• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANCASILA SEBAGAI ASAS PEMBENTUKAN HUKUM DAN PENGEMBANGAN BANGSA | Christiawan | IUS CONSTITUTUM 296 1261 2 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PANCASILA SEBAGAI ASAS PEMBENTUKAN HUKUM DAN PENGEMBANGAN BANGSA | Christiawan | IUS CONSTITUTUM 296 1261 2 PB"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PANCASILA SEBAGAI ASAS PEMBENTUKAN HUKUM

DAN PENGEMBANGAN BANGSA

Oleh:

Dr. Rio Christiawan, SH., M.Kn1 dan Dr. Efendi Saragih, SH, MH.2 Abstract

In the promulgation of law and regulation according to law science should be based on philosophical principles. The aim are, law and regulation according to the philoshopy that in this circumstances is Pancasila as Indonesian ideology. The aim of this paper is to study Pancasila as principles of promulgation of law and regulation and nation building. So that all legal product and nation building could be achieved according to Indonesian ideology. Keywords: pancasila, law and regulation, nation building.

A. Pendahuluan

Asas hukum ialah prinsip-prinsip yang dianggap dasar atau fundamen hukum, asas-asas itu dapat disebut pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang menjadi titik tolak tentang hukum, asas-asas itu juga merupakan titik tolak pembentukan undang-undang dan interprestasi undang-undang tersebut.3 Pengertian asas hukum lainnya menurut pakar hukum adalah sebagai berikut:

”Bellefroid berpendapat bahwa azas hukum umum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap bersal dari aturan aturan yang lebih umum, Menurut Van Eikema Hommes menegaskan bahwa azas hukum tidak boleh dianggap sebagai norma hukum yang konkret tetapi perlu dipandang sebagai dasar dasar umum atau petunjuk bagi hukum yang berlaku, pembentukan hukum praktis berorientasi pada azas hukum tersebut, Menurut Soedikno Mertokusumo Azas hukum bukan merupakan hukum yang konkret melainkan pikirn dasar yang umum dan abstrak atau merupakan latar belakang peraturan konkret tersebut yang terjelma didalam peraturan perundang-undangan.dan putusan hakim”4

Menurut sifatnya azas hukum dibedakan menjadi 3 yaitu :

1 Dosen Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. 2 Dosen Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta.

3

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, penerbit Kanisius Yogyakarta,Cetakan ke 15 tahun 2010 hlm 81

(2)

”Azas hukum objektif yang bersifat moral , Azas hukum objektif yang bersifat rasional yaitu prinsip prinsip yang termasuk peenertian hukum dan aturan hidup bersama yang rasional .dan Azas Azas hukum subjektif yang bersifat moral maupun rasional yakni hak hak yang ada pada manusia dan yang menjadi titik tolak pembentukan hukum , perkembangan hukum paling nampak dalam sisi ini.”5

Azas hukum mempunyai 2 landasan yaitu azas hukum yang berakar dari ketentuan masyarakat dan pada nilai nilai yang dipilih sebagai pedoman hidup bersama.6 Disamping itu Azas hukum juga mempunyai daya ikat serta membuat hukum menjadi tidak kaku serta menciptakan suatu sistem tersendiri meskipun tidak dituangkan dalam aturan hukum yang konkret.

Azas hukum bersifat umum artinya dapat diberlakukan bagi seluruh peristiwa hukum tidak hanya peristiwa tertentu saja yang mencerminkan dasar filosofi dari tuujuan dibuatnya hukum itu. Menurut daya ikatnya azas hukum dibagi menjadi Azas hukum umum yaitu yang berhubungan dengan seluruh bidang hukum dan Azas hukum khusus yaitu yang berlaku untuk bidang hukum tertentu saja, misalnya perdata.

Hukum mengatur hubungan hukum, hubungan hukum itu sendiri terdiri dari ikatan-ikatan antar individu dan masyarakat atau individu dan individu sehingga dengan demikian hukum dapat dipandang sebagai kumpulan peraturan atau kaedah yang mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif , umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang seyogyanya dilakukan.7

Sedangkan pengertian hukum yang lain adalah aturan yang digunakan oleh masyarakat dengan tujuan untuk menentukan sifat manusia yang dapat dipaksakan kepadanya dengan kekuatan kekuasaan publik .8 Selanjutnya Johanes Ibrahim dan Pan Lindawaty Sewu mengutip pendapat para ahli mengenai hukum sebagai berikut :

”a. Menurut Marcus Tullius Cicero mengatakan bahwa definisi dari hukum

5Theo Huijbers,Op.Cit 115 hlm 82.

6 Soedikno Mertokusumo ,Op.Cit 116 hlm 6 7

Lihat Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Penerbit Liberty yogyakarta tahun 1999 hlm 40-41

(3)

adalah akal tertinggi (the highest reason) yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan ;

b. Menurut Rudolf van Jhering hukum adalah keseluruhan peraturan yang memaksa dan berlaku dalam suatu negara ;

c. Menurut Mochtar Kusumaatmaja bahwa pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum sebagai suatu perangkat kaidah atau asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam

kenyataan;”9

Satu lagi definisi mengenai hukum dari Thomas Aquinas adalah Quedam rationis ordinatio ad bonum comune , ab eo qui curam communitatis habet promulgata (artinya dalam bahasa Indonesia, Hukum adalah perintah yang masuk akal, ditujukan untuk kesejahteraan umum, dibuat oleh yang mengemban tugas dalam suatu masyarakat dan diundangkan olehnya)10.

