• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN KETAHANAN ANGGREK Phalaenopsis TERHADAP PENYAKIT BUSUK LUNAK YANG DISEBABKAN OLEH Erwinia carotovora SECARA IN VITRO HARDIYANTO A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUJIAN KETAHANAN ANGGREK Phalaenopsis TERHADAP PENYAKIT BUSUK LUNAK YANG DISEBABKAN OLEH Erwinia carotovora SECARA IN VITRO HARDIYANTO A"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN KETAHANAN ANGGREK Phalaenopsis

TERHADAP PENYAKIT BUSUK LUNAK

YANG DISEBABKAN OLEH Erwinia carotovora

SECARA IN VITRO

HARDIYANTO A34402008

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

PENGUJIAN KETAHANAN ANGGREK Phalaenopsis

TERHADAP PENYAKIT BUSUK LUNAK

YANG DISEBABKAN OLEH Erwinia carotovora

SECARA IN VITRO

Skripsi

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian

Institute Pertanian Bogor

HARDIYANTO A34402008

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(3)

ABSTRAK

HARDIYANTO. Pengujian Ketahanan Anggrek Phalaenopsis terhadap Penyakit

Busuk Lunak yang Disebabkan oleh Erwinia carotovora Secara in Vitro.

Dibimbing oleh Agus Purwito dan Sri Rianawati.

Penyakit busuk lunak (soft rot) merupakan penyakit penting dalam budidaya anggrek Phalaenopsis. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Erwinia

carotovora, yang biasanya menginfeksi melalui pelukaan. Bakteri Erwinia carotovora dapat menyerang semua bagian tubuh tanaman, apabila keadaan

lingkungan mendukung seperti kelembaban tinggi, bakteri ini dapat berkembang dengan cepat terutama pada jaringan muda dan dapat menyebabkan kematian pada bibit angrek. Pemuliaan tanaman merupakan salah satu solusi untuk mengendalikan penyakit pada tanaman anggrek. Melalui pemulian tanaman dapat dirakit tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit dengan cara penyilangan dan seleksi in vitro. Melalui persilangan diharapkan adanya penggabungan sifat-sifat unggul dari tetua seperti sifat-sifat ketahanan terhadap penyakit, dan seleksi in

vitro digunakan sebagai seleksi awal dengan tujuan agar proses pemuliaan

tanaman lebih efektif dan efisien. Metode seleksi in vitro pada penelitian ini menggunakan agen penyeleksi yaitu bakteri Ervinia carotovora dengan konsentrasi 109 cfu/ml dan 1010 cfu/ml, dengan cara inokulasi melalui pelukaan dan tanpa pelukaan pada daun Phalaenopsis. Anggrek Phalaenopsis yang digunakan yaitu populasi 508, 529, 655, dan 688. Pengamatan dilakukan setiap hari selama sepuluh hari dan parameter yang diamati adalah intensitas serangan, kejadian penyakit, dan masa inkubasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan

Erwinia carotovora dapat menyebabkan penyakit busuk lunak pada daun Phalaenopsis in vitro. Penyakit ini umumnya menyerang melalui pelukaan, akan

tetapi penyakit ini juga dapat menyerang Phalaenopsis tanpa pelukaan. Metode seleksi in vitro dengan agen penyeleksi (bakteri Erwinia carotovora) dengan cara inokulasi melalui pelukaan terbukti efektif, akan tetapi penggunaan konsentrasi yang dicoba menunjukan hasil yang tidak berbeda. Berdasarkan hasil dari keempat populasi yang diuji terhadap tingkat ketahanan terhadap penyakit busuk lunak, menunjukkan bahwa populasi 508 merupakan populasi yang rentan (rata-rata intensitas serangan 41.5%) dan populasi 529, 655, dan 688 termasuk ke dalam populasi yang agak rentan (rata-rata intensitas serangan berturut-turut 27.7%, 27.4%, dan 26.5%). Berdasarkan kejadian penyakit setelah sepuluh hari masa inkubasi, menunjukan penyakit ini melalui pelukaan dapat menyerang bibit

Phalaenopsis hingga 98%-100%. Hasil analisis ragam pada populasi yang diuji,

menunjukkan setiap populasi memiliki ragam yang tinggi (>20%). Nilai ragam yang tinggi memberikan peluang adanya kemungkinan terdapatnya tanaman yang tahan, hal ini terbukti dengan didapatnya beberapa tanaman yang tergolong imun (dua tanaman) dan resisten (lima tanaman) terhadap penyakit busuk lunak.

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul

: PENGUJIAN KETAHANAN ANGGREK

Phalaenopsis

TERHADAP PENYAKIT

BUSUK LUNAK YANG DISEBABKAN

OLEH Erwinia carotovora SECARA IN

VITRO

Nama

: HARDIYANTO

NIM

: A34402008

Menyetujui, Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc Agr) (Dra. Sri Rianawati M.Si.) NIP. 19611101 198703 1 00 NIP. 080104192

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

(Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr) NIP. 19571222 1982 03 1 002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah dari Bapak Sukriyo Hadinoto dan Ibu Mistiyah. Penulis merupakan anak terakhir dari enam bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah penulis tempuh yaitu, Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bawang selesai tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Selama menjadi mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultur, penulis aktif dalam organisasi paduan suara mahasiswa IPB Agriaswara.

(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dengan segala keterbatasannya dapat menyelesaikan skripsi.

Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada “Kedua Orang Tua” tercinta yang selalu memberikan doa, nasihat, dan kasih sayangnya yang tulus dan tiada henti.

Terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. AGr. dan Dra. Sri Rianawati M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan sangat sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses penelitian yang telah penulis jalankan, Dr. Ir. Dewi Sukma Sp. M.Si. selaku dosen penguji tamu yang telah berkenan memberikan saran perbaikan skripsi kepada penulis, dan Prof. Dr. Ir. Surjono H. S. Msc. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat dan bimbingannya selama penulis menempuh studi di Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada kakanda tercinta Basuki Subagio, Suharti, Ahmad Subagio, Muhamad Surahmat, dan Sudiyarti, dan keponakan tercinta Yuliana, Helmi, Ifan, Fasa, Dinda, Rona, Meira, dan Azmi yang tiada hentinya memberikan perhatian dan semangat, serta Miftahul Huda atas bantuan dan perhatiannya. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih dan rasa simpatik kepada Firman (Galoeh), Esto, Ade, Harlan (Bela), Pandi, Misnen, Ust. Iqbal, keluarga besar Agriaswara, keluarga besar PMT 39, pecinta dan pedagang tanaman hias kota Bogor, dan teman-teman yang telah membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis masih menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, 29 Januari 2010 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 3 Hipotesis 3 TINJAUAN PUSTAKA 4 Botani Phalaenopsis 4

Kultur Jaringan Anggrek 5

Penyakit Busuk Lunak (Erwinia carotovora pv. carotovora). 6

Gejala Penyakit 7

Pemuliaan Tanaman Anggrek 8

Seleksi In Vitro 8

BAHAN DAN METODE 10

Waktu dan Tempat 10

Bahan dan Alat 10

Metode 10 Pelaksanaan 11 Persiapan Tanaman 11 Persiapan Inokulum 11 Perlakuan 12 Pengamatan 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Kondisi Umum 15

Pengaruh Jenis Populasi Anggrek terhadap Intensitas

Serangan Bakteri Erwinia carotovora 16

Pengaruh Konsentrasi Bakteri terhadap Intensitas Serangan

(8)

Pengaruh Cara Inokulasi terhadap Intensitas Serangan

Bakteri Erwinia carotovora 22

Interaksi Antar Perlakuan terhadap Intensitas Serangan

Bakteri Erwinia carotovora 25

KESIMPULAN DAN SARAN 29

Kesimpulan 29

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Klasifikasi ketahanan tanaman terhadap intensitas serangan

penyakit 14

2. Hasil analisis sidik ragam perlakuan terhadap intensitas

serangan penyakit busuk lunak 16

3. Pengaruh populasi terhadap intensitas serangan pada daun

anggrek Phalaenopsis pada 10 hari pengamatan 17

4. Perbandingan nilai koefisien keragaman tiap populasi

Phalaenopsis pada inokulasi dengan pelukaan terhadap

intensitas serangan 18

5. Pengaruh konsentrasi bakteri terhadap intensitas serangan

pada daun Phalaenopsis 22

6. Pengaruh cara Inokulasi terhadap intensitas serangan pada

daun Phalaenopsis 22

7. Interaksi populasi dengan konsentrasi bakteri terhadap

intensitas serangan pada daun Phalaenopsis 25

8. Interaksi populasi dengan cara inokulasi terhadap intensitas

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Uji virulensi Erwinia carotovora 15

