• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN DAMPAK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP JAWA DAN KALIMANTAN. (Sumber SLHD 2000)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENDALIAN DAMPAK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP JAWA DAN KALIMANTAN. (Sumber SLHD 2000)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PENGENDALIAN DAMPAK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP JAWA DAN KALIMANTAN

P

PR

RO

OP

PI

IN

NS

SI

I

D

DK

KI

I

J

JA

AK

KA

AR

RT

TA

A

(Sumber SLHD 2000)

Setiap kegiatan manusia di alam ini, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Kegiatan manusia yang meningkat dan juga jumlah penduduk yang terus bertambah juga akan memanfaatkan penggunaan sumber daya alam sebagai sumber energi dan hara yang dapat mengganggu sistem energi dan sistem hara dalam lingkungan.

Lingkungan juga mempunyai potensi untuk menyembuhkan kembali sistemnya apabila gangguan tersebut tidak melebihi daya dukung lingkungan, sedangkan bila terlampaui maka mulai terjadi masalah lingkungan karena kualitasnya akan menurun bahkan sampai rusak dan tidak dapat diperbaiki kembali atau lingkungan telah tercemar. Lingkungan yang tercemar akan mengurangi kemanfaatannya bagi kehidupan makhluk, terutama manusia. Untuk itu sumber pencemaran harus dikenali dan kemudian dikendalikan.

Salah satu upaya dalam pengelolaan lingkungan adalah mengatur beban pencemaran dari sumbernya baik sumber pencemaran udara, air maupun limbah padat sehingga informasi tentang besarnya beban pencemaran dari setiap sumber amat berguna dalam upaya pengelolaan lingkungan tersebut.

A. PENCEMARAN UDARA

Pencemaran udara di DKI Jakarta secara umum diakibatkan oleh tiga jenis kegiatan yaitu industri pengolahan, transportasi dan kegiatan rumah tangga atau domestik.

Berdasarkan sifat kegiatannya sumber pencemaran tersebut dibedakan menjadi:

1. Sumber tetap yang berasal dari kegiatan proses industri pengolahan konsumsi bahan bakar dari industri dan rumah tangga (pemakaian bahan bakar dan pembakaran sampah padat);

2. Sumber bergerak yang berasal dari pembakaran bahan bakar pada kegiatan transportasi (kendaraan bermotor, kapal terbang dan kapal laut)

3. Pembuangan limbah padat atau pembakaran limbah padat. 1. Sumber Pencemaran dari Sumber Tetap

Di wilayah DKI Jakarta terdapat berbagai jenis industri yang berpotensi mencemari udara, antara lain industri makanan, industri minuman, industri kayu dan olahan kayu, industri kimia dasar, industri mineral non logam, industri logam dasar dan sebagian industri tekstil.

Dari sejumlah 3.450 industri yang tergolong besar dan sedang pada tahun 1998, sebagian industri tersebut turut memberi kontribusi terhadap pencemaran udara di DKI

(2)

Jakarta, karena selain dari proses produksi, pencemaran udara pada industri pengolahan juga terjadi akibat dari pembakaran bahan bakar yang dipakai dalam proses industri untuk utilitas. Jumlah pemakaian bahan bakar bagi kegiatan tungku industri/komersial adalah batubara muda : 60.540 ton/tahun; residu minyak bumi 2.6660 ton/tahun; destilasi minyak bumi : 186.080 ton/tahun; gas cair : 75.000.000 m3/tahun dan gas alam : 198.740.000 m3/tahun.

Sumber pencemar tetap lainnya selain industri yaitu pembangkit tenaga listrik dan tungku domestik yang disebabkan oleh pemakaian bahan bakar minyak (BBM), jumlah pemakai BBM oleh pembangkit tenaga listrik sebesar 1.417.000 ton/tahun dan gas :4.761.200 m3/tahun sedangkan bahan bakar yang dikonsumsi untuk tungku domestik yaitu kayu bakar : 80 ton/tahun, destilasi minyak bumi 11.110 ton /tahun : minyak tanah 1.030 ton/tahun dan gas cair : 771.000 m3/tahun.

2. Sumber Pencemaran dari Sumber Bergerak

Sumber pencemaran dari sumber bergerak yang terbesar dari kendaraan bermotor. Jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta laju pertumbuhannya mencapai 10,79 persen pertahun dan hal ini tidak seimbang dengan pertambahan badan jalan sehingga kondisi ini yang menyebabkan kemacetan lalulintas yang pada akhirnya akan meningkatkan pencemaran udara. Hal ini didukung oleh adanya hubungan antara besarnya arus migrasi, sebaran kawasan perumahan, tenaga kerja yang memasuki Jakarta dan jarak ke sekolah.

Jumlah kendaraan bermotor di wilayah DKI Jakarta mencapai 3.053.189 unit kendaraan pada tahun 1998. Padatnya kendaraan di DKI Jakarta ini di sebabkan oleh tingginya penggunaan kendaraan pribadi akibat masih kurangnya kendaraan umum serta banyaknya tenaga kerja yang bertempat tinggal di luar Jakarta juga akan menambah beban lalulintas di DKI Jakarta.

Makin banyak jumlah kendaraan bermotor yang ada dan dipakai dengan sendirinya meningkatkan bahan bakar. Jumlah pemakaian bahan bakar untuk kegiatan transportasi yaitu bensin sebesar 1.911.490 ton/tahun dan solar sebanyak 1.492.540 ton/tahun. Selain transportasi darat jumlah kapal terbang yang mendarat (255.980 kali/tahun) dan kapal laut (21.000 kali/tahun) juga merupakan sumber pencemaran. Pemakaian bahan bakar minyak bumi pada tuirbin gas tetap adalah : 389.390 ton/tahun

3. Sumber Pencemaran dari Pembuangan Limbah Padat

Berdasarkan hasil survey Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, 1998 di DKI Jakarta masih ditemukan adanya masyarakat yang membakar sampah secara terbuka. Jumlah limbah padat (domestik) yang dibakar secara terbuka yaitu sebesar 82.520 ton/tahun dan yang dibakar dalam tungku (incenerator) sebesar 19.960 ton/tahun dan dari limbah industri sebesar 38.490 ton/tahun.

4. Pengendalian Pencemaran Udara

Pengendalian pencemaran udara adalah suatu upaya untuk menurunkan jumlah dan kadar pencemaran udara dari sumber.

(3)

a. Pemasangan alat pengendalian pencemaran (disebut end of pipe treatment), dimana bahan pencemar tidak dikeluarkan tetapi dikumpulkan, misalnya scrubber, saringan atau skimmer. Penggunaan sistem ini masih menghasilkan limbah padat yang perlu ditangani dengan baik dan benar agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan lainnya;

b. Netralisasi pencemaran. Beberapa pencemar bisa dihilangkan sama sekali secara biologis atau kimiawi, misalnya aerasi menghilangkan larutan biologis dengan percepatan proses pembusukan;

c. Daur ulang limbah, memanfaatkan limbah secara ekonomis dalam proses sendiri atau dalam proses lain;

d. Pencegahan limbah, misalnya penutupan bocoran, pencegahan tumpukan limbah atau pemakaian kemasan yang dapat dipakai kembali;

e. Khusus bagi kendaraan bermotor, untuk mengurangi pencemaran dengan menambahkan catalityic convector bagi kendaraan yang menggunakan bahan bakar tidak menggunakan timbal (Pb);

f. Mengganti bahan bakar kendaraan dengan bensin tanpa timbal dan berkadar sulfur rendah atau bahan bakar gas.

Dengan mengacu pada hasil penelitian dan hasil pengawasan yang dilaksanakan terhadap emisi dari industri, kendaraan maupun dari sumber tetap adalah sebagai berikut :

Tingkat Pengendalian Pencemaran Udara

Jenis Sumber Tingkat Pengendalian

1. Sumber tetap 25 – 90%

2. Sumber bergerak 75 – 90%

3. Industri pengolahan 85%

4. Pembuangan limbah padat 0 – 75%

Keterangan : Hasil olahan Tim NKLD 1999 B. PENCEMARAN AIR

Dalam memenuhi kebutuhan air bersih di DKI Jakarta, PDAM DKI Jakarta sampai saat ini baru dapat menyediakan air dengan kapasitas 15.230 liter/detik (PDAM DKI Jakarta, 1996) atau baru dapat melayani 53,5% penduduk DKI Jakarta. Akibatnya masih banyak penduduk dan industri yang memanfaatkan air tanah sebagai air bersih maupun untuk proses produksi.

• Volume limbah cair

Sumber limbah cair yang mengeluarkan limbah cair terbesar adalah industri tekstil (93% dari total pembuangan industri pengolahan)

• Beban awal pencemaran air

Beban awal pencemaran air DKI Jakarta dibagi atas beban pencemaran dari kegiatan agro industri, industri pengolahan dan kegiatan domestik

Beban total pencemaran air ditinjau dari beban BOD, COD dan SS dari sumber agro industri, industri pengolahan dan domestik yaitu BOD: 1.223.144,34 ton/tahun; COD : 1.159.815,06 ton/tahun dan SS : 722.587,34 ton/tahun. Beban unsur lainnya yang

(4)

terukur yaitu Total Disolved Solid (TDS): 1.753.924,91 ton/tahun; minyak dan lemak : 12.757,08 ton/tahun dan Nitrogen : 21.571,75 ton/tahun.

Potensi pencemaran air yang terbesar adalah kegiatan Industri Pengolahan (+90% dari beban pencemaran air), sehingga pengelolaan limbah cair yang berasal dari kegiatan industri harus merupakan kewajiban bagi setiap penaggung jawab agar limbah cairnya memenuhi baku mutu sebelum di buang ke badan air. Potensi pencemaran air berasal dari kegiatan industri pengolahan yaitu 1.182.960,29 ton/tahun.

Di wilayah DKI Jakarta saat ini sistem saluran limbah baru tersedia di Kelurahan Setiabudi, Jakarta Selatan dengan jumlah pelanggan sebanyak 200.000 orang. Hasil perhitungan beban awal COD, dari sumber industri pengolahan sebesar 1.080.171,86 ton/tahun dan sumber domestik sebesar 79.643,20 ton/tahun.

Beban awal zat padat tersuspensi (SS), distribusinya adalah 620.298,24 ton/tahun dari industri pengolahan, kegiatan domestik sebesar 79.643,20 ton/tahun dan dari kegiatan agro industri : 22.645,90 ton/tahun.