Dengan demikian hakikat hukum adalah demi kesejahteraan umum termasuk diantaranya, keadilan, ketertiban dan kebahagiaan. Hukum adalah alat yang diciptakan oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan dan alat untuk mengontrol kekuasaan dapat juga disimpulkan bahwa hukum itu sebagai sarana pembaharuan masyarakat.

Dari definisi hukum yang ada maka dapat disimpulkan bahwa hukum adalah seperangkat aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berisi ketentuan-ketentuan dalam hidup bersama , (hal ini dikarenakan manusia sebagai makhluk sosial) ataupun mengatur hubungan antar individu (manusia sebagai makhluk individu).

B. Pembahasan

1. Dasar Pembentukan Hukum

Validitas dari sistem hukum bergantung dari paktik-pratik aktualnya. Dikatakannya

bahwa “peraturan legal dinilai sebagai sesuatu yang valid apabila normanya efektif (yaitu

9 Lihat Johanes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern, Penerbit Refika Aditama Bandung, 2007 hlm 6-7.

(4)

secara aktual dipraktikkan dan ditaati). Lebih jauh lagi, kandungan sebenarnya dari Norma Dasar juga bergantung pada keefektifitasannya.

Menurut aliran positivistik maka ilmu hukum harus dipisahkan hubungan antara hukum dengan moral sehingga ilmu hukum itu bukanlah ilmu oleh karena hanya sosiologi hukum empirik dan teori hukum empirik dalam arti sempit sebagai ilmu. Sedangkan yang lainnya ternmasuk keahlian hukum terdidik(rechtsgeleerdheid).

”Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das solen,

dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dari aksi manusia yang deliberatif. Kelsen meyakini David Hume yang membedakan antara apa yang ada (das sein) dan apa yang “seharusnya”, juga keyakinan Hume bahwa ada ketidakmungkinan pemunculan kesimpulan dari kejadian faktual bagi das solen. Sehingga, Kelsen percaya bahwa hukum, yang merupakan pernyataan-pernyataan “seharusnya” tidak bisa direduksi ke dalam aksi-aksi alamiah.Kemudian, bagaimana mungkin untuk mengukur tindakan-tindakan dan kejadian yang bertujuan untuk menciptakan sebuah norma legal? Kelsen menjawab dengan sederhana ; kita menilai sebuah aturan “seharusnya” dengan memprediksinya

terlebih dahulu. Saat “seharusnya” tidak bisa diturunkan dari “kenyataan”, dan selama peraturan legal intinya merupakan pernyataan “seharusnya”, di sana harus ada

presupposition yang merupakan pengandaian. ”11

Disiplin hukum selau terkait erat dengan kaedah ( normwissenshaft) dengan mengutamakan metodologi, sistematika,sehingga dalam perkembangannya disiplin hukum secara objektif mampu menjelaskan keadaan dan gejala serta kenyataan di tengah masayarakat, upaya untuk mencapai suatu kesaling bertautan internal dan jika mungkin penataan yang ajeg ,tertanam di dalam hukum .Namun di dalam hukum yang sama itu sendiri terdapat keterbukaan bagi permasalahan ,sampai ke struktur dari asas- asas dan pengertian dari hukum itu sendiri. Menurut Roscoe Pound dalam ia mengemukakan bahwa hukum harus dibedakan dengan undang undang adalah :

The system of authoritative materials for grounding or guiding judicial and administrative actions recognized or established in a politically organized society.

11

(5)

Dapat disimpulkan bahwa hukum dalam konteks mengatur kehidupan manusia adalah untuk mewujudkan keadilan dalam pandangan ini disiplin hukum sebagai suatu ilmu yang berkaitan dengan penafsiran dan penerapan hukum.12

Hukum dalam mencapai tujuannya mencakup tiga komponen sebagaimana Mulyoputro mengutip pendapat Lawrence M. Friedman yang menjelaskan tujuan hukum dalam berbagai komponen :

(1) “Legal substance yaitu norma-norma dan aturan-aturan yang digunakan secara institusional beserta pola perilaku para pelaku dalam sistem hukum;

(2) Legal structure yaitu lembaga lembaga yang bertugas menegakkan hukum ;

(3) Legal culture yaitu kebiasaan , pandangan masyarakat umum dalam mencapai

tujuan hukum”13

Secara pokok tujuan hukum adalah sebagai alat ketertiban dan keteraturan dalam masyarakat sehingga dapat terwujud keadilan sosial di dalam masyarakat maupun hukum memiliki fungsi sebagai sarana pembangunan dan sarana kontrol atas kekuasaan.