2. Tanaman anggrek Phalaenopsis setelah 10 hari pengamatan

pada setiap popupasi 19

3. Perbedaan antara tanaman yang tahan dan tidak tahan

terhadap penyakit busuk lunak 20

4. Intensitas serangan pada setiap populasi dengan cara

inokulasi melalui pelukaan 20

5. Intensitas serangan pada setiap populasi dengan cara

inokulasi tanpa pelukaan 21

6. Pengaruh cara inokulasi terhadap Intensitas serangan pada

setiap populasi 23

7. Grafik perkembangan serangan pada inokulasi melalui

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

1. Intensitas serangan dan ketahanan masing-masing tanaman pada populasi 508 terhadap penyakit busuk lunak dengan konsentrasi inokulasi Erwinia carotovora 109 cfu/ml 34 2. Intensitas serangan dan ketahanan masing-masing tanaman

pada populasi 529 terhadap penyakit busuk lunak dengan konsentrasi inokulasi Erwinia carotovora 109

cfu/ml 35

3. Intensitas serangan dan ketahanan masing-masing tanaman pada populasi 655 terhadap penyakit busuk lunak dengan konsentrasi inokulasi Erwinia carotovora 109 cfu/ml 36 4. Intensitas serangan dan ketahanan masing-masing tanaman

pada populasi 688 terhadap penyakit busuk lunak dengan konsentrasi inokulasi Erwinia carotovora 109 cfu/ml 37 5. Intensitas serangan dan ketahanan masing-masing tanaman

pada populasi 508 terhadap penyakit busuk lunak dengan konsentrasi inokulasi Erwinia carotovora 1010 cfu/ml 38 6. Intensitas serangan dan ketahanan masing-masing tanaman

pada populasi 529 terhadap penyakit busuk lunak dengan konsentrasi inokulasi Erwinia carotovora 1010 cfu/ml 39 7. Intensitas serangan dan ketahanan masing-masing tanaman

pada populasi 655 terhadap penyakit busuk lunak dengan konsentrasi inokulasi Erwinia carotovora 1010 cfu/ml 40 8. Intensitas serangan dan ketahanan masing-masing tanaman

pada populasi 688 terhadap penyakit busuk lunak dengan konsentrasi inokulasi Erwinia carotovora 1010 cfu/ml 41

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang banyak digemari masyarakat Indonesia maupun mancanegara karena keindahan bunganya. Variasi bunganya yang unik, telah menarik perhatian dan minat para botanis yang gemar tanaman hias sejak dua abad yang lalu. Phalaenopsis merupakan salah satu jenis anggrek yang paling digemari oleh pasar (Puspitaningtyas 2003).

Menurut Dinas Tanaman Hias Departemen Pertanian (2009), komoditas ekspor bunga potong anggrek menunjukkan penurunan, baik dari segi volume maupun nilai ekspor setiap tahunnya. Tahun 2007 ekspor bunga potong anggrek mencapai sekitar 10.398 kg senilai 231.416 US $, dan pada tahun 2008 ekspornya menurun hingga 3.140 kg senilai 8.796 US $. Impor bunga potong anggrek juga mengalami penurunan. Tahun 2006, Indonesia mengimpor 231.993 kg senilai 171.798 US $ dan tahun 2007 impor bunga potong anggrek menurun menjadi 1.617 kg senilai 8.394 US $. Menurut Hendaryono (2007), Indonesia baru mampu mengekspor 25% dari anggrek yang tersedia di seluruh pelosok nusantara. Kondisi ini menunjukkan bahwa produksi anggrek dalam negeri masih belum dapat memenuhi kebutuhan pasar.

Rendahnya produksi anggrek di Indonesia disebabkan antara lain oleh lahan produksi yang terbatas dan mutu bibit yang buruk. Dibandingkan dengan produktivitas anggrek dari negara tetangga seperti Thailand dengan rata-rata 10-12 tangkai per tanaman, maka produktivitas anggrek Indonesia secara nasional rata-rata sangat kecil, yaitu hanya dapat mencapai 3-4 tangkai per tanaman. Umumnya bibit anggrek yang digunakan hanya mengutamakan keindahan bunganya saja akan tetapi ketahanan terhadap hama dan penyakit masih rendah. Penggunaan kultivar baru yang tahan terhadap penyakit ini merupakan salah satu solusi yang tepat untuk mengatasi kendala tersebut. Pemuliaan tanaman untuk karakter ketahanan terhadap penyakit merupakan salah satu cara efektif untuk melindungi tanaman dari kerusakan akibat faktor biotik, khususnya oleh mikroorganisme patogen. Penggunaan klon yang tahan penyakit dapat menghemat biaya dalam pengendalian hama dan penyakit, disamping itu secara ekologi lebih

(13)

ramah lingkungan dibandingkan menggunakan pengendalian dengan pestisida sintetis (Yusnita 2005, Dirjen PPHP 2005).

Salah satu penyakit penting yang menjadi masalah pada budidaya anggrek adalah penyakit busuk lunak (soft rot) yang disebabkan oleh bakteri Erwinia

carotovora. Erwinia carotovora dapat menyerang seluruh bagian tanaman dan

apabila lingkungan mendukung serangan bakteri ini dapat meluas dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian pada tanaman anggrek.Penyakit ini juga dapat menyebabkan kerusakan hingga 80%-100%, terutama pada saat di pembibitan anggrek (Agrios 1996, Mcmillan 2007).

Bakteri Erwinia carotovora adalah satu-satunya bakteri patogenik tumbuhan yang bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini mempunyai aktivitas pektolitik yang kuat dan menyebabkan busuk lunak pada tanaman kentang. Bakteri ini menyerang jaringan tanaman pada umumnya melalui pelukaan dan juga dapat melalui lubang alami (Agrios 1996). Menurut Janse (2005) pada tanaman kentang bakteri Erwinia

carotovora dapat menimbulkan penyakit pada konsentrasi 107

Pemuliaan tanaman merupakan salah satu solusi untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman anggrek. Melalui pemulian tanaman dapat dirakit tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit. Pemuliaan tanaman dapat dilakukan dalam berbagai cara, antara lain persilangan, seleksi, mutasi, fusi protoplas, transfomasi dan seleksi terhadap ragam somaklonal. Pemuliaan tanaman untuk sifat resistensi terhadap penyakit dapat menggunakan seleksi in

vitro dengan menggunakan agensiasia penyeleksi (Mangoendidjojo 2003,Yusnita

2005).

cfu/ml (cfu =

colony farming unit) dengan periode inkubasi sekitar empat hari.

Penelitian untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit telah banyak dilakukan melalui seleksi in vitro baik pada tanaman hortikultura maupun pada tanaman perkebunan, antara lain pada tanaman abaka yang tahan terhadap layu fusarium yang disebabkan oleh Fusarium

oxysporum f.sp. cubeuse (Purwati 2007), kacang tanah resisten penyakit busuk

batang yang disebabkan oleh infeksi Sclerotium rolfsii (Hemon 2006), tebu toleran terhadap fitotoksin yang dihasilkan oleh Dreehslera sacchari (toksin DS)

(14)

(Purwati 2007), dan kentang tahan layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia

solanaccarum (Palupi 2001).

Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketahanan bibit anggrek Phalaenopsis hasil persilangan terhadap busuk lunak yang disebabkan bakteri Erwinia carotovora secara in vitro.

Hipotesis

1. Terdapat tanaman anggrek Phalaenopsis yang tahan terhadap busuk lunak yang disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora pada tingkat serangan tertentu.

2. Inokulasi Erwinia carotovora melalui pelukaan lebih efektif dibandinkan dengan tanpa pelukaan untuk seleksi in vitro pada bibit angrek

Phalaenopsis.

3. Konsentrasi bakteri Erwinia carotovora lebih tinggi akan menyebabkan intensitas serangan yang lebih tinggi pada anggrek Phalaenopsis.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Phalaenopsis

Keluarga tanaman anggrek terdiri dari 900 marga. Marga tersebut yang telah dikenal sekarang diperkirakan 50 000 jenis, diantaranya kurang lebih 5000 jenis anggrek terdapat di Indonesia (Puspitaningtyas 1999). Anggrek dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor yaitu morfologi, ekologi, cara reproduksi, sitologi dan sitogenetika, biokimia, fitokimia dan anatomi (Arditti 1992).

Anggrek secara taksonomi dilasifikasikan : Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Asparagales Famili : Orchidaceae

Marga : Phalaenopsis, Dendrobium, Bulbophyllum, Vanda, Catleya,

Cymbidium, Nephelaphyllum, dan lain-lain.

Phalaenopsis merupakan salah satu marga anggrek yang memiliki bunga

menyerupai kupu-kupu atau lebah, oleh karena itu anggrek ini diberi nama

Phalaenopsis yang berasal dari kata “Phalaina” yang berarti lebah atau kupu-kupu

dan “opsis” yang artinya penampakan (Puspitaningtyas 1999). Marga

Phalaenopsis terutama tersebar di daerah tropik seperti Vietnam, Burma,

Thailand, Malaysia, Indonesia dan Papua Nugini. Selain ini juga tersebar di daerah subtropik seperti India, Cina selatan, Filipina, dan Australia utara (Yulia 2005).Menurut Christenson (2001) terdapat sekitar 60 jenis Phalaenopsis didunia dan menurut Puspitaningtyas (1999) 21 jenis tersebar di indonesia.

Anggrek Phalaenopsis tumbuh monopodial dan epifit yaitu menumpang pada batang tanaman atau batu dan tidak ada yang hidup di tanah (Nursandi 1997). Akar anggrek Phalaenopsis agak pipih, berdaging dan mengandung klorofil, berbatang pendek terbungkus oleh pangkal pelepah daun, daun berwarna hijau atau hijau muda mengkilap, berbentuk lonjong yang biasanya makin melebar pada ujungnya, serta tanpa tangkai daun (Puspitaningtyas 1999).

(16)

Susunan bunga Phalaenopsis ada yang berbentuk tunggal, tandan atau malai dan dapat berbunga serentak atau bergantian. Jumlah bunganya 1-30 kuntum dan kelopak mahkotanya tidak berlekatan. Marga Phalaenopsis umumnya memiliki warna bunga yang menyolok dengan variasi putih, merah jambu, ungu, kuning yang dihiasi dengan pola garis-garis atau totol-totol berwarna merah hati, coklat, merah jambu, yang menimbulkan kesan warna kontras. Perhiasan bunga yaitu kelopak dan mahkotanya sering kali mempunyai pola dan warna yang sama (Puspitaningtyas 1999).

