• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BERDASARKAN UU NO.14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN UU NO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BERDASARKAN UU NO.14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN UU NO"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BERDASARKAN UU NO.14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN UU NO.28

TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Oleh : BUDI FERIYANTO

ABSTRAK

Peradilan Pajak merupakan upaya hukum biasa yang diperuntukkan bagi wajib pajak untuk mendapatkan keadilan dan kebenaran terhadap perbuatan hukum dilakukan oleh pejabat pajak dalam melakukan penagihan pajak, sebelum ke pengadilan Pajak untuk mengajukan Banding dan Gugatan. Sebagai bahan pembahasan di sini adalah ketika sebuah aturan bertabrakan dengan aturan lainnya, sudah pasti akan menimbulkan masalah dalam praktiknya di lapangan. Korbannya yang jelas adalah Wajib Pajak. Selama ini Wajib Pajak bimbang saat ingin memenuhi persyaratan banding karena ada pertentangan antara UU Pengadilan Pajak (PP) dengan UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Oleh karena Indonesia adalah negara hukum yang menjamin perwujudan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil, sejahtera, aman, tenteram dan tertib, serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi setiap warga negara. Oleh sebab itu, untuk menjawab permasalahan ini, penulis mencoba memberikan pandangan berdasarkan kedua perundang-undangan tersebut ditinjau dari kepastian hukumnya serta berdasarkan uraian dari asas keseimbangan dan asas praduga tak bersalah (presumption of innocent). Dalam hal ini cara penulisan dengan sistem metode Normatif yang deskriptif analitis untuk pengambilan data penulisannya, yaitu dengan membuat uraian secara jelas, sistematis, nyata dan tepat mengenai fakta-fakta, yang dianalisisnya”.

Latar Belakang

Sistem pemungutan pajak yang dilakukan di Indonesia memberikan kewenangan administrasi perpajakan untuk menerbitkan ketetapan atau perhitungan pajak yang berbeda dengan yang dilaporkan oleh Wajib Pajak. Namun penerbitan ketetapan ataupun tagihan pajak terutang yang dilakukan apabila tidak sesuai

dengan undang-undang perpajakan tentunya akan menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat Wajib Pajak, karena dengan penerbitan ketetapan ataupun tagihan pajak dimaksud, dapat mengakibatkan timbulnya perbedaan pendapat antara administrasi perpajakan dengan Wajib Pajak yang disebut sebagai Sengketa Pajak. Oleh karena itu

(2)

dalam hal keputusan atas sengketa tersebut masih belum memuaskan Wajib Pajak, maka pada tahap berikutnya terhadap sengketa tersebut dapat diajukan banding ke Pengadilan Pajak.

Suatu permasalahan akan timbul pada saat sebuah aturan bertabrakan dengan aturan lainnya, sudah pasti akan menimbulkan masalah dalam praktiknya di lapangan. Korbannya yang jelas adalah Wajib Pajak. Hal ini terjadi dalam kasus pengajuan banding ke Pengadilan Pajak. Selama ini Wajib Pajak bimbang saat ingin memenuhi persyaratan banding karena ada pertentangan antara Undang-Undang Pengadilan Pajak (UU PP) dengan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Untuk itu Penulis tertarik untuk membahas persoalan ini dan menuangkannya ke dalam bentuk skripsi dengan judul ”Pengaturan Penyelesaian Sengketa Pajak Melalui Peradilan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak Dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan”.

Proses Keberatan Pajak Melalui Banding Administrasi

Dalam proses penetapan pajak melalui pemeriksaan ini sering timbul sengketa pajak antara wajib pajak dan otoritas pajak. Sengketa ini bisa disebabkan oleh perbedaan penafsiran atas ketentuan perpajakan, perbedaan pemahaman atas ketentuan perpajakan, perbedaan sudut pandang dalam menilai suatu fakta, bisa juga karena

ketidaksepakatan dalam hal proses pembuktian.