Di dalam literatur dikenal tiga macam teori hukum mengenai tujuan hukum yaitu , pada Teori etis menyebutkan bahwa hukum semata-mata bertujuan keadilan karena isi hukum ditentukan oleh nilai etis atas keadilan dengan kata lain hukum menurut teori ini bertujuan merealisir dan mewujudkan keadilan14.

Teori Utilistis (Endaemonistis) menurut teori ini hukum ingin menjamin kebahagian yang sebesar besarnya bagi seluruh Amat manusia pada hakekatnya menurut teori ini tujuan hukum adalah manfaat bagi kebahagiaan sebanyak mungkin orang; Teori campuran , Soedikno Mertokusumo mengutip pendapat Mochtar Kusumaatmadja menyebutkan bahwa tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban , kebutuhan akan ketertiban ini

12

Lihat Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Kencana Jakarta 2009 hlm 33 13

Mulyoputro, Pluralisme Hukum dan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan,Jurnal Hukum :Masalah-Masalah Hukum Universitas Diponegoro Vol XXXI No 4 Oktober – Desember 2002 hlm 187.

(6)

merupakan syarat fundamental bagi adanya statu masyarakat yang teratur guna tercapainya keadilan yang berbeda beda menurut isi dan ukurannya menurut zamannya.15

Selanjutnya Soedikno Mertokusumo mengutip pendapat beberapa ahli mengenai tujuan hukum sebagai berikut,

a) Menurut Purnadi dan Soerjono Soekanto tujuan hukum adalah kedamaian hidup antar pribadi yang meliputi ketertiban ekstern antar pribadi dan ketenangan intern pribadi ; b) Menurut Van Apeldorn tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia

secara damai.;

c) Sedangkan Menurut Soebekti bahwa hukum mengabdi pada tujuan negara untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi rakyatnya.16

2. Pancasila sebagai Dasar pembentukan Hukum

Kalimat alinea ke-4 Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu UUD Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menurut Notonagoro yang dikutip oleh Soepardi, kata kata ”berdasar kepada”

menentukan kedudukan ”Pancasila” dalam negara Republik Indonesia sebagai ”dasar negara”

dalam pengertian ”dasar filsafat”. Dari pembicaraan dalam BPUPKI dapat disimpulkan,

bahwa dasar itu dimaksudkan sebagai ”dasar filsafat”. Dasar filsafat, asas kerohanian negara

15 Lihat Ibid hlm 74-75 .

(7)

Pancasila adalah cita-cita yang harus dijelmakan dalam kehidupan Negara Kesatuan Republik Indonesia.17

Pancasila dalam pengertian ini sering disebut dasar Falsafah Negara (Dasar Falsafat Negara). Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara, atau dengan kata lain Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.

Pengertian Pancasila sebagai Dasar Negara seperti dimaksudkan di atas sesuai dengan bunyi Pembukaan UUD 1945, yang dengan jelas menyatakan:

”maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang -Undang dasar Negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan negara Indonesia yang berkedaulatan rakayat dengan berdasar kepada ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan Pancasila,keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia.”.

Mengenai Pancasila sebagai Dasar Negara ini, Notonagoro dalam karangan yang

berjudul ” Berita Pikiran Ilmiah Tentang Jalan Keluar Dari Kesulitan Mengenai Pancasila

Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia” antara lain dinyatakan:

”di antara unsur-unsur pokok kaidah negara yang fundamentil, asas kerokhanian Pancasila adalah mempunyai kedudukan istimewa dalm hidup kenegaraan dan hukum

bangsa Indonesia”.

Di bagian lain dikatakan:

”norma hukum yang pokok dan disebut pokok kaidah fundamentil dari pada negara

itu dalam hukum mempunyai hakekat dan kedudukan yang tetap, kuat dan tak berubah bagi negara yang dibentuk dengan perkataan lain dengan jalan hukum tidak

dapat diubah ”18

Fungsi pokok dari Pancasila adalah sebagai Dasar Negara, sesuai dengan Pembukaan UUD1945, dan yang pada hakikatnya adalah sebagai sumber hukum atau sumber dari tertib

17

Lihat HRB Soepardi, Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, Penerbit Pustaka Mandiri, Jakarta, 2010, hlm. 88.

(8)

hukum sebagaimana tertuang dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (jo. Ketetapan MPR No, V/MPR/1973). Pengertian demikian adalah pengertian Pancasila yang bersifat yuridis-ketatanegaraan

Pengertian Pancasila yang bersifat sosiologis adalah di dalam fungsinya sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya, sedangkan pengertian yang bersifat ethis dan filosofi adalah didalam fungsinya sbagai pengatur tingkah-laku pribadi dan cara-cara dalam mencari kebenaran. Dalam hal yang terakhir yakni Pancasila sebagai philosophical way of thinking atau philosophical system dapat dianallisa dan dibicarakan secara mendalam, karena orang berfikir secara filosofis tidak akan henti-hentinya ; ia selalu mencari dan mencari kebenaran itu. Namun demikian harus disadari bahwa kebenaran yang dapat dicapai mnusia adalah kebenaran yang masih relatif tidak absolut atau mutlak. Kebenaran yang absolut atau hendak mutlak adalh kebenaran yang ada pada Tuhan Yang Maha Esa. Kareba itu adalam mencari kebenaran Pancasila sebagai philosophical way of thinking atau philosophical system tidaklah perlu sampai menimbulkan pertentangan dan persengketaan apalagi perpecahan. 19

Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan dasar filsafat negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing merupakan suatu asas. Namun demikian sila-sila Pancasila itu merupakan suatu kesatuan dan keutuhan, yaitu setiap sila merupkan unsur (bagian yang mutlak) dari Pancasila. Maka Pancasila merupakan suatu kesatuan yang majemuk tunggal. Konsekuensi setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila-sila lainnya serta diantara sila satu dengan yang lain tidak saling bertentangan.

Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia ”monopluralis” yang memiliki unsur-unsur ”

susunan kodrat” jasmani rohani, ”sifat kodrat” individu-makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

(9)

Unsur-unsur hakikat manusia tersebut merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis dan harmonis. Setiap unsur memiliki fungsi masing-masing namun saling berhubungan. Oleh karena sila-sila Pancasila merupakan penjelmaan hakikat manusia ” monopluralis” yang merupakan kesatuan organis maka sila-sila Pancasila juga memiliki kesatuan yang bersfat organis pula.20

Jika urutan-urutan lima sila dianggap mempunyai maksud demikian maka diantara lima sila ada hubungan yang mengikat yang satu kepada yang lainnya sehingga Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat . Andai kata urut-urutan itu dipandang sebagai tidak mutlak maka diantara satu sila dengan sila lainnya tidak ada sangkut pautnya, maka Pancasila itu menjadi terpecah belah, oleh karena itu tidak dapat dipergunakan sebagai asas kerokhanian negara. Setiap sila dapat diartikan dalam bermacam-mcam maksud, sehingga sebenarnya sama saja dengan tidak ada Pancasila.

Apabila kesatuan sila-sila Pancasila yang memiliki susunan hierarkhis piramidal ini, maka sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebaliknya Ketuhanan yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang kemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan serta berkeadilan sosial sehingga di setiap sila senantiasa terkandung sila-sila lainnya.

Secara ontologis hakikat sila-sila Pancasila mendasarkan pada landasan sila-sila Pancasila yaitu : Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil . Berdasarkan hakikat yang terkandung dalam sila-sila Pancasila dan Pancasila sebagai dasar filsafat negara, maka hal yang berkaitan dengan sifat dan hakikat negara harus sesuai dengan landasan sila-sila Pancasila. Hal itu berarti hakikat dan inti sila-sila Pancasila adalah sebagai berikut: sila

(10)

pertama Ketuhanan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat Tuhan, sila kedua Kemanusiaan adalah sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat manusia, sila ketiga Persatuan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat satu, sila keempat Kerakyatan sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat rakyat, sila kelima Keadilan sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat adil.21

Kesesuaiaan yang dimaksud adalah kesesuaian antara hakikat nilai-nilai sila-sila Pancasila dengan negara, dalam pengertian kesesuaian sebab dan akibat. Makna kesesuaian tersebut adalah sebagai berikut, bahwa hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan yang Mah Esa (sebagai sebab) (hakikat sila I dan II) yang membentuk persatuan mendirikan negara dan persatuan manusia dalam suatu wilayah disebut rakyat (hakikat sila III dan IV), yang ingin mewujudkan suatu tujuan bersama yaitu suatu keadilan dalam suatu persekutuan hidup masyarakat negara (keadilan sosial) (hakikat sila V). Demikianlah, maka secara konsisten negara haruslah sesuai dengan hakikat Pancasila.

Sila pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Sila Kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai sila Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permu syawaratan/perwakilan serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ketiga Persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab dan menjiwai sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Sila

(11)

keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia serta meliputi dan menjiwai sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Sila Kelima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan berada, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permu syawaratan/perwakilan serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis beserta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. Sebagaimana dijelaskan bahwa kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal, digunakan untuk menggambarkan hubungan hubungan hierarkhi sila-sila Pancasila dalam urut-urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian inilah hubungan kesatuan sila-sila Pancasila itu dalam arti formal logis. Selain sila-sila Pancasila itu hierarkhi dalam hal kuantitas juga dalam hal isi sifatnya yaitu menyangkut makna serta hakikat-hakikat sila-sila Pancasila-sila .22Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki : dasar ontologis, dasar epistemologis, dan dasar aksiologis .

Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat tidak hanya kesatuan yang menyangkut sila-silanya saja melainkan juga meliputi dasar ontologis sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri-sendiri, melainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis. Dasar Ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pendukung pokok sila-sila

(12)

Pancasila adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan sebagi berikut : bahwa yang berKetuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia.23

Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak yaitu terdiri atas susunan kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai Makhluk Tuhan yang Maha Esa, oleh karena itu kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hierarkhi sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila yang lainnya.24

Hubungan kesesuaian antara negara dengan landsan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat yaitu negara sebagai pendukung hubungan dan Tuhan, manusia, satu, rakyat , adil sebagai pangkal hubungan. Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab adapun negara adalah sebagai akibat.

