• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

Bab II Tinjauan Pustaka BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

Beton merupakan suatu material yang diperoleh dengan membuat suatu campuran yang mempunyai proporsi tertentu dari semen, pasir dan kerikil atau agregat lainnya, dan air untuk membuat campuran tersebut menjadi keras dalam cetakan sesuai dengan bentuk dan dimensi yang diinginkan. Semen dan air berinteraksi secara kimiawi untuk mengikat partikel – partikel agregat tersebut menjadi suatu masa yang padat. Beton dalam berbagai variasi sifat kekuatan dapat diperoleh dengan pengaturan yang sesuai dari perbandingan jumlah material pembentuknya.

Agar dihasilkan kuat desak beton yang sesuai dengan rencana diperlukan mix design untuk menentukan jumlah masing-masing bahan susun yang dibutuhkan. Disamping itu, adukan beton harus diusahakan dalam kondisi yang benar-benar homogen dengan kelecakan tertentu agar tidak terjadi segregasi. Selain perbandingan bahan susunnya, kekuatan beton ditentukan oleh padat tidaknya campuran bahan penyusun beton tersebut. Semakin kecil rongga yang dihasilkan dalam campuran beton, maka semakin tinggi kuat desak beton yang dihasilkan. Syarat yang terpenting dari pembuatan beton adalah:

(2)

Bab II Tinjauan Pustaka

2. Beton yang dikerjakan harus cukup kuat untuk menahan beban dari yang telah direncanakan.

3. Beton tersebut harus dapat dibuat secara ekonomis.

Semen dan air dalam adukan beton membuat pasta yang disebut pasta semen. Adapun pasta semen ini selain berfungsi untuk mengisi pori-pori antara butiran agregat halus dan agregat kasar juga mempunyai fungsi sebagai pengikat sehingga terbentuk suatu massa yang kompak dan kuat.

Ruang yang tidak ditempati oleh butiran semen, merupakan rongga yang berisi udara dan air yang saling berhubungan yang disebut kapiler. Kapiler yang terbentuk akan tetap tinggal ketika beton sudah mengeras, sehingga beton akan mempunyai sifat tembus air yang besar, akibatnya kekuatan beton berkurang.

Ketika semen dan air dicampur, partikel-partikel semen cenderung berkumpul menjadi gumpalan yang dikenal sebagai gumpalan semen. Penggumpalan mencegah pencampuran antara semen dan air yang menghasilkan kehilangan kemampuan kerja (loss of workability) dari campuran beton sebagaimana hal tersebut mencegah campuran hidrasi yang sempurna. Ini berarti bahwa pengurangan kekuatan potensial penuh dari pasta semen akan ditingkatkan. Pada beberapa kejadian dalam 28 hari perawatan hanya 50% kandungan semen sudah terhidrasi. (Smith dan

Andreas, 1989).

Gumpalan relatif besar dari semen mempunyai permukaan yang kasar dan kesat yang memerlukan jumlah air yang lebih besar untuk

(3)

Bab II Tinjauan Pustaka

memproduksi campuran beton yang mudah dikerjakan. Pada saat dicampur

Superplasticizer dapat meningkatkan keplastisan yang menghasilkan

campuran beton yang lebih cair. (Smith dan Andreas, 1989).

2.2 Pengaruh Bahan Tambah

Bahan tambah adalah bahan selain unsur pokok beton (air, semen, dan agregat) yang ditambahkan pada adukan beton. Tujuannya adalah untuk mengubah satu atau lebih sifat-sifat beton sewaktu masih dalam keadaan segar atau setelah mengeras. Bahan tambah seharusnya hanya berguna kalau sudah ada evaluasi yang teliti tentang pengaruhnya pada beton, khususnya dalam kondisi dimana beton diharapkan akan digunakan. Bahan tambah ini biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit, dan pengawasan yang ketat harus diberikan agar tidak berlebihan yang justru akan dapat memperburuk sifat beton. Sifat-sifat beton yang diperbaiki itu antara lain kecepatan hidrasi (waktu pengikatan), kemudahan pengerjaan, dan kekedapan terhadap air.

Menurut SK SNI S-18-1990-03 (Spesifikasi Bahan Tambahan Untuk Beton, 1990), bahan tambah kimia dapat dibedakan menjadi 5 (lima) jenis yaitu:

1. Bahan tambah kimia untuk mengurangi jumlah air yang dipakai. Dengan pemakaian bahan tambah ini diperoleh adukan dengan faktor air semen lebih rendah pada nilai kekentalan yang sama,atau diperoleh kekentalan adukan lebih encer pada faktor air semen yang sama.

(4)

Bab II Tinjauan Pustaka

2. Bahan tambah kimia untuk memperlambat proses ikatan beton. Bahan ini digunakan misalnya pada satu kasus dimana jarak antara tempat pengadukan beton dan tempat penuangan adukan cukup jauh, sehingga selisih waktu antara mulai pencampuran dan pemadatan lebih dari 1 jam.

3. Bahan tambah kimia untuk mempercepat proses ikatan dan pengerasan beton. Bahan ini digunakan jika penuangan adukan dilakukan dibawah permukaan air, atau pada struktur beton yang memerlukan waktu penyelesaian segera, misalnya perbaikan landasan pacu pesawat udara, balok prategang,jembatan dan sebagainya.

4. Bahan tambah kimia berfungsi ganda, yaitu untuk mengurangi air dan memperlambat proses ikatan.

5. Bahan kimia berfungsi ganda, yaitu untuk mengurangi air dan mempercepat proses ikatan dan pengerasan beton.

Selain 5 (lima) jenis diatas, ada dua jenis bahan tambah kimia lain yang lebih khusus, yaitu:

1. Bahan kimia tambahan yang digunakan untuk mengurangi jumlah air campuran sampai sebesar 20% atau bahkan lebih, untuk menghasilkan adukan beton dengan kekentalan sama (air dikurangi sampai 12% lebih namun tidak menambah kekentalan pada adukan beton).

2. Bahan tambah kimia tambahan dengan fungsi ganda, yaitu mengurangi air sampai 12% atau lebih dan memperlambat waktu ikat awal.

(5)

Bab II Tinjauan Pustaka

Penambahan Superplasticizer glenium 181 kuat tekan beton akan mengalami kenaikan terutama pada umur 28 hari. Penambahan

Superplasticizer pada beton mempunyai pengaruh dalam meningkatkan

workability beton sampai pada tingkat yang lebih besar. Bahan ini digolongakn sabagai sarana untuk menghasilkan beton mengalir tanpa terjadinya pemisahan yang diinginkan, dan umumnya terjadi pada beton dengan jumlah air yang besar, karena memungkinkan pengurangan kadar air guna mempertahankan workability yang sama. (L.J Murdock & Brook, 1991).