1. Upaya Pengendalian Pencemaran Air

Upaya penurunan beban limbah khususnya dari kegiatan industri pengolahan dilakukan memalui Program Kali Bersih (Prokasih) yang dilaksanakan sejak tahun 1989. Hasil evaluasi dari peserta Prokasih DKI Jakarta terhadap upaya penurunan beban limbah terlihat dari upaya setiap peserta untuk membuat unit pengolah limbah dengan effisiensi rata-rata sebesar 75% dan adanya upaya minimasi limbah sebesar 10%.

Dalam kegiatan agro industri upaya pengendalian limbah cair masih sangat rendah, ditandai dengan seringnya terjadi kasus pencemaran dilokasi peternakan. Pada kegiatan domestik secara umum di DKI Jakarta untuk kegiatn cuci dan mandi masih mebuang secara langsung ke sungai sedangkan untuk limbah toilet di tampung dalam septik tank dengan sistem rembesan atau overflow. Adanya sistem saluran drainase (sewerage sistem) baru pada Kelurahan Setiabudi jakarta Selatan sebagai daerah percontohan. Efisiensi yang dicapai untuk pengolahan terpadu limbah domestik sebesar kurang lebih 80%.

Upaya lainnya yang dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta antara lain dengan meningkatkan pengawasan secara berkala melalui kewajiban dari setiap penanggungjawab kegiatan untuk memeriksakan limbah cairnya setiap 3 bulan ke Laboratorium Bapedalda DKI Jakarta serta melaksanakan swapantau disamping meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan RKL/RPL kegiatan wajib Andal serta UKL/UPL dari kegiatan tidak wajib Andal oleh Instansi Pembina (Dinas Perindustrian, Dinas Pariwisata, Dinas Kesehatan, BKPMD dll). Dengan adanya upaya pengendalian terhadap limbah cair dari sumber-sumber kegiatan tersebut maka beban limbah yang akan dibuang kebadan air akan berkurang.

Perkiraan beban akhir (setelah upaya pengolahan) atau beban yang akan dibuang ke lingkungan khususnya badan air untuk unsusr BOD sebesar 275.608,52 ton/tahun; COD 289.770,60 ton/tahun dan SS 223.312,93 ton/tahun. Volume limbah cair sebesar 920.378,23 m3/tahun.

(5)

Besarnya beban limbah cair yang masuk kebadan air ini akan berpengaruh terhadap kualitas air sungai sebagai badan air penerima. Besarnya dampak yang timbul akan tergantung selain dari beban limbah yang diterima juga dari debit air sungai. Sungai-sungai di wilayah DKI Jakarta seluruhnya berasal dari Jawa Barat sehingga selain menampung beban limbah akibat kegiatan di DKI Jakarta sudah membawa limbah dari Botabek.

Debit yang masuk ke wilayah DKI Jakarta juga sangat tergantung dari pengaturan pintu air yang ada di Jawa Barat, sehingga kadang-kadang ada beberapa sungai di DKI Jakarta yang debitnya hampir nol, akibatnya seluruh air yang mengalir di sungai tersebut adalah limbah cair sehingga kualitasnya menjadi buruk. Selain melaksanakan pengawasan terhadap sumber-sumber pencemaran (Prokasih), Pemda DKI Jakarta juga melaksanakan upaya-upaya peningkatan/perbaikan sungai, sosialisasi kebersihan dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat.

B. PENCEMARAN LIMBAH PADAT

Sumber limbah padat di wilayah DKI Jakarta berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah domestik pada umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Komposisi sampah di wilayah DKI Jakarta dimaksud disajikan dalam tabel dibawah ini.

KOMPOSISI SAMPAH DI DKI JAKARTA Tahun Komposisi 1995/1996 (%) 1999/2000 (%) 1. Kertas 10.18 10.11 2. Kayu 0.98 3.12 3. Kain 1.57 2.45 4. Karet/kulit tiruan 0.55 0.55 5. Plastik 7.86 11.08 6. Metal 2.04 1.90 7. Gelas/kaca 1.75 1.63 8. Organik 74.21 65.05

9. Bakteri, kulit telur, dll 0.86 4.11

Sumber: Dinas Kebersihan DKI Jakarta

Dilihat dari komposisi sampah di DKI Jakarta terlihat bahwa secara umum sampah terdiri dari sampah organik (65,05%) dan anorganik (34,95%). Dari perbandingan komposisi sampah pada tahun 1995/1996 dan 1997/1998 terlihat adanya kenaikan jenis sampah plastik, kayu dan kain sedangkan sampah organik menurun.

Berdasarkan hasil perhitungan jumlah penduduk, jumlah limbah domestik dari rumah tangga adalah sebesar 3.755.520,0 ton/tahun; lumpur dari septic tank sebesar 45.843.86 ton/tahun dan yang bersumber dari industri pengolahan sebesar 439.219,59 ton/tahun.

Dengan sarana dan prasarana yang ada pada Dinas kebersihan DKI Jakarta yaitu truk sampah sebanyak 728 buah; gerobak sampah 6.739 buah; gerobak celeng 2.129 buah;

(6)

truk tinja 122 buah; mobil toilet 24 buah, pelayanan terhadap penanganan sampah baru mencapai 85% dari total sampah dan sisanya (15%) ada yang dibakar, ditimbun, dibuang ke sungai dan dimanfaatkan untuk proses komposing.

Lokasi pembuangan akhir (LPA) sampah dari DKI Jakarta di Bantar Gebang Bekasi seluas 108 Ha, dapat menampung sampah sebanyak 18.000 m3/hari, tetapi pada realisasinya jumlah sampah yang dibuang lebih besar dari 18.000 m3/hari disamping juga menampung buangan dari Kabupaten Bekasi. Hal ini mempengaruhi operasional dari LPA sehingga proses sanitary landfill tidak dapat diterapkan secara sempurna. Hal lain yang juga mempengaruhi operasional di LPA adalah banyaknya pemulung (diperkirakan berjumlah + 5000 orang) yang bertempat tinggal di sekitar LPA dengan kondisi rumah dan sanitasi yang tidak memadai.

Akibat operasional yang tidak sempurna, maka timbul pencemaran terhadap badan air di sekitar LPA dan air tanah akibat limbah serta timbulnya kebakaran karena terbakarnya gas methan. Untuk mengatasi hal ini Dinas Kebersihan telah melakukan kegiatan-kegiatan antara lain :

1. Menambah fasilitas Unit Pengolahan Limbah dan meningkatkan effisiensi pengolahan sehingga kualitas limbah memenuhi persyaratan untuk dibuang;

2. Meningkatkan/memperbaiki penanganan sampah sesuai dengan prosedur sanitary landfill ;

3. Membantu masyarakat sekitar LPA dengan menyediakan air bersih, Puskesmas dan ambulance;

4. Mengatur para pemulung agar tidak mengganggu op[erasional LPA.

Beban limbah padat dari industri pengolahan umumnya yang berbentuk sampah organik akan ditangani oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta sedangkan sampah berbahaya dan beracun (B-3) akan diolah di tempat Pengolahan Limbah B-3 Cileungsi Bogor. Secara umum limbah padat industri sudah ditangani sebanyak 75% dibawah pengawasan atau wewenang Pemerintah Pusat.

Dengan dasar persentasi penanganan limbah padat tersebut maka masih ada limbah padat yang belum tertangani yaitu sejumlah 1.236.149,78 ton/tahun yang terdiri atas 575.345,66 ton/tahun limbah padat domestik, 11.460,97 ton/tahun limbah lumpur dan limbah industri pengolahan sebesar 649.343,15 ton/tahun., yang dapat menimbulkan pencemaran apabila tidak segera ditangani dengan baik.

C. PENCEMARAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN 1. Industri Kecil

Berdasarkan data Dinas Perindustrian DKI Jakarta pada tahun 1998 jumlah industri kecil yang diperkirakan potensial menghasilkan limbah B3 sebanyak 1.633 buah, yaitu:

1 Percetakan 1.554 buah

2 Elektroplating 12 buah

3 Penyamakan kulit 6 buah

4 Cat 27 buah

5 Batik 2 buah

(7)

7 Loundry 1 buah

8 Sablon 20 buah

9 Zat warna 1 buah

10 Bahan agrokimia 1 buah

2. Industri Besar

Berdasarkan data dari BKPMD DKI Jakarta (1998) jumlah kegiatan penghasil limbah B3 sebanyak 417 kegiatan yang terdiri atas:

1 Tekstil 31 buah

2 Percetakan 64 buah

3 Kimia dasar 164 buah

4 Farmasi 34 buah

5 Logam dasar 16 buah

6 Perakitan kendaraan 10 buah

7 Baterei kering dan aki 5 buah

8 Industri pengawetan dan pengolahan kayu 33 buah

9 Rumah sakit 99 buah

10 Laboratorium klinis 146 buah

Mengingat banyaknya jumlah jenis kegiatan yang berpotensi menghasilkan limbah B3, tetapi pengelolaan limbah B3 sangat khusus serta biaya yang masih relatif mahal maka sampai saat ini belum seluruh kegiatan penghasil limbah B3 melaksanakan pengolahan dengan baik, terutama dengan industri kecil karena pada umumnya mereka membuang langsung ke sungai atau perairan lainnya maka perairan tersebut menjadi tercemar. Sarana pengolahan limbah B3 yang ada saat ini yaitu pusat Pengolahan Limbah Industri Bahan Berbahaya dan Beracun (PPLI-B#) di Cileungsi, Bogor yang dikelola oleh PT Prasadha Pamunah Limbah Industri.

Kawasan industri Pulo Gadung (PT JIEP), terdapat 420 perusahaan yang terdiri dari jenis industri:

Pengecoran : 4 perusahaan

Perakitan logam : 115 perusahaan

Konstruksi : 21 perusahaan Percetakan : 50 perusahaan Kimia : 38 perusahaan Makanan : 30 perusahaan Farmasi : 38 perusahaan Garmen : 21 perusahaan Elektronik : 34 perusahaan Lain-lain : 65 perusahaan

Dari 420 perusahaan diatas, sejumlah 74 perusahaan telah menjadi pelanggan PT.PPLI untuk mengolah limbahnya dan sejumlah 30 perusahaan lainnya sedang dalam tahap negosiasi dengan PT PPLI.