Sebagai suatu sistem filsafat landasan sila-sila Pancasila itu dalam hak isinya menunjukkan suatu hakikat makna yang bertingkat 25serta ditinjau dari keluasannya memiliki bentuk piramidal . Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

”...sebenarnya ada hubungan sebab dan akibat antara negara pada umumnya

dengan manusia karena negara dalah lembaga kemanusiaan yang diadakan oleh manusia. Adapun Tuhan adalah asal segala sesuatu, termasuk manusia sehingga terdapat hubungan sebab dan akibat pula antara negara dengan asal mula segala sesuatu, rakyat adalah jumlah dari manusia-manusia pribadi, sehingga ada hubungan sebab akibat antara negara dengan rakyat, lebih lebih untuk negara kita yang kekuasaanya dengan tegas dinyatakan ditangan

23

(13)

rakyat, berasal dari rakyat, sebagaimana tersimpul dalam asas kedaulatan rakyat. Tidak dari satu akan tetapi dari penjelmaan dari satu itu ialah kesatuan rakyat, dapatlah timbul suatu negara, sehingga dengan tidak secara langsung ada juga hubungan sebab dan akibat. Adil adalah dasar dari cita-cita kemerdekaan setiap bangsa, jika sesuatu bangsa tidak merdeka dan tidak mempunyai negara sendiri, itu adalah adil. Jadi hubungan antara negara dengan adil termasuk juga dalam golongan hubungan yang harus ada atau mutlak dan dalam arti bahwa adil itu dapat dikatakan mengandung unsur pula yang sejenis dengan asas hubungan sebab dan akibat, atau termasuk dalam lingkungannya juga sebagai penggerak atau pendorong utama.

Selain itu sila Keadilan Sosial adalah merupakan tujuan dari keempat sila yang mendahuluinya, maka dari itu merupakan tujuan dari bangsa kita dalam bernegara. Berdasarkan uraian tersebut, maka hakikat kesatuan sila-sila Pancasila yang bertingkat dan berbentuk piramidal dapat dijelaskan di bawah ini.

Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai sila-sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan Serta Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Hal tersebut berdasarkan pada hakikat bahwa pendukung pokok negara adalah manusia, karena negara adalah lembaga hidup bersama sebagai lembaga kemanusiaan dan manusia adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sehingga adanya manusia sebagai akibat adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai kausa prima. Tuhan adalah sebagai asal mula segala sesuatu, adanya Tuhan adalah mutlak, sempurna dan kuasa, tidak berubah, tidak terbatas serta pula sebagai pengatur tertib alam. Sehingga dengan demikian sila pertama mendasari, meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya.

(14)

Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, negara adalah lembaga kemanusiaan yang diadakan manusia, maka manusia adalah sebagai subjek pendukung pokok negara, negara adalah dari, oleh dan untuk manusia, oleh karena itu terdapat hubungan sebab dan akibat yang langsung antar negara dengan manusia. Adapun manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa sehingga sila kedua didasari dan dijiwai oleh sila pertama, Sila kedua mendasari dan mendasari sila ketiga (Persatuan Indonesia), sila keempat (Kerakyatan) sert sila kelima (Keadilan Sosial). Pengertian tersebut hakikatnya mengandung makna sebagai berikut rakyat adalah sebagai unsur pokok negara dan rakyat adalah merupakan totalitas individu-individuyang bersatu yng bertujuan mewujudkan suatu keadilan dalam hidup bersama (Keadilan Sosial). Dengan demikian pada hakikatnya yang bersatu membentuk suatu negara adalah manusia. Dan manusia yang bersatu dalam suatu negara adalah disebut rakyat sebagai unsur pokok negara serta terwujudnya keadilan bersama adalah keadilan dalam hidup manusia bersama sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.

(15)

pribadi-pribadi dalam suatu wilayah tertentu disebut sebagai rakyat, sehingga rakyat adalah merupakan unsur pokok negara. Persekutuan hidup bersama manusia dalam rangka mewujudkan suatu tujuan bersama yaitu keadilan dalam kehidupan bersama (Keadilan Sosial) sehingga sila ketiga mendasari dan menjiwai sila keempat dan sila kelima Pancasila. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Notonagoro sebagai berikut :

”...sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan, meliputi seluruh hidup manusia dan menjadi dasar daripad sila-sila yang lainnya. Akan tetapi sila persatuan dan kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial hanya meliputi sebagian lingkungan hidup manusia sebagai pengkhususan daripada sila kedua dan sila pertama dan mengenai hidup bersama dalam masyarakat bangsa dan negara. Selain itu ketiga sila ini persatuan, kerakyatan dan keadilan satu dengan lainnya bersangkut-paut dalam arti sila yang di muka menjadi dasar daripada sila-sila berikutnya dan sebaliknya yang berikutnya merupakan pengkhususan daripada yang mendahuluinya hal ini mengingat susunan sil-sila Pancasila yang hierarkhis

berbentuk piramidal...”