2.3 Semen Portland (PC)

Semen portland merupakan bubuk halus yang diperoleh dengan menggiling klinker (yang didapat dari pembakaran suatu campuran yang baik dan merata antara kapur dan bahan-bahan yang mengandung silika, aluminia, dan oxid besi), dengan batu gips sebagai bahan tambah dalam jumlah yang cukup. Bubuk halus ini bila dicampur dengan air, selang beberapa waktu dapat menjadi keras dan digunakan sebagai bahan ikat hidrolis. (Kardiyono, 1989)

Semen jika dicampur dengan air akan membentuk adukan yang disebut pasta semen, jika dicampur dengan agregat halus (pasir) dan air, maka akan terbentuk adukan yang disebut mortar, jika ditambah lagi dengan agregat kasar (kerikil) akan terbentuk adukan yang biasa disebut beton. Dalam campuaran beton, semen bersama air sebagai kelompok aktif

(6)

Bab II Tinjauan Pustaka

sedangkan pasir dan kerikil sebagai kelompok pasif adalah kelompok yang berfungsi sebagai pengisi.(Tjokrodimulyo, 1995).

Pada umumnya semen berfungsi untuk:

1. Bercampur dengan untuk mengikat pasir dan kerikil agar terbentuk beton.

2. Mengisi rongga-rongga diantara butir-butir agregat.

Sedangkan untuk susunan oxida dari semen portland (Antono, 1995), seperti berikut ini:

Tabel 2.1 Susunan oxida semen Portland Type I ( Indocement )

Oksida % rata-rata Kapur (CaO) Silika (SiO2) Alumunia (Al2O3) Besi (Fe203) Magnesia (MgO) Sulfur (SO3) 62 – 67 19 - 21 4,0 – 6,0 2,5 – 3,5 1,0 – 3,5 1,8 – 2,5

Sifat-sifat kimia dari bahan pembentuk ini mempengaruhi kualitas semen yang dihasilkan, sebagaimana hasil susunan kimia yang terjadi diperoleh senyawa dari semen portland.

(7)

Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2.2 Empat senyawa dari semen Portland Type I ( Indocement )

Nama Senyawa Rumus Oksida Notasi Kadar

Rata-rata Trikalsium Silikat Dicalsium Silikat Tricalsium Alumat Tetracalsium Aluminoferit 3CaO.SiO2 2CaO.SiO2 3CaO.Al2O3 4CaO.Al.2O3 FeO3 C3S C2S C3A C4Af 55 - 64 9 - 20 7 - 11 9 - 11

Senyawa-senyawa kimia dari semen portland adalah tidak stabil secara termodinamis, sehingga sangat cenderung untuk bereaksi dengan air. Untuk membentuk produk hidrasi dan kecepatan bereaksi dengan air dari setiap komponen adalah berbeda-beda, maka sifat-sifat hidrasi masing-masing komponen perlu dipelajari.

1. Tricalsium Silikat (C3S) = 3CaO.SiO2

Senyawa ini mengalami hidrasi yang sangat cepat yang menyebabkan pengerasan awal, menunjukkan desintegrasi (perpecahan) oleh sulfat air tanah, oleh perubahan volume kemungkinan mengalami retakretak.

2. Dicalsium Silikat (C2S) = 2CaO.SiO2

Senyawa ini mengeras dalam beberapa jam dan dapat melepaskan panas, kualitas yang terbentuk dalam ikatan menentukan pengaruh terhadap kekuatan beton pada awal umurnya, terutama pada 14 hari pertama.

(8)

Bab II Tinjauan Pustaka

3. Tricalsium Alumat (C3A) = 3CaO.Al2O3

Formasi senyawa ini berlansung perlahan dengan pelepasan panas yang lambat, senyawa ini berpengaruh terhadap proses peningkatan kekuatan yang terjadi dari 14 hari sampai 28 hari, memiliki ketahanan agresi kimia yang relatif tinggi, penyusutan yang relatif rendah.

4. Tetracalsium Aluminoferit (C4Af) = 4CaO.Al2O3 FeO3

Adanya senyawa Aluminoferit kurang penting karena tidak tampak banyak pengaruh terhadap kekuatan dan sifat semen. (L.J Murdock,1986).

Perubahan komposisi kimia semen yang dilakukan dengan cara mengubah prosentase empat komponen utama semen dapat menghasilkan beberapa tipe semen yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya, semen portland di Indonesia (PUBI, 1982) dibagi menjadi 5 jenis sebagai berikut:

1. Jenis I adalah semua semen portland untuk tujuan umum, biasa tidak memerlukan sifat-sifat khusus misalnya, gedung, trotoar, jembatan, dan lain-lain.

2. Jenis II semen portland yang tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang dan ketahanan terhadap sulfat lebih baik, penggunaannya pada pir (tembok di laut dermaga), dinding tahan tanah tebal dan lain-lain.

3. Jenis III adalah semen portland dengan kekuatan awal tinggi. Kekuatan dicapai umumnya dalam satu minggu. Umumnya dipakai

(9)

Bab II Tinjauan Pustaka

ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus cepat dipakai.

4. Jenis IV adalah semen portland dengan panas hidrasi rendah. Dipakai untuk kondisi dimana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum. Misalnya pada bangunan masif seperti bendungan grafitasi yang besar.Pertumbuhan kekuatannya lebih lambat daripada kelas I.

5. Jenis V adalah semen portland tahan sulfat, dipakai untuk beton dimana menghadapi aksi sulfat yang panas. Umumnya dimana tanah atau air tanah mengandung kandungan sulfat yang tinggi. (Tjokrodimulyo, 1995).

2.4 Air

Dalam pembuatan beton, air merupakan salah satu faktor penting, karena air dapat bereaksi dengan semen, yang akan menjadi pasta pengikat agregat. Air

juga berpengaruh terhadap kuat desak beton, karena kelebihan air akan menyebabkan penurunan pada kekuatan beton itu sendiri. Selain itu kelebihan air akan mengakibatkan beton menjadi bleeding, yaitu air bersama-sama semen akan bergerak ke atas permukaan adukan beton segar yang baru saja dituang. Hal ini akan menyebabkan kurangnya lekatan antara lapis-lapis beton dan merupakan yang lemah.

(10)

Bab II Tinjauan Pustaka

Air pada campuran beton akan berpengaruh terhadap : 1. Sifat workability adukan beton.

2. Besar kecilnya nilai susut beton

3. Kelansungan reaksi dengan semen portland, sehingga dihasilkan dan kekuatan selang beberapa waktu.

4. Perawatan keras adukan beton guna menjamin pengerasan yang baik.

Air untuk pembuatan beton minimal memenuhi syarat sebagai air minum yaitu tawar, tidak berbau, bila dihembuskan dengan udara tidak keruh dan lain-lain, tetapi tidak berarti air yang digunakan untuk pembuatan beton harus memenuhi syarat sebagai air minum.

