• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fortifikasi Tempe Berbahan Dasar Kedelai Dan Biji Nangka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fortifikasi Tempe Berbahan Dasar Kedelai Dan Biji Nangka"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

16 Karnila Puspita S. , Et al / Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 2 (2016) : 16-26

FORTIFIKASI TEMPE BERBAHAN DASAR KEDELAI DAN BIJI NANGKA Karnila Puspita Sari1), Jamaluddin P2), Andi Sukainah2)

1Alumni Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian 2 dan 3 Dosen PTP FT UNM

karnilapusptasari@gmail.com ABSTRACT

For those of Indonesian, jackfruit seeds are just made into snacks. But, they usually throw away these seeds rather than benefitted this seeds. Hence, the jackfruit seeds will then be a waste. This research is aim to know and uncover things like: jackfruit seeds can be made as a basic ingredient in tempe-making (fermented soybean), jackfruit seed concentrate and the most preferably yeast for panelist, jackfruit seed concentrate and tempe yeast within the highest protein and carbohydrate, and the suitability of tempe with SNI standard. The research method used was completely-random program (RAL). While the result of the research was examined by using mode-analysis technique namely ANOVA and the further test is DMRT (Duncan Multiple Rate). The result of the study showed that jackfruit seeds can be made as an extra basic-ingredient in tempe-making. A hedonic test toward the most preferably of taste, aroma, and color for the consumer are 50% of jackfruit seed concentratetempe, 50% of soybean, and 0.25% yeast. The 50% of jackfruit seed concentrate tempe, 50% of soybean, and 0.25% yeasttempecontains the highest protein and carbohydrate that are 11.22% protein and 13.30% carbohydrate. The result of SNI-standard testing indicated that tempewith 25% jackfruit-seeds, 75% soybean, and 0.75% yeast has aroma and color which is up to SNI standard of tempe, while tempe with 50% of jackfruit seed concentrate tempe, 50% of soybean, and 0.25% yeast has aroma and color that is unqualified SNI-standard of tempe.

Keyword: Tempe, Jackfruit seed, Soybean, Hedoni PENDAHULUAN

Tempe merupakan makan bergizi asli indonesia sebagai sumber nabati yang cukup penting bagi masyarakat. Kandungan gizi tempe mampu bersaing dengan bahan pangan non nabati seperti daging, telur, dan ikan, baik kandungan protein, vitamin, mineral maupun karbohidrat (Silvia, 2009). Tempe semakin digemari orang bukan hanya rasanya yang gurih dan lezat juga karena memang sarat gizi. Kadar protein dalam tempe 18,3 g per 100 g tempe merupakan alternatif sumber protein nabati, yang kini semakin popular dalam

gaya hidup manusia modern (Murniyati, 2007). Komponen produksi tempe yang mengalami kenaikan harga signifikan, mengakibatkan banyak pengusaha atau pengrajin tempe berimprovisasi pada tahapan proses pembuatan untuk menekan biaya produksi. Biji nangka untuk sebagian masyarakat dijadikan camilan dan jarang ada yang memanfaatkan bahkan pada umumnya dibuang bagitu saja, sehingga biji buah nangka ini menjadi limbah. Berdasarkan kondisi tersebutlah yang melatar belakangi penelitian pengolahan biji nangka menjadi bahan baku tambahan

(2)

17 Karnila Puspita S. , Et al / Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 2 (2016) : 16-26

tempe.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ragi terhadap penerimaan konsumen mengenai rasa, aroma, warna, kandungan gizi, serta SNI tempe yang dihasilkan.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah baskom, kompor gas, gas elpiji, timbangan analitik, panci, baki, pisau, daun pisang, tusuk gigi dan plastik pembungkus. Bahan yang digunakan yaitu biji nangka, kedelai, ragi.

Perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari 100% kedelai (kontrol), campuran biji nangka dan kedelai yaitu 25% : 75% dan

50% :50% dengan perlakuan

penambahan ragi masing-masing 0,10%, 0,25%, 0,50%, dan 0,75%. Setiap perlakuan diulangi sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 36 unit percobaan. Langkah persiapan yaitu meliputi persiapan biji nangka, kedelai, serta ragi. Biji nangka dan kedelai yang telah tercampur kemudian ditambahkan ragi sesuai takaran lalu dikemas dengan berat 100 g perkemasan. Selanjutnya difermentasi selama 48jam. Setelah 48 jam dilakukan penggorengan tempe setelah itu dilakukan pengamatan terhadap rasa, aroma, dan warna pada tempe yang dihasilkan melalui uji hedonik. Tempe yang memperoleh penilaian konsumen yang paling disukai akan dilanjutkan untuk uji proksimat di Balai Besar Hasil Industri Perkebunan dan uji standar SNI sesuai dengan prosedur pengujian terhadap aroma dan warna tempe.

Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa nilai kesukaan konsumen terhadap rasa, aroma, dan warna tempe, selanjutnya data tersebut di analisis

dengan menggunakan analisis varian (ANOVA) satu arah dan dilanjukan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Uji Hedonik

a. Rasa

Penilaian panelis perlakuan penambahan ragi 0,75% merupakan perlakuan yang paling disukai pada tempe konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi tempe biji nangka 25% : kedelai 75% dengan penambahan ragi 0,75% memberikan pengaruh sangat nyata terhadap rasa tempe. Pada hasil uji lanjut DMRT terhadap rasa tempe biji nangka 25% : kedelai 75% dengan penambahan ragi 0,75% merupakan perlakuan terbaik.

(3)

18 Karnila Puspita S. , Et al / Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 2 (2016) : 16-26

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 0,10 0,25 0,50 0,75 1 1 Ska la Hed on ik Konsentrasi Ragi (%) Tempe Biji Nangka 25% : Kedelai 75% Tempe Biji Nangka 50% : Kedelai 50%

Gambar 1. Nilai rata-rata panelis terhadap rasa tempe yang telah disubstitusi dengan biji nangka

Tempe konsentrasi biji nangka 50% : kedelai 50% penambahan ragi 0,25% memiliki rata-rata tingkat kesukaan yang lebih tinggi dibandingkan penambahan ragi 0,75% tempe konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75%. Jadi dapat ditarik kesimpulkan bahwa perlakuan penambahan ragi 0,25% tempe konsentrasi biji nangka 50% : 50% merupakan perlakuan terbaik sekaligus paling disukai diantara keduanya.

Hal ini disebabkan karena miselium yang dihasilkan oleh pada tempe konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% dengan tambahan konsentrasi ragi 0,75% sangat banyak sehingga pada saat penggorengan miselum akan menyerap banyak minyak dan berpengaruh terhadap rasa tempe. Jumlah minyak yang ada pada bahan makanan menyebabkan adanya rasa tengik pada tempe sehingga tempe konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% dengan penambahan ragi 0,75% tidak begitu disukai panelis. Anonim (2014) menyatakan ketengikan atau rancidity merupakan perubahan bau maupun rasa yang sering dijumpai pada

bahan makanan yang mengandung minyak dan lemak yang berlebihan. Minyak dan lemak pada bahan makanan maupun makanan dapat teroksidasi

selama proses penyimpanan,

pengolahan, dan karena perlakuan panas. Oksidasi inilah yang menimbulkan penurun kulaitas dari suatu bahan makanan sehingga aroma dan rasa dari suatu bahan makanan dapat berubah menjadi tengik.

b. Aroma

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada tempe konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% serta tempe konsentrasi biji nangka 50% : kedelai 50% tidak berpengaruh terhadap penerimaan aroma oleh panelis pada berbagai konsentrasi ragi. Pada deksripsi data, panelis menyatakan bahwa aroma tempe campuran biji nangka dan kedelai lebih disukai dibanding aroma tempe kedelai. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya kandungan karbohidrat yang terkandung dalam tempe yang diperoleh dari biji nangka yang menghasilkan bau hasil

(4)

19 Karnila Puspita S. , Et al / Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 2 (2016) : 16-26

2.8 2.9 3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 0,10 0,25 0,50 0,75 1 1 Ska la Hed on ik Konsentasi Ragi (%) Biji Nangka 25% : Kedelai 75% Biji Nangka 50% : Kedelai 50% fermentasi seperti tape dan ini menjadi

aroma yang disukai oleh konsumen karena aroma langu pada tempe menjadi hilang. Hal ini diperkuat oleh Dwiyaningsih (2010) yang menyatakan

bahwa semakin banyak kandungan karbohidrat yang terkandung dalam tempe maka aroma kedelai (langu) akan semakin berkurang

