• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha (kerja) yang menghasilkan suatu perubahan. Energi tidak dapat di ciptakan atau dimusnahkan, tetapi dapat dirubah bentuknya. Energi bersifat fleksible , artinya dapat berpindah dan berubah – ubah. Konsumsi energi diperkirakan akan meningkat sebesar 34% antara tahun 2004 dan 2035 ( BP energi outlook). Energi ekstra diperlukan karena pertumbuhan yang di harapkan dalam perekonomian meningkat sebesar 1,9 juta barel per hari , produksi minyak global meningkat bahkan lebih cepat dari konsumsi selama satu tahun berturut-turut, naik 2,8 juta per hari. Total global cadangan minyak bumi terbukti pada tahun 2015 turun 2,4 miliar barel (-0,1%) ke 1,69 triliun barel. Indonesia memiliki cadangan minyak bumi pada akhir 2014 sekitar 3,7 miliyar barel. konsumsi minyak bumi kita masih berada pada 1.628.000 barel/hari dengan jumlah produksi 825.000 barel/hari tahun 2014 (statistical review of world energy 2015).

Pada tahun 2017, kebutuhan konsumsi minyak dalam negeri menurun yaitu 1,6 juta barel per hari , sedangkan produksi minyak di indonesia rata-rata mencapai 800.000 barel per hari dengan rata-rata cadangan minyak bumi hanya 0,2 persen dari total cadangan minyak dunia, dan hanya menempati posisi 29 negara pengahsil minyak ( BOPD). Minyak bumi juga mempunyai beberapa dampak negatif yang sangat berbahaya bagi jika di eksplorasi secara besar-besaran seperti pemesanan global, hujan asam, dan lain sebagainya yang semuanya itu berdampak terhadap kelangsungan makhluk hidup. Selain itu minyak bumi juga merupakan energi yang tak terbarukan dan membutuhkan jutaan tahun untuk mendapatkannya kembali. Oleh karena itu di perlukan bahan bakar alternatif untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya adalah penggunaan biodiesel. Biodiesel (faty acid methyl ester)

(2)

2

merupakan bahan bakar terbaharukan mesin diesel yang terbuat dari sumber daya hayati berupa minyak lemak nabati dan lemak hewani. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam hayati, Indonesia memiliki banyaksekali sumber minyak nabati digunakan sebagai bahan baku dalam proses biodiesel. Minyak jenis minyak nabati yang pernah dikaji sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah, minyak zaitun, minyak kacang tanah, minyak kelapa sawit, minyak kelapa, minyak biji kapuk, minyak kacang kedelai, namun bahan baku tersebut merupakan produk utama yang sangat bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis yang cukup potensial untuk dipertimbangkan sebagai sumber bahan baku pembuatan biodiesel. Salah satu alternatif bahan baku yang pantas untuk diteliti yaitu minyak kelapa sawit (CPO) dengan menggunakan katalis bentonit. Biodiesel diproduksi melalui 2 metode, yaitu proses esterifikasi dan transesterifikasi. Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas dengan alkohol menggunakan katalis asam kuat Karena merupakan katalis-katalis yang biasa dipilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja, 2001).

Minyak sawit memilki kandungan minyak nabati yang besar, sehingga minyak kelapa sawit (CPO) layak dikaji sebagai bahan baku dalam pembuatan biodiesel. Menurut Aziz (dalam jurnal Imam, Sri dan Alaudin 2011: 20), FAME (Fatty Acid Methyl Ester) adalah senyawa ester asam lemak yang dihasilkan dari proses transesterifikasi minyak (trigliserida) maupun esterifikasi asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau hewani dengan alkohol rantai pendek. Proses produksi biodiesel dapat dilakukan melalui reaksi netralisasi, esterifikasi, proses ini dilakukan untuk mengurangi asam lemak bebas (free fatty acid) pada minyak kelapa sawit dengan mereaksikan minyak kelapa sawit yaitu dengan menggunakan bahan kimia basa pada reaksi netralisasi maupun asam pada reaksi esterifikasi, kemudian dilanjutkan dengan metode reaksi transesterifikasi yaitu minyak atau lemak direaksikan dengan alkohol seperti methanol dengan bantuan katalis. Dari proses ini dihasilkan gliserin dan methil ester (Biodiesel). Katalis yang

(3)

3

digunakan umumnya KOH atau NaOH yang tercampurkan secara baik dalam alkohol. Katalisator dibutuhkan guna meningkatkandaya larut saat reaksi berlangsung.

Pada penelitian ini proses biodiesel yang akan dilakukan adalah pembuatan biodiesel berbahan baku minyak sawit (CPO) dengan menggunakan salah satu jenis mineral sebagai katalis yaitu Bentonit dengan menggunakan metode reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Pemilihan Bentonit sebagai katalis dalam penelitian ini dikarenakan Bentonit memilki keuntungan dibanding dengan penggunaan KOH dan NaOH yaitu Bentonit tidak bersifat korosif, tidak berbahaya bagi manusia, tidak sulit dipisahkan dalam proses pencucian dan dapat dimanfaatkan secara berulang, selain itu dalam proses pembuatan biodiesel pada reaksi transesterifikasi batuan ini dapat mengurangi tingkat reaksi samping (penyabunan) yang lebih baik daripada KOH dan NaOH pada saat terjadi reaksi. Bentonit juga memiliki sifa-sifat khusus seperti kemampuan menukar ion, heterogen dalam larutan, saringan molekul, dan luas permukaan yang besar.