Penggunaan air untuk beton sebaiknya air memenuhi persyaratan sebagai berikut ini, (Kardiyono Tjokrodimulyo, 1992) :

1. Tidak mengandung lumpur atau benda melayang lainnya lebih dari 2 gr/ltr.

2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik) lebih dari 15 gr/ltr.

3. Tidak mengandung Klorida (Cl) lebih dari 0,5 gr/ltr. 4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gr/ltr.

2.5 Agregat

(11)

Bab II Tinjauan Pustaka

 Aggregate halus ( Fine Aggregate ) ialah aggregate yang semua butir menembus / lolos ayakan 4.75 mm ( No 4 )

- Pasir alam

- Pasir olahan (abu batu)

- Kombinasi dari pasir alam dan pasir olahan

 Aggregate kasar ( Coarse Aggregate ), aggregate yang semua butirannya tertinggal ayakan 4.75 mm ( no.4 )

- Batu koral - Batu pecah

- Kombinasi dari keduanya Persyaratan aggregate, sesuai ASTM C-33

Persyaratan aggregate lainnya Persyaratan ukuran butir nominal maksimum aggregate kasar 1/5 Jarak terkecil antar bidang samping cetakan, atau 1/3 tebal plat, atau 3/4 jarak bersih minimum antar batang tulangan atau

(12)

Bab II Tinjauan Pustaka

tendon pratekan atau selongsong. Persyaratan bentuk aggregate kasar Batuan pipih maksimum 20 %.

Jika hasil pengujian kadar organik pasir menunjukan warna kehitaman, pasir masih dapat dipergunakan jika dilakukan percobaan mortar 5x5x5 cm dengan perbandingan pasir yang tidak dicuci dibandingkan dengan pasir yang dicuci, hasil uji tekan umur 7 hari tidak kurang dari 95 % pasir yang dicuci.

Kandungan garam dalam material :

Material yang terkontaminasi garam yang terdapat pada air laut, muara sungai harus diproses / dicuci sebelum digunakan. BS 882 : 1992 memberikan batasan kandungan Chloride terhadap berat total aggregate (diukur dalam %) sebagai berikut :

 Untuk beton prestress 0.01  Untuk beton bertulang yang terbuat dari

sulfat resisting cement 0.03

 Untuk beton bertulang lainnya 0.05

Agregat adalah butiran mineral yang merupakan hasil disintegrasi alami batu-batuan atau juga berupa hasil mesin pemecah batu dengan memecah batu alami. Agregat merupakan salah satu bahan pengisi pada beton, namun demikian peranan agregat pada beton sangatlah penting. Kandungan agregat dalam beton kira-kira mencapai 70%-75% dari volume beton. Agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton, sehingga

(13)

Bab II Tinjauan Pustaka

pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan beton. agregat dibedakan menjadi dua macam yaitu agregat halus dan agregat kasar yang didapat secara alami atau buatan.

Untuk menghasilkan beton dengan kekompakan yang baik, diperlukan gradasi agregat yang baik. Gradasi agregat adalah distribusi ukuran kekasaran butiran agregat. Gradasi diambil dari hasil pengayakan dengan lubang ayakan 10 mm, 20 mm, 30 mm dan 40 mm untuk kerikil. Untuk pasir lubang ayakan 4,8 mm, 2,4 mm, 1,2 mm, 0,6 mm, 0,3 mm dan 0,15 mm.

Penggunaan bahan batuan dalam adukan beton berfungsi: 1. Menghemat Penggunaan semen portland.

2. Menghasilkan kekuatan yang besar pada betonnya. 3. Mengurangi susut pengerasan.

4. Mencapai susunan pampat beton dengan gradasi beton yang baik.

5. Mengontrol workability adukan beton dengan gradasi bahan batuan baik.

(A. Antono, 1995)

Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan adalah dengan berdasarkan pada ukuran butir-butirnya. Agregat yang mempunyai butirbutir yang besar disebut agregat kasar yang ukurannya lebih besar dari 4,8 mm. Sedangkan butir agregat yang kecil disebut agregat halus yang memiliki ukuran lebih kecil dari 4,8 mm.

(14)

Bab II Tinjauan Pustaka

Menurut peraturan SK-SNI-T-15-1990-03 kekasaran pasir dibagi menjadi empat kelompok menurut gradasinya, yaitu pasir halus, agak halus, agak kasar dan kasar.

Pasir yang digunakan dalam adukan beton harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Pasir harus terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Hal ini dikarenakan dengan adanya bentuk pasir yang tajam, maka kaitan antar agregat akan lebih baik, sedangkan sifat keras untuk menghasilkan beton yang keras pula.

2. Butirnya harus bersifat kekal. Sifat kekal ini berarti pasir tidak mudah hancur oleh pengaruh cuaca, sehingga beton yang dihasilkan juga tahan terhadap pengaruh cuaca.

3. Pasir tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat kering pasir, lumpur yang ada akan menghalangi ikatan antara pasir dan pasta semen, jikakonsentrasi lumpur tinggi maka beton yang dihasilkan akan berkualitas rendah.

4. Pasir tidak boleh mengandung bahan organik terlalu banyak. 5. Gradasinya harus memenuhi syarat seperti tabel 3.4 berikut ini:

(15)

Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2.3 Gradasi Pasir

Lubang Ayakan

(mm) Persen bahan butiran yang lewat ayakan

Daerah I Daerah II Daerah III Daerah IV

10 4,8 2,4 1,2 0,6 0,3 0,15 100 90-100 60-95 30-70 15-34 5-20 0-10 100 90-100 75-100 55-90 35-59 8-30 0-10 100 90-100 85-100 75-100 60-79 12-40 0-10 100 95-100 95-100 90-100 80-100 15-50 0-15

Sumber : Kardiyono Tjokrodimulyo, 1992)

Keterangan:

Daerah I : Pasir kasar Daerah III : Pasir agak halus Daerah II : Pasir agak kasar Daerah IV : Pasir halus

Agregat halus adalah pasir alam sebagai disintegrasi alami dari batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran terbesar 4,8 mm. Pasir alam dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam (Kardiyono Tjokrodimulyo, 1992), yaitu:

1. Pasir galian.

Pasir ini diperoleh lansung dari permukaan tanah atau dengan cara menggali. Bentuk pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan bebas dari kandungan garam walaupun biasanya harus dibersihkan dari kotoran tanah dengan jalan dicuci terlebih dahulu.

(16)

Bab II Tinjauan Pustaka

2. Pasir sungai.

Pasir ini diperoleh lansung dari dasar sungai, yang pada umumnya berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekatan antar butiran agak kurang karena bentuk butiran yang bulat.