(8)

Untuk mengatasi hal tersebut maka Bapedal bekerjasama dengan Pemda DKI Jakarta telah melaksanakan penandatanganan SUPER-B3 sebanyak 40 industri sedangkan sebagian besar lainnya belum melaksanakan. Kegiatan (aktivitas) yang dilakukan dalam SUPER B3 tersebut adalah setiap industri harus mengolah limbah yang dihasilkan dalam proses industri mereka, hingga limbah tersebut memenuhi baku mutu, atau mengirimkan limbahnya ke PPLI-B3 Cileungsi untuk diproses lebih lanjut.

P

PR

RO

OP

PI

IN

NS

SI

I

J

JA

AW

WA

A

B

BA

AR

RA

AT

T

I.

PENDAHULUAN

Propinsi Jawa Barat secara geografis berada diantara 5050’ – 7050’ Lintang Selatan dan

1050 – 1090 Bujur Timur. Propinsi ini merupakan wilayah yang terletak paling barat dari

Pulau Jawa. Secara administratif, di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta, sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Banten, sebelah timur berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Sebelum terbentuknya Propinsi Banten, luas wilayah Jawa Barat 44.354,61 km2 atau

4.435.461 hektar; wilayah ini terdiri atas daratan utama (bagian barat Pulau Jawa) dan sejumlah pulau kecil yang terletak di Samudera Hindia (sebanyak 48 pulau), di Laut Jawa (4 pulau).

Propinsi Jawa Barat terdiri atas 15 kabupaten, 8 kota dan 5 kota administratif. Beberapa kota dan kabupaten yang langsung berbatasan dengan Ibukota negara, antara lain Kota Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok. Dengan demikian kota/kabupaten tersebut merupakan wilayah Jawa Barat yang paling merasakan dampak dari dinamika pembangunan yang terjadi di wilayah DKI Jakarta. Dampak yang paling menonjol adalah perkembangan yang sangat pesat di sektor pemukiman dan industri. Perkembangan sektor-sektor tersebut berakibat pada perubahan tatanan lingkungan.di wilayah-wilayah tersebut.

Perubahan penduduk baik dalam hal jumlah maupun komposisi dan penyebarannya akan mempunyai dampak yang sangat luas terhadap berbagai aspek kehidupan. Penduduk dengan segala aktivitasnya merupakan salah satu komponen penting dalam permasalahan lingkungan karena diantara penyebab kerusakan maupun lestarinya lingkungan bergantung pada kuatitas dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar tanpa kualitas yang baik cenderung menjadi beban bagi lingkungan dan pembangunan. Masalah utama di bidang kependudukan yang dihadapi Propinsi Jawa Barat sekarang adalah :

ƒ angka pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi;

ƒ struktur umur penduduk yang masih didominasi penduduk usia muda; ƒ persebaran penduduk yang tidak merata;

ƒ kualitas penduduk yang masih rendah.

(9)

Adapun jumlah penduduk Jawa Barat sampai tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 1 dimana laju pertumbuhan penduduk (LPP) untuk periode1990-2000 sebesar 2,03 %. LPP laki-laki 2,16 % dan LPP perempuan sebesar 1,90 %.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Jawa Barat

Jumlah Penduduk 1990 2000

Jumlah penduduk (jiwa) 35.381.000 43.255.549 Jumlah penduduk laki-laki (jiwa) 17.735.400 21.963.252 Jumlah penduduk perempuan (jiwa) 17.645.600 21.292.297

Sumber : BPS Jawa Barat 2000

Implikasi pembangunan yang telah dilaksanakan menyebabkan aktifitas penduduk tumbuh pesat terutama dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang menghasilkan limbah. Limbah dihasilkan oleh berbagai proses aktifitas manusia pada berbagai sektor baik dari sektor industri, rumah tangga, komersil, perkantoran, rumah sakit dan kegiatan lainnya.

Berdasarkan kegiatan sektor-sektor pembangunan yang ada di Jawa Barat maka berdasarkan sumber limbahnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Limbah Pertanian 2. Limbah Perkebunan 3. Limbah Kehutanan

4. Limbah Pertambangan dan Energi 5. Limbah sektor Perumahan

6. Limbah sektor Pariwisata 7. Limbah sektor Perhubungan 8. Limbah sektor Kesehatan

II.

SUMBER PENCEMARAN

2.1. Pencemaran Udara

2.1.1. Pencemaran Udara dari Industri Pengolahan Tekanan

Di Jawa Barat pada umumnya sumber utama penyebab pencemaran udara yaitu sektor transportasi (kendaraan bermotor), sektor pemukiman, sektor industri dan limbah padat (perubahan sampah dan proses dekomposisi). Secara umum, jumlah terbesar pencemar di emisikan dari kegiatan industri yaitu sebesar 93 persen kemudian sisanya dari kegiatan domestik dan transportasi.

Sumber pencemaran dari industri pengolahan di Jawa Barat bersumber dari industri : makanan dan minuman, pulp dan kertas, kimia dasar, mineral non logam, logam dasar, semen, kayu, logam dan olahan non logam.

Status

Data yang berhasil dikumpulkan sebanyak 24 kabupaten/kota dari 28 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat, didapat total beban pencemaran dari kegiatan industri pengolahan pada Tabel 2 berikut :

(10)

Tabel 2. Beban Pencemaran Udara dari Industri Pengolahan Beban Pencemaran Udara

(Ton/sat) No Jenis

Sumber

Debu SO2 NO2 THC CO Lainnya

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Ind.Kimia Dasar Ind. Pulp & Kertas Ind. Mineral Non Logam Ind. Tekstil Ind. Logam Dasar Ind. Makanan & Minuman Ind. Kayu, logam & olahan non logam 14.692.78 2.287.206.28 1.623.720.55 14.874.552.6 49.160.90 3.820.77 1.059.77 2.438.40 30.493.90 0.00 90.109.4 0.00 0.00 0.00 2.280.00 2.059.52 0.00 14.108.8 0.00 0.00 5.495.36 30.032.55 45.294.54 0.00 41.518.01 65.61 0.00 0.00 0.00 4.548.06 0.00 116.370.09 353.027.60 0.00 1.515.25 72.915.14 10.878.700 0.00 652.50 0.00 0.00 0.00 Jumlah 18.854.312.1 123.042.74 23.944.68 115.910.71 475.461.00 84.446.34

Kontribusi beban pencemaran dari berbagai jenis industri pengolahan di Jawa Barat menunjukkan bahwa parameter debu masih mendominasi karena partikel debu memang berkaitan erat dengan proses pengolahan di dalam industri tersebut. Beban tingkat kedua yaitu CO yang dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung karbon yang belum sempurna. Industri logam dasar merupakan sumber beban pencemaran CO tertinggi. Peringkat ketiga berasal dari industri pengolahan yaitu SO2 dan industri tekstil

merupakan sumber beban pencemaran tertinggi.

2.2.2. Pencemaran Udara dari Sumber Bergerak

Sumber bergerak adalah sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kendaraan bermotor. Sumber pencemaran bergerak diambil pada sumber bergerak dari data kendaraan bermotor yang terdapat di Jawa Barat. Data yang diperoleh berdasarkan proyeksi jumlah kendaraan bermotor pada tahun 2000 sebanyak 392.779.000 buah.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka kota-kota besar yang ada di Jawa Barat memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap beban pencemaran udara terutama Kota Bandung karena meningkatnya jumlah sarana transportasi baik darat maupun udara yang diimbangi dengan meningkatnya jumlah konsumsi bahan bakar.

Status

Beban pencemaran udara dari sumber bergerak tahun 1998 dan 2000 dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3 tersebut terlihat bahwa parameter CO kontribusinya sangat besar. Hal ini sebagai akibat jumlah kendaraan yang mengkonsumsi bahan bakar belum dilengkapi dengan alat pengendali gas buang berupa katalisator, disamping itu masih banyak masyarakat yang jarang melakukan pemeriksaan mesin kendaraannya untuk menghindari sistem pembakaran yang tidak sempurna.

(11)

Berdasarkan data beban pencemaran tahun 1998 bahwa kenaikan rata-rata dari masing-masing parameter cukup besar yaitu sekitar 85 %. Ini diakibatkan oleh kenaikan jumlah pengguna kendaraan setiap harinya dimana masih banyak yang menggunakan kendaraan yang sudah tidak laik pakai atau tingginya harga suku cadang karena kurangnya daya beli masyarakat sehingga perbaikan kendaraan jarang dilakukan.

Tabel 3. Beban Pencemaran Udara Sumber Bergerak Tahun 1998 dan 2000 No. Parameter Pencemaran (ton/tahun) Jumlah Beban

Tahun 1998 Jumlah Beban Pencemaran (ton/tahun) Tahun 2000 1. 2. 3. 4. 5.

Carbon Monoksida (CO) Hidro Carbon (HC) Nitrogen Oksida (NO) Sulfur Dioksida (SO2)

Debu 113.208.00 9.918.00 5.503.00 421.00 544.00 268.378.40 23.511.75 13.046.15 1.003.55 1.290.28

Sumber : NKLD Buku II Propinsi Jabar 1998 dan BPS Propinsi Jabar 2000 2.2.3. Pencemaran Udara dari Sumber Domestik

Status

Sumber pencemaran domestik haruslah tetap diperhitungkan walaupun kontribusinya terhadap pencemaran udara kecil. Perhitungannya didasarkan atas jumlah dan kegiatan penduduk dalam mengkonsumsi bahan bakar. Dari 26 kabupaten/kota di jawa Barat dengan jumlah penduduk 43.255.500 jiwa, memiliki beban pencemaran udara domestik dengan asumsi faktor emisi (kg/tahun) NOx sebesar 2,3; SOx sebesar 17,5 dan debu sebesar 3.

Tabel 4. Beban Pencemaran Udara dari Sumber Domestik No. Parameter Pencemaran (ton/tahun) Jumlah Beban

Tahun 1998

Jumlah Beban Pencemaran (ton/tahun)

Tahun 2000 1.

2. 3.

Nitrogen Oksida (NOx) Sulfur Dioksida(SO2) Debu 120.402,00 916.101,00 157.046,00 99.488,10 756.978,80 129.767,00

Sumber : NKLD Buku II Propinsi Jabar 1998 dan BPS Propinsi Jawa Barat tahun 2000

Berdasarkan Tabel 4 di atas jika dibandingkan selama dua tahun periode terjadi penurunan beban pencemaran udara dari sumber domestik sebesar 18 % walaupun tingkat pertumbuhan penduduk Jawa Barat mengalami kenaikan sebesar 2 %.