Untuk menyelesaikan sengketa seperti ini, maka ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh wajib pajak sebagaimana ketentuan UU KUP dalam Pasal 25, wajib pajak dapat mengajukan keberatan, dengan menyampaikan surat keberatan, hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).

Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk surat keberatan harus memenuhi syarat sebagaimana ketentuan dalam UU KUP Pasal 25 ayat-ayat berikut: Ayat (2), keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan; Ayat (3), keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud pada

(3)

ayat (1) kecuali apabila WP dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya; Ayat (3a), dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, wajib pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sejumlah yang telah disetujui wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan; Ayat (4), keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (3a) bukan merupakan surat keberatan

sehingga tidak

dipertimbangkan.

Selanjutnya Pasal 26 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan; Ayat (5), apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, keberatan yang diajukan WP dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan wajib pajak. Namun demikian berdasarkan ayat (3) bahwa

Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.

Hukum Acara Banding di Pengadilan Pajak

Dalam hal tersebut, apabila WP masih belum menerima keputusan keberatan dan masih merasa keberatan juga, WP masih dapat menempuh upaya hukum berikutnya berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UU KUP yaitu wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) UU KUP.

Pasca Amandemen ke-4 UUD Tahun 19ke-45, telah diundangkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menggantikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 dan Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004. Dari kedua

(4)

Undang-Undang tersebut kedudukan Pengadilan Pajak secara eksplisit dinyatakan sebagai pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara.

Selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 secara tegas juga dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara.

Memaksimalkan berbagai celah yang dilakukan oleh Wajib Pajak di antara kedua Undang-Undang yang bertabrakan dalam mengajukan ketidak-puasan baik banding maupun gugatan. Praktiknya, putusan banding maupun gugatan yang dimenangkan Wajib Pajak, selalu dilakukan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) oleh pihak Fiskus. Hal ini menunjukkan bahwa fiskus memiliki tanggung jawab terhadap tugasnya di dalam meningkatkan penerimaan negara, walaupun pada akhirnya Peninjauan Kembali (PK) dimenangkan oleh pihak Wajib Pajak. Penutup

Hasil pemeriksaan pada umumnya berbentuk surat

ketetapan pajak (SKP) di mana SKP ini berfungsi untuk melakukan koreksi atas perhitungan yang dilakukan oleh Wajib pajak atau bisa juga untuk mengkonfirmasi kebenaran perhitungan oleh Wajib pajak. Jenis-jenis SKP ini adalah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).

Pasca Amandemen ke-4 UUD 1945, telah diundangkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menggantikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004. Dari kedua Undang-Undang tersebut kedudukan Pengadilan Pajak secara eksplisit dinyatakan sebagai pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara.

Beberapa pasal dalam UU KUP dapat digunakan WP agar terbebas dari kewajiban membayar 50% dari pajak yang terutang, saat mengajukan Banding. Pasal-pasal tersebut adalah Pasal 25 ayat (7), Pasal 27 ayat

(5)

(5b), dan Pasal 27 ayat (5c) UU KUP.

Dalam Pasal 25 ayat (7) UU KUP, disebutkan bahwa “Dalam hal WP mengajukan Keberatan, jangka waktu pelunasan pajak atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan”.

Hal tersebut memiliki arti bahwa sejak SK Keberatan terbit, misal tanggal 2 Januari 2010, maka sampai dengan 1 Februari 2010, jumlah pajak yang belum dibayar pajak terutang berdasarkan SKPKB yang tidak disetujui oleh WP pada saat pengajuan keberatan tidak perlu dibayar oleh WP karena masih tertangguh. Jadi walaupun Banding dapat diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak SK Keberatan diterima WP, namun agar WP memperoleh penangguhan persyaratan membayar 50% dari jumlah pajak terutang, hendaknya pengajuan Banding dilakukan dalam jangka waktu satu bulan sejak terbitnya SK Keberatan. Dengan begitu, tentunya tidak salah jika dikatakan WP memiliki “celah”. Celah dalam arti pembayaran 50% dari utang pajak saat pengajuan Banding yang menjadi kewajiban WP, ditangguhkan. DAFTAR PUSTAKA Peraturan Perundang-undangan ________, Undang-Undang tentang Pengadilan Pajak. UU No.14 Tahun

2002.

________, Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan. UU No.28 Tahun 2007.

________, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan. UU No.36 tahun 2008. ________, Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman. UU No.48 Tahun 2009. ________, Undang-Undang tentang Pengadilan Tata Usaha Negara. UU

No.51 Tahun 2009.

________, Keputusan Presiden Republik Indonesia tentang Pengalihan

Organisasi, Administrasi, dan Finansial di Lingkungan

Peradilan

Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara, dan

Peradilan Agama ke Mahkamah Agung. Keppres No.21Tahun

(6)

Buku

Kurniawan Anang Mury, Pajak Internasional – Beserta Contoh Aplikasinya, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.

Diana Anastasia & Lilis Setiawati, Cara Mudah Menghitung Pajak Penghasilan Anda, Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010.

Barata Atep Adya, Panduan Lengkap Pajak Penghasilan, Jakarta: Visimedia, 2011.

Darussalam & Danny Septriadi, Konsep dan Aplikasi Cross-Border Transfer Pricing Untuk Tujuan Perpajakan, Jakarta: Danny Darussalam Tax Center / PT. Dimensi International Tax, 2008.

Waluyo Didik Budi, Pemotongan / Pemungutan Pajak Penghasilan – Memahami Undang-Undang dan Peraturan Pelaksanaan PPh Final Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 26, Jakarta: DBW Tax Center / PT. Warta

Mitra Mandiri, 2010. Sadhani Djazoeli, dkk., Mencari Keadilan Di Pengadilan Pajak, Jakarta: PT. Gemilang Gagasindo Handal, 2008.

Muljono Djoko, Pajak Berganda? Tidak Lagi! Pedoman Mudah dan Praktis Memahami Tax Treaty,

Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2011.

Gunadi, Panduan

Komprehensif Pajak

Penghasilan, Jakarta: PT. Multi Utama Consultindo, 2010.

J. H. Nieuwenhuis, “Legitimate En Heuristik Van Het Rchtterlijk Oordeel, Themis”, Dalam Buku Muhamad Djafar Saidi, Perlindungan Hukum Wajib Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, Jakarta: Rajawali Pers, 2007.

Suhartono Rudy & Wirawan B.Ilyas, Ensiklopedia Perpajakan Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2010.

Ilyas Wirawan B & Rudy Suhartono, Hukum Pajak Material 1, Jakarta: Salemba Humanika, 2011.

Pudyatmoko Y. Sri, Hukum Acara Peradilan Pajak, Jakarta: Pustaka Utama, 2009.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh positif partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran, sehingga pengendalian internal yang memadai begitu perlu dilakukan dalam

Temuan penelitian menunjukkan bahwa: 1 Implementasi pendidikan karakter di SDIT Permata Ummat Trenggalek telah terlaksana, hal ini dapat dilihat dari nilai-nilai karakter yang

berdistribusi normal, memiliki hubungan yang linier dan tidak terjadi multikolinieritas sehingga dapat dilakukan uji hipotesis. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel

Hasil dari peningkatan aktivitas integrasi pasokan logistik PT Astra Otoparts Divisi Adiwira Plastik (AWP) tidak hanya mempengaruhi kinerja kompetitif perusahaan

Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika pada indikator kemampuan memahami masalah materi permutasi dan kombinasi di kelas. XI IPA semester ganjil tahun

Selain persyaratan berupa Jumlah, Komposisi, Dewan Komisaris seperti yang ditentukan oleh Otoritas Jasa Keuangan, semua anggota Dewan Komisaris memenuhi

1) Marcellina Rasemi W,. SST, M.Pd selaku dosen pembimbing 1 yang sudah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam mengerjakan

Satpol-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kota di bidang ketentraman dan ketertiban umum serta penegakan hukum daerah,