3. Pasir laut.

Pasir laut adalah pasir yang diambil dari pantai. Butir-butirnya halus dan bulat karena gesekan. Pasir ini merupakan pasir yang jelek karena mengandung banyak garam. Garam ini menyerap kandungan air dari udara dan mengakibatkan pasir selalu agak basah serta menyebabkan pengembangan volume bila dipakai pada bangunan. Selain dari garam ini mengakibatkan korosi terhadap struktur beton, oleh karena itu pasir laut sebaiknya tidak dipakai. Agregat kasar berupa pecahan batu, pecahan kerikil atau kerikil alami dengan ukuran butiran minimal 5 mm dan ukuran butiran maksimal 40 mm. Ukuran maksimum dari agregat kasar dalam beton bertulang diatur berdasarkan kebutuhan bahwa agregat tersebut harus dengan mudah dapat mengisi cetakan dan lolos dari celah-celah yang terdapat di antara batang-batang baja tulangan.

Berdasarkan berat jenisnya, agregat kasar dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan (Kardiyono Tjokrodimulyo, 1992), yaitu:

1. Agregat normal.

Agregat normal adalah agregat yang berat jenisnya antara 2,5 -2,7 gr/cm3. Agregat ini biasanya berasal dari agregat basalt,

(17)

Bab II Tinjauan Pustaka

granit, kuarsa dan sebagainya. Beton yang dihasilkan mempunyai berat jenis sekitar 2,3gr/cm3.

2. Agregat berat.

Agregat berat adalah agregat yang mempunyai berat jenis lebih dari 2,8gr/cm3, misalnya magnetik (FeO4) atau serbuk besi. Beton yang dihasilkan mempunyai berat jenis tinggi sampai 5 gr/cm3. Penggunaannya dipakai sebagai pelindung dari radiasi. 3. Agregat ringan.

Agregat ringan adalah agregat yang mempunyai berat jenis kurang dari 2,0 gr/cm3 yang biasanya dibuat untuk beton non struktural atau dinding beton. Kebaikannya adalah berat sendiri yang rendah sehingga strukturnya ringan dan pondasinya lebih ringan.

Dalam pelaksanaan pekerjaan beton, besar butir agregat selalu dibatasi oleh ketentuan maksimal persyaratan agregat, ketentuan itu antara lain:

 Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih dari 3 ⁄4 kali jarak bersih antara baja tulangan atau antara tulangan dan cetakan.

 Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1 /3 kali tebal pelat.

(18)

Bab II Tinjauan Pustaka

 Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1 /5 kali jarak terkecil antara bidang samping cetakan.

Agregat yang dapat dipakai harus memenuhi syarat-syarat (Kardiyono Tjokrodimulyo, 1992):

 Kerikil harus merupakan butir yang keras dan tidak berpori. Kerikil tidak boleh hancur adanya pengaruh cuaca. Sifat keras diperlukan agar diperoleh beton yang keras pula. Sifat tidak berpori, untuk menghasilkan beton yang tidak mudah tembus oleh air.

 agregat harus bersih dari unsur organik.

 kerikil tidak mengandung lumpur lebih dari 10% berat kering. Lumpur yang dimaksud adalah agregat yang melalui ayakan diameter 0,063 mm, bila lumpur melebihi 1% berat kering maka kerikil harus dicuci terlebih dahulu.

 kerikil mempunyai bentuk yang tajam. Dengan bentuk yang tajam maka timbul gesekan yang lebih besar pula yang menyebabkan ikatan yang lebih baik, selain itu dengan bentuk tajam akan memerlukan pasta semen maka akan mengikat agregat dengan lebih baik.

Besar ukuran maksimum agregat mempengaruhi kuat tekan betonnya. Pada pemakaian ukuran butir agregat maksimum lebih besar memerlukan jumlah pasta semen lebih sedikit untuk mengisi rongga-rongga antar butirannya, berarti sedikit pula pori-pori betonnya (karena pori-pori

(19)

Bab II Tinjauan Pustaka

beton sebagian besar berada dalam pasta, tidak dalam agregat) sehingga kuat tekannya lebih tinggi. Namun sebaliknya, karena butir-butir agregatnya besar maka luas permukaannya menjadi lebih sempit sehingga lekatan antara permukaan agregat dan pastanya kurang kuat. (Kardiyono Tjokrodimulyo, 1992).

Indek yang dipakai untuk ukuran kehalusan dan kekasaran butir agregat ditetapkan dengan modulus halus butir. Pada umumnya pasir mempunyai modulus halus 1,5 sampai 3,8 dan kerikil antara 5 sampai 8. Modulus halus butir campuran dihitung dengan rumus:

W = K- C x 100% C- P

Dengan W : Persentase berat pasir terhadap berat kerikil. K : Modulus halus butir kerikil.

P : Modulus halus butir pasir. C : Modulus halus butir campuran.

Tabel 2.4 Gradasi Kerikil

Lubang Ayakan (mm)

Persen bahan butiran yang lewat ayakan Berat butir maksimum

40 mm 20 mm 40 20 10 4,8 95-100 30-70 10-35 0-5 100 95-100 25-55 0-10

(20)

Bab II Tinjauan Pustaka 2.6 Bahan Tambahan (Admixture)

Superplasticizer Glenium 181 adalah eter inovatif polikarboksilat (PCE) superplasticiser berbasis cocok untuk industri pracetak. Formulasi khusus dirancang dengan bahan aktif, Glenium 181 menawarkan dispersi baik semen pada rasio pengikat air rendah dan pengembangan kekuatan awal yang luar biasa.

Glenium 181 dibedakan dari superplasticisers konvensional yang didasarkan pada polycarboxylate eter polimer yang unik dengan rantai lateral yang panjang. Hal ini sangat meningkatkan dispersi semen. Superplasticisers konvensional, seperti yang didasarkan pada sulfonasi melamin dan formaldehid naftalena kondensat, pada saat pencampuran, menjadi diserap ke permukaan partikel semen. Penyerapan ini terjadi pada tahap yang sangat awal dalam proses hidrasi. Kelompok-kelompok sulfonat rantai polimer meningkatkan muatan negatif pada permukaan partikel semen dan dispersi semen terjadi dengan tolakan elektrostatik.

Pada awal proses pencampuran dispersi elektrostatik yang sama terjadi seperti yang dijelaskan sebelumnya, tetapi kehadiran rantai lateral, terkait dengan backbone polimer, menghasilkan halangan sterik, yang menstabilkan kapasitas partikel semen untuk memisahkan dan membubarkan. Mekanisme ini memberikan beton mengalir dengan sangat berkurang kebutuhan air.

Glenium 181 menawarkan keuntungan sebagai berikut:

(21)

Bab II Tinjauan Pustaka

• Permeabilitas rendah dan beton daya tahan tinggi • Segi untuk kemudahan penempatan dan pemadatan

• Menoptimalkan proses pengikatan campuran dengan memperpendek waktu pengikatan atau menurunkan suhu pengikatan campuran beton

• Peningkatan penampilan permukaan dan mutu beton

Tingkat dosis normal yang dianjurkan adalah 0,7-1,2 liter per 100 kg dari pengikat. Dosis lain dapat digunakan dalam kasus-kasus khusus sesuai dengan kondisi lokasi pekerjaan tertentu.