Respon

Sebagai upaya untuk menurunkan pencemaran udara, pemerintah telah melakukan kegiatan sebagai berikut :

a.

Penyelamatan jalur hijau yang bekerjasama dengan pihak instansi terkait lainnya, terutama di jalaur-jalur hijau perkotaan dengan memperbanyak pohon-pohon dan tanaman kota.

(12)

b.

Penyempuranaan SK Gubernur Kepala Daerah Tk. I Jawa Barat No. 660.32/SK/1433-HUK/1996 tentang Pembentukan Pelaksanaan Program Langit Biru Propinsi Jawa Barat.

c.

Penanganan bersama dengan Pemda Kabupaten Bogor atas kasus pencemaran udara akibat kegiatan daur ulang aki bekas di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor.

d.

Penelitian oleh Balai Penelitian Teknologi Tepat Guna (BPTTG) LIPI Subang yang hasilnya berupa tungku hemat energi dengan polusi rendah.

e.

Proses MOU tentang pengoperasian Stasiun Bergerak antara Pemerintah Daerah Jawa Barat dan Bapedal dalam rangka persiapan bantuan Australia.

2.2. Pencemaran Air Tekanan

Pertumbuhan jumlah penduduk serta perkembangan di bidang industri ternyata membawa dampak negatif bagi kehidupan manusia karena dapat menyebabkan penurunan kualitas air yang ada. Menurut buku pedoman yang dikeluarkan oleh Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, sumber pencemaran air yang dapat diperhitungkan dalam pencemaran air adalah berasal dari industri pengolahan dan kegiatan domestik.

Status

2.2.1. Pencemaran Limbah Cair dari Industri Pengolahan

Berdasarkan sumber pencemaran air dari industri pengolahan yang ada di Jawa Barat, volume limbah tertinggi terdapat di Cirebon dengan total volume limbah 161.067 m3/tahun sedangkan volume limbah di Jawa Barat sendiri sebanyak 900.008 m3/tahun.

Jumlah beban pencemar masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 5. 2.2.2. Pencemaran Limbah Cair dari Agro Industri

Limbah Agro Industri berasal dari sisa-sisa organik berupa kotoran-kotoran hewan ternak dan sisa makanan yang membusuk yang bercampur dengan air menyebabkan beban pencemaran tinggi. Volume limbah di sektor Agro-industri sebanyak 3.702,46 m3/tahun. Jumlah beban pencemar masing-masing parameternya dapat dilihat pada

Tabel 5.

2.2.3. Pencemaran Limbah Cair Domestik

Limbah domestik berasal dari sisa-sisa organik dari kegiatan rumah tangga sehari-hari. Jumlah besaran pencemaran yang ada di Propinsi Jawa Barat secara keseluruhan dengan volume limbah domestik sebanyak 1.653.002 m3/tahun sedangkan untuk

(13)

Tabel 5. Beban Pencemaran Air dari Industri Pengolahan, Agro Industri dan Domestik

Jumlah (m3/ton)

No Parameter Industri

Pengolahan Agro Industri Domestik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Biological Oxygen Demand (BOD)

Chemical Oxygen Demand (COD) Suspended Solid (SS)

Total Dissolved Solid (TDS) Nitrogen

Minyak dan Lemak Lainnya 1.348.957,90 280.072,18 692.792,90 489.523,14 10.489,57 103.564,15 150.515,63 45.882,50 - 314.525,64 - 14.718,19 - - 516.963,00 1.160.510,00 651.022,00 1.291.430,00 117.762,00 0,00 0,00

Sumber : BPS Propinsi Jawa Barat, 2000 2.2.4. Pemantauan Buangan Limbah Cair

Dari 40 industri prioritas yang dipantau Prokasih X Jawa Barat pada tahun 1998/1999, pada tahun 1999/2000 meningkat menjadi 50 industri dengan frekuensi pemantauan 5 (lima) kali. Pada Tabel 6 berikut hasil pemantauan buangan limbah cair ke badan air (sungai) yang merupakan hasil pantauan Prokasih XI 1999/2000.

Tabel 6. Titik Pantau Air Sungai Prokasih XI 1999/2000

No. Nama Sungai Ruas

1. Ciujung 1. Ciujung Pamarayan

2. Ciujung - Tegalmaja 2. Cisadane 1. Cisadane-Cisalopa 2. Cisadane-Serpong 3. Cisadane-Pasar Baru 4. Cisadane-Teluk Naga 3. Ciliwung 1. Ciliwung-Cisarua 2. Ciliwung Depok 4. Cileungsi 1. Cileungsi-Pekapuran 2. Cileungsi-Cileungsi 5. Citarum 1. Citarum-Wangisagara 2. Citarum-Cijeruk 3. Citarum-Nanjung 4. Citarum-Curug 5. Citarum-Tanjung Pura

(14)

Tabel 7. Beban Pencemaran dari Titik Pantau Air Sungai Kegiatan Prokasih 1999/2000

Sungai No. Pencemaran Beban

(kg/hari) (3 industri) Ciujung (3 industri) Cisadane (4 industri) Ciliwung (4 industri) Cileungsi (36 industri) Citarum 1. 2. 3. BOD5 COD TSS 9274.93 15921.26 5247.91 80.48 247.93 51.18 1071.41 1938.13 1670 6420.87 11033.24 234.07 1192.2 3262.01 655.12

Sumber : Laporan Kegiatan Prokasih tahun 1999/2000 Catatan : data S.Citarum hanya diambil dari ruas Wangisara-Cijeruk (10 industri)

Pada Tabel 7 di atas adalah beban pencemaran dari titik pantau air sungai kegiatan Prokasih 1999/2000. Berdasarkan pentaatan terhadap Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) yang sesuai dengan persyaratan Keputusan Gubernur No. 6 Tahun 1999, telah diberikan saran teknis kepada 11 industri (22 %) dan surat teguran kepada 10 industri (20 %).

Respon

Untuk mengatasi makin berkembangnya pencemaran air, maka dilakukan upaya sebagai berikut :

a.

Penerapan Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) untuk seluruh sumber pencemar baik industri pengolahan, agro industri maupun domestik. Untuk kegiatan industri pengolahan, Gubernur Jawa Barat telah mengeluarkan SK Gubernur No. 6 Tahun 1999 tentang Standar Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri di Jawa Barat

b.

Dikeluarkannya Saran Teknis kepada 11 industri agar kualitas limbah cairnya

memenuhi BMLC yang telah ditetapkan dan Surat Teguran kepada 10 industri.

c.

Menanggapi permasalan pencemaran air limbah industri di Rancaekek, telah dikeluarkannya SK Wakil Gubernur No. 660.3/446/Bapedalda Propinsi Jawa Barat tanggal 20 Februari 1999 untuk segera melaksanakan langkah kongkrit sesuai dengan fungsinya.

d.

Penerapan Pengolahan Limbah Organik/Gulma Air sebagai Bahan Baku Kertas

e.

Melakukan langkah pembinaan antara lain :

- Teknis pengelola informasi dampak lingkungan hidup di Jawa Barat dengan peserta sebanyak 300 orang yang terdiri dari masyarakat, LSM, guru, LKMD dan pramuka.

- Workshop pembinaan Prokasih 2005 kepada aparat Pemerintah Kabupaten/Kota (Bapedalda, Bappeda, PU Pengairan, Laboratorium) pada bulan Novemver 1999.

- Workshop evaluasi dan pembinaan Prokasih 1999/2000 kepada masyarakat industri bulan Maret 2000.

f.

Menindaklanjuti pengoperasian IPAL Sukaregang sebagai Instalasi Pengolahan Air Limbah untuk Industri Penyamakan Kulit di Garut, kegiatan yang sedang dilakukan adalah :

- Uji coba IPAL zona I yang dibiayai oleh Pemda Kabupaten Garut dan IPAL zona II yang yang dibiayai Bapedal Pusat

- Serah terima IPAL II dari Pemda Pusat (Bapedal) kepada Pemda Kabupaten Garut dilaksanakan pada tanggal 8 April 2000

(15)

g.

Menindaklanjuti permasalahan IPAL Cisirung sebagai bangunan pengelolaan limbah cair dari industri di sentra industri Bandung bagian Selatan.

2.3. Pencemaran Limbah Padat Status

Berdasarkan data yang ada, limbah padatan yang berasal dari sumber industri pengolahan, sumber industri non pengolahan yang ada di Jawa Barat pada tahun 2000 ini diwakili oleh 10 kabupaten/kota dan data ini mengalami kenaikan yang pada tahun sebelumnya yang hanya diwakili 8 kabupaten/kota.

Berdasarkan data dari BPS Jawa Barat tahun 2000, jumlah beban pencemaran limbah padat industri pengolahan dari 257 jenis industri yang tercatat, Kabupaten Bogor tercatat memiliki beban pencemaran tertinggi sebesar 540.458,51 ton/tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini :

Tabel 8. Jumlah Limbah Padat dari Industri Pengolahan No. Kabupaten/kota Industri Jumlah Jumlah Limbah (ton/tahun) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kab. Purwakarta Kab. Bogor Kab. Bandung Kab. Karawang Kab. Bekasi Kab. Tangerang Kota Tangerang Kota Serang Kota Bandung Kota Bekasi 13 25 24 21 28 33 35 35 27 16 7.849,68 540.458,51 25.854,68 293.278,52 62.078,74 27.804,08 44.610,21 610.562,52 7.054,71 16.458,81 Jumlah 257 1.636.010.46

Sumber : BPS Propinsi Jawa Barat 2000

Respon

a.

Penerapan pengolahan limbah organik dengan vemikompos

b.

Sosialisasi Penerapan Pengolahan Limbah organik sebagai Bahan Baku Kertas. Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk workshop yang diikuti oleh instansi terkait se-Kabupaten/Kota Jawa Barat.

c.

Peningkatan sumberdaya manusia dalam pengelolaan limbah padat melalui teknologi Efektif Mikro Organisme (EMS) dan pembuatan Bokasi

d.

Penerapan dari pemanfaatan abu incenerator untuk pembuatan batas sampah

e.

Pemanfaatan biogas sebagai alternatif sumber energi

(16)

Tekanan

B3 dari industri

Pembangunan di berbagai bidang industri di satu pihak menghasilkan barang yang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup rakyat tetapi di pihak lain industri juga menghasilkan limbah yang diantaranya limbah B3.

B3 dari Rumah Tanggga (B3 RT)

Dalam PP 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 dijelaskan bahwa bekas kemasan dan B3 juga dikategorikan sebagai limbah B3 yang mana jenis barang tersebut banyak dihasilkan dari aktifitas rumah tangga.

Sampah B3 rumah tangga adalah sampah yang berasal dari aktifitas rumah tangga. Ditinjau dari jumlahnya, kehadiran sampah B3 di dalam timbulan sampah rumah tangga tergolong relatif kecil bila dibandingkan dengan jenis sampah lainnya. (tidak lebih dari 2 % / perkiraan PU. Cipta Karya). Walaupun jumlahnya relatif kecil akan tetapi pola pengelolaan sampah rumah tangga selama ini bermuara di suatu tempat pembuangan akhir yang menerapkan proses penimbunan. Oleh karena itu pada lahan pembuangan akhir tersebut akan terjadi akumulasi limbah B3 RT.

Berdasarkan sumber, jenis dan karakteristik, sampah B3 RT dikelompokkan berdasarkan jenis aktifitas rumah tangga, yaitu bahan dan/atau bekas kemasan produk:

a.

Aktifitas dapur, seperti : kaleng aerosol, pembersih, penyemprot hama, pembersih saluran, pembersih lantai, pengkilat kayu, pengkilat logam, pembersih jendela dan pembersih oven.

b.

Kamar mandi, seperti pembersih yang mengandung alkohol, pembersih kamar mandi dan toilet, pembersi permanen, serta obat kadaluarsa.

c.

Garasi atau perbengkelan seperti anti freeze, oli persneling, dempul, cat, tinner untuk reparasi mobil, minyak rem, cairan pembersih mobil, cat dasar.

d.

Dalam rumah seperti cairan penghilang karat, pengencer cat, cairan untuk mengkilapkan mebel.

e.

Cairan pembunuh serangga, cairan pembunh gulma dan cairan pembunuh serangga

f.

Lain-lain seperti amunisi, cat untuk melukis, baterai, kapur barus, alarm untuk

kebakaran yang sudah kadaluarsa, bahan kimia untuk fotografi.

Status

Pemerintah telah membangun tempat tertentu untuk pembuangan/pepenyimpanan setelah di proses dulu yaitu di PPLI (Pusat Pemusnah Limbah Industri) Nambo Cibinong tahun 1995. Proyeksi timbulan limbah B3 di Jawa Barat dari sektor industri dan rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10 berikut:

Tabel 9. Proyeksi Timbulan Limbah B3 dari Industri sampai Tahun 2000

No. Sektor Jumlah (ton/tahun)

(17)

2.

3. Non medis Medis 117.182,00 458,30 Tabel 10. Jumlah Sampah B3 Rumah Tangga

Jumlah Sampah B3-RT Jenis

Sampah Juli 99 Agustus 99 Februari 2000 Baterai Neon Kaleng cat Spray Obat nyamuk Obat botol Obat kemasan Bekas oli Dll 136 45 41 0 7 0 0 0 2 262 51 73 8 16 3 20 0 13 1155 51 104 8 26 3 524 3 17

Sumber : Data hasil penelitian, sistem pengolahan sampah B3 RT Respon

Untuk penanganan limbah B3 yang berasal dari rumah sakit, Bapedalda Jawa Barat telah mengambil langkah-langkah penanganan yang dilakukan dengan koordinasi terkait, atara lain :

a.

Mengindetifikasi data timbulan medis secara akurat;

b.

Melakukan koordinasi melalui pengembangan jaringan informasi pengelolaan limbah medis antar rumah sakit;

c.

Mengidentifikasi pengolahan sampah medis di setiap rumah sakit termasuk kapasitasnya;

d.

Memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk mengelola limbah medis secara terpadu;

e.

Melaksanakan pengawasan dan pemantauan terhadap emisi dan kondisi alat bakar sampah (insinerator) secara reguler.

III.

SUMBERDAYA ALAM 3.1. Penggunaan Lahan Tekanan

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, kebutuhan akan lahan semakin meningkat pula sehingga akan mengancam keseimbangan lingkungan hidup. Luas penggunaan lahan di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 11 dimana pemanfaatan lahan terbesar digunakan untuk pertanian dengan persentase 27,62 % dari keseluruhan luas Jawa Barat.

(18)

Tabel 11. Luas Penggunaan Lahan di Jawa Barat Tahun 2000 Tahun 1998 Tahun 2000

No Penggunaan Lahan

Luas (km2) % (kmLuas 2) % % Perubahan

1. Permukiman 5.066,81 11,51 5.607,97 12,97 9,6

2. Pertanian 11.290,19 25,65 11.944,30 27,62 5,5

3. Padang Rumput 353,00 0,80 353,00 0,82

-4. Kebun/Ladang/Huma 10.351,91 23,52 10.831,34 25,05 4,4 5. Hutan Rakyat & negara 9.868,77 22,42 1.761,19 4,07 -82,2

6. Perkebunan 3.767,79 8,56 4.012,67 9,28 6,1

7. Lahan lain 3.177,08 7,22 8.596,91 19,88 63,04

8. Waduk/rawa/danau 132,71 0,31 132,71 0,31

-Total 44.008,26 100,00 43.240,09 100,00

Dari Tabel 11 di atas terlihat bahwa pada tahun 2000 penggunaan lahan untuk pemukiman, pertanian, kebun/ladang/huma dan perkebunan mengalami peningkatan. Penggunaan lahan untuk keperluan lain mengalami peningkatan paling besar yaitu 63,04 %. Namun luas lahan hutan rakyat dan negara jadi mengalami penurunan yang sangat besar. Hal ini akibat terjadinya pembukaan hutan secara besar-besaran yang digunakan untuk lahan pemukiman, pertanian, perkebunan dan lain-lain.

Status

Selama ini pemanfaatan sumberdaya alam untuk kegiatan pembangunan telah mengakibatkan rusaknya sumberdaya alam antara lain berkurangnya sumberdaya hutan, hilangnya habitat alami, menurunnya produktivitas lahan pertanian, pencemaran dan erosi tanah, punahnya beberapa spesies langka, bertambahnya lahan kritis dan berkurangnya debit air tanah.

Pembangunan yang pesat membawa perubahan keseimbangan lingkungan. Kawasan yang seharusnya untuk lahan pemukiman kini banyak berubah untuk kawasan pendidikan, perkantoran bahkan perdagangan. Akibatnya timbul beberapa masalah lingkungan, seperti makin kurangnya ruang terbuka, kemacetan lalu lintas yang akan mengakibatkan meningkatnya kadar polusi. Perubahan tersebut juga terjadi di daerah pedesaan dimana banyaknya pembukaan lahan baru untuk pertanian yang tidak terpola dengan baik mengakibatkan perubahan keseimbangan ekosistem, intensitas erosi tanah akan tinggi dan berlangsung cukup lama sehingga lahan tersebut akan menjadi lahan kritis.

Luas lahan kritis dan lahan semi kritis mengalami penurunan jumlah luas pada tahun 2000 sebesar 21 %. Peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk berakibat linier terhadap kebutuhan lahan untuk perumahan. Peningkatan intensifikasi pertanian dapat merubah tingkat kesuburan tanah . Kedua hal tersebut berdampak terhadap penurunan jumlah lahan kritis terbesar di Jawa Barat yaitu Lebak (17.547 Ha),, Majelengka (16.732 Ha) dan Serang (15,450 Ha). Jenis dan luas lahan kritis dapat dilihat pada Tabel 12 berikut :

Tabel 12. Jenis dan Luas Lahan Kritis

No. Jenis Lahan Kondisi Tahun 1999 Luas (Ha) Kondisi Tahun 2000 Luas (Ha) 1. Lahan sangat kritis Belum terdokumentasi Belum terdokumentasi

(19)

2. 3. 4.

Lahan kritis Lahan semi kritis Lahan potensi kritis

175.088 270.033 430.829 137.607 212.577 494.978 Total 875.950 845.162

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat

Lahan potensial kritis mengalami kenaikan jumlah luas sebesar 13 %. Hal ini disebabkan adanya kegiatan-kegiatan yang secara langsung mengakibatkan rusaknya daya dukung tanah/lahan, seperti pemanfaatan lereng-lereng dan pertanian yang tidak terpola.

Respon

Dengan melakukan program rehabilitasi lahan kritis yang terdiri dari Rehabilitasi Catchment Area dalam penanggulangan menurunnya debit mata air di Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Purwakarta. Kegiatan yang dilaksanakan adalah :

a)

Pemulihan kerusakan lahan di sekitar Mata Air Panas dengan tanaman sukun dan karet munding;

b)

Pemulihan kerusakan lahan di sekitar mata air Singkup dengan tanaman Kemiri dan Beringin;

c)

Penyempurnaan sengkedan lahan sekitar areal mata air Kecamatan Pasamahan seluas 5 Ha;

d)

Pengelolaan kawasan lindung yang tersebar di Jawa Barat.

3.2. Sumberdaya Hutan

Hutan di Jawa Barat dibagi dalam beberapa fungsi untuk memenuhi peran hutan sebagai sumberdaya yang memiliki kontribusi untuk aspek perekonomian regional Jawa Barat dan aspek non ekonomi seperti untuk pengatur tata air, pelindung hutan, pencegah erosi, banjir, pemelihara kesuburan tanah, sumber plasma nuftah, pengatur iklim mikro, pariwisata alam serta produsen oksigen. Luas hutan menurut fungsinya di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 13 berikut :

Tabel 13. Luas hutan menurut fungsinya di Jawa Barat

No. Fungsi Hutan Luas (Ha)

1. Hutan Produksi 546.138,56

2. Hutan Lindung 246.329,25

3. Suaka Alam/Wisata 208.267,00

Permasalahan sumberdaya hutan di Jawa Barat antara lain :

a)

Kondisi hutan Jawa Barat saat ini baru mencapai1.000.734 ha atau hanya 22,55 % dari yang semestinya menurut ketentuan hutan yang ideal minimal yaitu 30 % dari luas dartan Jawa Barat.

b)

Kondisi masyarakat yang masih tergolong miskin sehingga pola usaha masih jauh dari kaidah-kaidah konservasi

c)

Meningkatnya persaingan kebutuhan lahan untuk berbagai kepentingan berbagai sektor

d)

Luas lahan kritis di luar kawasan hutan yang tersebar di berbagai daerah Jawa masih cukup luas sedangkan proses pemulihannya dirasakan lambat.

(20)

3.3. Sumberdaya Air Tekanan

Pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya taraf hidup penduduk mengakibatkan meningkatnya kebutuhan air baik kuantitas dan kualitasnya. Sedangkan di sisi lain pembuangan limbah cair Yang tidak teratur dapat menyebabkan pencemaran air sehingga terjadi penurunan kualitas air. Pada Tabel 14 berikut adalah konsumsi air di Jawa Barat pada tahun 2000 :

Tabel 14. Konsumsi Air di Jawa Barat Tahun 2000

No. Kegiatan Konsumsi air (m3)

1. Industri 14.244.520

2. Rumah tangga 138.896.810

3. Konsumen lain 91.787.220

Total 244.928.550

Sumber : PDAM Kotamadya Bandung

Sejak tahun 1988, industri mengandalkan pemakaian air tanah sebagai satu-satunya sumber air alternatif. Industri-industri menyedot aquifer pada kedalaman lubang bor 30-250 meter dengan pompa-pompa besar.

Status

Pengambilan air bawah tanah secara besar-besaran telah menimbulkan masalah serius yaitu turunnya daya dukung lingkungan. Jumlah yang disedot sudah jauh melampaui pengisian kembali secara alamiah (imbuhan air tanah) dari air hujan di daerah resapan. Akibatnya di berbagai pusat industri yang banyak menyedot air tanah tersebut telah menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah yang sangat besar (antara 30-70 meter turun dari titik awal), penurunan produksi sumur bor serta intrusi laut di daerah pantai utara.

Sementara itu kondisi air permukaan di Jawa Barat sudah mencapai tingkat kritis. Hal ini dapat dilihat dari fluktuasi debit yang sangat besar antara debit maksimum dan debit minimum. Menurut beberapa sumber, aliran sungai disebut ideal apabila perbandingan antara debit maksimum dan minimum sungai-sungai yang ada di Jawa Barat adalah 50. Potensi air permukaan di Jawa Barat pada tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 15 berikut :

Tabel 15. Potensi Air Permukaan Jawa Barat

No. Satuan Wilayah Sungai Aliran rata-rata (milyar m3) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Ciujung – Ciliman Cisadane – Ciliwung Cisadeng – Cikuningan Citarum Ciwulan Cimanuk – Cisanggarung Citanduy 5,98 7,75 13,68 13,07 14,27 6,10 5,33 JUMLAH 66,18

(21)

Jumlah Perusahaan Air Minum dari 25 Kabupaten/kota di Jawa Barat yang mengambil sumber sungai sebagai bahan baku air minum sampai data terakhir sebanyak 24 titik sumber.

Respon

a.

Dikeluarkannya SK Gubernur No. 6 Tahun 1999 tentang Baku Mutu LimbahCair kegiatan industri;

b.

Prokasih yang bertujuan untuk menurunkan jumlah beban zat pencemar yang masuk ke sungai.

P

PR

RO

OP

PI

IN

NS

SI

I

J

JA

AW

WA

A

T

TE

EN

NG

GA

AH

H

A. Pencemaran Udara

Sumber pencemaran udara yang ada di Propinsi Jawa Tengah yang teridentifikasi berasal dari aktivitas manusia (man-made). Asal sumber pencemaran udara dapat diklasifikasikan dalam empat kegiatan, yaitu kegiatan industri pengolah, dari pembangkit dan tungku, dari sumber bergerak dan dari pembuangan sampah atau pembakaran sampah.

Sumber pencemaran dari kegiatan industri pengolahan padat tahun 1999 diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu industri hasil pertanian dan kehutanan/IHPK (besar sebanyak 210 unit serta menengah dan kecil sebanyak 322.847 unit), industri aneka/IA (besar sebanyak 242 unit, serta menengah dan kecil sebanyak 230.001 unit) dan industri logam mesin dan kimia/ILMK (besar sebanyak 16 unit serta menengah dan kecil sebanyak 87.578 unit).

Sumber pencemaran udara dari pembangkit dan tungku meliputi pembangkit tenaga dengan konsumsi bahan bakar minyak bumi sebesar 877,9 ton/tahun; tungku industri dengan konsumsi bahan bakar batu bara, kokas, residu minyak bumi, destilasi minyak bumi sebesar 846,3 ton/tahun dan gas alam sebesar 9.279.500m3/tahun; serta tungku domestik dengan konsumsi bahan bakar kayu dan minyak tanah sebesar 1229,0 ton/tahun.

Sumber pencemaran udara dari sumber bergerak yang terbesar adalah dari kendaraan bermotor. Dengan rincian pemakaian bahan bakar sebagai berikut :

1. Kendaraan darat dengan bahan bakar bensin sebesar 703.052,9 ton/tahun; dan solar sebesar 996.085 ton/tahun.

2. Jet dengan kapasitas 10.914 kali/tahun;

3. Kapal dengan konsumsi bahan bakar 8.800 ton/tahun dan

4. turbin gas tetap dengan konsumsi bahan bakar 181.000 ton/tahun.

Sumber pencemaran udara dari limbah domestik adalah akibat pembakaran sampah. Menurut cara pembakaran dibedakan menajdi dua macam yaitu pembakaran terbuka

(22)

dan pembakaran dengan icinerator. Total sampah selama satu tahun adalah 1.705.500 ton/tahun.

Cemaran udara di Propinsi Jawa Tengah yang dapat diprediksi dengan penilaian secara cepat meliputi parameter debu, sulfur dioksida, nitrogen oksida, hidrokarbon, karbon mono oksida dan karbon dioksida. Cemaran karbon monoksida di Propinsi Jawa Tenmgah adalah sebesar 489.053,1 ton/tahun yang berasal dari pembakaran bahan yang mengandung karbon, asap rokok dan kebakaran hutan. Sumber pencemaran terbesar berasal dari sumber bergerak (405.986,8 ton), diikuti dengan pembakaran sampah limbah domestik (71.632,1 ton); industri pengolahan (7.430 ton); dan sisanya berasal dari sumber tetap (4.005,3 ton). Emisi polutas gas yang berupa SO2 sebesar 106.413,2 ton/tahun yang disumbangkan dari sumber tetap sebesar sebesar 65,19%; sumber bergerak sebesar 32,72%; industri pengolahan sebesar 1,62% dan pembakaran sampah (limbah padat) dari limbah domestik sebesar 0,47%.

Jumlah zat pencemaran NOx sebesar 52.416,38 ton, sumbangan tergbanyak berasal dari sumber tetap (62,09%), diikuti sumber bergerak 31,24%); limbah padat/sampah (6,52%) dan industri pengolahan (0,15%. Beban polutan debu diperkirakan sebesar 258.214,2 ton/tahun. Jumlah tersebut diemisikan dari aktivitas sumber tetap (3,91%), sumber bergerak (1,86%), industri pengolahan (88,94%) dan limbah padat/sampah (5,28%). Hidrokarbon yang merupakan gas organic teremisikan ke udara sebesar 5.327,5 ton/tahun. Zat pencemar ini banyak dihasilkan dari hasil pembuangan limbah padat/sampah (47,09%); sumber bergerak (31,14%), industri pengolahan (19,16%), dan sumber tetap (2,61%).

Usaha pengendalian pencemaran yang berkaitan dengan yuridis formil dapat ditempuh dengan jalan penegakan peraturan-peraturan mengenai lingkungan hidup yang telah ada. Usaha pengendalian pencemaran yang dilakukan dengan tindakan nyata dapat ditempuh dalam upaya menurunkan jumlah dan kadar pencemaran.

Secara prinsip ada empat bentuk kegiatan pengendalian pencemaran, yaitu : 1. Pemasangan alat-alat pengendalian pencemaran;

2. Netralisasi pencemaran; 3. Daur ulang limbah, dan 4. Pencegahan limbah.

Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dalam upaya untuk menekan pencemaran udara telah melaksanakan usaha-usaha semaksimal mungkin, yaitu dengan usaha sebagai berikut :

1. Mencanangkan program langit biru (Prolabir);

2. Pemantauan secara periodik asap kendaraan umum (oleh DLLAJR), kendaraan yang asapnya melampaui ambang batas dilarang beroperasi;

3. Pemantauan pencemaran udara di beberapa kota, yaitu Tegal, Pekalongan, Semarang, Kudus, Magelang, Surakarta, dan Cilacap;

4. Pemasangan alat pemantau pencemaran udara;

5. Pembuatan hutan kota dengan gerakan penghijauan dan gerakan sejuta pohon; 6. Mengusahakan jalur angkutan alternatif untuk mengurangi konsetrasi arus lalulintas

darat di jalur pantura, dan Joglosemar;

7. Pemantauan pada masing-masing industri dan menyarankan untuk melakukan pengendalian pencemaran udara.

(23)

Usaha-usaha Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dalam pengendalian pencemaran yang telah dilakukan tersebut telah mampu menekan cemaran udara cukup tinggi.

Adapun distribusi perkiraan cemaran udara masing-masing adalah : 1. Debu (36.864,4 ton/tahun)

2. Sulfur dioksida (156.278,4 ton/tahun) 3. Nitrogen oksida (59.204,2 ton/tahun) 4. Hidrokarbon (42.807,4 ton/tahun)

5. Karbon monooksida (283.763,2 ton/tahun) dan 6. Karbon dioksida (36.689,4 ton/tahun)

B.Pencemaran Air

Pencemaran air di Jawa Tengah yang dapat diidentifikasi baru berasal dari aktivitas manusia. Berdasarkan asal sumber pencemaran air diklasifikasikan dalam tiga kegiatan:

1. Kegiatan agro industri;

Sumber pencemaran kegiatan agro industri berasal dari usaha peternakan, yaitu peternakan sapi (1.247.995 ekor), babi (94.823 ekor), domba dan kambing (4.629.942 ekor), ayam (105.689.511 ekor) dan itik (3.871.340 ekor). Beban pencemaran parameter BOD5 untuk kegiatan agro industri ini adalah sebesar

637.533,0 ton/tahun (35,2%). Beban pencemaran TSS sebesar 4.689.119,0 ton/tahun (81,8%). Beban pencemaran untuk parameter Nitrogen anorganik sebesar 195.778,0 ton/tahun (89,6%),

2. Kegiatan industri pengolahan

Sumber pencemaran industri pengolahan terdiri dari industri makanan, minuman dan tembakau (1.124 unit), industri tekstil, pakaian jadi dan kulit (908 unit); industri kayu, bambu, rotan termasuk perabotan rumah tanggal (551 unit); industri kertas, percetakan dan penerbitan (128 unit); industri kimia, minyak bumi, batubara, karet, plastik (266 unit); industri barang galian bukan logam kecuali minyak bumi dan batu bara (438 unit); industri logam dasar (10 unit); industri dari logam, mesin dan peralatannya (252 unit) serta industri pengolahan lainnya (88 unit). Beban pencemaran parameter BOD5 sebesar 863.083,0 ton/tahun (47,7%). Sedangkan beban pencemaran para meter COD sebesar 404.607,0 ton/tahun (36,5%). Beban pencemaran TSS sebesar 526.973,0 ton/tahun (9,2%). Beban pencemaran parameter TDS sebesar 1.297.374,0 ton/tahun. Beban pencemaran parameter minyak dan lemak sebesar 20.987,0 ton/tahun (17,3%). Beban pencemaran untuk parameter Nitrogen anorganik sebesar 10.584,0 ton/tahun (4,8%).

Berdasarkan beban pencemaran berdasarkan hasil pendugaan pada masing-masing parameter pencemaran air yaitu :

a. BOD5 (1.810.355,2 ton/tahun),

b. COD (1.109.698,2 ton/tahun), c. TSS (5.733.534,0 ton/tahun), d. TDS (2.406.442,7 ton/tahun),

e. Minyak dan lemak (121.259,0 ton/tahun), f. N-Anorganik (218.516,2 ton/tahun)

(24)

Usaha untuk mengurangi beban pencemaran yang bersumber dari industri pengolahan telah dilakukan oleh berbagai instansi terkait, antara lain Pemerintan Kabupaten/Kota, penyuluhan dan pemantauan oleh Bapedal Propinsi Jawa Tengah, Dibentuknya BAPEDAL Kabupaten/Kota, pemantuan kualitas air sungai pada setiap bulan melalu Program Kali Bersih, serta diterapkannya PP 51 tahun 1993.

3. Kegiatan limbah domestik.

Beban pencemaran parameter BOD5 untuk kegiatan limbah domesitik adalah

sebesar 309.739,2 ton/tahun (17,1%). Sedangkan beban pencemaran para meter COD sebesar 705.091,2 ton/tahun (63,5%). Beban pencemaran TSS sebesar 517.442,0 ton/tahun (9,0%). Beban pencemaran parameter minyak dan lemak untuk kegiatan limbah domestik ini adalah sebesar 100.272,0 ton/tahun (82,7%). Beban pencemaran untuk parameter Nitrogen anorganik sebesar 12.154,2 ton/tahun (5,6%),

Perkiraan pencemaran air setelah dilakukan pengelolaan untuk parameter BOD sebesar 1.149.966,4 ton/tahun; COD sebesar 665.818,9 ton/tahun; TSS sebesar 3.909.032,3 ton/tahun; TDS sebesar 1.443.865,6 ton/tahun; minyak dan lemak sebesar 72.755,4 ton/tahun serta nitrogen anorganik sebesar 150.687,5/tahun.

Sumber pencemaran limbah padat di Jawa Tengah tahun 1999 berasal dari sampah rumah tanggak (domestik) dan kegiatan industri (industri pengolahan). Beban limbah padat dari aktivitas rumah tangga (sampah domestik) sebesar 7.353.787 ton (89,02%) dan sisanya berasal dari indsutri Pengolahan sebesar 736.962 ton. Sampah domestik diantaranya telah dikelola dengan efisiensi pengendalian ± 35,00% sedang sampah padat dari industri pengeloaan mempunyai efisiensi pengendalian rata-rata sebesar 20%. Perkiraan beban limbah padat setelah pengelolaan dari aktivitas inustri pengelolaan sebesar 589.570 ton dan dari aktivitas rumah tanggal sebesar 4.779.962 ton per tahun.

P

PR

RO

OP

PI

IN

NS

SI

I

D

DA

AE

ER

RA

AH

H

I

IS

ST

TI

IM

ME

EW

WA

A

Y

YO

OG

GY

YA

AK

KA

AR

RT

TA

A

Sebagai dampak dari prioritas pembangunan maka nampak bahwa pertumbuhan ekonomi sangat pesat pada dasawarsa belakangan ini, tetapi tidak demikian dengan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup masih tetap terpinggirkan dalam skala prioritas pembangunan. Permasalahan tersebut tentunya dibutuhkan penyelesaian yang arief, berupa kebijaksanaan yang mengedepankan kelestarian sumber daya alam. Berkaitan dengan itu, untuk merumuskan kebijaksanaan yang mampu menyelesaikan permasalahan lingkungan, maka dibutuhkan adanya informasi yang tepat tentang pembangunan dan lingkungan.

Beberapa dampak lingkungan yang terjadi akibat laju pembangunan yang pesat di Propinsi D.I. Yogyakarta, adalah pencemaran udara, pencemaran air, limbah padat dan limbah B3.

(25)

Secara umum pencemaran udara terjadi akibat dari setiap kegiatan manusia dan pelaku pembangunan yang mempunyai hasil sampingan berupa gas. Gas tersebut kemudian terakumulasi di atmosfir dan mempengarugi penghidupan di permukaan bumi. Selain itu, atmosfir yang terdiri dari troposfir, stratosfir, mesosfir, dan termosfir berfungsi melindungi bumi dari sinar Ultra Violet B dan Ultra Violet C.

a. Sumber Pencemar Bergerak yang berupa sepeda motor, mobil penumpang, mobil beban dan bis, jumlahnya mengalami kenaikan masing-masing sebesar 4,43%, 5,5%, 3,54% dan 4,46% per tahun (Tabel 1). Sejalan dengan kenaikan jumlah kendaraan bermotor tersebut adalah kenaikan konsumsi bahan bakar, demikian halnya dengan gas buang akan meningkat pula. Komsumsi bahan bakar minyak mencapai 9.417.518 gJ pada tahun 1999.

Tabel 1. PERKEMBANGAN JUMLAH KENDARAAN BERMOTOR JUMLAH KENDARAAN BERMOTOR (buah) JENIS 1990 1995 1999 s/d Juni 2000 SEPEDA MOTOR 206.868 238.827 449.637 467.994 MOBIL PENUMPANG 26.676 44.152 59.167 62.179 MOBIL BEBAN 15.820 17.453 24.987 25.486 BIS PENUMPANG 3.626 4.971 5.687 6.047

Sumber: NKLD 2000 D.I. Yogyakarta

b. Sumber Pencemar Tidak Bergerak walaupun kegiatannya relatif kecil, tetapi andilnya terhadap pencemaran perlu dipantau. Adapun kegiatan industri di D.I. Yogya berupa industri-industri makanan, tekstil, mineral dan logam, semen, kapur dan gips, hasil olahan logam, serta listrik dan gas. Kegiatan industri tersebut hanya menghasilkan bahan polutan partikel debu dan hidrokarbon. Pada tahun 1999 beban pencemaran udara dari polutan yang berasal dari polutan dari kegiatan sumber tidak bergerak jauh lebih besar dari sumber bergerak. Hal ini terjadi karena partikel debu cenderung berkaitan erat dengan hasil berbagai kegiatan proses pengolahan masing-masing industri.

c. Upaya pengendalian pencemaran udara sebagai akibat dari kegiatan industri dan kendaraan bermotor memerlukan suatu perencanaan dan langkah konkrit oleh semua pihak pelaku pembangunan.

i. Sebagai langkah pengendalian pencemaran udara, pemerintah telah melaksanakan beberapa kegiatan seperti:

• Penyelamatan jalur hijau serta pengadaan dan pengelolaan ruang terbuka hijau terutama di wilayah perkotaan,

• Wajib uji kendaraan bermotor

• Pemantauan di lokasi yang berpotensi mencemari udara untuk mengetahui secara dini penyimpangan Nilai Ambang Batas

• Pelaksanaan Program Langit Biru secara terukur. • Sosialisasi

ii. Penyuluhan dan memberikan pengertian yang benar terhadap program pemerintah sangat mendukung dalam meningkatkan peran serta masyarakat untuk penanggulangan pencemaran udara. Upaya masyarakat itu berupa:

(26)

• Menjaga kelestarian fungsi lingkungan dengan (GSP), • Menjaga kestabilan kendaraan bermotor,

• Melakukan uji emisi gas buang secara berkala. Tabel 2. SUMBER PENCEMARAN

AIR YANG BERASAL DARI AGROINDUSTRI

Tabel 3. SUMBER PENCEMARAN AIR YANG BERASAL DARI INDUSTRI

PENGOLAHAN AGRO

INDUSTRI JUMLAH (ekor) LIMBAH (m3/thn) PENGOLAHAN INDUSTRI PRODUKSI (ton/tahun) (mLIMBAH 3/tahun)

Sapi 205.300 4.147.060 RPH 6.632 40

Babi 5.883 9.410 Olahan susu 13.783 33.090

Ayam 6.178.501 247.140 Pengalengan sayur 4.370 49.380 Kambing/domba 336.901 606.430 Es batu 12.900

Itik 202.203 8.090 Kecap 9.760

Ayam petelur 852.994 Tahu 12.069

Sumber: NKLD 2000 D.I. Yogyakarta Tempe 30.895

Kopi bubuk 884

Penyulingan

alkohol 400 25.200

Minuman anggur 600 290 Tabel 4. SUMBER PENCEMAR DARI

RUMAH TANGGA Katun 6.530 2.070.010

Rayon 315 13.230

ORANG LIMBAH (m3/tahun Penyamakan

kulit 1.700 88.400

Memp. saluran 1.060.752 22.017.000 Elektro planting Cu 150 5.445 Tanpa saluran 1.972.007 10.405.670 Sumber: Kanwil Perindag DIY, 1999

Sumber: NKLD 2000 D.I. Yogyakarta

2. Pencemaran Air

Pertumbuhan jumlah penduduk dan industri yang sangat pesat serta berkembangnya soktor pariwisata ternyata membawa dampak negatif bagi kehidupan manusia, karena umumnya limbah yang dihasilkan dari kegiatan tersebut sebagai sumber pencemaran air. Sehingga akan mengakibatkan penurunan kualitas air yang ada.

Dari data di Tabel 2,3 dan 4 terlihat bahwa volume limbah yang berasal dari limbah kegiatan agroindustri adalah 5.018.130 m3/tahun, dari industri pengolahan sebanyak

10.134.790 m3/tahun, dan yang berasal dari limbah domestik sebanyak 32.423.240

m3/tahun. Jumlah pencemaran air dari ketiga sumber pencemaran di atas diperoleh

volume sebanyak 47.576.160 m3/tahun dengan beban pencemaran terbesar berasal dari

agroindustri sebesar 517.732 ton/tahun dan parameter SS (suspended solid) sebesar 555.755 ton/tahun, Tabel 5.

Tabel 5. BEBAN PENCEMARAN PARAMETER

BOD COD SS TDS MINYAK NITROGEN

(27)

Agroindustri 82.879 517.732 22.678 Industri

Pengolahan 4.816 903 1.794 4.225 80 55

Domestik 13.313 30.674 36.299 78.339 7.083

Sumber: NKLD 2000 Propinsi D.I. Yogyakarta

Uapaya pengendalian yang sudah dilakukan untuk mengurangi pencemaran air adalah dengan:

a. Melaksanakan dan meningkatkan kualitas kegiatan Program Kali Bersih (Prokasih) yang dilakukan dengan pemantauan secara berkala, serta partisipasi masyarakat melalui kegiatan gerakan kebersihan sungai dan sosialisasi Prokasih melalui media massa.

b. Mewajibkan industri untuk mengolah limbah cairnya sebelum dibuang ke dalam perairan umum.

c. Melaksanakan penerapan sanksi dalam rangka penegakan hukum bagi pengusaha yang belum melaksanakan pengolahan limbah cair atau hasil buangannya belum memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan (Perda Propinsi DIY Nomor 3 tahun 1997 tentang pembuangan limbah cair ke dalam air).

d. Melakukan pembinaan dan penyuluhan terhadap pengusaha dan masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan lingkungan hidup, khususnya pengelolaan limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan.

e. Mensosialisasikan teknologi tepat guna tentang model pengendalian pencemaran industri untuk minimisasi limbah dengan tidak mengurangi kualitas produksi pada industri tahu dan tempe.

3. Limbah Padat

Kegiatan industri dan non industri merupakan penghasil limbah padat cukup tinggi di Propinsi DIY, sehingga jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Jumlah limbah padat dari sektor industri pada tahun 1999 sebanyak 1.221.635 ton/tahun. Adapun sumber yang mengasilkan limbah padat dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. JENIS DAN BEBAN LIMBAH PADAT JENIS

INDUSTRI LIMBAH JENIS JUMLAH PRODUKSI BEBAN LIMBAH Rumah potong hewan Darah, jeroan, kaki, dll 6.632 ton/tahun 232,2 ton/tahun Pengalengan

buah dan sayur

Kulit, biji, bagian

tengah, dll 4.370 ton/tahun 218,5 ton/tahun Gula glukosa Ampas tebu, resin, dll 41.240 ton/tahun Penyulingan

alkohol 400 liter/tahun

Peragian bir Ampas biji ragi, dll 0,060 m3/tahun 1,2 ton/tahun

(28)

benang, kain Penyamakan

kulit Cr, Pb, Zn, Phenol 1.700 lembar/tahun 765 ton/tahun Elektroplanting Cu 150 ton/tahun 1,35 ton/tahun

Sumber: NKLD 2000 DIY

Sumber kegiatan non-industri pengolahan yang banyak menghasilkan limbah padat antara lain kegiatan dari sektor domestik, pertanian (padi, kacang tanah, kedelai, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang hijau), peternakan (sapi, kerbau, kambing, domba, babi, kuda, ayam buras, ayam petelur, ayam pedaging), perkebunan, dan perdagangan. Berdasarkan data tahun 1999, beban limbah padat dari non-industri pengolahan masih relatif rendah (Tabel. 7) dengan tingkat pengelolaan yang cukup baik. Dari sektor pertanian, beban limbah tahun 1999 sebesar 25.003.385 ton menunjukan peningkatan dibandingkan tahun 1998 (21.191.386 ton).

Tabel 7. LIMBAH PADAT DARI SUMBER NON-INDUSTRI PENGOLAHAN

SUMBER LIMBAH LIMBAH JENIS LIMBAH

Domestik 659.231,5 ton/tahun Pertanian Jerami, sekam, bekatul, batang, kulit, jonggol, daun 25.003.386 ton/tahun

Peternakan Ampas tebu, resin, dll 8.562.108 ton/tahun Perkebunan,

kehutanan,

perikanan diperkirakan ada

Perdagangan,

perhubungan diperkirakan ada

Sumber: Dinas Perindustrian Propinsi DIY, 1999

Upaya pengendaliaan limbah padat dalam rangka mengantisipasi terjadinya pencemaran dilakukan melalui tahap penjegahan dan penanggulangan. Dalam tahap pencegahan, penerapan tata ruang dan Amdal/UKL/UPL merupakan kewajiban yang harus dipatuhi untuk mendapatkan perizinan selanjutnya. Sedangkan pada tahap penanggulangan, PKK dan kelompok Remaja melakukan proses 3R (reuse, recycle, dan sisa dari proses tersebut dibuang ke TPA, khusus limbah penyamakan kulit dikirim PPLI Cileungsi, Bogor.

4. Limbah B3

Hasil inventarisasi limbah B3 yang berasal dari sumber industri pengolahan penyamakan kulit, industri tekstil, dan elektroplanting menunjukan bahwa industri tersebut menghasilkan limbah B3 berupa Cu, Cr, Cd, Hg, Pb, As, CN, dan Ni, Tabel 8.

(29)

Tabel 8. LIMBAH B3 DARI INDUSTRI PENGOLAHAN Penyamakan

kulit Industri tekstil Elektroplanting mg/l dari setiap 1 kg limbah padat (sludge) Cu 6,75 – 603,939 0,6906 – 22,65 24,5671 Cr 6,935 – 8.043,95 0,0202 – 11,465 6,625 Cd 0,309 – 1,06 s/d 0,47 Tak terdeteksi Hg 1,205 – 2,3387 0,028 – 1,965 0,033 Pb 2,1397 – 146,65 0,146 – 8,95 9,195 As 0,386 – 0,78192 0,040 – 0.42 0,004 Cn 2,52 – 3,31 Tak terdeksi 3,705 Ni 0,403 – 20,625 0,029 – 2,935 190,54

Sumber: NKLD 2000 Propinsi DIY Yogyakarta

Upaya pengelolaan Limbah B3 sampai saat ini belum memadai sehubungan dengan wilayah dan biaya yang relatif tinggi untuk proses penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan penimbuhan hasil pengolahan. Walaupun demikian upaya yang sedang dilakukan adalah berupa:

a. Pengolahannya dikirim ke PPLI Cileungsi, Bogor. b. Ditampung pada bak khusus

c. Melalui proses pembakaran (insenerator sederhana) khususnya untuk limbah bersifat infectius dari kegiatan rumahsakit dan puskesmas.

P

PR

RO

OP

PI

IN

NS

SI

I

J

JA

AW

WA

A

T

TI

IM

MU

UR

R

PENDAHULUAN

Propinsi Jawa Timur terletak paling ujung timur Pulau Jawa, terdiri dari 29 Kabupaten dan 8 Kota. Luas wilayahnya 4.704.217,32 Ha, 2/3 wilayahnya merupakan pegunungan dan perbukitan, sedang sisanya merupakan dataran rendah dan pesisir. Dataran yang ada seluas 2.622.655,77 Ha (55,75%) merupakan lahan pertanian yang terdiri dari persawahan, pertanian kering, kebun campur dan perkebunan.

Jumlah penduduk Propinsi Jawa Timur hasil proyeksi tahun 1999 sebesar 34,9 juta jiwa terdiri dari 17,18 juta jiwa (49,23%) laki-laki dan 17,72 juta jiwa (50,7 %) perempuan. Adapun permasalahan utama yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan di Propinsi Jawa Timur adalah masalah pengendalian dampak lingkungan yang meliputi masalah pencemaran dan kerusakan. Pelaksanaan pengendalian dampak lingkungan ini akan berhasil dilaksanakan jika adanya political will dari pemerintah dalam setiap pengambilan keputusan di berbagai sektor dengan prinsip tetap memasukkan pertimbangkan faktor lingkungan dan kesadaran lingkungan yang tinggi dari warga masyarakat Jawa Timur.

Gambar

Tabel 2. Beban Pencemaran Udara dari Industri Pengolahan  Beban Pencemaran Udara
Tabel 4. Beban Pencemaran Udara dari Sumber Domestik  No.  Parameter  Jumlah Beban
Tabel 6. Titik Pantau Air Sungai Prokasih XI 1999/2000
Tabel 7.  Beban Pencemaran dari Titik Pantau Air Sungai Kegiatan Prokasih       1999/2000  Sungai  No
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesuksesan Festival Kampung Tugu yang diklaim sebagai hajat besar IKBT tidak terlepas dari jasa EO yang menjadi rekanan Sudin Budpar saat itu yaitu FKAI (Forum

Hasil temuan dari penelitian ini yaitu tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan pada ROE, EPS, Current Ratio, Ebit Margin, dan Net Profit Margin sebelum dan sesudah merger

Hasil analisis keragaman pada Tabel 3 menunjukkan perbedaan pengaruh interaksi dimater pohon dan jarak lubang inokulasi terhadap pembentukan gubal gaharu yang

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di MTs Menaming seperti yang di uraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa, model Pembelajaran

Pemahaman inilah yang mendasari penelitian ini, yaitu bahwa iklan rokok Surya Pro Mild merupakan salah satu bentuk representasi dari realitas politik di Indonesia, khususnya

Penelitian yang dilakukan oleh M Jung menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara kekasaran permukaan resin komposit nanofiller yang dipoles satu

pendidikan dapat memfasilitasi peserta didik untuk belajar melalui kegiatan beraneka segi yang mengikutsertakan kegiatan observasi; membuat pertanyaan; memeriksa buku

Kajian ini membahas tentang efektivitas metode peer tutoring dalam meningkatkan kemampuan tahsin al-Quran pada mahasiswa Pendidikan Agama Islam melalui program Bengkel mengaji