• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL PENDIDIKAN KHUSUS PENERAPAN OUTDOOR LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA PADA SISWA TUNAGRAHITA DI SDLB C AKW II SURABAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL PENDIDIKAN KHUSUS PENERAPAN OUTDOOR LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA PADA SISWA TUNAGRAHITA DI SDLB C AKW II SURABAYA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL PENDIDIKAN KHUSUS

PENERAPAN OUTDOOR LEARNING UNTUK MENINGKATKAN

PRESTASI BELAJAR IPA PADA SISWA TUNAGRAHITA DI SDLB C

AKW II SURABAYA

Diajukan kepada Universitas Negeri Surabaya

untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian

Program Sarjana Pendidikan Luar Biasa

Oleh:

ARI SETYORINI

NIM: 14010044058

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

(2)

PENERAPAN OUTDOOR LEARNING UNTUK MENINGKATKAN

PRESTASI BELAJAR IPA PADA SISWA TUNAGRAHITA DI SDLB C

AKW II SURABAYA

Ari Setyorini dan Asri Wijiastuti

(Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya) arisetyorini@mhs.unesa.ac.id

Abstract: The purpose of this research is test influence of outdoor learning to improve Sciens achivement’s student with intellectual disability.This reseach method used quantitative appoarch with pre-experimental type of research and one-group pre test-post tes design. The subject of research were 6 student with intellectual disability in 3th grade of SDLB AKW II Surabaya which is have low sciens achivement. In analyzing data, researcher used formula Wilcoxon Match Pairs Test.

Based on result of research, researcher got pre-test average 38,86 and after researcher gave treatment 6 times to student with intellectual disabilt, researcher got post-test average 61,06. Result of the research showed that Zcounted = 2,201 is greater than Ztable = 1,96 with 5% crisis value or Zh>Zt ɑ 5% which means that the method of outdoor learning has been shown to influence and increasing sciens Achivement in student with intellectual disability grade 3 of SDLB AKW II Surabaya.

Keywords : outdoor learning, sciens achivement, intellectual disability

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan kebutuhan yang penting bagi penerus bangsa. Melalui anak-anak bangsa yang terdidik dengan baik, bangsa akan menjadi lebih baik dan lebih maju. Salah satu perubahan melalui pendidikan adalah tercetaknya insan penerus bangsa yang cerdas dan berkarakter mulia, melalui mereka bangsa Indonesia akan bersanding dengan nama-nama bangsa dan negara yang maju. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sadar terhadap pentingnya pendidikan bagi penerus bangsa dan pentingnya menyesuaikan sistem pendidikan dengan tuntutan zaman, oleh karenanya untuk mencetak generasi penerus bangsa yang berkompeten mereka terus mengembangkan kurikulum dalam sistem pendidikan di Indonesia.

Salah satu terobosan terbaru mereka adalah kurikulum 2013. Melalui kurikulum 2013, diharapkan dapat mencetak siswa yang kompeten dan berkarakter. Pengembangan kurikulum 2013 ini juga dirasakan oleh anak-anak berkebutuhan khusus yang mengenyam bangku pendidikan di sekolah formal. Salah satu jenis dari anak berkebutuhan khusus tersebut adalah tunagrahita. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi para pendidik agar

mampu menyesuaikan materi dan metode yang akan diberikan kepada siswa tunagrahita. Namun, kondisi siswa tunagrahita memiliki hambatan dalam memproses informasi yang disajikan oleh guru menjadikan satu permasalahan tersendiri dalam pelaksanaan kurikulum 2013, sehingga prestasi belajar yang dimiliki anak tunagrahita memerlukan perhatian khusus. Hal ini diperkuat oleh hasil peneletian dari Susanti (2016:9) dalam penelitannya berjudul Implementasi Kurikulum 2013 Pada Anak Tunagrahita Di SLB AC, ada kendala dalam penerapan kurikulum 2013 yakni pelaksanaan pendekatan saintifik pada anak tunagrahita dalam pembelajaran. dalam pelaksanaan pendekatan saintifik, didalamnya terdapat kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan, apabila diterapkan pada anak tunagrahita memang belum maksimal dan masih terlalu sulit diterapkan mengingat kemampuan anak tunagrahita yang terbatas.

Mengacu pada paparan fakta diatas, dapat kita lihat terdapat permasalahan yang menghambat pembelajaran pada siswa tunagrahita yang tentu akan berakibat pada prestasi belajarnya. Oleh karenanya,diperlukan model pembelajaran yang dapat menstimulasi

(3)

siswa tunagrahita untuk lebih nyaman dalam melakukan pembelajaran sehingga siswa tunagrahita dapat meraih prestasi dalam pembelajaran.

Salah satu pelajaran pada anak tunagrahita adalah IPA dengan materi mengenal bagian-bagian dari tumbuhan, dimana dalam pembelajaran tersebut siswa akan mempelajari tentang tumbuhan dan bagiannya. Namun, siswa akan kesulitan dalam mengenal bagian-bagian tersebut bila tidak terdapat contoh konkrit dalam kegiatan pembelajaran. Contoh konkrit untuk anak tunagrahita merupakan hal yang penting, ini akan membantu siswa tunagrahita dalam menerima materi belajar dan akan membantu siswa tersebut dalam meraih prestasi di sekolah.

Pembelajaran pada anak tunagrahita sebaiknya bersifat menyenangkan dan konkrit sehingga siswa tunagrahita tetap dapat memahami materi yang ia pelajari. Pembelajaran yang bersifat menyenangkan dapat meningkatkan motivasi siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Sesuai dengan tuntutan Permendikbud no 22 tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan dasar dan menengah (Bab I alinea 3) yakni

“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses belajar serta penilaian proses belajar untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan”.

Salah satu model pembelajaran yang menyenangkan dan bersifat konkrit adalah pembelajaran diluar kelas atau yang sering disebut dengan outdoor learning. Model outdoor learning dapat dipahami sebagai suatu kegiatan menyampaikan pelajaran di luar kelas berupa kegiatan atau aktivitas belajar mengajar yang berlangsung di alam bebas

(Vera, 2012:16). Melalui model outdoor learning, siswa akan berinteraksi langsung dengan alam, mereka dapat melihat dan merasakan secara langsung tentang materi yang diberikan oleh guru. Sehingga, pembelajaran dilakukan secara konkrit dan bermakna bagi siswa. Keberhasilan penggunaan metode outdoor learning juga dirasakan oleh Angraeni (2017) dalam penelitiannya dijabarkan bahwa penggunaan metode outdoor learning berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan mengenal warna pada siswa tunagrahita ringan. Kegiatan belajar yang menyenangkan semacam ini juga sesuai dengan teori belajar yang diusung oleh Vygotsky.

Baharuddin (2012:124) menjelaskan bahwa belajar menurut Vygotsky merupakan proses yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologi sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya. Sehingga munculnya perilaku seseorang adalah karena intervening kedua elemen tersebut. Pada saat seseorang mendapatkan stimulus dari lingkungannya ia akan menggunakan fisiknya berupa alat inderanya untuk menangkap atau menyerap stimulus tersebut, kemudian dengan menggunakan saraf otaknya informasi yang telah diterima tersebut diolah. Keterlibatan alat indera dalam menyerap stimulus dan saraf otak dalam mengelola informasi yang diperoleh merupakan proses secara fisik – psikologi sebagai elemen dasar dalam belajar.

Berdasarkan pengalaman yang diperoleh peneliti ketika melaksanakan kegiatan praktik pengelolaan pembelajaran di SDLB C AKW II yang dilaksanakan mulai tanggal 17 Juli 2017 sampai dengan 2 September 2017, peneliti mendapati siswa tunagrahita kurang optimal dalam melakukan pembelajaran. Hal ini terlihat dari konsentrasi siswa selama pembelajaran berlangsung, yakni mudah dialihkan, pemahaman siswa tentang materi pelajaran yang masih kurang. Inisiatif siswa untuk bertanya yang tidak muncul, keaktifan siswa yang juga masih kurang sehingga guru masih mendominasi dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Namun pada hari lain ketika guru melakukan kegiatan di luar kelas, anak-anak lebih antusisas untuk menerima instruksi dari guru.

(4)

TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini yakni untuk menguji pengaruh metode outdoor learning untuk meningkatkan prestasi belajar IPA pada siswa tunagrahita di SDLB C AKW II Surabaya.

METODE

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini berjudul “penerapan outdoor learning untuk mengingkatkan prestasi belajar IPA pada siswa tunagrahita di SDLB C AKW II Surabaya” menggunakan pendeketan penelitian kuantitatif dikarenakan data yang digunakan berupa variabel yang terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat yang kemudian diuji menggunakan rumus sehingga hasil yang diperoleh berupa angka. Dalam bukunya Sugiyono (2016: 14) menjelaskan dalam bukunya bahwa metode kuantitatif berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti sampel tertentu, dalam pengambilan sampel umumnya dilakukan secara random, pengumpulan datanya menggunakan instrumen penelitian, memiliki analisis data yang bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan oleh peneliti.

B. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah pre eksperimental dikarenakan desain ini belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh dalam penelitian ini masih terdapat variabel luar atau variabel bebas yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen atau variabel terikat (Sugiyono, 2016:74). Penelitian pre eksperimental bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh bermain scavenger huntmodifikasi terhadap kemampuan orientasi dan mobilitas anak tunanetra di SLB A YPAB Tegalsari Surabaya. Jadi hasil eksperimen pada penelitian ini yang merupakan variabel dependen atau variabel terikat itu bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel independen atau variabel bebas.

Hal ini terjadi karena tidak adanya variabel kontrol, dan sampel tidak dipilih secara random.

C. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pre eksperiment dengan rancangan penelitian one-group pre test-post test design. Penelitian ini hanya dilakukan pada satu kelompok saja dan tidak memiliki kelompok pembanding. Tujuan dari desain one-group pre test-post test yaitu untuk membandingkan keadaan atau kemampuan sebelun dan sesudah diberikannya perlakuan. Desain ini digambarkan sebagai berikut :

Keterangan :

O1 = nilai pretest (sebelum diberikan perlakuan)

O2 = nilai post test (sesudah diberikan perlakuan)

X = treatment/perlakuan yang diberikan Penjelasan :

O1 = merupakan tes kemamapuan awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan/atau prestasi siswa sebelum dilakukan treatment. Pre test ini akan dilakukan selama 1 kali pertemuan dengan durasi 30 menit melalui tes lisan yang telah dipersiapkan. Pre test dilaksanakan pada tanggal 18 Juli 2018 dengan memberikan pertanyaan secara lisan pada siswa seputar menyebutkan nama bagian tumbuhan dan kegunaan dari bagian tersebut. Hasil dari kegiatan ini adalah kemampuan individu yang kemudian di hitung dan nilai rerata dari pre test yakni skor rerata dengan nilai 38,86.

X = treatment atau perlakuan. Pemberian perlakuan pada subyek dilakukan sebanyak 6 kali pertemuan dengan durasi tiap pertemuan 2x30 menit melalui kegiatan pembelajaran di luar kelas. Perlakuan dilaksanakan di area pinggir lapangan dimana terdapat pohon belimbing, mangga dan tumbuhan lain di

(5)

pinggir lapangan. selama perlakuan, siswa diedukasi mengenai nama bagian pohon dan kegunaan pada tiap bagian pohon. Selain menggunakan pohon yang sudah ada, peneliti juga menggunakan pohon belimbing yang lebih kecil untuk mempelajari akar pohon belimbing. Selain itu, peneliti juga menggunakan tumbuhan kecil disekitar area belajar sebagai media. Berikut merupakan daftar kegiatan dalam pemberian perlakuan

Treatmen 1 : kegiatan pengenalan bagian akar dan batang

Treatmen 2: pengenalan kegunaan akar dan batang

Treatmen 3: kegiatan pengenalan bagian daun

Treatmen 4: pengenalan kegunaan daun Treatmen 5 : pengenalan bagian bunga dan buah

Treatmen 6 : pengenalan kegunaan bunga dan buah

Pelaksanaan treatment dilakukan pada tanggal 23 Juli 2018 sampai dengan 28 Juli 2018.

O2 = post test merupakan kegiatan diakhir berupa tes yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan atau prestasi siswa setelah mendapat perlukan. Post test dilaksanakan sama dengan pretest hanya berbeda waktu pelaksanaannya. Post test dilaksanakan pada tanggal 30 Juli 2018 dengan memberikan pertanyaan seputar nama bagian tumbuhan dan kegunaannya. Pelaksanaannya dilakukan di pinggir lapangan dimana tempat biasa treatment dilakukan. Pada tahap post test didapatkan nilai rerata sebesar 61,06.

D. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDLB C AKW II Surabaya.

E. Subjek penelitian

Subyek penelitian yang digunakan adalah 6 anak tunanetra totaly blind kelas III yang berusia 10-12 tahun SLB-A YPAB Tegalsari Surabaya yang mempunyai hambatan

dalam kemampuan orientasi dan mobilitas melindungi diri menyusuri (trailing), menyilang tubuh bagian atas (upper hand), menyilang tubuh bagian bawah (lower hand), dan menentukan arah (direction taking). Berikut tabel subjek penelitian:

Tabel 3.1

Identitas Subjek Penelitian

No Nama Kelamin Jenis

(L/P) Hambatan Orientasi Mobilitas Melindungi Diri

(trailing, upper hand, lower hand

dan direction taking) 1 KA L 2 NA P 3 NL P 4 IS P 5 FK L 6 BP L

F. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya merupakan segala seuatu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016: 61). Berikut adalah variabel yang ditetapkan oleh peneliti dalam penelitian ini:

a. Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2016: 61). Dalam penelitian ini yang merupakan variabel bebas adalah metode outdoor learning.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016: 61). Dalam penelitian ini yang merupakan variabel terikat adalah prestasi belajar IPA siswa tunagrahita SDLB C AKW II Surabaya.

1. Definisi Operasional Variabel Penilitian

Dalam penelitian tentang “pengaruh metode outdoor learning terhadap prestasi belajar pada siswa tunagrahita di SDLB C AKW II Surabaya” perlu adanya definisi operasional untuk

(6)

memperjelas arah penelitian, definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Metode outdoor learning

Outdoor learning yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pembelajaran yang dilakukan disekitar sekolah yakni di taman dan sekitar pinggir lapangan sekolah. Pembelajaran di taman pada penelitian ini, siswa belajar tentang bagian-bagian yang dimiliki oleh tumbuhan yang sering mereka lihat.

b. Prestasi belajar

Prestasi belajar yaitu hasil yang dicapai oleh siswa dalam usaha belajarnya, merupakan bukti dari keberhasilan dalam belajar. Dalam penelitian ini prestasi belajar siswa tunagrahita adalah hasil dari pre test dan post test dengan melihat kemampuan sebelum dan sesudah pemberian perlakuan pada siswa tunagrahita. Pembelajaran IPA yang diberlakukan pada penelitian ini adalah tentang bagian-bagian tumbuhan.

c. Tunagrahita

Tunagrahita dalam penelitian ini adalah siswa tunagrahita di SDLB C AKW II Surabaya yang menjadi subyek dari penelitian berjumlah 6 orang.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara dalam mengumpulkan data atau informasi yang berkaitan dengan penelitian dan dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan melalui pemberian tes pada siswa. Teknik pengumpulan data merupakan cara dalam mengumpulkan data atau informasi yang berkaitan dengan penelitian dan dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan melalui pemberian tes pada siswa. Penelitian ini melakukan 2

kali tes yaitu saat pre test dan post test melalui tes lisan untuk mengetahui prestasi belajar siswa selama sebelum dan sesudah mendapatkan treatment dari peneliti. Siswa akan diberikan pertanyaan oleh peneiti yang kemudian dijawab oleh siswa secara verbal.

Penelitian ini melakukan 2 kali tes yaitu saat pre test dan post test melalui tes lisan untuk mengetahui prestasi belajar siswa selama sebelum dan sesudah mendapatkan treatment dari peneliti. Siswa akan diberikan pertanyaan oleh peneiti yang kemudian dijawab oleh siswa secara verbal.

H. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur variabel penelitian yang diamati (Sugiyono, 2016: 148). Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Rancangan Program Pembelajaran (RPP)

2. Materi Pembelajaran tentang bagian-bagian tumbuhan

3. Soal pre test dan post test

I. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan yang terjadi setelah semua data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul(Sugiyono, 2016:207) kegiatan ini memiliki tujuan menjawab rumusan masalah dan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Dalam penelitian ini, analisis data menggunakan statistik non parametrik. Hal ini dikarenakan penelitian ini tidak dapat memenuhi asumsi normalitas. Jumlah sampel pada penelitian ini kecil yakni 6 siswa sedangkan untuk memenuhi asumsi normalitas jumlah sampel penelitian sedikitnya 30 siswa. selain itu statistik non parametrik digunakan untuk menganalisis data berskala nominal dan ordinal atau berjenjang, sehingga rumus yang

(7)

digunakan adalah Wilcoxon Match Pairst Test.

Tabel Bantuan Wilcoxon Match Pairst

Z = 𝑇− T𝜎T Keterangan :

Z = nilai hasil pengujian wilcoxon match pair test

T = jumlah jenjang / ranking terkecil

𝜇

Τ = mean (nilai rata-rata) = 𝑛 𝑛+1 4

𝜎

Τ = simpangan baku = 𝑛 𝑛+1 (2𝑛+1)24 n = jumlah sampel

p = Probabilitas untuk memperoleh tanda (+) dan (-) = 0,5 karena nilai kritis 5%

Berikut tahap - tahap yang dilakukan peneliti dalam menganalisis data : 1. Mencari hasil pre test dan post test

pada masing-masing subjek yang telah didapat

2. Membuat nilai beda pretest dan post test dengan rumus O2 – O1. kemudian menentukan jenjang pada masing-masing data untuk mendapatkan nilai (+) dan (-) 3. Menghitung nilai rata-rata (

𝜇

Τ)

dengan menggunakan rumus = 𝑛 𝑛+1

4

4. Menghitung simpangan baku (

𝜎

Τ) dengan menggunakan rumus

𝑛 𝑛+1 2𝑛+1 24

5. Setelah nilai rata-rata dan simpangan baku telah ditemukan, maka kedua nilai tersebut dihitung kembali dengan rumus wilcoxon match pair test

Rumus uji wilcoxon :

𝑍 =

Τ− 𝜇𝜎 Τ Τ Setelah memperoleh hasil perhitungan, langkah terakhir adalah menentukan hasil analisis data atau hipotesis dengan membandingkan Zhitung dengan

Ztabel dengan menggunakan nilai

krisis 5% = 0,05 pengujian dua sisi karena tujuan dalam penelitian ini untuk menguji ada atau tidak pengaruh antara variabel X dengan variabel Y, maka nilai kritis ± = 1,96, jadi Zhitung2,201 >Ztabel1,96. Interpretasi hasil analisis data dari penelitian ini adalah:

a. Jika Zhitung(Zh) ≤ Ztabel(Zt), maka Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya “tidak ada pengaruh metode outdoor learning terhadap prestasi belajar siswa tunagrahita di SDLB C AKW II Surabaya”

b. Jika Zhitung(Zh) > Ztabel(Zt), maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya “ada pengaruh metode outdoor learning terhadap prestasi belajar siswa tunagrahita di SDLB C AKW II Surabaya”

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDLB C AKW II Surabaya pada tanggal 16 Juli samapai dengan 1 Agustus 2018. Sampel yang digunakan pada penelitian ini merupakan siswa tunagrahita ringan kelas 3 dengan jumlah sampel 6 siswa. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, menunjukkan bahwa metode outdoor learning memiliki pengaruh yang signifikan untuk meningkatkan prestasi belajar IPA pada anak tunagrahita ringan. Berikut ini penjabaran hasil yang telah dilakukan selama penelitian berlangsung :

(8)

Pre test dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan awal pada subjek sebelum mendapat treatment atau perlakuan. Pada tahap pre test peneliti melakukan tes lisan dengan mengajukan pertanyaan sesuai dengan aspek yang telah ditentukan yakni menyebutkan nama-nama bagian tumbuhan, kegunaan dari bagian tumbuhan, dan menyebutkan ciri pada bagian tumbuhan. Tes awal pada siswa tunagrahita ini dilaksanakan selama 1 hari yakni pada tanggal 18 Juli 2018. Berikut ini tabel dari hasil rekapitulasi hasil tes awal (Pre test).

Berdasarkan rekapitulasi hasil tes awal/Pre test pada tabel 4.1, menunjukkan bahwa prestasi belajar IPA dalam hal mengenal bagian tumbuhan masih kurang dan perlu untuk ditingkatkan dengan metode yang tepat. Melihat dari tabel siswa AS dan FB memiliki hasil tertinggi dengan nilai 50 dan siswa APYS memiliki hasil tes dengan nilai paling rendah diantara temannya yakni 25.

APYS mendapat nilai 25 untuk hasil tes awal/pre test yang telah dilakukan. Ketika kegiatan tes dilakukan, APYS mampu menjawab pertanyaan yang diajukan namun dengan jawaban yang kurang tepat sehingga nilai yang diperoleh rendah. Dari tes yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa APYS belum mengenal bagian-bagian tumbuhan.

DTS dan GDW mendapat nilai yang sama pada tes awal/pre test yakni 33,3. Meski nilai mereka sama namun kemampuan mereka berbeda. DTS mendapat poin 2 pada menyebutkan nama bagian tumbuhan sedangkan GDW mendapat poin satu pada aspek yang sama. Dari perolehan nilai tersebut, dapat dilihat meski nilai tes mereka sama namun kemampuan dalam mengenal bagian tumbuhan DTS lebih Unggul dari GDW. Meski

demikian GDW mampu

memnyebutkan ciri daun yang berwarna hijau dengan sedikit bantuan untuk menyusun kalimat.

MKA mendapat nilai tes awal sebesar 41,6. MKA dapat menjawab pertanyaan pada aspek kegunaan bagian tumbuhan, saat tes berlangsung MKA menjawab buah gunanya untuk dimakan. Selain itu sama dengan GDW, MKA dapat menyebutkan satu ciri bagian tumbuhan dengan bantuan untuk menyusun kalimat. Sehingga kata yang keluar dapat lebih mudah dipahami.

FB dan AS mendapat nilai 50 untuk tes awal/pre test mereka. FB dan AS keduanya mampu menjawab satu nama bagian tumbuhan dengan benar yakni bunga dan buah belimbing. Pada aspek mengenal fungsi bagian, FB menjawab akar untuk tumbuh dan AS menjawab akar untuk dipasir dengan maksud ditanam. Meski jawaban mereka seadanya namun dari jawaban tersebut dapat dilihat bahwa mereka memiliki kemampuan awal yang cukup baik dan perlu dikembangkan lagi.

2. Hasil Tes Akhir (Post test)

Hasil tes akhir/post test merupakan hasil tes akhir kemampuan mengenal bagian tumbuhan setelah mendapat perlakuan pembelajaran di luar kelas oleh peneliti. Tes akhir dilaksanakan sebanyak 1 kali oelh

(9)

peneliti, dengan hasil rekapitulasi sebagai berikut :

Berdasarkan tabel 4.2 rekapitulasi hasil tes akhir/ Post test, menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada nilai rata-rata tes dari yang awal sebesar 38,86 menjadi 61,06. Peningkatan yang terjadi pada nilai rata-rata tes ini adalah 22,2. Pada tes akhir ini siswa yang memiliki nilai tertinggi adalah AS yakni 83,3. Sedangkan siswa yang memperoleh nilai terendah adalah APYS yakni 41,6.

MKA mendapat nilai 66,6 pada tes akhir. Ia dapat menyebutkan 4 nama bagian tanaman dengan benar. Bagian yang dapat ia sebutkan namanya dengan benar adalah akar, daun, bunga, dan batang. Sedangkan pada bagian buah belimbing ia masih salah dalam menyebutkan nama yang benar. MKA belum mampu untuk menyebutkan kegunaan dari bagian tumbuhan dan dibantu ketika menjawab pertanyaan aspek ciri bagian tumbuhan.

DTS memperoleh nilai 58,3 pada tes akhir. Serupa dengan MKA, DTS mampu menjawab 4 bagian tumbuhan dengan benar. Namun, ketika pertanyaan aspek kegunaan bagian tumbuhan diajukan DTS jawabannya masih kurang tepat.

GDW memperoleh nilai 50 pada tes akhir. Saat dilakukan tes akhir, ia mampu menjawab 3 nama

bagian tumbuhan dengan benar. Namun, dalam menyebutkan fungsi dan ciri bagian tumbuhan jawaban GDW kurang tepat.

FB mendapatkan nilai 66,6 pada tes akhir. Ia mampu menjawab nama bagian tanaman dengan benar dan mampu menyebutkan salah satu dari kegunaan akar yakni untuk ditanam di tanah. Pada aspek menyebutkan ciri bagian tanaman, FB mampu menjawab dengan bantuan verbal.

APYS mendapat nilai terendah dalam tes yakni 41,6. Ia belum mampu dalam menyebutkan kegunaan bagian tanaman dan tidak dapat menyebutkan satu ciri dari bagian tumbuhan. Meski demikian, kemampuan APYS mengalami peningkatan dari sebelum mendapat perlakuan.

AS siswa yang memperoleh nilai tertingi dalam tes akhir yakni 83,3. Ia mampu menyebutkan nama-nama bagian tumbuhan sebanyak 5 bagian. Selain itu ia juga mampu menyebutkan kegunaan dari akar dan bunga. AS juga mampu menyebutkan ciri bagian tumbuhan yakni daun secara mandiri.

3. Rekapitulasi Data Hasil Tes Awal dan Tes Akhir

Rekapitulasi data bertujuan untuk mengetahui perbandingan kemampuan siswa sebelum dan sesudah dilakukannya pembelajaran di luar kelas pada siswa tunagrahita di SDLB C AKW II Surabaya. Melalui rekapitulasi data dapat diketahui apakah prestasi belajar IPA dalam hal mengenal bagian tumbuhan dan kegunaannya mengalami peningkatan atau tidak. Rekapitulasi data berisikan perbandingan angka dari tes awal / Pre test dengan tes akhir / Post test. Berikut merupakan tabel yang berisi hasil rekapitulasi data tes awal/ Pre test dan tes akhir/Post test Outdoor learning Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPA pada siswa Tunagrahita di SDLB C AKW II Surabaya :

(10)

𝑍 =

𝑇 − 𝜇

𝑇

𝜎

𝑇

Berdasarkan tabel 4.4 membuktikan bahwa terjadi peningkatan pada hasil tes yang diberikan pada siswa tunagrahita. Pada tes awal nilai rata-rata tes adalah 38,86 dan pada tes akhir nilai rata-rata meningkat menjadi 61,06. Hasil perbedaan nilai tersebut dapat digambarkan melalui grafik agar lebih mdah untuk dipahami terkait prestasi belajar IPA dalam materi mengenal bagian tumbuhan dan kegunaannya pada siswa tunagrahita.

4. Hasil Analisi Data

Hasil analisi data diperoleh dengan melakukan teknik analisi data yang telah diperoleh. Pada penelitian ini, data akan di analisis menggunakan perhitungan statistik non – parametrik menggunakan rumus wilcoxon match pair test untuk memperoleh hasil tes. Data hasil tes digunakan untuk menjawab rumusan masalah dan hipotesis Ho ditolak apabila Z hitung > Z tabel 1,96 dan Ho diterima apabila Z hitung < Z tabel 1,96. Data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan statistik non-parametrik dengan rumus wilcoxon match pair test.

Keterangan:

Z: Nilai hasil pengujian wilcoxon match pair test

T: jumlah jenjang/ranking yang kecil

μ T: Mean (nilai rata-rata) = 𝑛(𝑛+1)4 𝜎T: Simpangan baku = 𝑛 𝑛 +1 (2𝑛+1)24 n: Jumlah sampel

p: probabilitas untuk memperoleh tanda (+) dan

(-) = 0,5 karena nilai krisis 5% Adapun perolehan data sebagai berikut

:

Diketahui : n = 6, maka : T: Mean (nilai rata-rata) = 𝑛 (𝑛+1)4 = 6 (6+1)4 = 6 (7) 4 = 42= 10,5 4 𝜎T: Simpangan baku = 𝑛 𝑛+1 2𝑛+1 24 = 6 6+1 2.6+1 24 = 42 (13) 24 = 546 24 = 22,75= 4,76

mean ( T) =10,5 dan simpangan baku (𝜎T) = 4,76 jika dimasukkan kedalam rumus maka didapat hasil sebagai berikut: Z =𝑇− T𝜎T = 𝑇−𝑛− 𝑛+1 4 𝑛𝑛+1(2𝑛+1) 24 = 0−10,54,76 =− 10,54,76 = - 2,20171943 = 2,20

Berdasarkan hasil analisis di atas, maka hipotesis pada hasil perhitungan dengan nilai kritis 5% dengan pengambilan keputusan menggunakan pengujian dua sisi. Karena tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui ada

(11)

atau tidaknya pengaruh antara variabel x dan y, maka α 5% = 1.96 adalah : Ho ditolak apabila Z hitung > Z tabel 1,96

Ho diterima apabila Z hitung < Z tabel 1,96

5. Hasil Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil analisis data di atas menunjukkan bahwa Z hitung (Zh) adalah 2,201 (nilai (-) tidak diperhitungkan karena harga mutlak) lebih besar daripada Z tabel (Zt) dengan nilai krisis 5% = 1,96. Nilai Z yang diperoleh dalam hitungan adalah 2,201 lebih besar dari Z tabel (Zt) 5% =1,96 (Zh > Zt). Maka Ho ditolak dan Ha diterima, dengan demikian dapat diartikan bahwa ada pengaruh dari penerapan outdoor learning dalam meningkatkan prestasi belajar IPA siswa tunagrahita di SDLB C AKW II Surabaya.

B. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan didapatkan perubahan pada sebelum dan sesudah pemberian perlakuan. Pada proses tes awal atau pre test rata-rata yang didapatkan adalah 38,86. Pada tahap ini anak-anak banyak yang belum tahu tentang nama dari bagian tumbuhan. MKA contohnya, menyebut bunga dengan sebutan bunga matahari meski bunga yang ditunjukkan bukan bunga matahari. Kemudian AS yang menyebut batang dengan menyebut pohon. Adapula FB yang menyebut batang dengan kaki.

Saat pelaksanaan tes awal dilakukan, dapat diketahui bahwa meski beberapa anak mengetahui bagian tumbuhan namun, banyak anak masih kesulitan dalam mengenal bagian tumbuhan dan terlebih lagi mengenai kegunaan dari bagian-bagian tersebut.melaui tes awal juga diketahui APYS mendapat nilai terendah dan ketika tes akhir dilaksanakan, meski kemampuannya mengalami peningkatan, namun ia tetap mendapat skor terendah yakni 25 saat pre-test dan 41,6 ketika post

test. Dari apa yang ditemukan, dapat dilihat bahwa siswa tunagrahita kesulitan dalam berpikir abstrak seperti yang dijelaskan Astati dalam Apriyanto (2012: 34) kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas terlebih kapasitas dalam hal yang abstrak. Sehingga ketika mempelajari tanaman, yang langsung mereka tangkap adalah pohon. Bahkan jika guru menunjuk bagian daun atau batang, yang tersebut dalam benak mereka adalah pohon.

Ditinjau dari hasil rekapitulasi data pre dan post test, siswa AS mendapat nilai tertinggi yakni 50 pada pre test dan 83,3 ketika post test. Dari kasus AS dapat dilihat bahwa AS memiliki potensi awal yang baik dan jika dikembangkan akan mendapat hasil yang lebih maksimal. Dari perolehan yang diapatkan oleh AS dapat dilihat bahwa anak tunagrahita mampu untuk mendapat pembelajaran sesuai dengan karakter yang juga dijelaskan oleh Apriyanto (2012: 31) bahwa salah satu penggolongan dari anak tunagrahita adalah educable yang artinya mempunyai kemapuan dalam hal akademik setara dengan anak reguler kelas 5 Sekolah Dasar.

Kemampuan atau prestasi belajar IPA siswa rendah memerlukan metode-metode yang dapat dilakukan bersamaan dengan pembelajaran yang diberikan kepada siswa tunagrahita sehingga pembelajaran yang dilakukan lebih bermakna. Sesuai dengan pendapat Wira (2015: 55) menurutnya, tidak ada pembelajaran yang membosankan melainkan suasana belajar yang berjalan secara monoton dan merupakan proses pengulangan yang tidak memiliki variasi. Proses belajar hanya merupakan proses penyampaian informasi satu arah. Dari pendapat tersebut dapat diperjelas bahwa dalam suatu pembelajaran diperlukan metode yang dapat membuat siswa lebih mudah untuk menerima informasi dan menciptakan suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan. Salah satu metode tersebut adalah outdoor learning.

Menurut Vera (2012: 81) banyak diantara siswa yang justru bisa memahami

(12)

pelajaran bila diajarkan di luar kelas, dan sulit memahami jika diajarkan di dalam kelas. Dari penjelasan tersebut dapat kita ketahui bahwa prestasi belajar IPA pada siswa tunagrahita dapat dikolaborasikan dengan metode pembelajaran di luar kelas untuk memudahkan siswa dalam menerima informasi lebih mudah dan mendapatkan suasana yang berbeda dari pembelajaran klasikal yang dilakukan di dalam kelas. Pada saat peneliti menerapkan outdoor learning untuk meningkatkan prestasi belajar IPA mengenal bagian tanaman dan kegunaannya pada siswa tunagrahita, siswa terlihat antusias. Pada hari pertama treatment dilakukan, siswa dengan inisial APYS belum memahami aturan dan keluar dari barisan kemudian berjalan menghampiri ibunda. Sehingga peneliti dibantu MKA dan FB untuk membujuk APYS untuk kembali ke barisan dan melanjutkan kegiatan. Tantangan lain melakukan pembelajaran di luar kelas bersama siswa tunagrahita adalah ketika siswa lupa dengan aturan yang telah disepakati di awal kegiatan. Pada hari kedua, siswa MKA berkejaran dengan siswa FB dan AS mengejar mencoba melerai. Meski dipenuhi dengan drama oleh anak tunagrahita, pembelajaran yang dilakukan tetap berjalan dan berakhir dengan peningkatan pada tiap-tiap siswa.

Dari hambatan yang terjadi ketika proses pengambilan data berlangsung, dapat dipetik pelajaran bahwa adanya perencanaan yang matang dalam pelaksanaan outdoor learning merupak hal yang penting. Majid (2016: 15) menjelaskan bahwa perencaan meliputi penyususnan langkah-langkah yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Melalui perencanaan kegiatan, kita dapat memprediksi kejadian tak terduga dan memiliki alternatif untuk menangani hal tersebut.

Namun dari hambatan tersebut pula, kita dapat melihat bahwa melalui outdoor learning siswa tidak hanya mengasah kemampuan kognitif mereka tetapi juga

afeksi mereka. Melalui sikap AS yang ingin melerai pertikaian MKA dan FB memperlihatkan bahwa anak tunagrahita memiliki kesadaran atas konflik yang terjadi di sekililing mereka. Kejadian tersebut membuktikan salah satu tahap perkembangan yang dijelaskan oleh Witmer dan Kotinsky dalam Apriyanto (2012: 54) yakni perasaan dapat berbuat menurut prakarsanya sendiri atau sense of initiative, halnya AS yang berinisiatif melerai temannya yang berseteru dan inisiatif AS dan MKA yang ingin membantu membawa tanaman yang hendak dipelajari.

Melihat peningkatan prestasi belajar IPA yang diperoleh siswa tunagrahita, dibuktikan melalui hasil pretest dan post test yang meningkat dan dibuktikan melalui uji analisis yang telah dilakukan, membenarkan pendapat Rudolf (2012: 8) manfaat kesehatan yang diperoleh melalui aktifitas luar kelas merubah performa akademik pada siswa. pembelajaran yang dilakukan di pagi hari, di bawah pohon yang rindang dengan udara yang lebih segar membuat siswa nyaman melakukan pembelajaran dan lebih mudah dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. hal ini pula yang menjadi faktor meningkatnya prestasi belajar siswa.

Lebih lanjut, Louv (2007: 17) menjelaskan sekolah yang menggunakan pembelajaran di luar kelas dan bentuk lain dari pembelajaran berbasis pengalaman menghasilkan keuntungan yang signifikan dalam pembelajaran sosial, Pengetahuan Alam, Seni Berbahasa dan Matematika. Pernyataan dari louv membenarkan atas apa yang terjadi pada penjelasan sebelumnya bahwa dalam kegiatan pembelajaran yang di lakukan peneliti, terdapat dua perkembangan yang berjalan secara beriringan yakni aspek sosial siswa dan perkembangan prestasi belajar siswa yang sama-sama terasah.

Penelitian yang relevan dari penelitian ini adalah milik Amylia dan Setyowati (2013) tentang pengaruh outdoor learning terhadap kemampuan mengenal konsep bilangan anak. Dalam penelitian tersebut menjelaskan

(13)

bahwa outdoor learning dapat meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan. Implikasi dari penggunaan metode outdoor learning tidak hanya pada peningkatan prestasi belajar IPA mengenal bagian tumbuhan dan kegunaannya. Namun dapat juga digunakan untuk pengenal benda mati dan benda hidup, kegiatan bertransaksi, peningkatan kosa kata bahasa inggris, dll.

Implikasi lainnya dari penggunaan metode outdoor learning selain untuk meningkatkan prestasi belajar IPA pada siswa tunagrahita, adalah dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan motorik pada anak berkebutuhan khusus selain itu melalui kegiatan di luar kelas dapat melatih kemampuan psikomotor pada siswa yakni hal-hal yang berkaitan dengan daya gerak siswa. dalam metode outdoor learning juga terdapat kaidah afektif yang jga dapat dikembangkan melalui kegiatan di luar ruangan. Misalnya saja menggunakan metode outdoor learning meningkatkan keterampilan sosial dalam hal berinteraksi pada siswa tunagrahita.

Berdasarkan hasil rata-rata nilai post tes pada seluruh subyek setelah dilaksanakannya treatment yakni 61,06 dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan dari yang sebelumnya tes awal 38,86 meningkat pada tes akhir 61,06 dengan nilai selisih 22,2. Dari peningkatan hasil rata-rata nilai dan hasil analisis menggunakan rumus wilcoxon match pair test dapat menjawab rumusan masalah dan mencapai dari tujuan penelitian bahwa outdoor learning dapat meningkatkan prestasi belajar IPA pada siswa tunagrahita di SDLB C AKW II Surabaya.

PENUTUP A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, sekaligus uji hipotesis diperoleh Z hitung (Zh) = 2,201 lebih besar

dari Z tabel (Zt) = 1,96 ɑ 5% (Zh > Zt, ɑ 5%). Maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada pengaruh signifikan dari metode outdoor learning dalam meningkatkan prestasi belajar IPA mengenal bagian tumbuhan dan kegunaannya pada siswa tunagrahita di SDLB C AKW II Surabaya.

A. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terbukti bahwa terdapat pengaruh metode outdoor learning dalam meningkatkan prestasi belajar IPA mengenal bagian tumbuhan dan kegunaannya pada siswa tunagrahita di SDLB C AKW II Surabaya, maka penulis menyarankan :

1. Bagi Guru

a. Metode outdoor learning dapat digunakan oleh guru sebagai salah satu metode alternatif dalam pembelajaran IPA bersama siswa tunagrahita.

b. Ketika guru akan melaksanakan outdoor learning bersama siswa tunagrahita sebaiknya didampingi satu pengawas untuk membantu pelaksanaan dan pengawasan terhadap siswa. Hal ini disarankan untuk menjaga ketertiban siswa dan kelancaran pelasanaan kegiatan pembelajaran.

c. Ketika akan melaksanakan kegiatan di luar kelas pastikan siswa terlibat untuk mempersiapkan kegiatan dan guru sudah menjelaskan aturan atau tata tertib sebelum kegiatan dimulai. 2. Bagi Kepala Sekolah

a. Outdoor learning dapat dipertimbangkan untuk menjadi kegiatan pengembangan bagi siswa tunagrahita baik segi kademis maupun non akademis.

b. Metode outdoor learning dapat diimplikasikan dengan kegiatan edukatif yang dapat bermanfaat bagi kemajuan sekolah contohnya dengan diadakannya kegiatan rutin simulasi

(14)

kebakaran atau simulasi bencana alam di luar kelas bagi seluruh siswa di SDLB C AKW II Surabaya.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Hasil penelitian atau skripsi dapat menjadi bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan outdoor learning dan atau prestasi belajar IPA, peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian dengan cakupan subyek yang lebih banyak, seting kelas yang lebih bervariasi dan durasi yang lebih variatif. b. Bagi peneliti yang ingin

mengembangkan penelitian terkait outdoor learning dapat melanjutkan dengan cakupan pengembangan kemampuan siswa dalam aspek pengembangan motorik, sensoris, penguasaan kecakapan sosial dan pengembangan lan yang lebih variatif.

DAFTAR PUSTAKA

Angraeni, Riski. 2017. “Metode Outdoor Learning Terhadap Kemampuan Mengenal Warna Pada Anak Tunagrahita Ringan”.Jurnal

Pendidikan Khusus. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Apriyanto, Nunung. 2012. Seluk-Beluk

Tunagrahita dan Strategi Pembelajarannya. Jogjakarta: Javalitera

Bilton, Helen. 2010. Outdoor Learning in The Early Years. New York: Routledge Department for Children, education, lifelong

learning and skills. 2009. Foundation Phase Outdoor Learning Handbook. Wales: Welsh Assembly Goverment

Husamah.2013. Outdoor Learning Pembelajaran Luar Kelas.Jakarta: Prestasi

Pustaka Publisher

Louv, Richard. 2007. Leave no child inside: the growing movement to reconect children and nature, and to battle “nature deficit disorder. Orion. Orion Magazine

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tentang Standar Proses pendidikan dasar dan Menengah 2016. Jakarta: Sekretariat Negara

Rudolf, Daniel William. 2012. Effect Of Outdoor Education Methods and Strateges On Stuent Engagement in Sciens: A Descriptive Study. Montana. Montana State University

Somantri, Sutjihati. 2012. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama Sugiyono. 2016. Metode penelitian pendidikan.

Bandung: Alfabeta

Vera, Adelia. Metode mengajar anak di luar kelas (outdoor study). Jogjakarta: DIVApress Warsono dan Hariyanto. 2016. Pembelajaran

Aktif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Wira, Andi Gunawan. 2012. Genius Learning

Strategy. Jakarta.: Gramedia Pustaka Utama

Gambar

Tabel Bantuan  Wilcoxon Match Pairst

Referensi

Dokumen terkait

a) Setelah player menyelesaikan permainan, kemudian dilanjutkan dengan memainkan permainan pada level selanjutnya atau player mengirim pesan untuk melakukan play next level

Paristiyanti Nurwardani Syahidin Andy Hadiyanto Munawar Rahmat Cecep Alba Edi Mulyono Evawany Fajar Priyautama Ary Festanto Gusfahmi Rudi Ismoyo Fachrudin

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, yaitu metode yang menganalisis masalah dengan cara mendeskripsikannya pada data-data yang sudah ada, berupa

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR BERPENGARUH TERHADAP MOTIVASI BELAJAR MATERI KELISTRIKAN OTOMOTIF BAGI SISWA KELAS XI1. SMK YP

Dengan adanya penggunaaan komputer dalam pencatatan penjualan sparepart akan lebih cepat dari pada menggunakan cara manual, dengan menggunakan komputer sekaligus akan mendapatkan

“What make you think so?” “I just feel that I don’t have support from people around me.” Hera looked upset.. “I try everything but it’s

Rencana Kerja Tahun 2017 Dinas Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Minahasa Tenggara adalah pedoman/acuan dalam pelaksanaan program dan kegiatan SKPD yang mengacu dari

Pada tahap ini, yang dilakukan adalah pengguna memasukkan string yang akan dicari, kemudian menyimpan data yang dimasukkan ke database, kemudian database membaca seluruh data