(16)

Sila kelima Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia memiliki makna pokok keadilan, yaitu hakikatnya kesesuaian dengan hakikat adil. Berbeda dengan sila-sila lainnya, maka sila kelima ini didasari dan dijiwai oleh keempat sila lainnya yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan dan Kerakyatan. Hal ini mengandung hakikat makna, bahwa keadilan sebagai akibat adanya negara kebangsaan dari manusia-manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Sila Keadilan Sosial adalah merupakan tujuan dari keempat sila lainnya. Secara ontologis, hakikat Keadilan Sosial juga ditentukan oleh adanya hakikat sebagaimana terkandung dalam sila kedua yaitu Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab.

Menurut Notonagoro, hakikat keadilan yang terkandung dalam sila kedua yaitu keadilan yang terkandung dalam hakikat manusia monopluralis yaitu kemanusiaan yang adil kepada diri sendiri, terhadap sesama, dan terhadap Tuhan atau kausa prima. Penjelmaan dari keadilan kemanusiaan monopluralis tersebut dalam bidang kehidupan bersama, baik dalam lingkungan masyarakat, bangsa dan negara dan kehidupan antar bangsa yaitu menyangkut sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, yaitu dalam wujud keadilan dalam hidup bersama atau Keadilan Sosial. Dengan demikian logikanya Keadilan Sosial didasari dan dijiwai oleh sila kedua yaitu Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab.

3. Pancasila Sebagai Falsafah Perkembangan Bangsa

Pancasila sebagai falsafah bangsa digagas oleh Soekarno dan dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam Sidang BPUPKI, Pancasila dibentuk dengan tujuan digunakan sebagai Philosophishe Grondslag, yang selanjutnya dasar falsafah Pancasila tersebut dimasukkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Pancasila sebagai falsafah bangsa sebagai perwujudan dari cita cita bangsa Indonesia.

(17)

sosial, perwujudan asas Kebangsaan berupa kesatuan seluruh bangsa Indonesia, selanjutnya asas Kerakyatan diwujudkan dalam Kedaulatan Rakyat dan asas Keadilan Sosial diwujudkan dalam kesejahteraan umum. 26

Nilai nilai Pancasila dijabarkan dalam norma norma dasar Undang Undang Dasar 1945 dan nilai atau norma dasar tersebut tidak dapat dirubah karena merupakan hasil konsensus yang fundamental dari Pendiri Bangsa dan Negara Kesatuan Repunlik Indonesia.

Falsafah Pancasila digunakan sebagai falsafah bangsa Indonesia yang memiliki arti dan cita cita pandangan untuk mendukung tujuan nasional negara Republik Indonesia. Setiap Bangsa memiliki idologi demikian juga Indonesia, maka ideologi digunakan sebagai falsafah untuk melanjutkan eksistensi suatu bangsa dengan menggunakan dasar falsafah Pancasila.

Falsafah Pancasila memiliki berbagai aspek, baik berupa cita cita pemikiran atau nilai nilai, maupun norma yang baik dapat direalisasikan dalam kehidupan praktis dan bersifat terbuka dengan memiliki tiga dimensi yaitu:

” Dimensi idealis artinya dasar dari Pancasila memiliki sifat yang sistematis juga

rasional dan menyeluruh, dimensi normatif yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila yang perlu dijabarkan ke dalam sistem norma sehingga tersirat dan tersurat dalam norma norma kenegaraan sedangkan dimensi realistis adalah nilai-nilai Pancasila yang dimaksud di atas harus mampu memberikan pencerminan atas realitas yang hidup dan berkembang dalam penyelenggaraan negara. ”27

Pancasila sebagai falsafah bangsa berfungsi untuk mempersatukan seluruh Rakyat Indonesia menjadi rakyat dan bangsa yang memiliki sikap dan kepribadian yang tersendiri, tanpa tergantung kepada siapapun serta mempertebal kebersamaan dalam kehidupan bangsa.

Kondisi Bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika, yang dipenuhi keaneka ragaman serta bersifat majemuk, sehingga Pancasila sebagai falsafah bangsa dapat berfungsi memupuk semangat persatuan untuk pembangunan Bangsa Indonesia serta mempertahankan stabilitas bangsa dan guna mempertahankan identitas bangsa dalam semangat persatuan.

26 B.Arif Sidharta dkk (ed)Soediman Kartohadiprodjo:Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, Penerbit Gatra Pustaka , Jakarta, 2010, hlm. 416.