Gambar 2. Nilai rata-rata panelis terhadap aroma tempe yang telah disubstitusi dengan biji nangka

c. Warna

Hasil uji hedonik terhadap warna, penambahan konsentrasi ragi 0,75% merupakan perlakuan paling disukai panelis untuk konsentrasi tempe biji nangka 25% : kedelai 75%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi tempe biji nangka 25% : keledai 75% memberikan pengaruh sangat nyata terhadap warna tempe.

Perlakuan terbaik antara dua konsentrasi tempe biji nangka dan kedelai ditunjukkan pada Gambar 3. Tempe konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% memiliki rata-rata tingkat kesukaan yang lebih rendah dibandingkan perlakuan penambahan ragi 0,25% tempe konsentrasi biji nangka 50% : kedelai 50%.Hal ini disebabkan oleh tempe konsentrasi 50% biji nangka : 50% kedelai : ragi 0,25% yang disajikan

kepada panelis memiliki warna yang lebih cerah dibanding tempe konsentrasi 25% biji nangka : 75% kedelai : 0,75% ragi yang memiliki warna yang lebih gelap dan terlihat berminyak dikarenakan jumlah miselum yang tumbuh terlalu banyak hingga pada saat penggorengan menyerap mintak terlalu banyak. Sesuai pendapat Anonim (2014) yang menyatakan ketengikan atau rancidity merupakan perubahan bau, rasa, maupun yang sering dijumpai pada bahan makanan yang mengandung minyak dan lemak yang berlebihan. Minyak dan lemak pada bahan makanan maupun makanan dapat teroksidasi

selama proses penyimpanan,

pengolahan, dan karena perlakuan panas. Oksidasi inilah yang menimbulkan penurun kulaitas dari suatu

(5)

20 Karnila Puspita S. , Et al / Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 2 (2016) : 16-26

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 0,10 0,25 0,50 0,75 1 1 Sk a la H edo nik Konsentrasi Ragi (%) Biji Nangka 25% : Kedelai 75% Biji Nangka 50% : Kedelai 50% bahan makanan sehingga aroma dan

warna dari suatu bahan makanan dapat berubah menjadi tengik serta permukaan bahan makanan yang terlihat terlalu berminyak.

Hal juga ini disebabkan oleh tempe yang disajikan kepada panelis memiliki corak

warna yang berbeda dari tempe biasanya. Corak warna yang berbeda dihasilkan dari warna kulit luar biji nangka yang berwarna cokelat yang tetap menonjol meskipun telah diselimuti oleh miselium kapang hasil dari fermentasi.

Gambar 3. Nilai rata-rata panelis terhadap warna tempe yang telah disubstitusi dengan biji nangka

2. Uji Proksimat a. Kadar Air

Tempe konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0.75% memiliki kadar air sebesar 67,18% yang tidak jauh berbeda dengan nilai kadar air tempe konsentrasi biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% yaitu 67,91% (Tabel 1). Hasil kedua tempe tersebut tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia No. 01-3144-1992 yang menyebutkan bahwa kadar air maksimal pada tempe yaitu 65%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi biji nangka dan kedelai memberikan

pengaruh terhadap kadar air yang dihasilkan. Purba Sefryda (2013) menyatakan semakin banyak jumlah biji nangka yang ditambahkan maka kadar air tempe semakin tinggi karena pada proses pembuatan tempe, biji nangka mengalami hidrasi (menyerap air) terutama pada perendaman dan perebusan. Menurut Hidayat (2006), selama perendaman biji mengalami hidrasi sehingga kadar air biji naik mencapai 62-65%.

