• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOALISI RITEL DALAM DUAL-CHANNEL SUPPLY-CHAIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOALISI RITEL DALAM DUAL-CHANNEL SUPPLY-CHAIN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KOALISI RITEL DALAM DUAL-CHANNEL SUPPLY-CHAIN

Putri Nida Nurmaram, Erwin Widodo Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

Email: putrinidan@yahoo.com,

1

; Abstrak

Era globalisasi mendorong berkembangnya sistem dual-channel supply-chain (DCSC). Sistem ini memungkinkan manufaktur untuk mendistribusikan produk melalui retailer maupun fasilitas online secara simultan. Sistem DCSC dapat menimbulkan konflik antar entitas, yaitu antara online dan retailer channel maupun antar sesama retailer.Agar dapat bertahan dalam kondisi yang kompetitif, tiap retailer perlu menetapkan strategi yang tepat. Jika dilihat dari sudut pandang retailer, tiap retailer memiliki satu kepentingan yang sama yaitu menghadapi persaingan dengan online channel.

Untuk dapat memberikan solusi pada kondisi persaingan yang terjadi dalam DCSC, salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah game theory. Perkembangan dari game theory ini pun sudah mengakomodasinya adanya kesamaan kepentingan melalui pembentukan koalisi. Aplikasi game theory dalam konflik yang dihadapi, dapat membantu dalam pembentukan model koalisi retailer DCSC. Model tersebut dapat digunakan untuk menghasilkan suatu titik keseimbangan dari strategi pricing yang dimiliki oleh tiap entitas dalam DCSC, sehingga dapat menghasilkan solusi optimum yang dapat memaksimalkan profit dari tiap entitas maupun secara sistem. Jika dibandingkan dengan sistem DCSC tanpa koalisi, pada saat- saat tertentu model DCSC dengan koalisi retailer dapat menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi.

Kata kunci: dual-channel supply-chain, game theory, koalisi, pricing, retailer

Abstract

Globalization era has encourage the development of dual-channel supply-chain (DCSC). This system allows manufacturers to distribute their products through retailers and online facilities simultaneously. DCSC system also create a conflict between entities, between online retailers and channel and between fellow retailers. In order to survive in this competitive environment, each retailer needs to set the right strategy.

To provide a solution on this competitive conditions that occur in DCSC, one approach is game theory. The development of game theory had already accommodated a common interest through coalition building. Application of game theory, can assist in the creation of retailer coalition models. The model can be used to generate an equilibrium point of the pricing strategy that is owned by each entity in the DCSC. This point can be set as the optimum solution that maximize the profit of each entity and the system. At certain moments, when the model of coalition compared with the model without coalition, models with coalition can generate higher profits.

Keyword: dual-channel supply-chain, game theory, coalition , pricing, retailer

1. Latar Belakang

Era globalisasi menyebabkan jumlah pengguna internet semakin bertambah. Kepala Departemen Pendaftaran Internet Nasional APJII, Valens Riyadi, menyatakan pada tahun 2012 pengguna internet di Indonesia mencapai 63 juta orang atau sekitar 24,23 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Peningkatan jumlah penggunaan internet ini juga menyebabkan adanya perubahan gaya hidup di masyarakat, khususnya perubahan kebiasaan berbelanja.Hal ini mendorong timbulnya sistem dual- channel

supply-chain (DCSC). Dual channel supply supply-chain dapat

didefinisikan sebagai suatu sistem dimana

manufacturer (supplier) menjual barang melalui retailer channel dan online channel (Dumrongsiri et

al., 2008).

Penerapan DCSC juga dapat menimbulkan konflik atau persaingan dalam struktur, baik antara

retailer channel dan online channel maupun antar

sesama retailer. Jika dilihat dari sudut pandang

retailer, sebenarnya tiap retailer memiliki satu

kepentingan yang sama yaitu menghadapi persaingan dengan online channel. Karena adanya kesamaan tujuan ini, memungkinkan untuk adanya suatu mekanisme koordinasi antar retailer dalam menghadapi persaingan. Koordinasi yang efektif dari dalam dan luar dalam rangka memaksimalkan potensi untuk mengubah keunggulan kompetitif menjadi profitabilitas Dyer and Singh (1988).