(18)

Pancasila sebagai falsafah bangsa dilatarbelakangi oleh:

1. “tekad bangsa dalam memperjuangkan tercapainya tujuan nasional/ tujuan proklamasi;

2. pembangunan nasional yang teratur dan maju pesat;

3. tekad yang kuat dalam mempertahankan nilai sila sila Pancasila yang sifatnya abadi;

4. hilangnya ideologi komunis /sosialis sebagai ideologi tertutup.” 28 Sedangkan tujuan dari Falsafah Pancasila adalah :

1. “stabilitas nasional yang mantap;

2. mencegah munculnya paham komunisme di Indonesia;

3. pencegahan terhadap berkembangnya ideologi liberal di Indonesia; 4. pencegahan terhadap gerakan ekstern dan paham paham lain yang bisa menggoyahkan nilai persatuan dan kesatuan bangsa.” 29

Falsafah Pancasila mengajarkan kepada manusia untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, falafah Pancasila juga menghormati dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia di samping adanya Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan, Demokratisasi, Musyawarah serta Keadilan Sosial. Falsafah Pancasila memiliki arti sebagai keseluruhan pandangan, cita cita , maupun keyakinan dan nilai nilai bangsa Indonesia yang secara normatif perlu diwujudkan dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara, guna menjunjung tercapainya suatu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

. Sebagai pembanding diulas falsafah Komunisme merupakan ajaran yang memandang bahwa manusia pada hakikatnya merupakan makhluk sosial, komunisme mendasarkan pada suatu kebaikan yang hanya diperuntukkan bagi kepentingan dan keuntungan kelas masyarakat totalitas. Komunisme mendasarkan moralnya pada kebaikan relatif demi kepentingan dan keuntungan kelas dan dalam mencapai tujuannya komunisme dapat menghalalkan segala cara, hakikat falsafah komunis bercorak partikulir yaitu falsafah yang mendahulukan kepentingan kaum proletar.

28

(19)

Ajaran komunisme sangat bertolak belakang dengan ajaran Pancasila, juga bertentangan dengan paham Liberalisme, masyarakat yang diidamkan dicita-citakan oleh Komunisme adalah masyarakat tanpa kesadaran nasional dengan memerangi Liberalisme dan Agama. 30

Fungsi sosial perusahaan ini dijiwai oleh kelima sila dalam Pancasila yaitu dimulai dari Sila I Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai filosofisnya yaitu bahwa setiap manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang tinggi derajatnya sehingga eksistensinya harus dihargai oleh sesamanya.

Sila ke II Pancasila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, memberikan pedoman bahwa dalam menjalin relasi dengan sesama manusia harus didasarkan pada nilai nilai humanisme yang dapat mengakomodir nilai keadilan bagi sesama manusia. Sila III Pancasila Persatuan Indonesia, memberikan pedoman untuk kehidupan yang terintegrasi, selanjutnya Sila IV yaitu Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, menunjukkan bahwa sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama, dan yang terakhir Sila V Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menunjukkan bahwa dalam kehidupan bersama harus mengakomodir nilai-nilai dan rasa keadilan bagi seluruh manusia.

Di Indonesia Pancasila telah ditetapkan sebagai dasar negara yang artinya Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia. Sila-sila yang terkandung dalam Pancasila diejawntahkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi selanjutnya dalam kehidupan sehari-hari dilaksanakan oleh Undang-Undang organik , jadi semua peraturan perundang-undangan

(20)

harus mengandung local wisdom sebagaimana terkandung dalam Pancasila serta semangat kemerdekaan bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Pancasila selain sebagai dasar negara Republik Indonesia juga merupakan falsafah hidup bangsa Indonesia artinya bahwa dalam Pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Nilai nilai luhur bangsa Indonesia tersebut selanjutnya diakomodir dalam konstitusi ( dalam hal ini Undang-Undang Dasar 1945 ), karena dalam Undang-Undang Dasar 1945 terkandung semangat dan cita-cita kemerdekaan bangsa indonesia yang dilandasi nilai-nilai luhur tersebut.

Dalam penjabarannya bahwa semua peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara dan dasar negara Pancasila sebab peraturan perundang-undangan sebagai instrumen atau alat yang dibuat oleh pemerintah yang berwenang harus dapat mengatur semua sisi kehidupan masyarakat termasuk tetapi tidak terbatas pada mengakomodir seluruh kepentingan seluruh lapisan masyarakat.

Individu yang berkumpul dalam suatu kelompok yang disebut masyarakat yang didalamnya terdapat banyak kepentingan maka untuk saling mengatur kepentingan tersebut agar tidak berbenturan satu dan yang lainnya maka dibuatlah suatu aturan yang berlaku sebagai norma hukum.

C. Penutup

(21)

Dalam hal membuat peraturan perundang-undangan yang sifatnya konkret pemerintah harus mengakomodir asas keadilan , sebab jika semua peraturan perundangan harus sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia maka idealnya suatu peraturan perundangan dilatar belakangi perspektif keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memberi perlindungan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali.

Berdasarkan pemikiran diatas maka jika nilai-nilai keadilan diakomodir dalam peraturan perundang-undangan maka seluruh pihak akan merasa bahwa hukum yang berlaku dapat mencerminkan keadilan bagi seluruh masyarakat. Dengan demikian maka keadilan yang diakomodir dalam peraturan perundang-undangan akan dapat mencerminkan rasa kepastian hukum masyarakat.

Pada awalnya menurut Thomas Hobbes dalam teori perjanjian masyarakatnya tahun 1651 bahwa manusia hidup dalam suasana belum omnium contra omnes (the war off all against all) selalu dalam keadaan berperang, agar tercipta suasana damai dan tenteram diadakan perjanjian masyarakat (pactum subjectionis) yang akan diserahi kekuasaan untuk memimpin mereka, pada tahun 1690 John Locke menambahkan bahwa kekuasaan tersebut harus dibatasi dengan tidak boleh melanggar Hak Azasi Manusia.

(22)

Prinsip Keadilan ini menuntut agar manusia memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya. Hak orang lain perlu dihargai dan tidak dilanggar, sama halnya seperti setiap manusia mengharapkan agar haknya dihargai dan tidak dilanggar. Prinsip ini mengatur agar manusia bertindak sedemikian rupa sehingga hak semua pihak terlaksana secara kurang lebih sama sesuai dengan apa yang menjadi haknya tanpa saling merugikan. Dengan demikian kepastian hukum dapat dirasakan oleh setiap manusia

Dengan terakomodirnya sisi keadilan dan kepastian dalam hukum (dalam hal ini peraturan perundang-undangan) maka keberadaan peraturan perundangan sebagai tool of social engineering dapat terlaksana efektif, karena dalam hal ini para pihak sebagai subjek hukum dapat merasakan manfaat daripada hukum itu sendiri. Kemanfaatan dalam hukum dalam perkembangannya didasarkan pada mazhab utilitarianisme.

Teori utilitarianisme sebagai fundamen dari asas manfaat memberikan kriteria yang dapat digunakan dalam formulasi hukum yaitu melalui ukuran umum kebahagiaan dan manfaat , hukum harus bertujuan pada manfaat yang memberikan kebahagiaan bagi tiap tiap individu sehingga dalam konsep ini perlindungan hak individu menjadi sangat diutamakan.

Manusia akan bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Ukuran baik-buruknya suatu perbuatan manusia tergantung kepada apakah perbuatan itu mendatangkan kebahagiaan atau tidak dan seyogyanya pembentuk undang-undang hendaknya dapat melahirkan undang-undang yang dapat mencerminkan keadilan bagi semua individu. Dengan berpegang pada prinsip tersebut di atas, perundangan itu hendaknya daat memberikan kebahagian yang terbesar bagi sebagian besar masyarakat .

(23)

penyempurnaan pemikiran namun prinsipnya adalah tujuan hukum adalah manfaat bagi sebanyak mungkin orang.

Sebagaimana telah diuraikan diatas jika peraturan perundang-undangan telah mengakomodir keadilan sehingga terwujud kepastian hukum bagi diakomodirnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memberi perlindungan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali maka dalam hal ini hukum telah memberikan kebahagiaan dan manfaat bagi sebanyak mungkin orang sebagaimana cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.

Daftar Pustaka

Buku, Jurnal:

-B.Arif Sidharta dkk (ed) Soediman Kartohadiprodjo:Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, Penerbit Gatra Pustaka , Jakarta, 2010.

-Dardi Darmodiharjo dkk, Santiaji Pancasila, Penerbit: Usaha Nasional Surabaya.

- HRB Soepardi, Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, Penerbit Pustaka Mandiri, Jakarta, 2010.

-Johanes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern, Penerbit Refika Aditama Bandung, 2007.

-Kaelan, Pendidikan Pancasila, Penerbit Paradigma, Yogyakarta,2008.

-Martino Sardi,,Hukum ,Keadilan dan Hak Asasi Manusia, Makalah Seminar HAM , Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 15 Februari 2003.

-Mulyoputro, Pluralisme Hukum dan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan,Jurnal Hukum: Masalah-Masalah Hukum Universitas Diponegoro Vol XXXI No 4 Oktober – Desember 2002.

-Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Penerbit Ghalia Indah,Bogor 2010.

-Pandji Setijo, Pendidikan Pancasila: Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa, Penerbit Grasindo, Jakarta, Edisi Ketiga, 2010.

-Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Kencana Jakarta 2009.

-Soedikno Mertokusumo, Penemuan hukum Sebuah Pengantar, Penerbit Liberty yogyakarta cetakan 6 tahun 2009.

- ____________, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Penerbit Liberty Yogyakarta tahun 1999.

-Theo Huijbers, Filsafat Hukum, penerbit Kanisius Yogyakarta,Cetakan ke 15 tahun 2010.

Website:

Referensi

Dokumen terkait

Filsafat Pancasila : Kebenaran dari sila-sila Pancasila sebagai dasar negara atau dapat juga diartikan bahwa Pancasila merupakan satu kesatuan sistem yang utuh dan

Pancasila yang terdiri dari lima sila (Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah mendasari dan menjiwai sila- sila,Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh

Nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber etika politik dapat. dilihat dari Sila pertama ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ serta sila

Pelaksanaan Pancasila, sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dalam kehidupan sehari-hari seorang bidan adalah sebagai berikut:..

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keem- pat sila lainnya. Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara

Apabila kita melihat sila-sila demi sila menunjukkan sistem etika dalam pembanguan iptek (Kaelan 2000), yaitu sebagai berikut.  Sila Ketuhanan Yang Maha Esa,

Karena bagaimanapun kesepakatan bangsa telah menetapkan bahwa Pancasila yang terdiri atas lima sila, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan