (aslinya: problem resolving, problem unsolving, dan

problem dissolving) menunjuk pada tiga macam proses pengoreksian

kesalahan. Meskipun ketiga istilah itu berasal dan sumber yang sama,

(Latin:

solvere, to solve atau dissolve), proses pengoreksian kesalahan terhadap

terhadap obyek yang dikoreksl berlangsung pada tingkat yang berbeda (lihat dalam Gambar 5-1). "Pemecahan kembali masalah" (problem resolving) mencakup analisi ulang terhadap masalah yang dipahami secara benar untuk mengurangi kesalahan yang bersifat kalibrasional. Sebagai contoh, mengurangi probalitas kesalahan tipe I atau tipe II dalam menguji hipotesis nol bahwa suatu kebijakan tidak mempengaruhi hasil kebijakan tertentu. Sebaliknya pementahan solusi masalah (problem unsolving), berupa pembuangan solusi dikarenakan kesalahan dalam perumusan masalah -sebagai contoh, kebijakan perbaikan daerah perkotaan yang diimplementasikan di kota-kota besar selama tahun 1960-an- dan kembali ke

SIMBOL TERTENTUMAKNA

(KONSEPSI)

OBJEK/ PERISTIWA

DIBERI

DIKANDUNG DALAM DITUNJUK OLEH

(5)

perumusan masalah dengan maksud untuk memformulasikan masalah secara tepat. Akhirnya, pementahan masalah (problem dissolving) meliputi pembuangan masalah yang dirumuskan secara tidak tepat dan kembali kepada perumusan masalah sebelum terjadi suatu usaha untuk memecahkan masalah yang tidak tepat itu.

Mendasarkan pada prosuder di atas, pertanyaan kemudiaan muncul berkaitan dengan ciri-ciri masalah kebijakan. Ciri-ciri Masalah Kebijakan yang dimaksudkan oleh Dunn (2000:214-217) adalah :

1.

Saling ketergantungan dari masalah kebijakan

.

Masalah-masalah kebijakan di dalam satu bidang (misalnya, energi) kadang-kadang mempengaruhi masalah-masalah kebijakan di dalam bidang lain (misalnya, pelayanan kesehatan dan pengangguran). Dalam kenyataan masalah-masalah kebijakan bukan merupakan kesatuan yang berdiri sendiri; mereka merupakan bagian dari seluruh sistem masalah yang paling baik diterangkan sebagai

messes

, yaitu, suatu

sistem kondisi eksternal yang menghasilkan ketidakpuasan di antara segmen-segmen masyarakat yang berbeda. Sistem masalah atau

messes sulit atau bahkan tidak mungkin dipecahkan dengan

menggunakan

pendekatan analitis

, yaitu; pendekatan yang memecahkan masalah ke dalam elemen-elemen atau bagian-bagian yang menyusunnya- karena jarang masalah-masalah dapat didefinisikan dan dipecahkan secara sendiri-sendiri. Kadang-kadang merupakan hal yang mudah untuk memecahkan sepuluh masalah yang saling terkait, daripada memecahkan satu masalah secara sendiri. Sistem masalah yang saling tergantung mengharuskan suatu

pendekatan holistik

, suatu pendekatan yang memandang

bagian-bagian sebagai tak terpisahkan dari keseluruhan sistem yang mengikatnya.

2.

Subyektivitas dari Masalah Kebijakan

. Kondisi eksternal yang

menimbulkan suatu permasalahan didefinisikan, diklasifikasikan, dijelaskan, dan dievaluasi secara selektif. Meskipun terdapat suatu anggapan bahwa masalah bersifat obyektif misalnya, polusi udara dapat didefinisikan sebagai tingkat gas dan partikel-partikel di dalam atmosfer- data yang sama mengenai polusi dapat diinterpretasikan secara berbeda.

Masalah kebijakan

adalah suatu hasil pemikiran yang dibuat pada suatu lingkungan tertentu; Masalah tersebut merupakan elemen dari suatu situasi masalah yang diabstraksikan dari situasi tersebut oleh analis. Dengan begitu, apa yang kita alami sesungguhnya adalah merupakan suatu situasi masalah, bukan masalah itu sendiri, seperti halnya atom atau sel, merupakan suatu konstruksi konseptual. Dalam analisis kebijakan merupakan hal yang sangat penting untuk tidak mengacaukan antara situasi masalah dengan masalah kebijakan, karena masalah adalah barang abstrak yang timbul dengan mentransformasikan pengalaman ke dalam penilaian manusia.