Untuk memberikan solusi pada kondisi persaingan dalam DCSC, dapat dilakukan pengembangan model koalisi retailer dengan pendekatan game theory. Aplikasi game theory ini pun sudah mengakomodasinya adanya kesamaan kepentingan melalui pembentukan koalisi. Koalisi sendiri diartikan sebagai kekuatan gabungan dari dua

(2)

pihak atau lebih selama konflik dengan kepentingan pihak lain. Pertama, bagaimana menentukan harga jual produk optimal untuk tiap retailer dan online

channel pada DCSC tanpa koalisi dan dengan koalisi retailer. Kedua,enentukan kapan koalisi diperlukan

atau tidak, berdasar sudut pandang retailer dan online

channel selaku individu maupun keseluruhan DCSC

sebagai suatu sistem. 2. Metodologi Penelitian

Penelitian yang dijalankan digunakan untuk menjawab research question. Berdasar dari hal tersebut, disusun dua model yaitu DCSC tanpa koalisi dan dengan koalisi. Model yang dikembangkan dilengkapi fungsi tujuan dan fungsi pembatas yang digunakan. Selanjutnya, pengumpulan data dan pengolahan data parameter dilakukan untuk menjadi nilai masukan awal bagi model. Setelah model diverifikasi dan divalidasi, proses optimasi untuk solusi optimal dilakukan. Keluaran optimal ini akan dijadikan base solution untuk kemudian dilakukan analisis sensitivitas.

3. Model

Sistem yang akan dimodelkan dalam penelitian ini adalah sistem dual-channel supply-chain yang terdiri dari tiga jenis entitas. Pertama, satu vendor yang men-supply produk pada dua channel, di bawahnya (retailer dan online). Kedua, dua retailer yang menjual profuk secara tradisional (tatap muka di toko), dan satu online yang menjual produk melalui fasilitas online. Produk yang dibeli oleh customer adalah produk yang homogen dan dijual oleh kedua

channel.

Asumsi yang digunakan dalam model adalah sebagai berikut:

i. Harga produk di retailer cenderung lebih mahal dibandingkan online.

ii. Biaya transportasi produk per unit dari retailer kepada satu pelanggan atau dari fasilitas online ke satu pelanggan diasumsikan sama dan merupakan beban pelanggan.

iii. Biaya transportasi produk diasumsikan nol. iv. Biaya penyimpanan produk diasumsikan nol.

v. Fungsi permintaan baik pada online maupun

retailer merupakan suatu fungsi yang linier.

vi. Preferensi retailer B adalah 1- preferensi terhadap retailer A.

vii. Nilai output ditetapkan “as is” tanpa harus dilakukan pembulatan.

a. Notasi model Variabel Keputusan:

: harga jual produk pada retailer A : harga jual produk pada retailer B : harga jual produk pada online

: harga jual produk pada retailer setelah koalisi

Parameter Model:

: permintaan max pada retailer A

: permintaan max pada retailer B : biaya per unit produk

: preferensi terhadap retailer A : preferensi terhadap retailer B

: penerimaan customer terhadap online

channel

: rasio elastisitas permintaan terhadap harga b. Model DCSC tanpa koalisi

Fungsi permintaan untuk retailer A ketika tanpa koalisi adalah sebagai berikut:

Item pertama merupakan permintaan maksimum

dari retailer A. Item kedua merupakan faktor pengurang permintaan yang berasal dari persaingan homogen (sesama retailer). Item ketiga dan keempat merupakan faktor pengurang permintaan yang berasal dari persaingan heterogen (retailer dan online). Dasar perumusan setiap faktor pengurang permintaan (item kedua, ketiga, dan keempat) mengikuti Widodo, et al (2011). Dimana, faktor pengurang merupakan rasio antara penghematan dan pengorbanan.

Sedangkan, fungsi permintaan untuk retailer B ketika tanpa koalisi adalah sebagai berikut:

Fungsi permintaan untuk online ketika tanpa koalisi adalah sebagai berikut:

Karena mengakomodasi perspektif online maka fungsi permintaan untuk online menjadi:

Fungsi tujuan untuk tiap entitas merupakan perkalian antara permintaandengan selisih antara harga jual produk dikurangi biaya per unit.

(3)

Fungsi tujuan retailer B adalah sebagai berikut:

Fungsi tujuan online adalah sebagai berikut:

Fungsi tujuan sistem DCSC merupakan penjumlahan dari fungsi tujuan tiap entitas yang terlibat didalamnya.

+ +

Fungsi pembatas yang digunakan antara lain: i. , variabel keputusan (harga jual

produk) lebih besar daripada biaya per unit produk.

ii. ,interplay terjadi jika dan hanya jika

harga produk pada retailer lebih tinggi dibanding pada online.

iii. interplay pada retailer terjadi karena

preferensi customer pada retailer.

iv. , harga produk tertinggi

pada retail harus lebih kecil atau sama dengan harga produk online ditambah permintaan retail dikali dengan tingkat penerimaan produk dari

retail.

v. , batas bawah permintaan online lebih kecil daripada jumlah permintaan online. vi. , batas atas permintaan online lebih

besar dari jumlah permintaan online.

vii. , harga jual

tertinggi.

c. Model DCSC dengan koalisi

Sedangkan, fungsi permintaan untuk kedua

retailer ketika tanpa koalisi adalah sebagai berikut:

Item pertama dalam model menunjukkan permintaan maksimum yang dimiliki oleh retailer. Item kedua menunjukkan faktor pengurang permintaan yang berasal dari persaingan retailer dan

online.

Fungsi permintaan untuk online ketika tanpa koalisi adalah sebagai berikut:

Karena mengakomodasi perspektif online maka fungsi permintaan untuk online menjadi:

Fungsi tujuan untuk tiap entitas merupakan perkalian antara permintaan dengan selisih antara harga jual produk dikurangi biaya per unit.

Fungsi tujuan retailer A adalah sebagai berikut:

Fungsi tujuan retailer B adalah sebagai berikut:

Fungsi tujuan online adalah sebagai berikut:

Fungsi tujuan sistem DCSC merupakan penjumlahan dari fungsi tujuan tiap entitas yang terlibat didalamnya.

+ +

Fungsi pembatas yang digunakan hampir sama dengan model tanpa koalisi. Dimana, terdapat pembatas keuntungan, interplay, permintaan positif, dan harga jual tertinggi.

4. Percobaan Numerik

Skenario 1 yaitu model DCSC tanpa koalisi

retailer menggunakan β seragam. Skenario 2 yaitu

model DCSC tanpa koalisi retailer menggunakan β tidak seragam. Skenario 3 yaitu DCSC dengan koalisi retailer menggunakan β seragam. Skenario 4 yaitu model DCSC dengan koalisi retailer menggunakan β tidak seragam.

Parameter yang digunakan untuk tiap skenario dapat dilihat pada Tabel 1.

(4)

Dsamax Dsbmax ρ ε β Skenario 1 18 5 0,96 0,9 0,01 Skenario 2 18 5 0,96 0,9 0,01; 0,02;0,2 Skenario 3 18 5 0,96 - 0,01 Skenario 4 18 5 0,96 - 0,01;1

Tahap awal percobaan numerik adalah melakukan verifikasi dan validasi model. Verifikasi model bertujuan untuk melihat apakah model dapat dijalankan dan tidak memiliki error. Model dikatakan terverifikasi apabila dapat dijalankan. Validasi model bertujuan untuk melihat apakah model yang dibuat telah merepresentasikan kondisi pada lapangan. Tahap awal validasi model adalah dengan memasukkan nilai hasil perhitungan ke fungsi tujuan awal. Hasil yang ditunjukkan kedua model tervalidasi dan terverifikasi.Solusi atau harga oprimal yang dihasilkan terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Optimasi

Skenario Psa Psb Po Profit DCSC 1 15 15 14,4000 22,5250 2 15 15 14,4476 19,6168 3 15 15 14,4000 22,7000 4 15 15 14,9770 22,7151

Hasil perbandingan sensitivitas satu parameter dari keempat skenario dapat ditampilkan pada Gambar 1 sampai Gambar 8.

Gambar 1. Profit Retailer A dengan S1 dan S3

Gambar 2. Profit Retailer B dengan S1 dan S3

Gambar 3. Profit Online dengan S1 dan S3

Gambar 4. Profit DCSC dengan S1 dan S3

Gambar 5. Profit Retailer A dengan S2 dan S4

Gambar 6. Profit Retailer B dengan S2 dan S4

Gambar 7. Profit Online dengan S2 dan S4

Gambar 8. Profit DCSC dengan S2 dan S4

Hasil perbandingan sensitivitas dua parameter dari skenario pada Gambar 9 sampai Gambar 10.

(5)

Gambar 10. Sensitivitas 2 Parameter Skenario 2

5. Diskusi

Harga optimal yang tidapatkan seperti pada Tabel 2 diperoleh melalui fungsi tujuan dan pembatas yang aktif. Pada base solution yang didapatkan, pembatas utama semuanya aktif seperti pembatas keuntungan,interplay, dan permintaan positif.

Analisis sensitivitas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 sampai 8, memperlihatkan bahwa parameter ρ sensitif terhadap harga. Sedangkan analisis sentivitas dua parameter ρ dan ε, seperti pada Gambar 9 dan 10, menunjukkan ρ lebih sensitif dibandingkan ε.

Untuk menentukan kapan koalisi diperlukan dan kapan tidak dapat diketahui melalui perbandingan antar skenario. Skenario yang dijalankan berdasar model tanpa koalisi akan dibandingkan dengan skenario dengan koalisi. Perbandingan skenario meliputi perbandingan keuntungan tiap entitas maupun sistem DCSC.

Sesuai yang ditampilkan Gambar 1 sampai 4, ada perbedaan hasilyang ditunjukkan Skenario 1 dan 3. Perbandingan profit individu Skenario 1 dan 3 menunjukkan koalisi diperlukan pada saat tingkat penerimaan customer (ρ) terhadap online tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Dengan kata lain, koalisi diperlukan saat ρ 0,72 sampai 0,96. Perbandingan profit sitem DCSC menunjukkan koalisi kurang menguntungkan saat tingkat penerimaan

customer rendah.

Hal yang menarik dalam penelitian, terjadi pada saat kondisi setelah terjadinya interplay (ρ 0,96 dan 0,99), khususnya pada perbandingan Skenario 1 dan 3. Pada saat ρ 0,96, skenario dengan model koalisi menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan skenario model tanpa koalisi. Pada saat ρ 0,99, skenario dengan model koalisi menghasilkan keuntungan yang lebih rendah dibandingkan skenario model tanpa koalisi. Hal tersebut, berlaku untuk sudut pandang entitas yang dikoalisikan yaitu retailer A dan B, serta sistem DCSC. Sedangkan, bagi sudut pandang online, berlaku sebaliknya.

Berdasar Gambar 5 sampai 8, terdapat perbedaan hasilyang ditunjukkan Skenario 2 dan 4. Perbandingan profit individu Skenario 2 dan 4 menunjukkan koalisi diperlukan setiap saat yang berbeda-beda sesuai dengan entitas yang terlibat. Pada entitas retailer A, hasil profit model koalisi lebih ringgi dibanding tanpa koalisi. Kondisi ini berlaku pada setiap tingkat ρ yang diujicobakan. Pada entitas retailer B koalisi

diperlukan saat ρ tinggi, sedangkan bagi online, model koalisi membatasi pencapaian profit. Namun, secara sistem DCSC, model koalisi lebih menguntungkan pada setiap tingkat ρ yang diujicobakan.

Hal yang menarik dari perbandingan Skenario 2 dan 4 adalah saat penerimaan customer terhadap

online tinggi (ρ 0,912, 0,96 dan 0,99). Berdasarkan

sudut pandang entitas yang dikoalisikan yaitu retailer A dan B, pada kondisi ini model koalisi lebih menguntungkan. Namun, berdasar sudut pandang

online, pada kondisi ini model koalisi tidak

menguntungkan. 6. Kesimpulan

Pada model DCSC dengan koalisi, harga jual optimal bagi tiap retailer merupakan suatu variabel keputusan yang ditentukan bersama-sama. Harga jual optimal diperoleh tanpa melibatkan faktor pengurang permintaan karena preferensi yang disebabkan perbedaan harga pada retailer.

Komposisi harga pada model DCSC tanpa koalisi. Skenario 1: retailer A Rp 150.000,00, retailer B Rp150.000,00,online Rp 144.000,00. Pada Skenario 2: retailer A Rp 150.000,00, retailer B Rp 150.000,00, online Rp 144.760,00. Komposisi harga pada model DCSC dengan koalisi antar retailer. Skenario 3: retailer A Rp 150.000,00, retailer B Rp 150.000,00,online Rp 144.000,00.

Skenario 4: retailer A Rp 150.000,00, retailer B Rp 150.000,00, online Rp 149.770,00.

Kondisi yang memerlukan koalisi bergantung pada skenario dan sudut pandang yang digunakan. Berdasar Skenario 1 dan 3, retailer A memerlukan koalisi saat tingkat penerimaan customer terhadap

online 0,72 sampai 0,96. Retailer B saat tingkat

penerimaan customer terhadap online 0,72 sampai 0,96. Online saat tingkat penerimaan customer terhadap online 0,72 sampai 0,912. Sistem DCSC saat tingkat penerimaan customer terhadap online 0,72 sampai 0,96.

Berdasar Skenario 2 dan 4, retailer A

memerlukan koalisi saat tingkat penerimaan customer terhadap online 0,912 sampai 0,99. Retailer B saat

tingkat penerimaan customer terhadap online 0,912 sampai 0,99.Online saat tingkat penerimaan customer

terhadap online 0,672 sampai 0,864. Sistem DCSC pada semua tingkat penerimaan customer terhadap

online.

7. Penelitian Selanjutnya

Penelitian tugas akhir masih memungkinkan untuk dilakukan pengembangan dan perbaikan model. Pertama, menguji coba model pada harga jual produk yang lebih luas batasan keuntungannya. Kedua, melakukan mekanisme optimasi bertahap dalam penentuan harga optimal. Ketiga, menyertakan sejumlah biaya-biaya seperti biaya inventori dan biaya transportasi pada pengembangan model.

(6)

8. Daftar Pustaka

Anon., n.d. Coordinating inventory control and pricing strategies with random demand and fixed ordering cost: the finite horizon case. Operations

Research, p.887–896.

Cai, G., 2010. Channel Selection and Coordination in Dual-Channel Supply Chains. Journal of

Retailing, 86(1), pp.22-36.

Chen, X. & Simchi-Levi, D., 2004. Coordinating inventory control and pricing strategies with random demand and fixed ordering cost: the finite horizon case. Operations Research, 52(6), p.887–896.

Dan, B., Xu, G. & Liu, C., 2012. Pricing Policies in A Dual-Channel Supply Chain with Retail Services.

International Journal Of Production Economics,

139, pp.312-20.

Darandono, 2012. Swa. [Online] Available at:

HYPERLINK

"http://swa.co.id/business-

strategy/management/indomaret-targetkan-tambah-1-000-outlet-di-2013"

http://swa.co.id/business- strategy/management/indomaret-targetkan-tambah-1-000-outlet-di-2013 [Accessed 10 May 2013].

Dimyati, T.T. & Dimyati, A., 2009. Operation

Research : Model- Model Pengambilan Keputusan. 9th ed. Bandung: Sinar Baru

Algensindo.

Dolgui, A. & Proth, J.-M., 2010. Pricing strategies and models. Annual Reviews in Control, 34, pp.101-10.

Dumrongsiri, A., Fan, M., Jain, A. & Moinzadeh, K., 2008. A Supply Chain Model with Direct and Retail Channels. European Journal of

Operational Research, 187, pp.691-718.

Elisabeth, B., 2012. solopos.com. [Online] Available

at:

HYPERLINK

"http://www.solopos.com/2012/08/03/tik

et-kereta-api-pt-kai-buka-layanan-

pemesanan-lewat-situs-internetnya-315991"

http://www.solopos.com/2012/08/03/tiket-kereta- api-pt-kai-buka-layanan-pemesanan-lewat-situs-internetnya-315991 [Accessed 10 April 2013]. Ferguson, T.S., n.d. Game Theory.

Grewal, D. et al., 2010. Strategic Online and Offline Retail Pricing: A Review and Research Agenda.

Journal of Interactive Marketing, 24, p.138– 154.

Gruber, G. & Hansen, H.R., 2008. Pricing Strategies

in Online & Offline Retailing. Wien: Vienna

University of Economics and Business Administration.

Gupta, R., 2007. In-store and Online Retail Pricing

Policies. A Management project presented in part

consideration for the "MBA Financial Studies". The University of Nottingham.

Heppy, 2012. antaranews.com. [Online] Available at:

HYPERLINK

"http://www.antaranews.com/berita/3481

86/pengguna-internet-indonesia-2012-capai-63-juta-orang"

http://www.antaranews.com/berita/348186/pengg una-internet-indonesia-2012-capai-63-juta-orang [Accessed 23 February 2013].

Hillier, F.S. & Lieberman, G.J., 2001. Introduction to

Operations Research. 7th ed. Mc Graw Hill.

Hua, G., Wang, S. & Cheng, T.C.E., 2010. Price and Lead Time Decisions in Dual-Channel Supply Chains. European Journal of Operational

Research, 205, p.113–126.

Kollmann, T., Kuckertz, A. & Kayser, I., 2012. Cannibalization or synergy? Consumers’ channel selection in online–offline multichannel systems.

Journal of Retailing and Consumer Services, 19,

p.186–194.

Lovelock, C. & Wright, L., 2002. Principles of

Service Marketing and Management. New Jersey:

Pearson Education,Inc.

Mesterton-Gibbons, M. & Sherratt, T.N., 2006. Coalition Formation: A Game-Theoretic Analysis. Behavioral Ecology, pp.277-98. Mesterton-Gibbons, M. & Sherratt, T.N., 2006.

Coalition formation: agame-theoretic analysis.

Behavioral Ecology.

N.N, 2009. Indonesian Train. [Online] Available at:

HYPERLINK

"http://kereta-api-

mania.blogspot.com/2009/01/ka-sancaka.html"

http://kereta-api-mania.blogspot.com/2009/01/ka-sancaka.html [Accessed 10 May 2013].

N.N, 2013. PT. Kereta Api Indonesia (Persero). [Online] Available at:

HYPERLINK

"https://tiket.kereta-api.co.id/"

https://tiket.kereta-api.co.id/ [Accessed 10 May 2013].

N.N, 2013. Tiket.com. [Online] Available at:

HYPERLINK

"http://www.tiket.com/kereta-api/ka-sancaka-sore"

http://www.tiket.com/kereta-api/ka-sancaka-sore [Accessed 10 May 2013]. Pujawan, I.N., 2005. Supply Chain Management.

Surabaya: Guna Widya.

Saad, W. et al., 2009. Coalitional Game Theory for Communication Networks: A Tutoria. IEEE

Signal Processing Magazine.

Schmidt, C., 2002. Game Theory and Economic

Analysis A Quiet Revolution in Economics.

London: London.

Simatupang, T.M., Wright, A.C. & Srid haran, R., 2002. The Knowledge of Coordination for Supply Chain Integration. Business Process

(7)

Taha, H.A., 2007. Operations Research : An

Introduction. 8th ed. New Jersey: Pearson

Prentice Hall.

Tsay, A.A. & Agrawal, N., 2004. Channel Conflict and Coordination in the E-Commerce Age.

Production and Operation Management, 13(1).

Winston, W.L., 2004. Operations Research

Applications and Algorithm. Belmont: Thomson

Learning.

Yan, R., 2008. Profit sharing and firm performance in the manufacturer–retailer dual-channel supply-chain. Electronic Commerce Research, 8(3), p.155–172.

Yan, R. & Pei, Z., 2009. Retail Services and Firm Profit in a Dual-Channel Market. Journal of

Retailing and Consumer Services, 16, pp.

306-314.

YS, T., 2013. http://yourstory.in. [Online] Available

at:

HYPERLINK

"http://yourstory.in/2013/01/google-india-study-about-online-shopping/"

http://yourstory.in/2013/01/google-india-study-about-online-shopping/ [Accessed 3 13 2013]. Zhao, W. & Wang, Y., 2002. Coordination of Joint

Pricing-Production Decisions in a Supply. IIE

Gambar

Tabel 1.Parameter yang Digunakan
Gambar 10. Sensitivitas 2 Parameter Skenario 2  5.   Diskusi

Referensi

Dokumen terkait

Jika kondisi lazim yang menentukan AIDS tidak muncul, pedoman CDC yang digunakan saat ini menentukan bahwa seseorang yang terinfeksi HIV dengan jumlah sel CD4+ kurang atau

Artinya di luar program pelepasliaran orangutan yang dilakukan BOS Foundation selama ini, terdapat pelepasliaran tiga orangutan lintas provinsi pertama dari Nyaru Menteng di

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 13 termasuk berada pada kategori sedang, hal ini dibuktikan dari perhitungan pada interval 68-92

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan media komik sebagai media pembelajaran IPA kelas VIII SMP pada materi pokok

Work with your team to develop scenarios of what users will see in the interface based on your personas, and then create storyboards to show the path of each interaction as the

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan penggunaan jenis warna cahaya lampu dan kepadatan kandang yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) baik

Enterobacter hafniae adalah bakteri batang gram negatif ditemukan pada feses,tanah,air 25 bakteri ini dapat menyebabkan infeksi nosokomial berhubungan dengan penyakit

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERHAMBATNYA MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN TUGAS AKHIR DI DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO Universitas Pendidikan Indonesia