Kelebihan aggrek Phalaenopsis dibandingkan bunga anggrek yang lainnya, yaitu relatif cepat berbunga, warna dan bentuknya menarik, serta penampilanya bervariasi, ada yang tersusun rapi di sepanjang tangkai bunga, berkelompok di ujung tangkai bunga atau mekar satu-satu (Nursandi 1997).

Kultur Jaringan Anggrek

Kultur jaringan tanaman adalah metode atau teknik mengisolasi jaringan, organ, sel maupun protoplas tanaman, menjadikan eksplan dan menumbuhkannya ke dalam media pertumbuhan yang aseptik sehingga eksplan tersebut dapat tumbuh dan berkembang, berorganogenesis dan dapat beregenerasi menjadi tanaman sempurna. Teknik kultur jaringan beranjak dari teori totipotensi (total

genetic potensial) yang dikemukakan oleh Sleiden dan Schwan pada tahun 1838.

Menurut teori ini sel tanaman adalah suatu unit yang otonom yang didalamnya mengandung material genetik lengkap, sehingga apabila ditumbuhkan didalam lingkungan tumbuh yang sesuai akan tumbuh dan bregenerasi menjadi tanaman lengkap/utuh (Mattjik 2005).

Menurut Yusnita (2003) kultur jaringan dapat digunakan untuk keperluan ; menyimpan plasma nutfah, menyelamatkan embrio, memperbanyak klonal tanaman, manipulasi kultur protoplas, merekayasa genetik tanaman, memproduksi tanaman haploid, dan menginduksi ragam somaklonal. Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan sangat bermanfaat untuk memperbanyak tanaman introduksi, tanaman klon unggul baru, dan tanaman bebas patogen yang perlu diperbanyak dalam jumlah besar dalam waktu relatif singkat. Aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala. Pemilihan bagian

(17)

tanaman yang digunakan sebagai eksplan, perlu memperhatikan umur fisiologis dan ontogenetik tanaman induk, serta ukuran eksplan karena ini merupakan faktor penting dalam kultur jaringan. Eksplan yang digunakan pada umumnya adalah bagian tunas pucuk (tunas apikal) atau mata tunas lateral pada potongan batang berbuku dan bagian daun.

Pada kultur jaringan penyimpangan dalam proses mitosis tetap dapat terjadi. Penyimpangan mitosis ini akan mengakibatkan perubahan genetika sehingga tanaman baru yang dihasilkan tidak sama dengan induknya (ragam somaklonal). Ragam somaklonal didefinisikan sebagai ragam genetik dari tanaman yang dihasilkan oleh sel somatik tanaman yang ditumbuhkan secara in vitro (Mattjik 2005).

Perbanyakan anggrek dapat dilakukan secara generatif maupun vegetatif. Secara generatif, perbanyakan dilakukan melalui proses perkecambahan biji anggrek secara in vitro yang diawali dengan penanaman biji dengan cara penaburan biji pada media padat atau cair. Biji tersebut dapat ditumbuhkan langsung menjadi planlet. Secara vegetatif perbanyakan dapat dilakukan menggunakan bagian somatis tanaman melalui subkultur yang ditanam dalam media tanam sehingga tumbuh menjadi PLB (protocorm like bodies) dan kemudian diregenerasikan menjadi planlet. Hal tersebut dapat dilakukan melalui modifikasi media baik hormon maupun nutrisi (Hendaryono 2000).

Penyakit busuk lunak (Erwinia carotovora pv. carotovora)

Penyakit busuk lunak (soft root) biasanya banyak dijumpai menyerang pada tanaman kentang, akan tetapi penyakit ini juga menyerang tanaman-tanaman lainnya seperti anggrek. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora pv. carotovora. Pada tanaman anggrek penyakit ini dapat menyebar dan berkembang dengan pesat terutama pada bibit anggrek/umur muda (Janse 2006). Penyakit ini juga dapat menyebabkan kerusakan hingga 80%-100% pada pembibitan anggrek, sehinggga sangat merugikan pada budidaya anggrek (Mcmillan 2007).

(18)

Bakteri Erwinia carotovora adalah satu-satunya bakteri patogenik tumbuhan yang bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini berbentuk batang lurus dengan ukuran 0,5-1,0 kali 1,0-3,0 µm, motil dengan beberapa sampai banyak bulu cambuk peritrik. Erwinia tidak menghasilkan enzim pektik dan menyebabkan penyakit nekrosis atau layu (kelompok “amylovora”), sedangkan Erwinia yang lain mempunyai aktivitas pektolitik yang kuat dan menyebabkan busuk lunak pada tumbuhan, kelompok “caratovora” (Agrios 1996).

Penyakit busuk lunak dapat terjadi pada setiap fase pertumbuhan tanaman dan akan menyebar, terutama bila kelembaban udara tinggi. Infeksi Erwinia

carotovora akan menyebabkan pembusukan pada jaringan parenkim. Pada

tanaman kentang, luka berlendir seringkali menyebabkan batang menjadi lunak secara cepat karena umbi bibit yang membusuk dan infeksi pada tunas muda atau stolon yang lanjut, sehingga dapat menyebabkan kematian pada tanaman. Bakteri ini juga dapat masuk melalui lentisel. Busuk lunak sering dipicu oleh kerusakan mekanik atau kerusakan oleh serangan hama atau penyakit lainya (Astuti 2004).

Gejala Penyakit

Pada tanaman anggrek, bakteri Erwinia carotovora pada umumnya masuk ke dalam jaringan tanaman melalui luka-luka dan menyebabkan busuk lunak yang berkembang dengan pesat terutama pada masa pembibitan. Gejala pada anggrek yang terserang ditandai dengan timbulnya bercak yang berwarna coklat kehitaman, kemudian daun menjadi berair, lembek, turgornya hilang, dan mengeluarkan bau busuk. Pada jaringan muda yang lunak pembusukan terjadi dengan pesat, tetapi pada bagian yang lebih dewasa khususnya pada umbi semu atau akar rimpang, pembusukan berkembang lebih lambat. Pada lingkungan yang lembab penyakit ini mudah sekali meluas dan menjalar sampai ke pucuk tanaman atau titik tumbuh, sehingga dapat menyebabkan kematian pada tanaman dengan cepat (Agrios 1996, Semangun 2007).

(19)

Penyakit busuk lunak dapat ditularkan melalui berbagai cara yaitu infeksi antar tanaman, air, lubang-lubang alami, peralatan yang telah terinfeksi, dan serangga. Bakteri Erwinia carotovora dapat bertahan dalam usus serangga selama beberapa jam, sehingga dapat dipindahkan secara mudah oleh serangga (Astuti 2004).

Pemuliaan Tanaman Anggrek

Pemuliaan tanaman untuk merakit suatu varietas unggul merupakan proses berkelanjutan dan pemuliaan tanaman sangat erat hubunganya dengan kegiatan seleksi. Pada dasarnya, pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan 1) melakukan seleksi terhadap suatu populasi tanaman yang sudah ada, 2) melakukan kombinasi sifat-sifat yang diinginkan secara generatif, 3) melakukan penggandaan kromosom dan/atau mutasi sebelum melakukan seleksi, 4) melalui rekayasa genetika (Mangoendidjojo 2003).

Pemuliaan anggrek secara konvensional biasanya dilakukan melalui persilangan. Tujuan persilangan selain untuk mendapatkan tanaman anggrek yang memiliki keindahan bunganya, juga bertujuan untuk mendapatkan tanaman anggrek yang memiliki sifat tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Tetapi perbanyakan anggrek dengan biji (generatif) pada umumnya sangat sulit dilakukan di lapangan, hal ini disebabkan biji anggrek tidak memiliki cadangan makanan (endosperm) dan hanya tediri dari embrio dan kulit pembungkus (testa) serta biji anggrek sulit berkecambah apabila lingkungan kurang mendukung. Oleh karena itu pembibitan anggrek secara in vitro merupakan alternatif yang tepat untuk mengatasi kendala tersebut (Hendaryono 2000, Puspaningtyas 2003).

Seleksi In Vitro

Pemanfaatan hasil persilangan dalam pemuliaan awalnya dengan mendorong terjadinya penggabungan sifat-sifat tetua dan mendapatkan ragam kemudian dilakukan seleksi terhadap tanaman yang memiliki sifat-sifat tertentu. Melalui persilangan diharapkan tetua yang memiliki sifat menguntungkan dapat diturunkan dan ragam yang dihasilkan dari hasil persilangan secara terarah dapat diseleksi menggunakan suatu agensia penyeleksi untuk mendapatkan tanaman yang mempunyai sifat yang diinginkan. Proses awal untuk mendapatkan tanaman

(20)

anggrek Phalaenopsis yang tahan terhadap penyakit busuk lunak dapat dilakukan melalui seleksi in vitro. Bakteri Erwinia carotovora pv. carotovora diinokulasikan ke dalam jaringan tanaman anggrek (daun), dan berdasarkan analisis tingkat intensitas serangannya maka setiap populasi dapat dipisahkan dan dikelompokkan berdasarkan tingkat ketahanannya terhadap agensia penyeleksi (Matsumoto et al. 1995, Mangoendidjojo 2003, Yusnita 2005)

Uji ketahanan dengan seleksi in vitro merupakan seleksi awal yang dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat tertentu yang diinginkan agar dapat menghemat biaya dan waktu. Seleksi in vitro telah banyak digunakan terhadap penyakit pada berbagai jenis tanaman. Seleksi awal secara in vitro dilakukan dengan tujuan agar kegiatan pemilihan tanaman lebih efektif dan efisien. (Orlando

(21)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium kultur jaringan Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB, mulai bulan Agustus sampai September 2008.

Bahan

Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah empat populasi hasil persilangan Phalaenopsis koleksi dari Balai Penelitian Tanaman Hias, Deptan Segunung, Cianjur Jawa Barat, yaitu ;

1) Populasi 508 (hasil selfing Phalaenopsis Taisuco Kochdian)

2) Populasi 529 (hasil persilangan Phalaenopsis Brother Sara Gold x Saga) 3) Populasi 655 (hasil persilangan Phalaenopsis Taisuco Kochdian/Yukimai

x Phalaenopsis Thaisuco Kochdian)

4) Populasi 688 (hasil persilangan Phalaenopsis Mary Strip/Modern Beauty

x [Dor Pulcharrima x Formosa Rose/Taisuco Rosemary])

Jenis bakteri Erwinia yang digunakan adalah bakteri Erwinia carotovora yang berasal dari tanaman Phalainopsis yang terkena busuk lunak. Bahan yang digunakan antara lain spirtus, alkohol 70%, dan kertas koran.

Metode

Penelitian ini adalah Percobaan faktorial dengan tiga faktor yaitu 1) Jenis populasi angrek, 2) Konsentrasi bakteri Erwinia carotovora dan 3) Cara inokulasi. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor populasi anggrek terdiri atas empat taraf yaitu populasi 508, 529, 655, dan 688. Faktor konsentrasi bakteri Erwinia carotovora terdiri atas dua taraf yaitu 109 cfu/ml dan 1010

Yijk = µ + αi + βj + τk + (αβ)ij + (ατ)ik + (βτ)jk + (αβτ)ijk + εijk

cfu/ml (cfu : colony forming units). Faktor cara inokulasi terdiri atas dua taraf yaitu dengan pelukaan yang dilakukan pada daun dan tanpa pelukaan. Jumlah perlakuan terdiri dari 16 kombinasi dan diulang 8-10 kali (botol) dimana setiap botol terdiri dari 3-7 tanaman. Model rancangannya adalah

(22)

Keterangan

Yijk : Nilai pengamatan karena faktor populasi pada taraf ke i, faktor konsentrasi Erwinia ke j, faktor cara inokulasi ke k dan ulangan ke l

µ : Nilai rataan umum

αi : Pengaruh perlakuan populasi pada taraf ke i

βj : Pengaruh perlakuan konsentrasi Erwinia carotovora ke j τk : Pengaruh cara inokulasi ke k

(αβ)ij : Pengaruh interaksi antara faktor populasi dan faktor konsentrasi Erwinia

carotovora

(ατ)ik : Pengaruh interaksi antara faktor populasi dan faktor cara inokulasi (βτ)jk : Pengaruh interaksi antara faktor konsentrasi bakteri Erwinia carotovora

dan cara inokulasi

(αβτ)ijk: Pengaruh interaksi antara faktor populasi, faktor konsentrasi bakteri

Erwinia carotovora dan faktor cara inokulasi.

εijkl : Pengaruh acak dari faktor populasi pada taraf ke I, faktor konsentrasi

Erwinia carotovora pada taraf ke j, faktor cara inokulasi pada taraf ke k

dan ulangan ke l

Data yang diperoleh diuji secara statistik dengan uji F melalui analisis ragam ANOVA dengan uji lanjut DMRT pada taraf nyata 5%.

Pelaksanaan 1. Persiapan Tanaman

Tanaman Phalaenopsis in vitro yang digunakan adalah yang telah berumur delapan bulan sejak biji disemai, minimal memiliki dua daun panjang sekitar 2.5 cm yang telah membuka sempurna dan dalam kondisi sehat. Setiap botol dipilih 3-7 tanaman, kemudian setiap tanaman yang digunakan diberi tanda dengan menggunakan spidol pada botol.

2. Persiapan Inokulum

Isolat (biakan murni) Erwinia carotovora yang digunakan berasal dari koleksi Laboratorium Kultur Jaringan Balai Penelitian Tanaman Hias, Deptan Segunung, Cianjur Jawa Barat. Isolat bakteri asal dengan konsentrasi 1010 cfu/ml

(23)

yang telah tersedia kemudian sebagian diencerkan untuk mendapatkan konsentrasi 109 cfu/ml. Pengenceran untuk mendapatkan konsentrasi 109 cfu/ml, dilakukan dengan cara mengambil 10 ml isolat bakteri asal diencerkan hingga 100 ml menggunakan aquades seteril di dalam gelas gelas ukur. Konsentrasi inokulum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 109 cfu/ml dan 1010

3. Perlakuan

cfu/ml.

Tanaman anggrek yang telah dsiapkan kemudian diinokulasi bakteri

Erwinia carotovora dengan cara 1) Melukai bagian daun (setiap helai daun

ditusuk sebanyak tiga tusukan) menggunakan jarum yang telah dicelupkan pada bakteri Erwinia carotovora dan 2) Membasahi daun anggrek sebanyak 1 ml dengan bakteri Erwinia carotovora menggunakan pipet, kedua perlakuan ini dilakukan di dalam kotak tanam.

4. Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap hari setelah inokulasi selama 10 hari. Anggrek yang telah diinokulasi diamati perkembangan serangan bakteri pada daun dengan mengamati gejalanya (busuk lunak yang berwarna coklat kehitaman dan agak basah/agak berlendir pada daun yang terserang). Peubah yang diamati meliputi :

1) Masa inkubasi yaitu selang waktu dari awal inokulasi hingga timbulnya gejala pada anggrek ,

2) Lebar serangan yaitu persentase luas daun yang terserang terhadap lebar setiap daun, dan

3) Persentase tanaman anggrek yang terserang Erwinia carotovora yaitu jumlah anggrek yang terserang setelah 10 hari pengamatan. Intensitas serangan penyakit busuk lunak dihitung dengan rumus yang dikemukakan oleh Norman et

al. dalam Balithi (2006):

(24)

Dimana ;

I : Intensitas serangan N : Jumlah daun total

n : Jumlah daun terserang pada tiap nilai sekala v : Nilai skala untuk setiap daun

Z : Nilai skala tertinggi.

∑ : Jumlah nilai skala pada setiap daun selama masa inkubasi Penentuan nilai skala (v) sebagai berikut ;

Nilai

0 : Tanpa gejala

1 : Bercak kecil pada luasan 1% dari luas daun 3 : Bercak 2 % - 10 % dari luas daun

5 : Bercak agak meluas 11 % - 25 % dari luas daun 7 : Bercak meluas 26 % - 50 % dari luas daun 9 : Bercak melebar > 50% dari luas daun Cara pengamatan yaitu :

1. Melihat apakah terdapat gejala atau tidak, hal ini untuk menentukan nilai skala 0 (tanpa gejala) dan skala 1 (Bercak kecil pada luasan 1% dari luas daun).

2. Apabila terdapat gejala dan gejala tersebut meluas, maka persentase tingkat serangan diukur dengan cara membandingkan luasan serangan dengan luas daun yaitu ;

a. Menentukan nilai skala 3 (Bercak 2 % - 10 % dari luas daun) : Luas daun seolah-olah dibagi 10 bagian yang sama, kemudian satu bagian luasan tersebut dibandingkan dengan luasan serangan, apakah serangan mencapai luasan tersebut atau tidak, jika luas serangan melebihi maka serangan termasuk pada skala 5,

b. Menentukan nilai skala 5 (Bercak 11 % - 25 % dari luas daun) : Luas daun seolah-olah dibagi 4 bagian yang sama, kemudian satu bagian luasan tersebut dibandingkan dengan luasan serangan, apakah serangan mencapai luasan tersebut atau tidak, jika luas serangan melebihi maka serangan termasuk pada skala 7,

(25)

c. Menentukan nilai skala 7 (Bercak 26 % - 50 % dari luas daun) : Luas daun seolah-olah dibagi 2 bagian yang sama, kemudian satu bagian luasan tersebut dibandingkan dengan luasan serangan, apakah serangan mencapai luasan tersebut atau tidak, jika luas serangan melebihi maka serangan termasuk pada skala 9,

d. Menentukan nilai skala 9 (Bercak > 50 % dari luas daun) : Luas daun seolah-olah dibagi 2 bagian yang sama, kemudian satu bagian luasan tersebut dibandingkan dengan luasan serangan, luas serangan tersebut harus telah melebihi setengah bagian daun. Selanjutnya berdasarkan intensitas serangan tersebut, tingkat ketahanan

Phalaenopsis terhadap penyakit busuk lunak ditentukan berdasarkan kriteria yang

dikemukakan oleh Handayani (2004) dalam Balithi (2006) (Tabel 1). Tabel 1 klasifikasi ketahanan tanaman terhadap intensitas serangan penyakit

Intensitas Serangan Penyakit (I) Klasifikasi Ketahanan

0 % Imun 0 % < x ≤ 10 % Resisten 10 % < x ≤ 20 % Agak Resisten 20 % < x ≤ 40 % Agak Rentan 40 % < x ≤ 60 % Rentan 60 % < x Sangat Rentan

Menurut Sinaga (2006) tanaman dikategorikan imun apabila tanaman bebas dari infeksi, dalam hal ini hubungan patogen dengan inang meliputi ketahanan yang absolut yang dilakukan oleh inang. Resisten/ketahanan yaitu ukuran kemampuan inang tanaman dalam menghambat serangan pathogen. Tanaman dikategorikan resisten apabila infeksi pathogen menyebabkan gejala serangan penyakit pada tanaman akan tetapi tanaman dapat meghambat infeksi/serangan patogen sehingga infeksi tidak dapt berkembang meluas (intensitas serangan 10 % < x ≤ 20 %).

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kondisi Umum

Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman yang tidak merata dimana banyak tanaman anggrek yang masih terlalu kecil.

Bakteri patogen yang dipakai adalah bakteri Erwinia yang telah teridentifikasi (dalam laboratorium) baik jenis yaitu Erwinia carotovora, maupun jumlahnya. Bakteri tersebut juga telah teruji dapat menginfeksi (virulen) dan menyebabkan penyakit busuk lunak (soft-rot) pada umbi kentang (Gambar 1). Bakteri Erwinia carotovora memiliki aktivitas pektolitik yang kuat dan dapat menyebabkan penyakit busuk lunak (Agrios 1996).

Gambar 1. Uji virulensi Erwinia carotovora, A : Umbi kentang normal, B : Umbi kentang terinfeksi bakteri Erwinia carotovora

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan populasi, cara inokulasi, interaksi populasi dengan konsentrasi bakteri, dan interaksi populasi dengan cara inokulasi berpengaruh sangat nyata terhadap intensitas serangan penyakit busuk lunak pada Phalaenopsis. Hasil perlakuan tunggal konsentrasi bakteri, konsentrasi bakteri dengan cara inokulasi, dan populasi dengan konsentrasi bakteri dengan cara inokulasi tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan pada Phalaenopsis (Tabel 2).

(27)

Tabel 2 Hasil analisis sidik ragam perlakuan terhadap intensitas serangan

Peubah Intensitas Serangan (%)

Jenis Populasi **

Konsentrasi Bakteri tn

Cara Inokulasi **

Jenis Populasi x Konsentrasi Bakteri **

Jenis Populasi x Cara Inokulasi **

Konsentrasi Bakteri x Cara Inokulasi tn

Jenis Populasi x Konsentrasi Bakteri x Cara Inokulasi tn

Keterangan : ** = sangat nyata, tn = tidak nyata pada α = 5 %

2. Pengaruh Jenis Populasi Anggrek terhadap Intensitas Serangan Bakteri Erwinia carotovora

Jenis populasi menunjukan pengaruh yang nyata terhadap intensitas serangan penyakit. Populasi 508 merupakan populasi paling tidak tahan terhadap serangan bakteri Erwinia carotovora dengan rata-rata intensitas serangan sebesar 41.5%, dibandingkan dengan populasi 529, 655 dan 688 dengan rata-rata intensitas serangan berturut-turut 27.7%, 27.4% dan 26,5%. Berdasarkan tingkat ketahanan terhadap penyakit busuk lunak, populasi 508 merupakan populasi yang rentan sedangkan populasi 529, 655, dan 688 termasuk populasi yang agak rentan (Tabel 3).

Berdasarkan kejadian penyakit setelah 10 hari pengamatan, menunjukkan bahwa bakteri Erwinia carotovora dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit busuk lunak pada tanaman Phalaenopsis sehingga sebagian besar tanaman terkena penyakit busuk lunak (98%-100%). Intensitas serangan dari masing-masing individu tanaman pada setiap populasi sangat bervariasi. Hal ini dapat dilihat pada setiap populasi kisaran intensitas serangan berbeda. Populasi 508 kisaran intensitas serangan antara 24.4% sampai 91.1%, sedangkan populasi 529, 655, dan 688 dengan kisaran intensitas serangan berturut-turut antara 8.9% sampai 77.8%, 0% sampai 77.8%, dan 0% sampai 77.8% (Tabel 3).

(28)

Tabel 3 Pengaruh jenis populasi terhadap intensitas serangan pada daun anggrek

Phalaenopsis pada 10 hari pengamatan

Jenis Populasi Kejadian Penyakit pada 10 Hsi (%) Interval Intensitas Serangan (%) Rata-rata Intensitas Serangan (%) Tingkat Ketahanan 508 100 24.4 – 91.1 41.5 a Rentan 529 100 20.0 – 77.8 27.7 b Agak Rentan 655 99.0 0.0 – 77.8 27.4 b Agak Rentan 688 98.3 0.0 – 77.8 26.5 b Agak Rentan

Keterangan : Nilai pada baris perlakuan yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%; Hsi : hari setelah inokulasi

Gejala penyakit yang disebabkan oleh Erwinia carotovora pada bibit anggrek dicirikan oleh terdapatnya bercak coklat kehitaman yang lunak, berlendir disertai bau yang khas (busuk) dan terus meluas pada masa inkubasi. Penyakit ini dapat menyebar dengan cepat karena pada bibit anggrek yang masih muda banyak terdapat jaringan lunak. Perlakuan dilakukan pada daun anggrek, akan tetapi dalam perkembangannya penyakit ini juga menyerang batang dan akar dengan cepat dan menyebabkan kematian pada bibit anggrek. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semua populasi yang diuji (populasi 508, 529, 655 dan 688) merupakan populasi yang berdasarkan tingkat intensitas serangan tergolong tidak tahan terhadap serangan penyakit busuk lunak (rata-rata intensitas serangan > 20%).

Setiap populasi yang diseleksi memiliki koefisien keragaman yang besar (> 20%). Nilai koefisien keragaman tiap-tiap populasi menunjukan bahwa pada setiap perlakuan populas memiliki ragam yang tinggi terhadap penyakit busuk lunak. Ragam tersebut tercermin pada hasil respon setiap tanaman terhadap intensitas serangan. Berdasarkan hasil nilai ragam, berturut-turut dari populasi yang memiliki ragam tertinggi yaitu populasi 655, 688, 529, dan 508 dengan nilai ragam berturut-turut 54.1%, 46.7%, 45.8%, dan 36.6% (Tabel 4).

(29)

Tabel4 Perbandingan nilai koefisien keragaman tiap populasi Phalaenopsis pada inokulasi dengan pelukaan terhadap intensitas serangan

Populasi Koefisien Keragaman (%)

508 36.6

529 45.8

655 54.1

688 46.7

Ragam yang tinggi pada setiap populasi terhadap intensitas serangan bakteri Erwinia carotovora, memberikan kemungkinan adanya tanaman yang tahan terhadap serangan penyakit busuk lunak. Selanjutnya jika dikaitkan dengan tingkat ketahanan tanaman terhadap penyakit busuk lunak, hasil seleksi individu mengindikasikan masing-masing tanaman baik dalam populasi yang sama maupun antar populasi memiliki tingkat ketahanan yang berbeda terhadap penyakit busuk lunak. Perlakuan konsentrasi inokulum 109

Hasi seleksi pada konsentrasi bakteri Erwinia carotovora 10

cfu/ml pada populasi 655 ditemukan enam tanaman Phalaenopsis yang memiliki ketahanan dengan kategori imun (satu tanaman), resisten (dua tanaman) dan agak resisten (tiga tanaman) (Lampiran 3). Pada populasi 688 terdapat tiga genotip yang tahan yaitu imun (satu tanaman), resisten (satu tanaman) dan agak resisten (satu tanaman) (Lampiran 4).

10

cfu/ml, populasi 529 ditemukan empat tanaman Phalaenopsis yang memiliki ketahanan dengan kategori resisten (satu tanaman) dan agak resisten (tiga tanaman) (Lampiran 6), pada populasi 688 terdapat dua genotip tahan yaitu kategori resisten (satu tanaman) dan agak resisten (satu tanaman) (Lampiran 8). Tanaman yang tahan tersebut menunjukkan perkembangan intensitas serangan yang lambat atau tanaman tidak terserang (luka mengering) atau serangan bakteri Erwinia

carotovora tidak menyebabkan infeksi terhadap tanaman yang tahan, sehingga

tanaman tersebut tidak terserang penyakit busuk lunak. Terdapatnya tanaman imun dan resisten menunjukan bahwa ragam yang tinggi memberikan peluang terdapatnya tanaman terpilih. Tanaman terplih tersebut merupakan kandidat tanaman tahan penyakit terhadap penyakit busuk lunak, kemudian tanaman tersebut dikembangkan lebih lanjut dan diseleksi kembali untuk menguji

(30)

kestabilan sifat ketahanannya. Gambar 2 merupakan salah satu contoh tanaman pada setiap populasi setelah 10 hari inokulasi bakteri Erwinia Carotovora dengan cara pelukaan pada daun Phalainopsis.

Gambar 2. Tanaman anggrek Phalaenopsis setelah 10 hari pengamatan pada setiap popupasi

Perbedaan antara tanaman yang tahan dan tidak tahan terhadap penyakit busuk lunak dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 A menunjukan daun anggrek

Phalaenopsis yang tidak tahan terhadap serangan bakteri Erwinia carotovora

lunak dan intensitas serangannya telah meluas. Gambar 3 B menunjukan daun anggrek Phalaenopsis tahan terhadap serangan bakteri Erwinia carotovora, meskipun telah diinokulasi menggunakan jarum yang telah dicelupkan ke dalam bakteri Erwinia carotovora akan tetapi bakteri tersebut tidak dapat menginfeksi dan luka pada daun mengalami penyembuhan.

508

529

(31)

Gambar 3. A : anggrek Phalaenopsis yang tidak tahan terhadap serangan bakteri

Erwinia carotovora, B : anggrek Phalaenopsis yang tahan terhadap

serangan bakteri Erwinia carotovora

Perbandingan intensitas serangan setiap populasi pada cara inokulasi yang berbeda, menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada cara inokulasi dengan pelukaan dan tanpa pelukaan. Inokulasi bakteri Erwinia carotovora melalui pelukaan menghasilkan intensitas serangan sangat tinggi dibandingkan dengan tanpa pelukaan. Populasi 508 menunjukan tingkat respon terhadap intensitas serangan tertinggi baik pada cara inokulasi dengan pelukaan maupun tanpa pelukaan, hal ini menunjukan bahwa populasi 508 merupakan populasi yang paling rentan terhadap serangan penyakit busuk lunak (Gambar 4 dan 5).

Gambar 4. Intensitas serangan pada setiap populasi dengan cara inokulasi melalui pelukaan

A

B

65.6 54.4 45.7 51.5 0 10 20 30 40 50 60 70 508 529 655 688 Int e nsi tas Se r an gan % Populasi

(32)

Gambar 5. Intensitas serangan pada setiap populasi dengan cara inokulasi tanpa pelukaan

Mekanisme ketahanan yang terjadi pada tanaman yang resisten terhadap penyakit busuk lunak diduga berhubungan dengan reaksi pertahanan nekrotik yaitu patogen mungkin mempenetrasi dinding sel, tetapi segera setelah patogen kontak dengan protoplasma sel, reaksi hipersensitif menyebabkan hancurnya semua membran seluler dari sel-sel yang kontak dengan bakteri, dan kemudian diikuti dengan pengeringan dan nekrosis jaringan daun yang terserang bakteri tersebut. Resistensi terhadap penyakit busuk lunak diduga berhubungan dengan reaksi detoksifikasi salah satu faktor patogenitas yaitu kutinase yang dapat merombak kutin yang merupaka komponen utama kutikula, serta pektinase yang dapat menguraikan zat pektik yang merupakan penyusun utama dinding sel dan lamella tengah pada tumbuhan (Agrios 1996). Resistensi tersebut diwujudkan dalam berbagai mekanisme, misalnya modifikasi dinding sel, induksi sintesis enzim yang terlibat dalam biosintesis fitoaleksin, sintesis enzim hidrolitik dan sintesis inhibitor bermacam-macam proteinase (Yuwono 2006).

6.6 0.2 0.8 0.2 0 1 2 3 4 5 6 7 508 529 655 688 Int e nsi tas Se r an gan % Populasi

(33)

3. Pengaruh Konsentrasi Bakteri terhadap Intensitas Serangan Bakteri Erwinia carotovora pada daun Phalaenopsis

Perlakuan konsentrasi bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan, dengan kata lain penggunaan konsentrasi bakteri 109 cfu/ml dan 1010

Tabel 5 Pengaruh konsentrasi bakteri terhadap intensitas serangan pada daun

Phalaenopsis

cfu/ml menunjukkan hasil yang tidak berbeda terhadap tingkat intensitas serangan bakteri (Tabel 5).

Konsentrasi Bakteri Intensitas Serangan (%)

109 10 cfu/ml 10 31.421 a cfu/ml 30.701 a

Keterangan : Nilai pada baris perlakuan yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 %.

Hasi perlakuan konsentrasi bakteri terhadap intensitas serangan menunjukan bahwa intensitas serangan bakteri Erwinia carotovora pada daun Phalaenopsis, tidak ditentukan oleh konsentrasi inokulum akan tetapi dipengaruhi oleh virulensi bakteri Erwinia carotovora dalam menginfeksi jaringan anggrek Phalaenosis. Bakteri Erwinia carotovora memiliki aktivitas pektolitik yang kuat dan dapat menyebabkan penyakit busuk lunak (Agrios 1996).

4. Pengaruh Cara Inokulasi terhadap Intensitas Serangan Bakteri Erwinia carotovora pada daun Phalaenopsis.

Perlakuan cara inokulasi berpengaruh sangat nyata terhadap intensitas serangan bakteri Erwinia carotovora pada daun anggrek Phalaenopsis. Cara inokulasi dengan pelukaan menyebabkan intensitas serangan bakteri tinggi yaitu 54.1%, sedangkan inokulasi tanpa pelukaan intensitas serangannya kecil yaitu 1.9% (Tabel 6).

Tabel 6 Pengaruh cara inokulasi terhadap intensitas serangan pada daun

Phalaenopsis

Cara Inokulasi Intensetas serangan (%)

Pelukaan Tanpa Pelukaan

54.1 a 1.9 b

Keterangan : Nilai pada baris perlakuan yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 %

(34)

Berdasarkan hasil penelitian, bakteri Erwinia carotovora dapat dengan mudah menyerang daun Phalaenopsis melalui pelukaan dan hanya beberapa tanaman mengalami serangan Erwinia carotovora tanpa melalui pelukaan. Perbandingan perlakuan cara inokulasi terhadap rata-rata intensitas serangan bakteri Ewinia carotovora pada tiap populasi, menunjukan bahwa intensitas serangan tertinggi terdapat pada cara inokulasi melalui pelukaan (Gambar 6).

Gambar 6. Pengaruh cara inokulasi terhadap intensitas serangan pada setiap populasi 66.3 53.3 44.7 51.5 6.6 0.2 0.8 0.2 0 10 20 30 40 50 60 70 508 529 655 688 Int ens it as S er ang an % Populasi

(35)

Setelah satu hari inokulasi, daun Phalaenopsis yang diinokulasi dengan pelukaan pada umumnya menunjukkan gejala serangan bakteri Erwinia

carotovora dengan skala 1 (bercak kecil berwarna coklat kehitaman), kemudian

serangan terus berkembang hingga pengamatan hari kesepuluh. Semua populasi menunjukkan respon yang sama terhadap intensitas serangan penyakit busuk lunak yaitu perkembangan serangan penyakit terus meluas seiring dengan bertambahnya waktu. Laju perkembangan serangan penyakit tertinggi terdapat pada populasi 508 dan laju perkembangan serangan bakteri terkecil terdapat pada populasi 655 (Gambar 7).

Gambar 7. Grafik perkembangan serangan pada inokulasi melalui pelukaan Setiap populasi memiliki tingkat ketahanan yang berbeda. Tingkat ketahanan setiap populasi diduga dipengaruhi oleh sifat pertahanan struktural yang terdapat pada tumbuhan tanaman, yang diduga diwariskan dari tetua. Interaksi antara populasi dengan konsentrasi membuktikan bahwa bakteri Erwinia

carotovora merupakan bakteri patogen yang dapat menginfeksi daun tanaman

anggrek secara nyata dan mengakibatkan penyakit busuk lunak (soft-rot) pada daun bibit anggrek Phalaenopsis.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Int ens it as Se ran gan %

Masa Inkubasi (hari)

508 529 655 688 100 80 60 40 20

(36)

Bakteri Erwinia carotovora pada umumnya masuk ke dalam tanaman anggrek melalui luka-luka dan menyebabkan busuk lunak yang berkembang dengan pesat terutama pada masa pembibitan. Melalui perlakuan pelukaan pada daun dengan menggunakan jarum yang telah dicelupkan kedalam bakteri Erwinia

carotovora menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap inveksi bakteri

terhadap daun bibit Phalaenopsis. Berdasarkan hasil dari hari pertama pengamatan hingga hari kesepuluh, tiap populasi menunjukkan respon yang positif terhadap perkembangan intensitas serangan penyakit. Terutama pada populasi 508 menunjukkan respon terbesar terhadap serangan penyakit, hal ini menunjukkan populasi ini merupakan populasi yang paling rentan terhadap serangan penyakit busuk lunak dibanding dengan populasi yang lain, sedangkan pada populasi 655 menunjukkan nilai intensitas serangan terkecil.

Masuknya bakteri Erwinia carotovora pada perlakuan cara inokulasi tanpa pelukaan diduga melalui lubang alami pada jaringan tanaman Phalaenopsis. Penyakit busuk lunak dapat ditularkan melalui berbagai cara yaitu infeksi antar tanaman, air, lubang-lubang alami, peralatan yang telah terinfeksi, dan serangga. Bakteri Erwinia carotovora dapat bertahan dalam usus serangga selama beberapa jam, sehingga dapat dipindahkan secara mudah oleh serangga (Semangun 2007).

5. Interaksi Antar Perlakuan terhadap Intensitas Serangan Erwinia carotovora pada Daun Phalaenopsis

Interaksi populasi dengan konsentrasi bakteri menunjukkan hasil berbeda nyata terhadap intensitas serangan. Interaksi populasi 508 dengan konsentrasi bakteri respon intensitas serangannya tertinggi dan berdasarkan uji lanjut, populasi 508 berbeda nyata terhadap populasi 529, 655 dan 688 (Tabel 7).

Tabel 7 Interaksi populasi dengan konsentrasi bakteri terhadap intensitas serangan pada daun Phalaenopsis

Konsentrasi Inokulum (cfu/ml) Populasi 508 529 655 688 (intensitas serangan %) 109 40.5 a 29.5 b 28.0 b 25.7 b 1010 42.8 a 26.1 b 24.9 b 29.0 b

Keterangan : Nilai pada baris perlakuan yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 %

(37)

Salah satu mekanisme yang dimiliki oleh tanaman untuk menekan serangan suatu patogen adalah dengan cara menghambat pertumbuhan dan perkembangan patogen dalam jaringan yang telah terinfeksi. Tanaman resisten menggunakan hasil metabolismenya berupa toksin untuk mempertahankan diri dari serangan suatu patogen atau dikenal sebagai fitoaleksin (Agrios 1996). Berkaitan dengan hasil percobaan ini dapat dikemukakan bahwa individu-individu yang menunjukkan ketahanan tersebut diduga menghasilkan suatu senyawa toksin yang dapat mencegah perkembangan dan pertumbuhan patogen di dalam jaringan tanaman. Padahal patogen busuk lunak telah diinokulasikan secara langsung ke dalam jaringan tanaman.

Interaksi populasi dan cara inokulasi menunjukkan berbeda nyata terhadap intensitas serangan. Setiap populasi memiliki respon yang berbeda terhadap intensitas serangaan bakteri Erwinia carotovora. Interaksi populasi 508 dengan cara inokulasi melalui pelukaan menunjukkan intensitas serangan tertinggi, sedangkan pada populasi 655 memiliki intensitas serangan terendah (Tabel 8). Tabel 8 Interaksi populasi dengan cara inokulasi terhadap intensitas serangan

pada daun Phalaenopsis Cara Inokulasi (cfu/ml) Populasi 508 529 655 688 (intensitas serangan %) Pelukaan 65.9 a 53.3 b 44.8 c 51,5 b Tanpa Pelukaan 6.6 d 0.2 e 0,8 e 0,2 e

Keterangan : Nilai pada baris perlakuan yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 %

Pertahanan struktural yang terdapat pada tumbuhan antara lain jumlah dan kualitas lilin dan kutikula yang menutupi sel epidermis, struktur dinding sel epidermis, ukuran, letak, dan bentuk stomata dan lentisel, dan jaringan dinding sel yang tebal. Meskipun pertahanan internal ada yang telah ada sebelumnya, tetapi sebagian besar patogen masih mampu melakukan peleburan inangnya dan menyebabkan infeksi, oleh sebab itu biasanya tumbuhan memberikan tanggapan dengan membentuk suatu jenis struktur atau lebih untuk mempertahankan serangan patogen. Bentuk struktural tersebut antara lain struktur pertahanan jaringan (histological defense structure), struktur pertahanan sel (cellular defense

(38)

structure), reaksi pertahanan sitoplasma (cytoplasmic defense reaction), nekrotik

atau sistem pertahanan hipersensitif (hypersensitive defense reaction) (Agrios 1996).

Menurut Janse (2006) perkembangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Erwinia carotovora tergantung pada : 1) kelembaban (air hujan, embun, air dari

semprotan/penyiraman/pengairan, dan debu/tanah), 2) ketahanan varietas, umur, vigor, dan asal bunga induk, 3) kemampuan perkembangan koloni bakteri. 4) terbawa serangga, 5) terbawa angin dari tanaman sakit/sumber penyakit, 6) suhu terutama pada tanaman muda. Melalui pengetahuan terhadap sistem perkembangan penyakit dan akibat yang ditimbulkan, dapat membantu dalam memprediksi dan mengendalikan penyakit.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bakteri Erwinia

carotovora dapat menyebabkan penyakit busuk lunak pada daun bibit Phalaenopsis. Penyakit ini pada umumnya menyerang melalui pelukaan, akan

tetapi penyakit ini juga dapat menyerang bibit Phalaenopsis tanpa pelukaan. Masuknya inveksi bakteri Erwinia carotovora tanpa pelukaan diduga melalui lubang-lubang alami. Cara mendapatkan tanaman yang tahan terhadap penyakit busuk lunak, dapat menggunakan metode seleksi in vitro dengan agensia penyeleksi (bakteri Erwinia carotovora) yang telah terbukti virulen. Berdasarkan hasil dari keempat populasi yang diuji terhadap tingkat ketahanan terhadap penyakit busuk lunak (intensitas serangan), menunjukkan bahwa populasi 508 merupakan populasi yang rentan (40% < x ≤ 60%) dan populasi 529, 655, dan 688 termasuk ke dalam populasi yang agak rentan (20% < x ≤ 40%).

Berdasarkan kejadian penyakit setelah sepuluh hari masa inkubasi, menunjukan penyakit ini melalui pelukaan dapat menyerang bibit Phalaenopsis hingga 98% - 100%. Hasil analisis ragam pada populasi yang diuji, menunjukkan setiap populasi memiliki koefisien keragaman yang tinggi (>20%). Nilai koefisien keragaman menunjukan nilai ragam dalam populasi dan ragam yang tinggi memberikan peluang adanya kemungkinan terdapatnya tanaman yang tahan, hal ini terbukti dengan didapatnya beberapa tanaman yang tergolong imun (dua tanaman) dan resisten (lima tanaman) terhadap penyakit busuk lunak, akan tetapi tanaman tersebut membutuhkan penelitian/pengujian lebih lanjut untuk

(39)

mengetahui kestabilan sifat ketahanan terhadap penyakit busuk lunak baik dalam kultur maupun diluar kultur (alam), dan pada akhirnya kegiatan pemuliaan ini harus memperhatikan apakah tanaman hasil seleksi tersebut memiliki nilai ekonomis atau tidak.

Metode seleksi in vitro juga telah banyak dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit baik pada tanaman hortikultura maupun pada tanaman perkebunan, antara lain pada tanaman abaka yang tahan terhadap layu fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum

f.sp. cubeuse (Purwati 2007), kacang tanah resisten penyakit busuk batang yang

disebabkan oleh infeksi Sclerotium rolfsii (Hemon 2006), tebu toleran terhadap fitotoksin yang dihasilkan oleh Dreehslera sacchari (toksin DS) (Purwati 2007), dan kentang tahan layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanaccarum (Palupi 2001).

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Untuk mengevaluasi respons ketahanan populasi Phalaenopsis secara in

vitro terhadap penyakit busuk lunak yang disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora, metode inokulasi yang paling efektif adalah dengan cara

melukai daun dengan jarum yang telah dicelupkan dalam bakteri Erwinia

carotovora.

2. Populasi 508 berdasarkan intensitas serangan tergolong populasi yang rentan sedangkan populasi 529, 655, dan 688 tergolong populasi agak rentan.

3. Terdapat dua tanaman yang imun dan lima tanaman resisten terhadap penyakit busuk lunak Erwinia carotovora.

4. Penggunakan konsentrasi bakteri Erwinia carotovora 109 cfu/ml dan 1010

5. Metode pengujian ketahanan in vitro pada Phalaenopsis terhadap penyakit busuk lunak dengan agensia penyeleksi Erwinia carotovora terbukti efektif. cfu/ml menunjukan respon yang tidak berbeda terhadap intensitas serangan.

Saran

1. Penelitian lebih lanjut untuk menguji ketahanan terhadap penyakit busuk lunak di luar kultur diperlukan untuk menguji kestabilan sifat ketahanan di alam.

2. Perlu dilakukan seleksi lebih lanjut pada tanaman-tanaman terpilih untuk mendapatkan klon yang tahan terhadap penyakit busuk lunak baik in vitro maupun in vivo.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G. N. 1996. Plant Pathology 3rd. Ed.: Busnia, M. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Arditti S. 1992. Fundamentals of Orchid Biology. John Willey and Sons. New York. 691p.

Astuti, W. 2004. Uji Ketahanan Klon-Klon Tanaman Kentang Putatif Transgenik Kultivar Atlantik Terhadap Penyakit Busuk Lunak (Erwinia carotovora pv

carotovora) Secara in Vitro. Skripsi, Program Sarjana. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Balai Penelitian Tanaman Hias. 2006. Pra-Evaluasi Ketahanan Anggrek

Phalaenopsis terhadap Penyakit Busuk Lunak (Erwinia spp.). http://www.

balithi.litbang.deptan.go.id/siplasmaok/Praevaluasierwinia.2006.pdf.[27

November 2008].

Dewi, I. S. 2003. Peranan Fisiologis Poliamin Dalam Regenerasi Tanaman Pada Kultur Antera Padi. Disertasi, Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 147hal.

Christenson, E. A. 2001. Phalaenopsis : a Manograph. Timber Press. Port Band, Oregon. Hongkong. 330p.

Dinas Tanaman Hias. 2009. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Tanaman Hias Tahun 2005 – 2009. http://dithias.hortikultura.deptan.go.id/data%20 dan%20informasi/Export%20Import.pdf

Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2005. Pasca Panen dan Pemasaran Anggrek 2005-2010.

.[1 Februari 2010].

http://agribisnis. deptan. go.id/ xplore/ files/ Profilorganisasi/Rencanastrategis/LampiranRoadmap/Road%20 Map % 20 Anggrek .pdf

Handoyo, F. dan Ramadani P. 2006. Native Orchids of Indonesia. PAI. Jakarta. 244hal.

. [14 Januari 2010].

Hemon, A. F. 2006. Efektivitas Seleksi in Vitro Berulang untuk Mendapatkan Plasma Nutfah Kacang Tanah Toleran terhadap Cekaman Kekeringan dan Resisten terhadap Penyakit Busuk Batang Sclerotium rolfsii. Disertasi, Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 183hal.

(42)

Hendaryono, D. P. S. 2007. Anggrek dalam Botol. Kanisius. Yogyakarta. 70hal. Janse, J. D. 2005. Phytobacteriology Principles and Practic. CABI Publising.

London.

Jusuf, M. 2001. Genetika I. Struktur dan Ekspresi Gen. Sagung Seto. Jakarta. 300hal.

Kadir, A. 2007. Induksi Varian Somaklon Melalui Iradiasi Sinar Gamma dan Seleksi in Vitro untuk Mendapatkan Tanaman Nilam Toleran Terhadap Cekaman Kekeringan. Disertasi, Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 173hal.

Kendarini, N. 2006. Penggunaan Radiasi Sinar Gamma Untuk Induksi Keragaman Somaklonal Pada Krisan. Tesis, Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 73hal.

Kurniati, R. 2004. Induksi Keragaman Genetik Phalaenopsis Hinamatsuri x

Doritaenopsis Modern Beauty dan Phalaenopsis Ambilis “Formosa”x Phalaenopsis Taipei Gold “GS” dengan Menggunakan Iradiasi Sinar

Gamma. Tesis, Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 54hal.

Lestari, E. G. 2005. Seleksi in Vitro untuk Ketahanan Terhadap Kekeringan pada Tanaman Padi. Disertasi, Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 216hal.

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. 182hal.

Matsumoto K., Barbosa M. L., Sauza L. A. C., dan Teixera J. B. 1995. Race 1

Fusarium wilt tolerance on banana plants selected by fusaric acid.

Euphytica. 84 : 67-71.

Mattjik, A. A. 2005. Interaksi Genotipe dan Lingkungan Dalam Penyediaan Sumberdaya Unggul. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 124hal.

Mattjik, N. A. 2005. Peran Kultur Jaringan Dalam Perbaikan Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 102hal.

(43)

Mcmillan, R. T., dan Palmatcer A. D. 2007. Effect Rouging on Erwinia Soft Rot in Comercial Production with Two Phalaenopsis. Jr Kerry’s Bromeliad Nursery, Inc. http ://www.fsfs.org/meeting/2007/All-Abstracts-fshs-2007-forwebsite-april27.html#Ornamental

Nursandi, F. 1997. Karakter Keturunan Hasil Persilangan Anggrek Phalaenopsis Berdasarkan Morfologi dan Pola Pita Isozim. Tesis, Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 50hal.

.[24 Mei 2008].

Old, R.W. dan S. B. Primros . 2003. Prinsip-prinsip Manipulasi Gen. Pengantar Rekayasa Genetik. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 446hal.

Orlando R., Mangro P., dan Rogini E. 1997. Pechc enzimes as a selective pressure toll for in vitro recovery of strobery with fungal disease resistance. Plant Cell Rep. 16 : 272–276.

Palupi, T. 2001. Evaluasi Ketahanan Populasi Kentang Hasil Fusi Protoplas terhadap Penyakit Layu Bakteri Ralstonia solanacearum melalui Seleksi in

Vitro dan Pengujian di Rumah Kaca. Tesis, Program Pasca Sarjana. Institut

Pertanian Bogor. Bogor. 66hal.

Purwati, R. D. 2007. Variasi Somapopulasial dan seleksi in Vitro Abaka (Musa

textilis Nee) untuk Ketahanan Terhadap Layu Fusarium. Disertasi, Program

Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 140hal.

Puspitaningtyas D. M., Sofi M., Sutrisno, dan Jauhar A. 2003. Anggrek Alam di Kawasan Konservasi Pulau Jawa. LIPI. Bogor. 167hal.

Puspitaningtyas, D. M. dan Sofi M. 1999. Koleksi Anggrek Kebun Raya Bogor. LIPI. Bogor. 72hal.

Rahayu, E. S. 2007. Induksi Variasi Somaklonal dan Seleksi in Vitro Menggunakan PEG untuk Identivikasi Varian Kacang Tanah yang Toleran Cekaman Kekeringan. Disertasi, Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 138hal.

Rao, N. S. S. 1994. Mikro Organisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Rianawati, S. 2003. Studi Pembentukan PLB, Regenerasi dan Transformasi pada Anggrek Dendrobium sp Menggunakan Agrobacterium Tumefaciens. Tesis, Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 61hal.

(44)

Sastrosumarjo, S., Yudiwati, Syarifah I. A., Sriani S., Muhamad S., dan Rahmi Y. 2006. Sitogenetika Tanaman. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. 268hal.

Semangun, H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.

Sinaga, M. S. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta. 153hal.

Soeryowinoto, S. M. 2006. Merawat Anggrek. Kanisius. Yogyakarta. 87hal. Widoretno, W. 2003. Seleksi in Vitro untuk Toleransi Terhadap Cekaman

Kekeringan pada Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) dan Karakterisasi Varian Somaklonal yang Toleran. Disertasi, Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 136hal.

Yulia, N. D. 2005. Karakter Anatomi Daun dan Morfologi Phalaenopsis dan Kekerabatannya di Indonesia. Tesis, Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 38hal.

Yusnita. 2003. Kultur Jaringan. Agromedia Pustaka. Bogor. 105hal.

. 2005. Induksi Variasi Somapopulasial dan Teknik Seleksi in Vitro untuk Mendapatkan Galur Kacang Tanah (Arachis hypogeae L.) Resisten Penyakit Busuk Batang Sclerotium. Disertasi, Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 160hal.

Yuwono, T. 2006. Bioteknologi Pertanian.Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

(45)
(46)

Lampiran 1 Intensitas serangan dan ketahanan masing-masing tanaman pada populasi 508 terhadap penyakit busuk lunak dengan konsentrasi inokulasi Erwinia carotovora 109

Ulangan

cfu/ml

Nomor Tanaman Intensitas Serangan (%) Tingkat Ketahanan

1 1 71.1 sangat rentan 2 82.2 sangat rentan 3 64.4 sangat rentan 4 73.3 sangat rentan 5 68.9 sangat rentan 2 1 77.8 sangat rentan 2 77.8 sangat rentan 3 53.3 rentan 4 55.6 rentan 5 77.8 sangat rentan 3 1 62.2 sangat rentan 2 51.1 rentan 3 62.2 sangat rentan 4 53.3 rentan 4 1 71.1 sangat rentan 2 71.1 sangat rentan 3 71.1 sangat rentan 4 75.6 sangat rentan 5 1 68.9 sangat rentan 2 80.0 sangat rentan 3 77.8 sangat rentan 4 82.2 sangat rentan 5 80.0 sangat rentan 6 1 80.0 sangat rentan 2 37.8 agak rentan 3 77.8 sangat rentan 4 37.8 agak rentan 5 75.6 sangat rentan 7 1 77.8 sangat rentan 2 80.0 sangat rentan 3 80.0 sangat rentan 4 62.2 sangat rentan 8 1 57.8 rentan 2 60.0 rentan 3 55.6 rentan 4 24.4 agak rentan 5 42.2 rentan 6 51.1 rentan 9 1 71.1 sangat rentan 2 64.4 sangat rentan 3 33.3 agak rentan 4 44.4 rentan 5 42.2 rentan 6 57.8 rentan

(47)

Lanjutan lampiran 1

Ulangan Nomor Tanaman Intensitas Serangan (%) Tingkat Ketahanan

10 1 55.6 rentan 2 55.6 rentan 3 62.2 sangat rentan 4 73.3 sangat rentan 5 64.4 sangat rentan 6 53.3 rentan 7 77.8 sangat rentan

Lampiran 2 Intensitas serangan dan ketahanan masing-masing tanaman pada populasi 529 terhadap penyakit busuk lunak dengan konsentrasi inokulasi Erwinia carotovora 109

Ulangan

cfu/ml

Nomor Tanaman Intensitas Serangan (%) Tingkat Ketahanan

1 1 66.7 sangat rentan 2 52.2 rentan 3 51.1 rentan 2 1 46.7 rentan 2 66.7 sangat rentan 3 60.0 rentan 3 1 53.3 rentan 2 42.2 rentan 3 46.7 rentan 4 1 24.4 agak rentan 2 20.0 agak tahan 3 51.1 rentan 4 42.2 rentan 5 1 73.3 sangat rentan 2 66.7 sangat rentan 3 64.4 sangat rentan 4 66.7 sangat rentan 6 1 73.3 sangat rentan 2 68.9 sangat rentan 3 68.9 sangat rentan 7 1 55.6 rentan 2 62.2 sangat rentan 3 71.1 sangat rentan 8 1 48.9 rentan 2 37.8 agak rentan 3 57.8 rentan 9 1 46.7 rentan 2 64.4 sangat rentan 3 66.7 sangat rentan 10 1 57.8 rentan 2 73.3 sangat rentan 3 75.6 sangat rentan

Gambar

Gambar 1. Uji virulensi Erwinia carotovora, A : Umbi kentang normal, B : Umbi  kentang terinfeksi bakteri Erwinia carotovora
Gambar 2. Tanaman anggrek Phalaenopsis  setelah 10 hari pengamatan pada  setiap popupasi
Gambar 3.  A : anggrek Phalaenopsis  yang tidak tahan terhadap serangan bakteri  Erwinia carotovora,  B : anggrek  Phalaenopsis  yang tahan terhadap  serangan bakteri Erwinia carotovora
Gambar 5. Intensitas serangan pada setiap populasi dengan cara inokulasi tanpa    pelukaan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Al-Mara&lt;ghi&lt; adalah seorang ulama yang menguasai berbagai ilmu agama sehingga menyusun sebuah kitab tafsir dengan metode penulisan yang sistematis, dengan bahasa ringan

Semakin banyak jumlah biji nangka yang ditambahkan maka akan semakin tinggi kadar abu yang dihasilkan, dikarenakan kadar abu biji nangka lebih besar

3.4 Tahapan Penelitian Pada penelitian ini dilakukan melalui tahapan - tahapan berikut: 1 Preparasi sampel; 2 Ekstraksi minyak bekatul menggunakan metode maserasi; 3 Uji

Laba diperoleh dari : pendapatan usaha dikurangi dengan : beban usaha, bagian rugi (laba) bersih perusahaan, beban bunga, beban lain-lain bersih, pajak dan hak

Dalam kesempatan ini akan hadir juga Rektor Universitas Surabaya, Ketua Yayasan, dosen, mahasiswa, mitra rumah sakit pendidikan, serta beberapa dokter dan profesor yang

Pelayanan Pelayanan Imunisasi Imunisasi di di Posyandu Posyandu -- Menyusun Menyusun rencana rencana kaegiatan kaegiatan -- Koordinasi Koordinasi dengan LP/LS dengan LP/LS

Sejalan dengan hal itu ditetapkan beberapa peraturan yang dapat memenuhi tuntutan reformasi, yaitu merealisasikan kebutuhan Otonomi Khusus Provinsi Papua, dalam rangka