(6)

untuk mengubah beberapa situasi masalah. Masalah kebijakan merupakan hasil produk penilaian subyektif manusia; masalah kebijakan itu juga bisa diterima sebagai definisi-definisi yang sah dari kondisi sosial yang obyektif; dan karenanya, masalah kebijakan dipahami, dipertahankan, dan diubah secara sosial. Masalah tidak berada di luar individu dan kelompok-kelompok yang mendefinisikan, yang berarti bahwa tidak ada keadaan masyarakat yang "alamiah" di mana apa yang ada dalam masyaraka tersebut dengan sendirinya merupakan masalah kebijakan.

4.

Dinamika masalah kebijakan

. Terdapat banyak solusi untuk suatu

masalah sebagaimana terdapat banyak definisi terhadap masalah tersebut. Masalah dan solusi berada dalam perubahan-perubahan yang konstan dan karenanya masalah tidak secara konstan terpecahkan.... Solusi terhadap masalah dapat menjadi usang meskipun barangkali masalah itu sendiri belum usang.

Sistem masalah (messes) bukan merupakan kesatuan mekanis melainkan sistem yang bertujuan (teleologis), di mana: (1) tidak ada dua anggotanya yang sama persis di dalam semua atau bahkan setiap sifat-sifat atau perilaku mereka; (2) sifat-sifat dan perilaku setiap anggota mempunyai pengaruh pada sifat dan perilaku sistem secara keseluruhan; (3) sifat-sifat dan perilaku setiap anggota, dan cara setiap anggota mempengaruhi sistem secara keseluruhan, tergantung pada sifat-sifat dan perilaku paling tidak dari salah satu anggota sistem; dan (4) dimungkinkan sub kelompok anggota mempunyai suatu pengaruh yang tidak bebas atau tidak independen pada sistem secara keseluruhan. Hal ini berarti bahwa sistem masalah kejahatan, kemiskinan, pengangguran, inflasi, energi, polusi, kesehatan tidak dapat dipecah ke dalam rangkaian yang independen tanpa menimbulkan risiko menghasilkan solusi yang tepat terhadap masalah yang salah.

Kunci karakteristik dari sistem permasalahan adalah bahwa seluruh sistem lebih besar yaitu, berbeda secara kualitatif - daripada sekedar jumlah dari bagian-bagiannya. Suatu tumpukan batu dapat didefinisikan sebagai jumlah masing-masing batu tetapi tidak sebagai suatu piramida. Demikian juga, manusia dapat menulis atau berlari, tetapi satu anggota tubuh tidak dapat melakukannya sendiri. Selanjutnya, keanggotaan dalam sistem dapat meningkatkan atau mengurangi kemampuan masing-masing elemen; dan setiap anggota sistem tidak dapat membuat yang lain tidak terpengaruh. Sebagai contoh, otak tanpa ada bagian-bagian tubuh lainnya tidak akan dapat berfungsi. Individu yang merupakan bagian suatu bangsa atau perusahaan dapat mengerjakan sesuatu yang tidak dapat dikerjakan anggota lain, dan dia tidak perlu mengerjakan hal yang dapat dikerjakan orang lain.

(7)

yang tepat tetapi terhadap masalah yang salah. Dalam kaitan ini, Jones (1991:93-109) mengusulkan untuk memusatkan kegiatan-kegiatan seperti yang ditampilkan pada tabel 6.1. dibawah ini.

Tabel 6.1.

Fokus Kegiatan-kegiatan Mengajukan Permasalahan Kebijakan

Kegiatan-kegiatan

fungsional

Dikategorikan dalam

pemerintahan

Dengan sebuah

produk potensial

Persepsi/definisi Agregasi/

Organisasi Representatif

Penyusunan Agenda

Problem pada

pemerintahan Problem Tuntutan Akses Prioritas

Sumber : Jones (1991:93)

a. Persepsi dan Definisi

Persepsi terbentuk karena kita mengalami suatu kejadian langsung yang dapat terproses lewat indra penglihatan, pendengaran maupun indra penciuman. Persepsi mengacu pada suatu kejadian (event) tertentu dan definisi – permasalahan

Persepsi --- kejadian / event Definisi --- permasalahan

b. Agregasi dan Organisasi

Agregasi adalah sekumpulan orang yang terkena sesuatu yang terjadi di dalam masyarakat tetapi kumpulan orang ini tidak terorganisasi. Mereka yang terkena oleh perubahan dalam masyarakat perlu dipertimbangkan untuk memperoleh konsekuensi yang secara sistematis terjaga oleh karena itu organisasi adalah suatu hal yang mutlak perlu dalam menanggapi segala peristiwa atau kejadian dalam masyarakat-organisasi yang terbentuk oleh agregasi akan sangat mempengaruhi proses kebijakan dan hasil-hasilnya.

c. Representatif

Representasi dapat dikatakan sebagai suatu persendian antara masyarakat, permasalahan mereka, dan pemerintah yang perlu dilihat disini adalah bagaimana para wakil ini bertindak menghadapi tuntutan sebuah permasalahan yang spesifik sifatnya. Apabila kita ingin menilai bidang isu tertentu serta permasalahan umum yang khusus sifatnya, maka perlu pula mempertimbangkan bahwa representasi dan akses pada para legistator akan selalu berubah dari isu ke isu (dimensi isu) dan juga keterlibatan memformulasikan suatu tindakan tertentu (dimensi formulas]) dan juga tahap-tahap proses legislatif (dimensi proses legistatif) tindakan mengatur kebijakan terhadap problem tersebut (dimensi administrasi) serta kegiatan pelayanan dikantor-kantor legislative (dimensi pelayanan bagi para pemilih).

(8)

Agenda adalah sebuah istilah tentang pola-pola tindakan pemerintahan yang spesifik sifatnya. Sebuah agenda dibuat atau dimulai dengan sederet panjang daftar isu utama yang harus ditangani pemerintah atau sebagai agenda pemerintah. Dalam kaitan ini agenda dipilahkan menjadi dua macam: yakni agenda sistematis (systematic agenda) dan agenda institusional (institusional agenda). Agenda sistematis diartikan sebagai semua isu yang secara umum dipersepsikan oleh anggota masyarakat politik sebagai masalah publik dan masalah-masalah yang terlibat dalam kekuasaan resmi dari otoritas pemerintah yang ada. Agenda konstitusional adalah serangkaian masalah yang secara eksplisit diangkat untuk pertimbangan aktif dan serius dari pengambil keputusan yang berwenang. Agenda institusional juga terdiri dari isu-isu yang secara teratur ditangani oleh para pengambil keputusan dalam lembaga yang spesifik seperti kepresidenan, birokrasi, konggres dan pengadilan, dimana masing-masing lembaga tersebut memiliki daftarnya sendiri-sendiri.

Ada 3 pilihan (options) dalam penyusunan agenda (Jones, 1991:114-119) :

(1) Biarkan hal itu terjadi (let it happen). Dalam pilihan ini pemerintah melalaikan peran yang relatif pasif dalam penyusunan agenda. Hal ini dimaksudkan untuk tetap memelihara saluran-saluran akses dan komunikasi sehingga yang terkena parmasalahan dapat didengar.

(2) Doronglah hal itu supaya terjadi. Dalam pilihan ini pemerintah menjangkau keluar untuk membantu masyarakat menentukan dan mengartikulasikan problem mereka. Jadi yang ditekankan disini adalah bagaimana melengkapi seseorang sehingga ia dapat berpartisipasi lebih lanjut.

(3) Buatlah hal itu terjadi (make it happen). Dalam pilihan ini pemerintah memainkan peran aktif dalam mendefinisikan problem dan menyusun tujuan yang hendak dipakai.

Ketiga pilihan di atas, nampak bahwa pemerintah harus mendefinisikan problem, menyusun prioritas dan menciptakan sasaran-sasaran tetapi dalam dua pilihan yang pertama kegiatan-kegiatan baru berjalan setelah ada tuntutan-tuntutan dari publik.

(9)

problem itu sendiri dapat dengan mudah dipahami. Pada karakteristik ini sudah adanya jalan keluar atau solusi yang mungkin dapat dikerjakan dengan mudah. Ciri lain yang juga perlu ditambahan agar isu menjadi agenda pemerintah, berkaitan dengan: (1) Isu tersebut memperoleh perhatian luas/dapat menimbulkan kesadaran masyarakat, (2) Adanya persepsi dan pandangan-pandangan publik mengenai tindakan yang diperlukan untuk mengatasi masalah, dan (3) Adanya persepsi yang sama dari masyarakat mengenai kewajiban dan tanggungjawab pemerintah untuk mengatasinya.

Selain ciri-ciri di atas, ada faktor yang biasanya mendorong pemerintah menjadikan isu sebagai agenda kebijakan : (1) Adanya ancaman, (2) Kepentingan politik, (3) Timbulnya krisis/peristiwa yang luar biasa, (4) Adanya gerakan-gerakan protes termasuk tindakan kekerasan, dan (5) peran media komunikasi. Meskipun demikian, mengajukan permasalahan publik untuk menjadi agenda kebijakan pemerintah pada dasarnya tergantung pada sistem politik, tanggapan pengambil kebijakan mengingat tidak semua pembuat keputusan menaruh perhatian dan memiliki minat yang sama terhadap masalah publik tersebut.

6.2. Memformulasi Usulan Kebijakan Publik

Menurut Jones (1991:139-140), formulasi berasal dari kata formula yang berarti untuk pengembangan rencana, metode, resep, dalam hal ini untuk meringankan suatu kebutuhan untuk tindakan dalam suatu masalah yang berkaitan dengan masalah-masalah yang muncul didalam masyarakat. Formulasi juga dapat diartikan sebagai suatu aktifitas yang mengandung unsur politik, walaupun tidak dilakukan oleh seorang anggota partai politik. Formulasi juga menyangkut keputusan pilihan sebelum dapat memutuskan tindakan yang tepat, seperti yang ditampilkan pada tabel 6.2.

Tabel 6.2.

Memformulasikan Usulan

Aktifitas fungsional

Dikategorikan dalam

pemerintahan

Dengan sebuah

produk potensial

Formulasi Penelitian Pemeriksaan ulang

Proyeksi Seleksi

Tindakan dalam

pemerintah Usulan atau Rencana

Sumber : Jones, (1991:137)

(10)

memformulasikan usulan kebijakan tersebut? dan (3) Siapa yang dapat memanfaatkan keuntungan dari suatu isu atau masalah lainnya?

(1)

Bagaimana formulasi usulan kebijakan tersebut dilaksanakan?

Syarat memecahkan masalah yang rumit adalah tidak sama dengan syarat untuk memecahkan masalah yang sederhana. Masalah yang sederhana memungkinkan analis menggunakan metode-metode yang konvensional, sementara masalah yang rumit menuntut analis untuk mengambil bagian aktif dalam mendefinisikan hakekat dari masalah itu sendiri. Dalam mendefinisikan secara aktif hakekat suatu masalah, para analis harus tidak hanya menghadapkan diri mereka pada keadaan problematis tetapi juga harus membuat penilaian dan pendapat secara kreatif. Hal ini berarti bahwa analisis kebijakan dibagi ke dalam dua jenis analisis secara seimbang, yaitu perumusan masalah dan pemecahan masalah hanyalah salah satu masalah. Dengan kata lain, pemecahan masalah hanyalah satu bagian dari kerja analisis kebijakan:

Gambaran tentang pemecahan masalah bertolak dari pandangan bahwa kerja kebijakan bermula dari masalah masalah yang sudah terartikulasi dan ada dengan sendirinya. Semestinya, kebijakan bermula ketika masalah-masalah yang diketahui nampak, masalah-masalah yang terhadapnya seseorang dapat membuat hipotesis tentang serangkaian tindakan yang mungkin dan yang terhadapnya seseorang dapat mengartikulasikan tujuan-tujuan...bakan masalah-masalah yang jelas, tetapi kekhawatiran yang bercampur aduk, yang nampak. Kelompokkelompok penekan politik menjadi aktif tidak sebagaimana biasanya, atau kegiatan mereka menjadi lebih terberitakan; indikator-indikator sosial formal dan informal memberi tanda kecenderungan yang tidak dikehendaki, atau kecenderungan-kecenderungan yang dapat diinterpretasikan sebagai titik yang diinginkan. Terdapat tanda-tanda, kemudian masalah, tetapi tidak seorang pun mengetahui apa masalah itu.... Dengan kata lain, keadaannya sedemikian rupa sehingga masalah itu sendiri problematis. Analisis kebijakan mengandung proses untuk mencari dan merumuskan masalah-masalah; mencakup penetapan (perumusan) masalah dengan tujuan untuk menginterpretasikan gejala stres yang ada di dalam sistem. Hal ini tentunya membutuhkan kreativitas dalam merumuskan masalah

(11)

pernah mencapai solusi yang sama; (2) proses analisis tidak konvensional yang meliputi modifikasi atau penolakan ide-ide yang pernah ada; (3) proses analisis mengharuskan motivasi dan persistensi yang tinggi sehingga analisis berlangsung dengan intensitas tinggi atau dalam periode waktu yang panjang; (4) produk analis dinyatakan bermanfaat oleh para analis, pembuat kebijakan, dan para pelaksana kebijakan, karena dia memberikaan solusi yang memadai bagi suatu masalah; dan (5) masalah yang pada awalnya dihadapi bersifat tidak jelas, kabur, dan sulit didefinisikan, sehingga sebagian dari tugasnya adalah memformulasikan masalah itu sendiri.

Seperti dalam Gambar 6.2., maka dalam perumusan masalah mengambil prioritas di atas pemecahan masalah dalam analisis kebijakan. Karenanya Perumusan masalah dapat dipandang sebagai suatu proses dengan empat fase yang saling tergantung, yaitu: pencarian masalah

(problem search), pendefinisian masalah (problem definition),

spesifikasi

masalah (problem specification), dan pengenalan masalah (problem

sensing). Prasyaratan perumusan masalah adalah pengakuan atau

dirasakannya keberadaan suatu situasi masalah. Untuk pindah dari situasi masalah seorang analis terlibat dalam pencarian masalah. Pada tahap ini tujuan jangka pendeknya bukan penemuan suatu masalah tunggal (misalnya, masalah klien atau analis itu); melainkan penemuan beberapa reprensentasi masalah dari berbagai pelaku kebijakan. Para analis yang terlatih biasa menghadapi jaringan besar yang kacau dari formulasi-formulasi masalah yang saling bersaing yang dinamis, terbentuk oleh situasi sosial, dan terdistribusi pada seluruh proses pembuatan kebijakan. Akibatnya, para analis dihadapkan pada metaproblem -suatu masalah di atas masalah-masalah yang rumit karena wilayah reprensentasi masalah yang dimiliki oleh para pelaku kebijakan nampak tidak tertata rapi. Tugas utama adalah untuk merumuskan metamasalah, yaitu, masalah yang dalam urutan kedua yang dapat didefinisikan sebagai kelas dari semua masalah urutan pertama, yang merupakan anggotanya. Kecuali jika kedua tingkat ini dibedakan secara jelas, para analis menghadapi resiko memformulasikan masalah yang salah dengan mencampur anggota dan kelasnya. Bila gagal membedakan tingkat-tingkat ini, analis melanggar aturan bahwa apapun yang mencakup keseluruhan pastilah bukan anggota keseluruhan itu.

Dalam perpindahan dari metamasalah ke masalah substantif, Analis berusaha untuk mendefinisikan suatu masalah dalam istilah yang paling mendasar dan umum. Sebagai contoh, analis dapat menentukan apakah masalah itu adalah masalah ekonomi, sosial, atau ilmu politik.

(12)

sama dengan pemilihan sebuah pandangan hidup, ideologi, atau mitos rakyat dan menunjukkan komitmen terhadap suatu cara pandang.

Untuk menggambarkan pentingnya pandangan dunia, ideologi, dan mitos rakyat dalam mengkonsepkan masalah-masalah substantif, perhatikan bermacam-macam cara dalam mendefinisikan masalah kemiskinan. Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai konsekuensi dari keadaan yang tidak disengaja atau tidak dapat dielakkan dalam masyarakat, dari tindakan-tindakan jahat manusia, atau ketidaksempurnaan dalam kemiskinan mereka sendiri. Definisi kemiskinan ini mengandung elemen-elemen pandangan dunia, mitos, atau ideologi sebagaimana masing-masing meliputi persepsi yang selektif terhadap elemen-elemen kondisi masalah. Pandangan dunia, ideologi, dan mitos sebagian benar dan sebagian salah, yang berarti bahwa mereka berguna pada saat yang sama berbahaya. Dalam contoh ini penjelasan tentang kemiskinan sebagai kecelakaan sejarah atau sesuatu yang tak terelakkan menunjukkan perspektif naturalistik terhadap masalah-masalah sosial yang mendistorsi realitas dengan menyatakan bahwa pertayaan-pertanyaan mengenai distribusi kekayaan adalah tidak ada artinya; tetapi mitos ini dapat pula menggugah analis kepada definisi relatif tentang kemiskinan dengan menunjuk fakta bahwa tidak ada masyarakat yang diketahui telah memecahkan masalah kemiskinan tersebut secara menyeluruh. Mirip dengan itu, penjelasan tentang kemiskinan sebagai akibat dari kaum kapitalis yang jahat atau korup secara moral mendistorsi motivasi yang ada dari kaum miskin tersebut. Perspektif moralistik yang sama, yang menjelaskan kemiskinan sebagai kelemahan moral, juga mengarahkan perhatian terhadap cara-cara pemilik swasta mempromosikan sampah, eksploitasi, dan tidak adanya tanggungjawab sosial. Akhirnya, untuk menyatakan kemiskinan sebagai ketidak-sempurnaan di dalam orang miskin sendiri tidak hanya menghasilkan penyalahan korban daripada lembaga sosial yang bertanggunng jawab, tetapi juga menunjuk pada fakta bahwa beberapa miskin memilih untuk hidup di bawah kondisi yang didefinisikan oleh sebagian besar masyarakat sebagai miskin. Perspektif lingkungan ini yang menjelaskan kemiskinan dan masalah-masalah sosial lain dengan karakteristik lingkungan si korban, sering menghasilkan cap kemanusiaan yang kontradiktif yang dikenal sebagai menyalahkan ban.

Kaum humanis dapat mengkonsentrasikan keinginan murah hatinya pada kekurangan korban, mengutuk stres sosial dan lingkungan yang samar-samar yang menghasilkan kekurangan (beberapa waktu yang dan mengabaikan keberlanjutan pengaruh kekuatan sosial yang mencelakakan (sekarang ini). Hal ini merupakan ideologi yang cemerlang untuk munjustifikasi bentuk aksi sosial yang ada yang diciptakan untuk mengubah, bukan masyarakat, seperti yang diharapkan, tetapi korban dalam masyarakat itu.

(13)

formal dari masalah substantif. Pada pokok ini kesulitan mungkin terjadi, karena hubungan antara masalah substantif yang rumit dan representasi formal dari masalah itu mungkin lemah/renggang. Kebanyakan metode untuk menspesifikasikan masalah dalam terminologi matematika formal tidak sesuai untuk masalah-masalah yang sulit didefinisikan, di mana tugas utamanya bukan untuk mendapatkan solusi matematis yang tepat/benar tetapi untuk mendefinisikan sifat dari masalah itu sendiri.

Isu kritis dari perumusan masalah adalah bagaimana masalah--masalah substantif dan formal secara aktual terkait dengan kondisi masalah--masalah yang sebenarnya. Jika sebagian besar kondisi masalah ternyata mengandung seluruh sistem masalah atau messes, maka keharusan bagi analisis kebijakan adalah formulasi masalah substantif dan masalah formal yang mampu mencerminkan kompleksitas tersebut. Derajat hubungan antara kondisi masalah yang ada dan masalah substantif ditentukan pada fase definisi masalah. Di sini analis membandingkan karakteristik kondisi masalah dan masalah substantif, yang sering didasarkan pada asumsi-asumsi dan keyakinan implisit mengenai asalmula manusia, waktu, dan kemungkinan bagi perubahan sosial melalui tindakan pemerintah. Yang juga penting adalah derajat hubungan antara kondisi masalah dan masalah formal, yang sering dikhususkan dalam bentuk rumus matematis atau seperangkat persamaan.

Dalam hal pertama (pencarian masalah), analis yang gagal dalam pencarian masalah, atau berhenti mencari secara dini, menanggung risiko akan batasan-batasan yang salah dari metaproblem. Aspek-aspek penting dari metaproblem -sebagai contoh, formulasi masalah yang dihadapi oleh mereka yang tengah atau akan ditugasi mengimplementasikan kebijakan dapat dikatakan berada di luar batas-batas metaproblem. Dalam hal kedua (definisi masalah), para analis menanggung risiko memilih pandangan dunia, ideologi, atau mitos yang salah untuk mengkonseptualisasikan kondisi masalah ketika mereka harus memilih salah satu yang tepat. Dalam hal ketiga (spesifikasi masalah), risiko utama adalah memilih representasi formal (model) yang salah dari masalah substantif ketika representasi formal yang tepat harus dipilih. Dalam setiap hal tersebut di atas, para analis dapat melakukan kesalahan, yang dengan kalimat dikatakan :

(14)

Proses perumusan masalah menimbulkan sejumlah isu penting dalam metodologi analisis kebijakan dan ilmu pada umumnya. Setiap fase perumusan masalah mengharuskan bermacam-macam keahlian metodologis yang berbeda dan diterapkannya standar rasionalitas yang berbeda-beda. Sebagai contoh, bermacam-macam keahlian yang sangat memadai untuk menemukan metaproblems dan mendefinisikan masalah-masalah substantif juga observasional dan konseptual. Subyek-subyek matematik dan statistik (ekonomi, penelitian operasi, analisis sistem terutama relevan untuk menspesifikasikan masalah-masalah formal. Penstrukturan masalah juga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang arti rasionalitas yang berbeda-beda, karena rasionalitas bukan sekedar persoalan mencari representasi formal yang tepat tentang kondisi masalah. Inilah definisi teknis baku tentang rasionalitas yang dikritik atas penyederhanaan formalnya yang berlebihan terhadap proses yang kompleks. Rasionalitas dapat didefinisikan pada tingkat yang lebih mendasar, di mana pilihan yang tidak disadari dan tidak kritis tentang suatu pandangan dunia, ideologi, atau mitos dapat mengacaukan secara serius konseptualisasi masalah substantif dan solusi-solusinya yang potensial. Dalam kasus ini, analis kebijakan mungkin merupakan ideologi tersamar. Terakhir, pencarian metamasalah didasarkan pada proses tanya jawab yang lebih baik disebut rasionalitas erotetik (erote.

rationality). Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar 6.2. dan tabel 6.3.

dibawah ini.

(2) Siapa yang terlibat dalam formulasi?

Siapa yang terlibat dalam formulasi merupakan pertanyaan yang sulit untuk dijawab karena ada berbagai macam orang turut serta di dalamnya. Namun demikian menurut Jones (1991:142-149) mengkategorikan berdasarkan sumber-sumber yang terlibat dalam memformulasikan; (1) Dalam Pemerintah, yaitu legislatif dan eksesutif, dan (2) Luar Pemerintah, yaitu Organisasi, lembaga-lembaga pelayanan umum, dan Masyarakat. Untuk lebih jelasnya dipahami kembali gambar 2.2. halaman 22 tentang Proses Pengambilan Keputusan PERDA Dalam Sistem Politik Indonesia

(3) Siapa yang dapat memanfaatkan keuntungan dari suatu isu atau masalah lainnya?

Menentukan siapa yang memperoleh manfaat keuntungan dari suatu isu atau masalah sangat tergantung pada rumusan dari spesifikasi masalah seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Gambar 6.2.

(15)
(16)

Tabel 6.3.

Klasifikasi Kejelasan konsep Pemilihan secara logis dan klasifikasi

(17)

pengelompokk an, dan

sintesis Pemetaan

Argumentasi Penilaian asumsi Penyusunan tingkat dan penggambaran plausibilitas dan urgensi

Kelompok Plausibilitas dan urgensi optimal

Sumber : Dunn, 2000 : 248

Terlepas dari ketiga pertanyaan di atas, persoalan yang berkaitan dengan memformulasikan kebijakan publik sangat tergantung pada tipe-tipe formulasi. Menurut Jones (1991:152-155), banyak tipe dari formulasi kebijakan yang dapat ditemukan tergantung pada kriteria pengklasifikasian yang digunakan atau metode yang digunakan. Metode merupakan alat yang diterima dan digunakan oleh berbagai orang untuk merakit suatu rencana atau usulan. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai berbagai tipe dalam formulasi, antara lain: orang dapat menggunakan formulasi tindakan untuk masalah ekonomi, pendidikan, militer dan seterusnya. Atau seorang dapat memformulasikan usulan dengan apa yang disebut dengan populasi formulasi, dimana furmulasi ini sangat tergantung dari asal formulator (apakah berasal dari pemerintahan atau diluar pemerintahan).

Dilihat dari klasifisikasi dalam menilai dan mengetahui apa yang yang harus dilakukan dan bagaimana menganalisa efeknya, dikategorikan kedalam empat tipe:

(1) Hubungan isu eksternal: integratif maupun bertahap. Cara integratif yaitu dengan sistematik merangkai satu isu dengan yang lainnya. Cara bertahap yaitu dengan menangani satu isu, bersamaan dengan isu-isu lain yang berhubungan dengan jelas bagi para pengambil keputusan.

(2) Hubungan isu internal: komprehensif maupun segmental. Komprehensif relatif muncul pada suatu krisis yang kemudiaan berdampak kepada isu-isu lainnya. Dalam kaitan ini ada beberapa element yang harus dikemukakan dalam memformulasikan usulan yang komprehensif yaitu: (a) Jumlah dari masalah yang ditangani, (b) Lingkup analisis terkait dengan bidang atau sektor-sektor terkait, dan (c) memperkirakan dampak baik langsung maupun tidak langsung. Pendekatan segmental tidak begitu terganggu dengan kegagalan pendekatan komprehensif untuk melakukan analisis lebih lanjut.

(3)

Kemampuan mengetahui apa yang harus dilakukan. Kemampuan

yang dimaksud menyangkut pengumpulan data maupun analisis adalah sistematik atau tidak sistematik.

(18)

Berdasarkan gaya, yaitu: pendekatan yang biasa digunakan dalam mempersiapkan usulan-usulan, maka tipe-tipe formulasi dapat dikategorikan menjadi :

(1)

Fomulasi rutin merupakan proses tetap yang berulang dan penting dalam merumuskan kembali usulan serupa dalam suatu lingkup isu yang selalu ada di dalam agenda pemerintah.

(2)

Formulasi kias (analog), yaitu: mengatasi suatu masalah baru dengan mengandalkan pada usulan apa yang sudah dikembangkan untuk masalah serupa dimasa lalu; untuk pencarian analogis.

(3)

Formulasi kreatif, yaitu: mengatasi masing-masing masalah dengan usulan-usulan penting yang belum jadi, yang mewakili suatu pemecahan bagi praktek terdahulu.

(19)

BAHAN BACAAN UTAMA

Jones, Charles O, 1994, Pengantar Kebijakan Publik, Jakarta, Raja Grafindo Persada, Halaman 93 – 196.

Gambar

Gambar 6.1.Prioritas Perumusan Masalah Dalam Analisa Kebijakan
Gambar 6.2.Unsur-unsur Pembentuk Konsep
Tabel 6.2.Memformulasikan Usulan
Tabel 6.3.Metode-metode Perumusan Masalah

Referensi

Dokumen terkait

1) Tingkat partisipasi masyarakat dalam tertib administrasi kependudukan di Kelurahan Padangsambian dan Kelurahan Sesetan Kota Denpasar masuk dalam kriteria sangat tinggi

U radu su prikazani postojeći teoretski i empirijski modeli mjerenja konkurentnosti u turizmu te ograničenja istih, a prikazan je i prijedlog modela mjerenja konkurentnosti turizma

Skripsi ini penulis susun dengan judul “Pengaruh Motivasi, Pelimpahan Wewenang, Gaya Kepemimpinan, Komitmen Organisasi dan Keinginan Sosial Terhadap Hubungan Antara

Pengertian mengenai ketahanan pangan di atas secara lebih rinci dapat diartikan sebagai berikut (Badan Bimas Ketahanan Pangan, 2001): (a) terpenuhinya pangan dengan

Peserta didik dapat menjeaskan Pengertian Adab kepada orang tua dan guru dengan baik 2.. Peserta didik

Untuk hal-hal tertentu seperti keputusan ibu untuk bertindak patuh atau tidak patuh dalam mengkonsumsi tablet Fe tidak mutlak membutuhkan tingkat kematangan pemikiran

Studi kasus merupakan strategi penelitian di mana di dalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu.

Menjelaskan kepada ibu pengertian perawatan perianal pada bayi adalah perawatan daerah yang tertutup oleh popok atau daerah kemaluan dan sekitarnya yaitu dengan