Secara umum, partikel semen dalam air cenderung untuk berkohesi satu sama lainnya dan partikel semen akan menggumpal. Dengan menambahkan superplasticizer, partikel semen ini akan saling melepaskan diri dan terdispersi.

Dengan kata lain superplasticizer mempunyai dua fungsi yaitu, mendispersikan partikel semen dari gumpalan partikel dan mencegah kohesi antar semen. Fenomena dispersi partikel semen dengan penambahan

Superplasticizer dapat menurunkan viskositas pasta semen, sehingga pasta

semen lebih fluid/alir. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan air dapat diturunkan dengan penambahan superplasticizer.

2.7 Pegetesan Material Bahan Campuran Beton

Pengujian dan pemeriksaan bahan campuran beton terdiri dari :

2.7.1 Material lolos ayakan no 200 dalam aggregate dengan methode

(22)

Bab II Tinjauan Pustaka a. Maksud dan Tujuan

 Untuk menentukan jumlah bahan lolos ayakan no.200 (lebih kecil 75 µm) dengan cara pencucian.

 Untuk menjamin material yang digunakan dalam campuran beton tidak mengandung material lumpur (< 75 µm).

b. Teori

Jika suatu bahan lolos saringan No 200 yang menempel pada agregat akan dapat menurunkan kuat tekan dan durabilitas beton.  Dapat menyelimuti butiran semen sehingga proses hidrasi

terganggu

 Kebutuhan air akan meningkat dan menimbulkan daya penyusutan beton tinggi.

Daya lekat pasta terhadap aggregat berkurang sehingga mempengaruhi kekuatan beton.

c. Peralatan

 Saringan No.16 dan No.200 sesuai ASTM E-11  Timbangan dengan ketelitian 0.1 gr / 0.1 %.  Container / wadah

 Oven pemanas kapasitas 110 ± 5º C.

d. Bahan

 Sample aggregate diambil sesuai ASTM D-75 dan telah melalui proses ASTM C-702.

(23)

Bab II Tinjauan Pustaka

 Sample aggregate dalam kondisi kering oven dengan berat tetap dengan ketentuan berat:

Tabel 2.5 Pengambilan sample aggregate

e. Perhitungan

 Hitung material lolos ayakan No. 200 dengan rumus

(

(A-B)

/

A

) x 100

Catatan

A = Sample sebelum dicuci

B = Sample setelah dicuci

Laporkan dengan ketelitian 0.1 %

f. Ketelitian

(24)

Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2.6 Ketelitian operator

2.7.2 Pengetesan berat isi dan rongga pada aggregate ( ASTM C-29 )

a. Maksud dan Tujuan

 Untuk mengetahui berat isi dan rongga pada aggregate (fine aggregate dan coarse aggregate ), metode ini hanya dapat diterapkan pada aggregate yang ukuran nominalnya tidak lebih dari 6 in ( 150 mm ).

b. Peralatan yang dibutuhkan

 Timbangan dengan ketelitian 0.1% berat sample.

 Wadah (perhatikan persyaratan kapasitas dan tebal plat).  Rojokan besi, baja polos diameter 16 mm, panjang 600 mm,

ujungnya bulat peluru.  Oven kapasitas 110±50 C.  Shovel atau sekop

 Kalibrasi peralatan, selembar plat kaca ketebalan 6 mm dan lebih besar 25 mm dari diameter wadah yang dikalibrasi. 

(25)

Bab II Tinjauan Pustaka c. Perhitungan Rongga pada Aggregate :

2.7.3 Pengetesan berat jenis dan penyerapan aggregate

2.7.3.1 Pengetesan berat jenis dan penyerapan splite

(ASTM. C 127)

a. Tujuan dan Sasaran

 Menentukan berat Jenis bulk, berat jenis jenuh kering (SSD), berat jenis semu (apparent) dan penyerapan aggregate kasar.

 Kualitas dan daya aggregate kasar yang dipergunakan dalam campuran beton.

b. Perhitungan :

 Bulk Specific Gravity = C / (A-B)  Bulk Specific Gravity ( SSD ) = A / (A-B)  Apparent Specific Gravity = C / (C-B)

(26)

Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 3.1 Kelembaban aggregate

2.7.4 Pengetesan berat jenis dan penyerapan pasir (ASTM. C 128)

a. Tujuan dan Sasaran

 Menentukan berat Jenis bulk, berat jenis jenuh kering (SSD), berat jenis semu (apparent) dan penyerapan aggregate halus.

 Kualitas dan daya aggregate kasar yang dipergunakan dalam campuran beton.

b. Perhitungan :

 Bulk Specific Gravity = A / B + 500 - C  Bulk Specific Gravity ( SSD) = 500 / B +500 - C  Apparent Specific Gravity = A/B+A-C

(27)

Bab II Tinjauan Pustaka 2.7.5 Analisis saringan dan modulus aggregate (ASTM. C 136)

a. Tujuan dan sasaran

 Menentukan pembagian (gradasi) aggregate dengan menggunakan saringan.

 Menentukan perbandingan aggregate halus dan aggregate kasar dalam campuran beton.

 Untuk mencapai workability campuran beton.

b. Perhitungan :

 Fine Modulus = Total aggregate tertahan / 100

2.7.6 Pengetesan Material Terhadap Kadar Air Aggregate

Pengetesan kadar air aggregate ASTM C.566

a. Tujuan dan sasaran

 Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kandungan air yang ada pada aggregate yang akan dipergunakan supaya tidak terjadi kelebihan kandungan air dalam perencanaan campuran beton.

 Untuk mendapatkan campuran beton dengan nilai kekentalan ( slump ) yang tepat.w/c sesuai rencana dan volume yang tepat.

b. Perhitungan

(28)

Bab II Tinjauan Pustaka 2.8 Pembuatan Mix design

2.8.1 Pengertian umum

Perencanaan campuran beton dilakukan untuk mengetahui komposisi yang tepat antara berat semen, berat masing-masing agregat dan berat air yang diperlukan untuk mencapai suatu kekuatan yang diinginkan.

Dalam teori teknologi beton dijelaskan bahwa faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan beton ialah :

1. Faktor air semen (water-cement ratio) dan kepadatan 2. Umur beton

3. Jenis semen 4. Jumlah semen 5. Sifat agregat

(Tjokrodimuljo,K. 1996)

2.8.2 Perencanaan Mix design berdasarkan Inggris (British Standard)

Perencanaan campuran beton yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode campuran cara Inggris (British Standard). Di Indonesia cara ini dikenal dengan nama DOE (Departement of Environment) yang dimuat dalam buku Standar No. SK. SNI. T – 15 – 1990 – 03.