1.2. Urgensi Penelitian

Ketersediaan energi dunia yang semakin menipis dikarenakan ekplorasi energi yang tak terbaharukan dalam skala besar untuk membutuhi konsumsi energi dunia bagi kelangsungan hidup manusia, sehingga perlu adanya pelaksanaan pemanfaatan energi terbaharukan sebagai alternatif solusi, salah satunya adalah menggantikan bahan bakar diesel yang berasal dari minyak bumi dengan bahan bakar diesel dari minyak nabati. Salah satu alternatif minyak nabati yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak sawit yang berasal dari pengambilan minyak kelapa sawit (CPO).

(4)

4

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini:

1. Untuk mengetahui pengaruh variasi pemakaian kadar katalis Bentonit pada proses transesterifikasi terhadap metil ester dan gliserol yang dihasilkan

2. Mengetahui persentasi kandungan metil ester dan gliserol dari variasi kadar katalis Bentonit serta mutu biodiesel yang dihasilkan berdasarkan standar SNI

1.4. Target Temuan

Adapun yang menjadi target temuan dalam penelitian ini adalah proses sintesis biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit (CPO) dengan menggunakan katalis Bentonit dapat menghasilkan reaksi pembentukan kandungan metil ester yang tinggi, dan gliserol yang rendah dengan karakteristik mutu yang sesuai dengan standart bahan baku yang telah ditetapkan. Diharapkan dalam penelitian yang dilaksanakan selama satu setengah bulan mendapatkan hasil yang baik.

1.5. Kontribusi Penelitian

a) Sebagai informasi mengenai kandungan metil ester dan gliserol yang dihasilkan dalam sintesis biodiesel menggunakan minyak pada Crude Palm Oil (CPO).

b) Sebagai informasi mengenai karakteristik mutu yang terdapat dalam biodiesel.

c) Sebagai pertimbangan alternative energy terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi dimasa depan.

(5)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini (Fauzi, 2004). Kelapa sawit, saat ini berkembang pesat di Indonesia. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun 1948 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon (Mauritius) dan Amsterdam. Keempat batang bibit kelapa sawit ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Sumatera Utara (Risza, 1994).

Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis. Curah hujan optimal yang dikehendaki antara 2.000 - 2.500 mm per tahun dengan pembagian merata sepanjang tahun. Lama penyinaran matahari yang optimum antara 5-7 jam per hari, dan suhu optimum berkisar 22º - 32ºC. Ketinggian di atas permukaan laut yang optimum berkisar 0-500 meter. Kelapa sawit menghendaki tanah yang subur, gembur, memiliki solum yang tebal, tanpa lapisan padas, datar dan drainasenya baik. Keasaman tanah (pH) sangat menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsure- unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 6,5 sedangkan pH optimum berkisar 5-5,5. Permukaan air tanah dan pH sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara yang dapat diserap oleh air (Risza, 1994).

Berikut Adalah Klasifikasi Kelapa Sawit: Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Elaeis

(6)

6 Spesies : Elaeis guineensis, Elaeis oleifera

2.1.1. Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati yang didapatkan dari mesocarp buah pohon kelapa sawit. Minyak sawit berbeda dengan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) yang dihasilkan dari inti buah yang sama. Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari setelah penyerbukan, dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah minyak sudah jenuh. Jika dalam buah tidak terjadi lagi pembentukan minyak, maka yang terjadi ialah pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas jenuh. Minyak sawit secara alami berwarna merah karena kandungan beta karoten yang tinggi sedangkan minyak inti berwarna putih. (Ponten M. Naibaho,1998 Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit).

Minyak sawit termasuk minyak yang memiliki kadar lemak jenuh yang tinggi. Minyak sawit berwuwjud setengah padat pada temperatur ruangan dan memiliki beberapa jenis lemak jenuh asam laurat (0.1%), asam miristat (1%), asam stearat (5%), dan asam palmitat (44%). Minyak sawit juga memiliki asam lemak tak jenuh dalam bentuk asam oleat (39%), minyak sawit tidak mengandung kolesterol meski konsumsi lemak jenuh diketahui menyebabkan peningkatan kolesterol.

Tabel 2.1 Komposisi asam lemak minyak sawit

Asam lemak Rumus kimia Jumlah (%)

Asam miristat C13H27COOH 1,1-2,5

Asam palmitat C13H31COOH 40-46

Asam stearat C13H35COOH 3,6-4,7

Asam oleat C13H33COOH 39-45

Asam linoleat C13H31COOH 7-11

(7)

7

2.2. Energi Alternatif

Energi ialah kemampuan untuk melakukan kerja atau suatu kegiatan. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), energi didefenisikan sebagai daya atau kekuatan yang diperlukan untuk melakukan berbagai proses kegiatan. Kebutuhan akan energi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia moderen, bahkan akan terus meningkat akibat semakin banyaknya populasi penduduk dunia, munculnya industri baru, dan meningkatnya teknologi transportasi. Salah satu sumber energi yang selama ini sangan popular digunakan adalah minyak bumi, yang bersumber energi yang berasal dari fosil. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun jumlahnya, karena cadangan tersebut tidak dapat di tambah atau diperbaharui meskipun eksplorasi terus ditingkatkan, bahkan yang terjadi justru sebaliknya semakin hari cadangan semakin menipis

(Yunizurwan, 2007).