(6)

21 Karnila Puspita S. , Et al / Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 2 (2016) : 16-26

Tabel 1. Hasil analisis proksimat tempe biji nangka dan kedelai

Parameter Biji Nangka 25% : Kedelai 75% : Ragi 0,75% Kedelai 50% : Ragi Biji Nangka 50% : 0,25% Kadar Air 67,18 % 67,19 % Kadar Abu 0,66 % 0,56 % Protein 10,16 % 11,22 % Kadar Lemak 5,6 % 5,26 % Karbohidrat 12,16 % 13,30 %

Konsentrasi laru tempe yang ditambahkan pada tempe juga memberikan pengaruh terhadap kadar air tempe. Hal ini diperkuat oleh Purba Sefryda (2010), semakin besar konsentrasi ragi maka kadar air tempe semakin tinggi. Peningkatan air tersebut diperoleh dari penambahan air dari hasil metabolisme kapang selama fermentasi. b. Kadar Abu

Kadar abu untuk tempe

konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% yaitu 0,66 sedangkan tempe konsentrasi biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% yaitu 0,56% (Tabel 1). Hasil analisa kadar abu masing-masing tempe menunjukkan tempe yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu kadar abu tempe, standar SNI 01-3144-1992 mensyaratkan mutu kadar abu tempe maksimal 1,5%.

Hasil pengujian kadar abu terhadap tempe menunjukkan bahwa konsentrasi biji nangka serta ragi memberikan pengaruh terhadap kadar abu tempe yang dihasilkan (Tabel 1). Semakin banyak jumlah biji nangka yang ditambahkan maka akan semakin tinggi kadar abu yang dihasilkan, dikarenakan kadar abu biji nangka lebih besar dibandingkan kedelai, hal ini disebabkan hilangnya kandungan mineral pada kedelai selama pengolahan (Purba

Syefrida, 2013). Kandungan mineral pada kedelai terdapat pada kulit sehingga adanya proses pengupasan kulit kedelai akan mengurangi kadar mineral kedelai. Semakin banyak ragi yang ditambahkan selama proses pembuatan tempe, maka kadar abu semakin tinggi. Menurut Astawan (2003), kapang tempe menghasilkan enzim fitat yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat mineral) menjadi fosfor dan inositol.

Besarnya kadar abu dalam suatu bahan pangan menunjukkan tingginya kandungan mineral dalam bahan pangan tersebut (Sudarmadji, 2010). Kandungan mineral total dalam bahan pangan dapat diperkirakan sebagai kandungan abu yang merupakan residu anorganik yang tersisa setelah bahan-bahan organik terbakar habis, semakin banyak kandungan mineralnya, maka kadar abu menjadi tinggi begitu juga sebaliknya apabila kandungan mineral sedikit maka kadar abu bahan juga sedikit.

c. Protein

Hasil uji protein yang dilakukan menunjukkan bahwa konsentrasi biji nangka dan kedelai memberikan pengaruh terhadap protein yang ada pada tempe. Hasil pengujian menunjukkan protein yang dikandung tempe konsentrasi biji nangka 25% :

(7)

22 Karnila Puspita S. , Et al / Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 2 (2016) : 16-26

kedelai 75% : ragi 0,75% yaitu 10,16%, dan protein yang dikandung tempe konsentrasi biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% yaitu 11,22% (Tabel 1). Protein yang dikandung masing-masing tempe tidak sesuai dengan standar kandungan protein tempe pada SNI No. 01-3144-1992 yang menyatakan bahwa kandungan protein minimum tempe adalah 20%. Tabel 1 menunjukkan bahwa tempe konsentrasi biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% mengandung protein lebih tinggi dibanding protein yang dikandung tempe konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75%. Hal ini sebabkan konsentrasi ragi yang ditambahkan pada tempe biji nangka 25% : kedelai 75% terlalu tinggi sehingga kandungan protein yang terkandung dalam kedelai terserap menjadi energi dalam proses fermentasi. Hal ini didukung oleh Kumalasari (2012) yang menyatakan bahwa penambahan konsentrasi ragi memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar protein tempe hal ini disebabkan karena penambahan konsentrasi inokulum memungkinkan lebih banyak jumlah kapang Rhizopus sp. yang tumbuh dan setelah proses fermentasi kandungan total asam amino akan mengalami penurunan karena Rhizopus sp. memakai asam amino sebagai sumber sebagai sumber N (nitrogen) untuk pertumbuhannya dimana protein tempe dinyatakan dengan N-total. Jadi, semakin banyak penambahan ragi maka kadar protein akan semakin menurun.

d. Lemak

Kadar lemak pada tempe biji nangka dan kedelai dengan perlakuan konsentrasi biji nangka dan kedelai mengalami penurunan yang tidak signifikan. Hasil pengujian kadar lemak

diperoleh kadar lemak untuk tempe konsentrasi pencampuran biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% yaitu 5,60% sedangkan pencampuran biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% yaitu 5,26% (Tabel 1).

Hasil uji kadar lemak menunjukkan bahwa lemak yang terkandung dalam tempe biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% lebih tinggi dibandingkan tempe konsentrasi biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25. Hasil yang diperoleh harusnya menunjukkan kandungan lemak yang diperoleh konsentrasi biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% lebih tinggi sebab menurut Purba Syefrida (2013) bahwa semakin tinggi konsentrasi ragi maka kadar lemak semakin menurun dikarenakan konsentrasi ragi yang tinggi

mempengaruhi kapang dalam

menguraikan sebagian besar lemak dalam kedelai dan biji nangka selama fermentasi. Kandungan lemak yang tinggi pada tempe konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% disebabkan adanya konsentrasi kedelai yang lebih banyak dibanding tempe konsentrasi 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% menyebabkan lemak yang terurai sebagai sumber energi lebih sedikit.

Kadar lemak tempe yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan standar mutu tempe SNI no. 01-3144-1992 yaitu minimum 10%. Walaupun secara kuantitas kandungan lemak tempe komplementasi lebih rendah dibandingkan standar mutu tempe kedelai, tetapi secara kualitas diasumsikan bahwa kandungan lemak tempe cukup baik terutama bagi yang sedang melakukan diet dan penderita obesitas (Mardina, 2013).

(8)

23 Karnila Puspita S. , Et al / Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 2 (2016) : 16-26

Hasil analisis karbohidrat yang terkandung dalam tempe dari variasi campuran konsentrasi biji nangka dengan kedelai serta variasi ragi ini memiliki hasil yang tidak jauh berbeda. Konsentrasi tempe biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% memiliki kandungan karbohidrat sebanyak 12,16%, untuk konsentrasi tempe biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% memiliki kandungan karbohidrat sebanyak 13,30%. Hasil pengujian menunjukkan semakin banyak jumlah biji nangka yang ditambahkan maka akan semakin tinggi kandungan karbohidrat yang dikandung tempe (Tempe 1). Menurut Koswara (1992), kandungan karbohidrat pada kedelai sebesar 34,8%, dan menurut Direktorat Gizi Depkes (2009) kandungan karbohidrat biji nangka yaitu 36,%.

Dwiyaningsih (2012) menyatakan bahwa pada penelitian sebelumnya penggunaan konsentrasi kedelai/beras berpengaruh terhadap kadar karbohidrat tempe. Pengaruh konsentrasi kedelai atau beras terhadap kadar karbohidrat yaitu semakin banyak konsentrasi kedelai yang digunakan maka kadar karbohidrat pada tempe kedelai/beras semakin menurun, sedangkan semakin banyak konsentrasi beras yang

digunakan maka kandungan

karbohidratnya semakin meningkat. 3. Uji SNI Tempe

a. Aroma

Tempe konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% memiliki aroma yang normal dibanding tempe konsentrasi biji nangka 50% dan kedelai 50% : ragi 0,25% yang berarti konsentrasi tersebut tidak normal (Tabel 2). Hal ini diduga karena biji nangka memiliki aroma tersendiri diluar aroma tempe biasa. Tempe yang terbuat dari konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% telah memenuhi kriteria standar SNI tempe yaitu tidak tercium aroma asing maka hasil dapat dinyatakan normal, berbeda dengan tempe konsentrasi 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% yang tidak memenuhi kriteria standar SNI tempe dikarenakan terdapat aroma asing maka dinyatakan tidak normal. Hal ini dikarenakan dengan penambahan biji nangka akan menghasilkan aroma seperti tape alkohol. Aroma khas ini ditunjukkan dengan adanya bau seperti tape atau alkohol yang disebabkan oleh biji nangka yang terfermentasi. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya komponen karbohidrat yang diurai oleh kapang. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Dwiyaningsih (2010), kedelai/beras dengan penambahan angkak memiliki aroma khas disebabkan adanya karbohidrat yang terkandung dalam beras yang diurai kapang sehingga menghasilkan aroma seperti tape alkohol

Tabel 2. Hasil uji standar SNI tempe

No. Tempe Biji Nangka dan Kedelai Aroma Warna

1 Tempe Biji Nangka 25 : Kedelai 75% : Ragi 0,75% Normal Normal 2 Tempe Biji Nangka 50 : Kedelai 50% : Ragi 0,25% Tidak Normal Tidak Normal

(9)

24 Karnila Puspita S. , Et al / Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 2 (2016) : 16-26

b. Warna

Tempe konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% memiliki warna yang normal dibanding tempe konsentrasi biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% yang berarti warna tempe tersebut tidak normal. Hal ini diduga karena penambahan biji nangka yang memiliki warna tersendiri diluar warna tempe biasa.

Tempe konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% telah memenuhi kriteria standar SNI tempe yaitu memiliki warna putih atau keabu-abuan maka hasil dapat dinyatakan normal, berbeda dengan tempe konsentrasi 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% yang tidak memenuhi kriteria standar SNI tempe dikarenakan tempe formula ini memberikan warna berbeda, yaitu tidak berwarna putih atau keabu-abuan, sehinggadinyatakan tidak normal. Hal ini dikarenakan adanya kulit biji nangka yang berwarna cokelat yang memberikan warna selain warna putih. Menurut Nurahman et al. (2012) tempe yang baik mempunyai ciri-ciri seperti adanya pertumbuhan miselium kapang yang merata, kompak, dan kenampakan berwarna putih.

KESIMPULAN

1. Pengaruh konsentrasi ragi terhadap rasa tempe campuran biji nangka dan kedelai memberikan pengaruh sangat nyata, untuk tempe konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% merupakan tempe yang paling disukai panelis, serta untuk tempe konsentrasi biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% merupakan tempe yang paling disukai panelis. Jika dibandingkan

tingkat kesukaan panelis terhadap rasa maka tempe konsentrasi biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% merupakan yang paling disukai panelis.

2. Pengaruh konsentrasi ragi terhadap aroma tempe campuran biji nangka dan kedelai memberikan pengaruh tidak nyata, untuk tempe konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% merupakan tempe yang paling disukai panelis, serta untuk tempe konsentrasi biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% merupakan tempe yang paling disukai panelis. Jika dibandingkan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma maka tempe konsentrasi biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% merupakan yang paling disukai panelis.

3. Pengaruh konsentrasi ragi terhadap warna tempe campuran biji nangka dan kedelai memberikan pengaruh sangat nyata, untuk tempe konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% merupakan tempe yang paling disukai panelis, serta untuk tempe konsentrasi biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% merupakan tempe yang paling disukai panelis. Jika dibandingkan tingkat kesukaan panelis terhadap warna maka tempe konsentrasi biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% merupakan yang paling disukai panelis.

4. Kadar air pada kedua konsentrasi tempe biji nangka memiliki hasil yang tidak jauh berbeda. Untuk tempe konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% yaitu 67,18%, untuk tempe biji nangka

(10)

25 Karnila Puspita S. , Et al / Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 2 (2016) : 16-26

50% : kedelai 50% : ragi 0,25% yaitu 67,19%.

5. Kadar Abu kedua perlakuan tempe memiliki hasil yang tidak jauh berbeda. Tempe konsentrasi biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% memiliki kadar abu sebanyak

0,66%, sedangkan tempe

konsentrasi biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% memiliki kadar abu sebanyak 0,56%.

6. Protein masing-masing tempe memperoleh hasil yang juga tidak jauh berbeda. Tempe biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% memiliki kandungan protein sebanyak 10,16%, untuk tempe biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% memiliki kandungan protein sebanyak 11,22%

7. Kadar lemak kedua tempe biji nangka dan kedelai memiliki kandungan lemak yang hampir sama. Kandungan lemak tempe biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% yaitu sebanyak 5,6% sedangkan untuk tempe biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% memiliki kandungan lemak sebanyak 5,26%.

8. Kandungan karbohidrat tempe biji nangka 25% : kedelai 75% : ragi 0,75% memiliki hasil uji yang tidak jauh berbeda yaitu 12,16% sedangkan tempe biji nangka 50% : kedelai 50% : ragi 0,25% memiliki kandungan karbohidrat sebanyak 13,30%.

9. Uji SNI aroma dan warna terhadap tempe biji nangka 25% : kedelai 0,75% : ragi 0,75% menunjukkan tempe telah memenuhi standar aroma dan warma SNI tempe. 10. Uji SNI tempe biji nangka 50% :

kedelai 50% : ragi 0,25% terhadap aroma dan warna tidak memenuhi

standar aroma dan warna SNI tempe.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2014. Penyebab Ketengikan Pada Makanan (online) .http://wonderfullygift.blogspot.co

m/2014/01/penyebab-ketengikan-pada-makanan.html. Diakses 27 mei 2015

Astawan M., Mita W. 2003. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Jakarta : Akademika Pressindo

Departemen Perindustrian Republik Indonesia. 1980. Mutu dan Cara Uji Tempe Kedelai. Jakarta: Departemen Perindustrian Republik Indonesia. Standar Industri Indonesia 0271-80 Dwinaningsih, E Ayu. 2010. Karakteristik

Kimia Dan Sensori Tempe Dengan Variasi Bahan Baku Kedelai/Beras Dan Penambahan Angkak Serta Variasi Lama Fermentasi. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta : Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Kumalasari, 2009. The Effecy Of Inoculum Concentrations On The Quality Of Soybean Tempe (Glycine max (L.) Merr) Var. Grobogan. Skripsi : Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Murniyati, Endiyah. 2007. Si Mungil

Kedelai Seribu Manfaat. Surabaya : Penerbit SIC

Purba, L, L., Ginting, S., & Nurminah, M. 2013. Perbandingan Berat Kacang Kedelai Bergerminasi

(11)

26 Karnila Puspita S. , Et al / Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 2 (2016) : 16-26

dan Biji Nangka dan Konsentrasi Laru Pada Pembuatan Tempe. J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.I No. 2 Th. 2013

Silvia, I 2009. Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio Zibethinus). Sripsi : Universita Sumatra Utara Medan Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi. 2010. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty

Gambar

Gambar 1. Nilai rata-rata panelis terhadap rasa tempe yang telah disubstitusi dengan  biji nangka
Gambar 2. Nilai rata-rata panelis terhadap aroma tempe yang telah disubstitusi  dengan biji nangka
Gambar 3. Nilai rata-rata panelis terhadap warna tempe yang telah disubstitusi  dengan biji nangka

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terkait dengan nilai-nilai yang terkandung dalam proses pelaksanaan budaya mappacci pada perkawinan orang Bugis disimpulkan bahwa

Di perairan Batu Lawang juga tidak terlihat terjadinya recovery (rekrutmen) terumbu karang, hal ini dapat dilihat dari ukuran karang yang mempunyai pertumbuhan diatas

Penulis mengambil penelitian tentang tenaga kerja khususnya buruh bangunan dikarenakan pengeluaran konsumsi mereka yang tidak stabil dan tidak menentu membuat konsumsi lebih besar

Salah satu model pembelajaran yang sesuai untuk mengajarkan ketrampilan adalah model pelatihan ( Training Model ).. Training model bukanlah model pembelajaran baru, yang bahkan

peneliti terlebih dahulu melakukan observasi untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya dilapangan. Selain itu juga dilakukan pencarian informasi mengenai kendala yang

12 Februari 2021, bahwa terdapat 389 mahasiswa pendaftar PMMB yang dinyatakan memenuhi syarat dan lolos seleksi tingkat Universitas Negeri Surabaya, daftar nama

Yang menjadi masalah utama adalah apakah Anda akan menggunakan kegagalan Anda sebagai pembelajaran dan pengalaman yang berharga atau menjadikan

Differentiation of mesenchymal stem cells transplanted to a rabbit degenerative disc model: Potential and limitations for stem cell therapy in disc regeneration. Martin JT, Gorth