(29)

Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2.7 Faktor pengali untuk deviasi standar bila data hasil uji yang

tersedia kurang dari 30 benda uji.

Jumlah Pengujian Faktor Pengali Deviasi Standar

< 15 Tidak boleh 15 1,16 20 1,08 25 1,03 30 1,00 Sumber : SK. SNI. T – 15 – 1990 – 03 Catatan :

• Bila data uji lapangan tidak tersedia, maka kuat tekan rata-rata yang di targetkan f’cr harus diambil tidak kurang dari (f’c + 12) MPa

• Nilai Tambah/Margin di hitung menurut rumus : m = k . s dengan : m : Nilai Tambah/Margin

k : Tetapan statistik yang nilainya tergantung pada prosentase hasil uji yang lebih rendah dari f’c. Bila hasil uji yang lebih rendah diperbolehkan 5 %, maka nilai k = 1,64

s : Standar Deviasi

• Kuat Tekan yang di targetkan : f’cr = f’c + m

f’cr = f’c + 1,64 . s

dengan : f’cr : kuat tekan yang ditargetkan rata-rata (MPa) f’c : kuat tekan yang disyaratkan (MPa)

(30)

Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2.8 Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan Faktor Air

Semen 0,50 dan jenis Semen serta Agregat yang biasa dipakai di Indonesia.

Jenis Jenis Kuat tekan pada umur (hari) Bentuk

Semen Agregat kasar 3 7 28 91 Benda Uji

Alami 17 23 33 40

Silinder

Tipe Batu Pecah 19 27 37 45

I, II, V Alami 20 28 40 48

Kubus

Batu Pecah 23 32 45 54

Alami 21 28 38 44

Silinder

Tipe Batu Pecah 25 33 44 48

III Alami 25 31 46 53

Kubus

Batu Pecah 30 40 53 60

(SK SNI T -15 – 1990 – 03 : tabel 2 halaman 6) Catatan : 1 N/mm2 = 1 MN/m2 = 1 MPa

(31)

Bab II Tinjauan Pustaka

Sumber : SK. SNI. T – 15 – 1990 – 03

(32)

Bab II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.9 Persyaratan jumlah semen minimum dan faktor air semen

maksimum untuk berbagai lingkungan.

Jumlah semen Nilai faktor air

semen

Keterangan minimum per m3

beton (kg)

maksimum

Beton di dalam ruangan bangunan

Keadaan keliling non

korosif 275 0.6

Keadaan keliling korosif

disebabkan oleh kondensasi 325 0.52

atau uap korosif

Beton diluar ruang bangunan

Tidak terlindung dari hujan

325

0.6

dan terik matahari langsung

Terlindung dari hujan dan

275

0.6

terik matahari langsung

Beton yang masuk kedalam

tanah

Mengalami keadaan basah

325

0.55

dan kering berganti-ganti

Mendapat pengaruh sulfat

Tabel tersendiri Tabel tersendiri dan alkali dari tanah

(33)

Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2.10 Penetapan nilai Slump

Pemakaian Beton

Slump (cm)

Maksimum Minimum

Dinding, Pelat Pondasi dan Pondasi Telapak

12,50 5,00 bertulang

Pondasi Telapak tiad bertulang, Kaison dan struktur 9,00 2,50 dibawah tanah

Pelat, Balok, Kolom dan Dinding 15,00 7,50

Perkerasan Jalan 7,50 5,00

Pembetonan

masal 7,50 2,50

Tabel 2.11 Perkiraan kebutuhan Air per-m3 Beton (liter)

Ukuran maks. Jenis Slump (mm) Agregat Batuan 0 – 10 10 – 30 30 - 60 60 – 180 (mm) 10 Alami 150 180 205 225 Batu pecah 180 205 230 250 20 Alami 135 160 180 195 Batu pecah 170 190 210 225 40 Alami 115 140 160 175 Batu pecah 155 175 190 205

(34)

Bab II Tinjauan Pustaka Catatan :

Apabila agregat yang dipakai adalah Agregat Campuran (Alami + Batu pecah), maka kebutuhan air dihitung menurut rumus :

⅔ Wh + ⅓ Wk

dengan : Wh = perkiraan jumlah air untuk agregat alami (agregat halus) Wk = perkiraan jumlah air untuk agregat kasar batu pecah.

Sumber : SK. SNI. T – 15 – 1990 – 03

Grafik 2.2 Kadar Pasir terhadap Total Agregat yang di anjurkan

(35)

Bab II Tinjauan Pustaka

Sumber : SK. SNI. T – 15 – 1990 – 03

Grafik 2.3 Kadar Pasir terhadap Total Agregat yang di anjurkan

untuk butir maksimum 20 mm

Sumber : SK. SNI. T – 15 – 1990 – 03

Grafik 2.4 Kadar Pasir terhadap Total Agregat yang di anjurkan

(36)

Bab II Tinjauan Pustaka

Sumber : SK. SNI. T – 15 – 1990 – 03

Grafik 2.5 Hubungan kandungan air, berat jenis agregat campuran dan

berat isi beton.

2.9 Pembuatan dan Perawatan Benda Uji ( ASTM C 31)

a. Maksud dan Tujuan

Untuk memberikan panduan tentang prosedur pembuatan dan perawatan benda uji dilapangan.

b. Peralatan

 Cetakan, bisa berupa silinder, kubus, atau cetakan balok.

 Rojokan, baja polos diameter 16 mm dengan panjang 600 mm yang ujungnya berbentuk bulat peluru.

(37)

Bab II Tinjauan Pustaka

 Palu karet dengan berat 0,575 + 0,23 kg.  Alat Slump, mengacu pada ASTM C 143.

 Nampan dari baja keras yang tidak menyerap air, dengan kapasitas yang cukup untuk pencampuran seluruh sampel.

 Alat pengukur kadar udara, mengacu pada ASTM C 173 (volumetric ) atau ASTM C 231 ( pressure ).

c. Spesimen Uji Tekan

Biasanya dipakai ukuran standar, silinder dengan diameter 152 mm dan tinggi 305 mm, kondisi ini untuk material yang butiran maksimalnya < 50 mm. Silinder yang lebih kecil dari 6 x 12 in tidak boleh dibuat di lapangan.

d. Identitas / penamaan Benda Uji

Meliputi lokasi dan waktu pencetakan beton. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan benda uji

 Dilakukan pengukuran slump pada saat pembuatan benda uji.  Setelah dilakukan pengetesan kadar udara, menurut ASTM C 231,

beton yang gunakan untuk pengetesan kadar udara tidak boleh dibuat untuk benda uji.

(38)

Bab II Tinjauan Pustaka

Jenis benda uji Tinggi (mm) Cara

pemadatan Jumlah lapisan Tebal lapisan < 300 Ditusuk 3 100

>300 Ditusuk Sesuai yang

dibutuhkan 100

<400 Digetar 2 200

>400 Digetar 3 atau lebih 200

<200 Ditusuk 2 100

>200 Ditusuk 3 atau lebih 100

<200 Digetar 1 200

>200 Digetar 2 atau lebih 200

Silinder

Prisma

e. Posisi Cetakan

 Ditempatkan pada daerah yang bebas dari getaran, pada permukaan yang datar, dan kaku.

f. Penuangan Beton

 Penuangan dilakukan dengan bantuan sekop atau cetok, dimana sebisa mungkin dihindari terjadinya segregasi.

 Sesuai ASTM C-172.

g. Jumlah lapisan benda uji

Pemadatan benda Uji berdasarkan slump, ukuran dan tipe benda uji. Jumlah lapisan pembuatan benda uji :

Tabel 2.12 Jumlah lapisan benda uji

h. Rojokan

 Untuk silinder jumlah dan ketentuan mengikuti tabel diatas.  Balok, satu rojokan untuk area seluas 13 cm2, setelah itu pukul

dengan palu karet 10 - 15 kali pada tiap lapisan.

(39)

Bab II Tinjauan Pustaka i. Vibrator

 Lamanya tergantung dari workabilitas beton dan keefektifan vibrator.

 Dianggap cukup setelah permukaan beton terlihat rata.

 Vibrator internal, rasio diameter terhadap penggetar diatas 4 untuk silinder, untuk balok elemen penggetar tidak lebih dari 1/3 lebar cetakan.

 Saat dilakukan penggetaran dengan vibrator eksternal dipastikan dulu bahwa cetakan sudah kaku dan kuat menahan getaran.

j. Finishing

 Silinder, setelah dilakukan pemadatan lakukan perataan permukaan beton dengan menggunakan batang rojokan atau perata.

 Balok, setelah pemadatan ratakan permukaan diatasnya dengan tongkat atau cetok perata lainnya

k. Curing ( Perawatan Benda Uji )

 Setelah finishing dijaga agar tidak terjadi penguapan atau berkurangnya kadar air dari specimen.

 Untuk air bak curing di jaga pada suhu 16 – 270 C

 Selanjutnya setelah 24 ± 8 jam dari pengecoran, spesimen dibuka dari cetakan dan dimasukkan di bak curing.

(40)

Bab II Tinjauan Pustaka

 Perlakukan benda uji sebisa mungkin sangat hati – hati, terutama jatuh bebas benda uji maksimal 2 kali tinggi benda uji.

 Sebelum dilakukan pengetesan sehari sebelumnya diangkat dari bak curing, supaya kelembaban airnya hilang.

l. Pengangkutan Spesimen ke Laboratorium

 Selama pengangkutan spesimen diberikan bantalan untuk mencegah kerusakan dari goncangan, dari temperatur dingin, dan kehilangan kadar air, transportasi tidak lebih dari 4 jam.

2.10 Pengetesan Beton

Prosedur Kuat tekan beton yang digunakan mengacu pada Standart ASTM C-39-81

a. Maksud dan Tujuan

 Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kuat tekan benda uji yang dihasilkan dari cetakan silinder dan maupun core drill. Metode ini hanya dapat digunakan untuk beton yang memiliki berat isi diatas 800 kg / m3.

b. Ringkasan Pengujian

 Metode pengujian dilakukan dengan memberikan beban tekan aksial pada benda uji berbentuk silinder atau core sampai terjadi kehancuran, kuat tekan dihitung saat terjadi beban paling maksimum yang dibagi dengan area pembebanan.

(41)

Bab II Tinjauan Pustaka c. Beberapa Tahapan yang harus dilalui sebelum pengujian

 ASTM C 31 tentang pembuatan dan perawatan benda uji.

 ASTM C 192 tentang pembuatan dan perawatan benda uji di laboratorium.

 ASTM C 617 tentang cara Capping benda uji.

 ASTM C 1231 tentang cara Capping benda uji dengan unbonded cap.

 ASTM C 42 tentang metode untuk penentuan pengujian core drill.  ASTM C 873 tentang metode pengujian kuat tekan untuk benda

uji yang masih berada didalam cetakan silinder.

d. Ketentuan Umum

 Mesin tes harus mempunyai type yang mencukupi.  Mesin harus dikalibrasi sesuai ASTM Practise E 4.  Kalibrasi dilakukan dalam interval 12 bulan.

 Mesin ditempatkan permanen ( tidak berpindah - pindah ).  Mesin harus dikalibrasi setelah terjadi perbaikan.

 Rancangan mesin harus dioperasikan tenaga yang mempunyai tenaga terus menerus tanpa goncangan.

 Posisi mesin ditempat yang luas dan memudahkan pembacaan hasil.

 Faktor kesalahan tidak boleh lebih dari 1% dari beban yang ada.  Sisi dari bearing block memiliki dimensi minimum sedikitnya 3%

(42)

Bab II Tinjauan Pustaka

 Bila diameter bearing block bulat maka diameter harus melebihi diameter benda uji sebesar 13 mm.

 Kedalaman cincin concentris tidak melebihi 0.8mm dan tidak lebih dari 1.2 mm tebalnya.

 Sisi bearing block harus memiliki dimensi yang sesuai untuk masing masing benda uji ( lihat tabel ).

 Pusat bulatan harus tepat pada permukaan bearing dalam toleransi 5% ball dan soket.

 Garis permukaan soket dan bagian lingkaran harus selalu terjaga bersih.

 Bagian yang dapat bergerak pada bearing block tersebut akan ditekan rapat diatas dudukan yang bulat, tetapi desainnya diatur dapat dimiringkan sebesar 4 derajad.

e. Petunjuk pembebanan

 Kecepatan pembebanan untuk silinder sebesar 0.14 - 0.34 Mpa / detik dan untuk kubus sebesar 0.25 Mpa / detik.

f. Benda Uji

 Benda uji tidak boleh dites jika terjadi perbedaan diameter sebesar 2% pada benda uji yang sama.

 Tidak diijinkan jika pengetesan menyimpang dari garis tegak lurus ke garis axis lebih dari 0.5%.

(43)

Bab II Tinjauan Pustaka

 Sehari sebelum waktu tes benda uji harus diangkat dari tempat perawatan dan ditaruh ditempat yang terlindung.

g. Prosedur dan Tanggung Jawab

 Tes kuat tekan dilakukan sesegera setelah memindahkan dari tempat yang lembab.

 Benda uji harus dijaga kelembabannya.

 Perhatikan batas toleransi waktu ( tabel section 4 ).

 Bersihkan permukaan bearing atas dan bawah dari kotoran.  Letakkan benda uji dibawah bearing block.

 Ratakan permukaan yang menempel pada piston.  Gunakan beban terus menerus tanpa hentakan.  Gunakan beban sampai hancur.

 Hitung kuat tekan benda uji.

 Laporkan hasil kuat tekan benda uji.

 Jika diperlukan konversi dari silinder ke kubus dapat dilakukan.

Jika L/D dari benda uji kurang dari 1.8 dikalikan dengan

(44)

Bab II Tinjauan Pustaka Ketelitian Operator

Untuk melaksanakan pengujian kuat desak beton harus diikuti beberapa tahapan sebagai berikut :

 Alat-alat dan benda uji yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu.

 benda uji diuji dengan mesin desak. Letakkan benda uji pada mesin tekan secara sentris (tepat di tengah) lalu diberikan beban tekan dengan penambahan beban yang konstan berkisar antara 2 – 4 kg/cm2 per detik.

 Lakukan pembebanan sampai benda uji menjadi hancur dan catatlah beban maksimum yang terjadi selam apemeriksaan benda uji.

 Catatlah keadaan benda uji.

2.11 Evaluasi Penerimaan Mutu Beton Sesuai dengan PBI 1971

Apabila tidak di tentukan dengan percobaan-percobaan, maka untuk keperluan kekuatan atau pemeriksaan mutu beton, perbandingan kekuatan tekan beton pada berbagai benda uji di ambil dari tabel 2.13 Dan umur terhadap beton berumur 28 hari dapat di ambil menurut tabel 2.14 .

(45)

Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2.13 Perbandingan kekuatan tekan beton pada berbagai benda uji

Benda uji Penbandingan kekuatan beton

Kubus 15 x 15 x 15 cm 1.00

Kubus 20 x 20 x 20 cm 0.95

Silinder 15 x 30 cm 0.83

Tabel 2.14 Perbandingan kekuatan tekan beton pada berbagai umur

Umur beton (hari) 3 7 14 21 28 90 365

Semen Portland Biasa 0,40 0,65 0,88 0,95 1,00 1,2 1,35

Semen Portland Biasa mutu tinggi

0,55 0,75 0,90 0,95 1,00 1,15 1,2

a. Frekuensi pembuatan benda uji

1. Untuk pengecoran > 60 m3, pembuatan benda uji di laksanakan :  Tahap awal di buat 1 benda uji untuk 3 m3/mutu.

 Tahap selanjutnya di buat 1 benda uji untuk 5 m3

/mutu.

2. Untuk pengecoran < 60 m3, apabila volume pengecoran sangat kecil sehingga tidak memungkinkan membuat 20 benda uji, maka pembuatan benda uji boleh kurang dari 20 buah, namun harus menjamin keterwakilan secara keseluruhan beton yang digunakan (dalam interval jumlah pengecoran yang sama).

(46)

Bab II Tinjauan Pustaka b. Ketentuan Penerimaan Mutu Beton PBI 1971

Apabila σbk adalah kekuatan tekan beton karakteristik yang di syaratkan dan Sr adalah deviasi standar rencana maka mutu beton dan mutu pelaksanaan di anggap memenuhi syarat, apabila di penuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Tidak boleh lebih dari 1 nilai di antara 20 nilai hasil pemeriksaan benda uji berturut-turut terjadi kurang dari σbk.

2. Tidak boleh satupun nilai rata-rata dari 4 hasil pemeriksaan benda uji berturut-turut terjadi kurang dari (σbk + 0,82 Sr).

3. Selisih antara nilai tertinggi dan terendah tidak boleh lebih besar dari 4,4 Sr.

4. Dalam segala hal hasil pemeriksaan 20 benda uji berturut-turut harus memenuhi σbk = σbm – k.s .

Apabila setelah pengecoran benda uji kurang dari 20 buah , jika tidak dinilai secara statistic, maka mutu beton di anggap memenuhi syarat jika rata-rata 4 benda uji berturut-turut lebih besar dari (σbk + 0,82 Sr).

Dimana :

σbk = Kuat tekan karasteristik

(47)

Bab II Tinjauan Pustaka

k = nilai koefisien cacat

s = deviasi standar pelaksanaan

N = Jumlah nilai hasil pemeriksaan (min 20 buah) σb = Kuat tekan masing-masing benda uji.

c. Tindakan jika mutu beton tidak memenuhi syarat

Tindakan yang diambil jika terjadi hasil evaluasi menunjukkan mutu beton tidak memenuhi syarat :

 pengujian non destruktif dengan palu beton (hammer test)  pengambilan benda uji dengan dibor (coring)

Jika dari salah satu atau lebih hasil dua percobaan tersebut memberikan nilai kuat tekan beton tidak kurang dari 80% kuat tekan beton karakteristik yang disyaratkan untuk elemen struktur terkait, maka beton yang bersangkutan dianggap memenuhi syarat. Jika masih tidak memenuhi syarat juga, maka dilakukan percobaan pembebanan langsung (syarat penerimaan tidak kurang dari 70% kuat tekan karakteristik) jika masih tidak memenuhi syarat juga, maka alternatif yang bisa dilakukan adalah :

Analisa kemampuan beban layan aktual, apakah dengan mutu

beton yang ada masih mampu mendukung beban kerja yang akan dipikul oleh struktur yang bermasalah tersebut.

Ditambah perkuatan pada struktur yang bermasalah, jika

memungkinkan dan diijinkan oleh Pengawas.

Gambar

Tabel 2.1 Susunan oxida semen Portland Type I ( Indocement )
Tabel 2.2 Empat senyawa dari semen Portland Type I ( Indocement )  Nama Senyawa  Rumus Oksida  Notasi  Kadar
Tabel 2.3 Gradasi Pasir  Lubang Ayakan
Tabel 2.4 Gradasi Kerikil  Lubang Ayakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kata lain, selain tugas umumnya, seperti menyediakan fasilitas pelayan masyarakat sesuai dengan standar pelayanan min i mal yang disepakati, pemerin - tah propinsi

Salah satu upaya yang dianggap mampu untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik, sehingga dapat membantu meningkatkan prestasi belajar siswa dan hasil

Pengusaha yang berjaya adalah dikehendaki menandatangani satu perjanjian kontrak dengan pihak Kolej Islam Antarabangsa.. Walau bagaimanapun, Kolej Islam Antarabangsa

Sumber : Daftar Inventaris Tanah Milik Pemerintah Kota Medan

International agreements in the human rights field actually become a tool in the interests of the Developed State, arraying from the economy through to the political and social

Dalam skripsi ini secara garis besar membahas “ Persepsi Wisatawan Asing Terhadap Pusat Informasi Pariwisata Kota Surabaya (Surabaya Tourism Information Center”.. Hasil

Secara rinci Sumarmo (2006) menuliskan indikasi kegiatan komunikasi matematis sebagai berikut: 1) Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa,

Sebagai otoritas tertinggi regulasi sekaligus pengawas syariah terhadap lembaga keuangan dan perbankan yang berasaskan kepada syariah, mereka dapat bekerja sama dengan DSN,