Semakin lama penambangan minyak bumi akan mencapai puncaknya, karena hampir semua daerah yang mengandung minyak telah ditemukan. Sedangkan permintaan akan bahan bakar cair terus naik. Akibatnya harga minyak akan terus naik dengan tajam menyusul menipisnya cadanga minyak dunia. Bahan bakar akan menjadi sangat mahal bagi kebanyakan orang untuk membelinya. Semua bahan baka yang tidak dapat di perbaharui akan habis pada waktunya, maka dari itu diperlukan suatu bahan bakar yang dapat diperbaharui, sehingga bahan bakar tersebut dapat diusahakan agar tidak pernah habis sepanjang massa serta harganya dapat dijangkau oleh kebanyakan orang (Nadapdap, 2009). Indonesia memiliki beragam sumber daya energi. sumber daya energi berupa minyak, gas, batubara, panas bumi, air dan sebagainya digunakan dalam berbagai aktivitas pembangunan baik secara langsung ataupun diekspor untuk mendapatkan devisa. Sumberdaya energi minyak dan gas adalah penyumbang terbesar devisa hasil ekspor. Kebutuhan akan bahan bakar minyak dalam negeri ini juga meningkat seiring meningkatnya

(8)

8

pembangunan. Sejumlah laporan menunjukkan bahwa sejak pertengahan tahun 80-an terjadi peningkaan kebutuhan energi khususnya untuk bahan bakar mesin diesel yang diperkirakan akibat meningkatnya jumlah industri, transportasi dan pusat pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) diberbagi daerah di Indonesia. Peningkatan ini mengakibatkan berkurangnya devisa Negara disebabkan jumlah minyak sebagi andalan komoditif ekspor semakin berkurang karena dipakai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Disisi lain, bahwa cadangan minyak Indonesia semakin terbatas karena merupakan produk yang dapat diperbaharui. Oleh sebab itu perlu dilakukan usha-usaha untuk mencari bahan bakar alternatif (Haryanto,2000).

Sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi daya energi yang berkelanjutan, jika dikelola dengan baik. Tenaga surya, tenaga angin, panas bumi, gelombang serta pasang surut air laut, air, dan energi biogas, biomassa atau biofuel. Oxford dictionary mendefenisikan energi alternatif sebagai energi yang digunakan bertujuan untuk menghentikan penggunaan sumber daya alam atau perusakan lingkungan. Dalam memilih sumber energi setidaknya terdapat empat parameter penting yang patut diperhatikan, yakni: jumlah/cadangan energi, kerapatan energi (energy density/energi per volume sumber energi), kemudian penyimpanan energi (energy storage), dan kemudahan perubahan/perpindahan energi. Bila kemudian faktor lingkungan juga diperhitungkan, maka efek pencemaran lingkungan juga menjadi parameter penting bagi sebuah sumber energi. Dibandingkan dengan sumber energi yang lain, saat ini bahan bakar fosil unggul dalam hal jumlah, kerapatan, kemudahan penyimpanan, dan kemudahan perubahan/perpindahan energi.

Sumber –sumber energi antara lain: a) Energi matahari, panas bumi b) Energi angin, air, laut

c) Energi biomassa, biogass, biodiesel d) Energi zat radio aktif

(9)

9

2.3. Biodiesel (Faty Acid Methyl Ester)

Nama biodiesel telah disetujui oleh department of energy (DOE), environmental protection energy (EPA) dan American Society of Testing Material (ASTM), biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui esterifikasi dengan alkohol (ozgul dan turkey 1993; pamuji, dkk). Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri atas mono-alkil ester dari fatty acid rantai panjang yang diperoleh dari minyak tumbuhan atau lemak binatang (Soerawidjaja, 2005). Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang diformulasikan khusus untuk mesin diesel dengan berbagai kelebihan antara lain tidak perlu modifikasi mesin, mudah digunakan, ramah lingkungan, tercampurkandengan minyak diesel (solar), memiliki cetane number tinggi, memiliki daya pelumas yang tinggi, biodegradable, non toksik, serta bebas dari sulfur dan bahan aromatik. Karena bahan bakunya berasal dari minyak tumbuhan atau lemak hewan, biodiesel digolongkan sebagai bahan bakar yang dapat diperbarui (Knothe, 2005). Pada dasarnya semua minyak nabati atau lemak hewan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan bahan baku alternatif yang dapat di kembangkan secara luas sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Biodiesel berasal dari minyak sawit, minyak jelantah, minyak jarak, dan minyak kedelai.

Minyak nabati memiliki kandungan asam lemak bebas lebih rendah dari pada minyak hewani, minyak biasanya selain mengandung ALB juga mengandung phospholipids, phospholipids dapat dihilangkan pada proses degumming dan ALB dihilangkan pada proses refining. Dalam proses pembuatan biodiesel apabila minyak nabati dengan kadar ALB >1%, perlu dilakukan deasidifikasi dengan reaksi metonolisis atau dengan gliserol kasar, karena hal ini berakibat pada rendahnya kinerja efisiensi. Minyak nabati sebagai bahan baku

(10)

10

pembuatan biodiesel dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis berdasarkan kandungan FFA (Kinast, J.A., 2003) yaitu:

a). Rfined Oil: minyak nabati dengan kandungan FFA kurang dari 1,5% b). Minyak nabati dengan kandungan FFA rendah kurang dari 4% c). Minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi lebih dari 20%

Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel dapat dibedakan atas dua bagian yaitu:

1. Esterifikasi dengan katalis asam untuk minyak nabati dengan kandungan FFA yang tinggi di lanjutkan dengan transesterifikasi dengan katalis basa. 2. Transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa untuk refined oil atau

minyak nabati dengan kandungan FFA rendah.

Biodiesel yang bagus adalah biodiesel yang memenuhi standart Mutu Biodiesel telah dikeluarkan dalam SNI No. 04-7182-2006, melalui keputusan kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN) Nomor 73/KEP/BSN/2/2006 tanggal 15 maret 2006. Berikut ini adalah data standar mutu biodiesel dapat dilihat pada tabel 2.3:

Tabel 2.3 Syarat Mutu Biodiesel SNI 7182:2015

No Parameter Uji Satuan,

min/maks Persyaratan Metode Uji Alternatif

1 Massa jenis pada 40oC kg/m3 850 -890 ASTM D 1298 atau

ASTM D 4052

2 Viskositas Kinematik

pada 40oC mm2/s (cSt) 2,3 - 6,0 ASTM D 445

3 Angka setana Min 51 ASTM D 613 atau ASTM D 6890

4 Titik nyala (mangkok tertutup)

oC, min 100 ASTM D 93

(11)

11

6 Korosi lempeng tembaga

(3 jam pada 50oC) nomor 1 ASTM D 130

7

Residu karbon

%-massa, maks ASTM D 4530 atau ASTM D 189 - dalam per contoh asli,

atau 0,05

- dalam 10% ampas

distilasi 0,3

8 Air dan sedimen %-vol, maks 0,05 ASTM D 2709

9 Temperatur distilasi 90% oC, maks 360 ASTM D 1160

10 Abu tersulfatkan %-massa, maks 0,02 ASTM D 874

11 Belerang mg/kg, maks 100

ASTM D 5453 atau ASTM D 1266 atau ASTM D 4294 atau

ASTM D 2622

12 Fosfor mg/kg, maks 10 AOCS Ca 12-55

13 Angka asam mg-KOH/g,

maks 0,5

AOCS Cd 3d-63 atau ASTM D 664

14 Gliserol bebas %-massa, maks 0,02 AOCS Ca 14-56 atau ASTM D 6584

15 Gliserol total %-massa, maks 0,24 AOCS Ca 14-56 atau ASTM D 6584

16 Kadar ester metal %-massa, min 96,5

17 Angka iodium

%-massa(g-I2/100g), maks 115 AOCS Cd 1-25

18 Kadar monogliserida %-massa, maks 0,8 ASTM D 6584

(12)

12

Biodisel memiliki tingkat polusi yang lebih rendah dari pada solar dan dapat digunakan pada motor disel tanpa modifikasi sedikitpun. Biodisel di anggap tidak menyumbang pemanasan global sebagai bahan bakar fosil. Mesin disel yang beroperasi dengan menggunakan biodiesel menghasilkan emisi carbon monoksida, hidrokarbon yang tidak tebakar, partikulat, dan udara beracun yang lebih rendah dibandingkan dengan mesin disel yang menggunakan bahan bakar petroleum.

Penggunaan biodiesel juga mempunyai beberapa keuntungan, menurut studi yang dilakukan National Biodiesel board beberapa keuntungan pengunaan biodiesel antara lain:

a. biodisel mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan minyak disel, sehingga dapat angsug dipakai pada motor disel tanpa melakukan modifikasi yang signifikan dengan resiko kerusakan yang sangat kecil

b. Biodisel merupakan efek pelumasan yang lebih baik dari minyak disel yang konfensional bahkan 1% penambahan biodiesel dapat meningkatkan pelumasan hampir 30%

c. Hasil percobaan membuktikan bahwa jarak tempuh 15 juta mill, biodiesel memberikan konsumsi bahan bakar HP dan torsi yang hampir sama dengan minyak diesel konfensional.

d. Biodisel dapat diperbaharui dan siklus karbonnya yang dapat tertutup tidak menyebabkan pemanasan global. Analisa siklus kehidupan memperlihatkan bahwa emisi CO2 secara keseluruhan berkurang

- Periode induksi metode

rancimat, atau 360 EN 15751

- Periode induksi metode

(13)

13

sebesar 78% dibandingkan dengan mesin disel yang menggunakan bahan bakar petroleum.

2.4. Esterifikasi

Esterifikasi adalah tahap konfersi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat dan karena ini, Asam sulfat, Asam sulfonat organi atau resin penukar kation asamkuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja, 2006). Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperature rendah (misalnya paling tinggi 1200c), rettan methanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih dan air produk ikutan reaksi harus di singkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. melalui kombinasi-kombinasi yang tepat darikondisi-kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, konfersi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu satusampai beberapa jam. reaksi esterifikasi dari asam menjadi metil ester adalah:

RCOOH + CH3HO ↔ RCOOH3 + H2O

ASAM LEMAK METANOL METILESTER AIR

Gambar 2.4 reaksi esterifikasi menjadi metil ester.

Eaterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodisel dari minyak berkadar asam bebas tinggi (berangka asam >5 mg-KOH/gr). Pada tahap ini, sama lemak bebas akan dikonferiskan menjadi metil ester, tahap esterifikasi biasa diikuti dengan tahap trasesterifikasi. Namun sebelum produk esterifikasi di umpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.

(14)

14

2.4.1 Hal-hal yang mempengaruhi reaksi esterifikasi

Faktor-faktor yang berpengaruh esterifikasi antara lain: a. Waktu raekasi

Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak natar zat semakin besar sehingga akan menghasilkan konfersi yang besar. jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena tidak akan memperbesar hasil.

b. pengadukan

pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi dengn zat yang beremempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna sesuai dengan persamaan arcehenius:

k=A e(-Ea/RT) dimana, T= suhu absolut (dejarat celcius) R=konstanta gas umum (cal/g mol oK) E= tenaga aktifasi (cal/g mol) A=faktor tumbukan (t-1) k= konstanta kecepatan reaksi (t-1) semakin beasr tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan reaksi

c. Katalisator

katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktifasi kepada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan raksi semakin besar pada reaksi esterifikasi yang sudah dilakuka biasanya menggunakan konsentrasikatalis antara 1-4 % berat sampai 10% berat campuran pereaksi (Mcketta, 1978).

d.Temperatur

reaksi semakin tinggi suhu yang di operasikan maka semakin bayak konfersi yang dihasilkan hal ini sesuai dengan persamaan archenius. Bila suhu naik maka harga K semakin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konfersi makin besar.

2.5. Transesterifikasi

Ragam metode untuk menghasilkan biodisel dari berbagai jenis bahan baku telah dikambangkan. Metode ini di klasifikasikan atas penggunaan / pencampuran minyak secara langsung dengan bahan bakar disel, pirolisis,

(15)

15

mikro emulsi, dan transesterifikasi. Metode yang paling sering digunakan dalam menghasilkan biodiesel adalah reaksi transesterifikasi minyak nabati dengan alkohol rantai pendek, biasanya menggunakan metanol berikut ini merupakan skema reaksi transesterifikasi katalis dari minyak nabati:

Gambar 2.5 tahapan reaksi transesterifikasi.

Transesterifikasi adalah tahap konfersi dari trigliserida (minyak nabati) menjadi etil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Transesterifikasi juga dikenal sebagai reaksi alkoholisis, dimana terjadi penggantian alkohol suatu ester oleh alkohol yang lain, proses ini mirip dengan hidrolisis, perbedaan nya terletak pada molekul yang terlibat pada hirolisis adalah molekul air, bukan molekul alkohol. Reaksi transesterifikasi awalnya merupakan metode yang dingunakan untuk membentuk gliserin dalam pembuatan sabun. Produk samping dari proses tersebut adalah mono-alkil ester yang merupakan konstituen biodiesel. Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis konfersi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat (Mittlebatch, 2004).

Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah metil ester asam-asam lemak.

Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu: a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi

(16)

16 c. Menurunkan temperatur reaksi

2.5.1 Hal-hal yang Mempengaruhi reaksi Transesterifikasi

Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu mengiginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterikfikasi adalah sebagai berikut :

a. Pengaruh air dan asam lemak bebas.

Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<5%). Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis juga harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.

b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah

secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98%. Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum.

c. Pengaruh jenis alkohol

Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.

d. Pengaruh jenis katalis

katalis basa akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katals asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi

(17)

17

transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3) dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium hidroksida.

e. Pengaruh temperatur

Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 – 65o C (titik didih metanol sekitar 65o C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat.

2.6. Metanol (CH3OH)

Jenis alkohol yang selalu dipakai pada proses esterifikasi dan transesterifikasi adalah metanol dan etanol.metanol merupakan jenis alkohol yang paling disukai lebih mudah bereaksi atau lebih stabil dibandingkan dengan etanol (C2H5OH) karena metanol memiliki satu ikatan karbon sedangkan etanol memiliki dua ikatan karbon, sehingga lebih mudah memperoleh pemisahan gliserol dibanding dengan etanol. Kerugian dari metanol adalah metanol merupakan zat beracun dan berbahaya bagi kulit, mata, paru-paru dan pencernaan dan dapat merusak plastik dan karet terbuat dari batu bara metanol berwarna bening seperti air. Mudah menguap, mudah terbakar, dan mudah bercampur dengan air. Etanol lebih aman, tidak beracun dan terbuat dari hasil pertanian, etanol memiliki sifat yang sama dengan metanol yaitu berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Metanol da etanol digunakan hanya yang murni 99%. Metanol memiliki massa jenis 0,7915 g/m3, sedangkan etanol memiliki massa jenis 0,79 g/m3.

(18)

18

Tabel 2.6 sifat – sifat fisik dan kimia metanol

Karakteristik Sifat fisik dan kimia Massa molar

Wujud Spesific gravity Titik leleh Titik didih Kelarutan dalam air

32,04 gr/mol Tidak berwarna 0,7918,-142,9oF 64,7oC, 148,4oF (337,8K) Sangat larut (Sumber: Perry, 1984) 2.7. Katalis

Katalis adalah suatu zat yang berfungsi mempercepat laju reaksi dengan menurunkan energi aktivasi, namun tidak menggeser letak keseimbangan. Penambahan katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi operasi. Tanpa katalis reaksi transesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu 250oC. Katalis yang dapat digunakan dapat berupa katalis homogen atau heterogen.

a. Katalis homogen merupakan katalis yang mempunyai fasa sama dengan reaktan dan produk. basa/alkali seperti kalium hidroksida (KOH) dan natrium hidroksida (NaOH) (Darnoko, D., 2000)

Penggunaan katalis homogen ini mempunyai kelemahan yaitu: bersifat korosif, berbahaya dapat merusak kulit, mata, paru-paru bila tertelan, sulit dipisahkan dari produk sehingga terbuang pada saat pencucian, mencemari lingkungan, tidak dapat digunakan kembali (Widyastuti, 2007). Keuntungan dari katalis homogen adalah tidak dibutuhkannya suhu dan tekanan yang tinggi dalam reaksi.

b. Katalis heterogen merupakan katalis yang mempunyai fasa yang tidak sama dengan reaktan dan produksi. Jenis katalis heterogen yang dapat digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah CaO, MgO. Keuntungan menggunkana katalis ini adalah: mempunyai aktivitas yang tinggi, kondisi reaksi yang ringan, massa hidup katalis yang panjang biaya katalis yang rendah, tidak korosif, ramah lingkungan dan menghasilkan sedikit masalah

(19)

19

pembuangan, dapat dipisahkan dari larutan produksi sehingga dapat digunakan kembali (Bangun, 2008)

2.8. Bentonit

Bentonit merupakan mineral alumina silikat yang termasuk dalam pilosilikat, atau silikat berlapis yang terdiri dari jaringan tetrehedral (SiO4)2- yang terjalin dalam bidang tak terhingga membentuk jaringan anion (SiO4)2- dengan perbandingan Si/O sebesar 2/5. Rumus kimia umum bentonit adalah Al2O3.4SiO2.H2O. 85% kandungan bentonit adalah monmorillonit. (Viantari dan Megawati, 2008)

Bentonit terbentuk dari transformasi hidrotermal abu vulkanik, yang mayoritas komponennya tergolong kedalam kelas mineral smektit (struktur lembaran), yaitu monmorillonit. Mineral lain yang tergolong ke dalam smektit adalah hektorit, saponit, beidelit dan nontronit. Smektit adalah mineral yang terdiri dari tiga lapis struktur aluminium silikat hidrat, yaitu dua lembar silika tetrahedral dan satu lembar alumina oktahedral. Pada monmorillonit, lembaran yang terbentuk tetrahedron yang terdiri dari atom Si dikelilingi oleh ion oksigen pada keempat ujung-ujungnya, sedangkan untuk lembaran yang berbentuk oktahedral, merupakan kombinasi dari alumina oktahedron. Alumina oktahedron terdiri dari atom Al yang dikelilingi oleh hidroksi (dapat berupa ion aluminium, magnesium, besi dan atom lainnya).

Bentonit dapat dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan kandungan aluminium silikat hydrous, yaitu activated clay dan fuller’s earth. Activated clay adalah lempeng yang kurang memiliki daya pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu. Sementara itu, fuller’s earth digunakan di dalam fulling atau pembersih bahan wool dari lemak. Komposisi Bentonit berdasarkan hasil analisa terhadap sampel bentonit yang diambil langsung di lapangan, diperoleh komposisi bentonit sebagai berikut:

(20)

20 Tabel 2.8 komposisi Bentonit

Komposisi %

Kalsium oksida (CaO) 0

Magnesium oksida (MgO) 0

Aluminium oksida (Al2O3) 22,9

Ferri oksida (Fe2O3) 5,1

Silika (SiO2) 55,5

(Sumber: Zuriah Sitorus)

Berdasarkan kandungan mayoritas kation di dalam strukturnya, bentonit dibagi dua jenis :

1. Natrium bentonit (Na-bentonit) dengan kandungan natrium sebagai kaion yang dapat ditukar (dikenal dengan istilah excangeable cation) (Federation of Piling specialists, 2006), mampu mengalami pengembangan volume hingga beberapa kali bila kontak dengan air (dikenal dengan istilah swelling), membentuk koloid, bernilai viskositas tinggi, dan mampu mengikat air. Karakteristk tersebut membuat bentonit dapat diaplikasikan pada bidang konstruksi dan teknik sipil, pengebiran minyak dan gas, serta pengecoran logam.

2. Kalsium bentonit dengan kandungan kalasium sebagai kation utamanya yang dapat ditukar, memiliki kemampuan pengembangan volume yang rendah didalam air. Sebagian besar deposit bentonit yang ditemukan merupakan bentonit dan sebagian lagi adalah campuran antara Ca-bentonit dan Na-Ca-bentonit

2.9. Gas Cromatography Mass Spectrometry (GC-MS)

Gas Cromatography Mass Spectrometry merupakan gabungan dua buah alat yaitu kromotografi gas dan spektrometri massa. GC-MS digunakan untuk mendeteksi massa antara 10 m/z hingga 70 m/z (Fessenden, 1982). Kromotofrafi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen

(21)

21

campuran dalam sampel (Agusta, 2000). Prinsip kerja dari kromotografi gas terkait dengan titik didih senyawa yang dianalisis serta perbedaan interaksi analit dengan fase diam dan fase gerak. Senyawa yang dengan titik didih yang tinggi memilki waktu retensi yang lama. Senyawa yang lebih terkait dalam fase cair pada permukaan fase dia juga memiliki waktu retensi yang lebih lama (Clark, 2007). Spektrometri massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahka pda sostem kromotografi gas (Agusta, 2000)

Prinsip kerja spektrometti massa adalah menembak bahan yabga sedang dianalisis dengan berkas elektron dan secara kuantitatif mencatat hasilnya sebagai suatu spectrum. Kebanyakan analisis dengan GC-MS dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu: kualitatif dan kuantitatif. Kedua analisis tersebut menggunakan spektrometer massa sebagai detektor (Munson, 1991). Berdasarkan anailisis GC-MS diperolrh dua informasi dasar, yaitu hasil kromotografi gas yang ditampilkan dalam bentuk kromotogram dan hasil spektometri massa yang ditampilkan dalam bentuk spektrum massa. Kromatogram memberikan informasi mengenai jumlah komponen kimia yang terdapat dalam campuran yang dianalisis (jika sampel berbentuk campuran) yang ditunjuk oleh jumlah puncak yang terbentuk pda kromotogran berikut kuantitas masing-masing. Spektrum massa hasil analisis sistem spektroskopi massa merupakan gambaran mengenai jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari suatu komponen kimia (masing-masing puncak pada kromatogram).

(22)

22

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitan ini di laksanakan di sekolah tinggi ilmu pertanian agrobisnis perkebunan (STIPAP) Medan.

3.2. Desain Penelitian

Penelitian ini dirancang untuk mengetahui hasil metil ester yang terdapat dari minyak kelapa sawit (CPO) dalam pengaruh kadar variasi katalis bentonit dan mengetahui mutu dari biodiesel yang di peroleh dengan mutu dari biodiesel yang di pasarkan dengan menggunakan standart nasional Indonesia (SNI) yang telah di tetapkan. Deskriptif merupakan suatu penelitian yang berfungsi untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, fenomena alamiah atau fenomena buatan manusia, yang berbentuk berupa aktivitas karakteristik, hubungan, perubahan, perbedaan, antara suatu fenomena dengan fenomena yang lain. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang berupa eksperimental dengan perbedaan kadar katalis yang di gunakan pada bahan baku:

A1: Sampel CPO dengan kadar katalis Bentonit 2,5% A2: Sampel CPO dengan kadar katalis Bentonit 3,5%

3.2.1 Variabel Penelitian

1. Variabel tidak tetap penelitian adalah Variasi katalis Bentonit Kadar katalis Bentonit 2,5% dan Kadar katalis Bentonit 3,5%.

(23)

23

3.3. Alat dan Bahan

Alat-alat yang di gunakan dalam penelitian ini :

1). Magnetik Bar, 2). Buret, 3). Seperangkat alat evaporator, 4). Pipet tetes, 5). Corong pemisah, 6). Gelas ukur, 7). Termometer

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini :

1). CPO, 2). Methanol, 3). Aquadest, 4). Bentonit Alam, 5). NaOH, 6). N-heksan, 7). Indikator PP, 4). H2SO4.

3.4. Tahapan Penelitian 3.4.1 Netralisasi CPO

Adapun metode atau prosedur kerja penelitian dimulai dari tahap persiapan yaitu dengan menyiapkan peralatan dan bahan yang akan di gunakan. CPO diperoleh dari PTPN III Aek Nabara, propinsi Sumatera Utara. Minyak limbah terlebih dahulu di cek kadar ALB nya, kemudian dilakukan proses netralisasi pada CPO dengan meggunakan tambahan bahan kimia NaOH dengan konsentrasi 50%. Proses netralisasi ini dilakukan dengan cara merebus dan diaduk selama 60 menit dengan suhu rata-rata 70-75 derajat untuk memisahkan asam lemak pada CPO sekaligus bertujuan menurunkan ALB pada CPO (yernisa, 2013), lakukan pengujian kadar ALB pada minyak.

3.4.2 Proses Esterifikasi

Minyak cpo di esterifikasikan asam lemaknya dengan katalis H2SO4 6N di masukkan ke dalam labu leher sebanyak 900 ml minyak cpo lalu ditambahkan metanol dengan perbandingan molar metanol dengan minyak 1: 4 dan katlis H2SO4 6N sebanyak 0,5% berat minyak. jalan reaksi menggunakan hot plat enstiror dengan mempertahankan temperatur pada suhu luar 70oC selama 2 jam dan pengadukan menggunakan magnetik stirer. Setelah reaksi selesai diamkan hingga suhu stabil kemudioan masukkan ke dalam corong pemisah dan diamkan selama satu untuk melakukan proses pemisahan hingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan bawah di keluarkan dari

(24)

24

corong pemisah netralkan asam sulfat dalam campuran tersebut dengan campuran air, pisahkan lapisan air kemudian panaskan pada suhu 100oC. Lakukan pengujian asam lemak bebas pada ester yang dihasilkan.

3.4.3 Proses Reaksi Transesterifikasi

Perlakuan dari reaksi esterifikasi sebelumnya, kemudian dilanjutkan proses transesterifikasi kedalam labu leher satu lalu tambahkan metanol kering dengan perbandingan molar metanol dengan minyak 1:4 dengan variasi katalis Bentonit 2,5% dan 3% berat sampel. Jalankan reaksi dengan hotplate and stirrer dengan mempertahankan temperatur pada suhu luar 80oC selama 3 jam dan pengadukan menggunakan magnetic stirrer. Setelah proses transesterifikasi selesai, diamkan hingga temperature stabil kemudian masukan dalam corong pemisah dan didiamkan selama satu jam untuk melakukan proses pengendapan setelah katalis Bentonit mengendap pada lapisan bawah katalis dibuang kemudian selanjutnya didiamkan selama ±12 jam, terbentuk dua lapisan yaitu dua lapisan atas metil dan lapisan bawah gliserol. Gliserol dipisahkan dari, metil ester, selanjutnya metil ester (Biodiesel) yang diperoleh dilakukan pencucian untuk menghilangkan kandungan pengotor (katalis dan gliserol) dengan menambahkan aquades (30-40oC) kedalam sampel, terbentuk dua lapisan kemudian lapisan bawah dikeluarkan. Dilakukan berulang kali hingga lapisan bawah (air) terlihat bening.

3.5. Hasil Pengamatan

Dalam penelitian ini biodiesel diuji menggunakan Gas chromatography-mass spectrometry (CG-MS) dengan melihat kandungan metil ester dan gliserol pada setiap variasi perlakuan, pada perlakuan yang menghasilkan kandungan metil ester dan gliserol paling optimum dilakukan pengujian karakteristtik mutu densitas, viskositas, kadar air, titik kabut (Cloud Point), titik nyala (Flash Point).

(25)

25

3.6. Alur Bagan Penelitian

Pengotor

Pengotor

Pengotor

CRUT FAME Uji GCMS

Gambar 3.6 skema bagan penelitian.

CPO

NETRALISASI

REAKSI TRANSESTERIFIKASI I

Molar ratio minyak : methanol=1:6,3 jam reaksi jumlah katalis Bentonit =1, 2,5 3,5 % - berat Suhu reaksi = 80oC.Waktu pemisahan ±12 jam

REAKSI ESTERIFIKASI I

Molar ratio minyak: methanol=1:4,2jam reaksi Kumlah katalis H2SO4 6N encer = 05% - berat

Suhu reaksi = 70oC.Waktu pemisahan = 1 jam

Lapisan atas /organik Lapisan bawah + aquades 10%Vtot + aquades 10%Vtot

(26)

26

3.7 Jadwal Penelitian

Tabel 3.7 Jadwal Penelitian

No Jenis Penampilan Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pengajuan judul dan sempro

2 Pencairan bahan penelitian

3 Ekstaksi minyak limbah fatpit

4 Pembuatan biodiesel

5 Analisa biodiesel

6 Penyusunan laporn penilitian

Gambar

Tabel 2.3 Syarat Mutu Biodiesel SNI 7182:2015
Gambar 2.5 tahapan reaksi transesterifikasi.
Gambar 3.6 skema bagan penelitian.
Tabel 3.7 Jadwal Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Logo merupakan lambang yang dapat memasuki alam pikiran/suatu penerapan image yang secara tepat dipikiran pembaca ketika nama produk tersebut disebutkan (dibaca),

Seperti halnya dengan pengetahuan komunikasi terapeutik perawat, kemampuan perawat yang sebagian besar pada kategori cukup baik tersebut kemungkinan karena adanya

Penelitian yang dilakukan di TK AndiniSukarame Bandar Lampung betujuan meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan melalui media gambar pada usia

Ketersediaan informasi lokasi rumah sakit, fasilitas dan layanan yang tersedia di rumah sakit dan tempat kejadian dapat tersedia secara jelas dan terkini sehingga penentuan

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji syukur dan sembah sujud, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun

H1: (1) Terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan yang diberi insentif dengan karyawan yang tidak diberi insentif (2) Terdapat perbedaan

7.4.4 Kepala LPPM menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan pada periode Pelaporan Hasil Pengabdian kepada masyarakat berikutnya.. Bidang Pengabdian kepada masyarakat

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan