B-438
ANALISIS SISTEM LINEAR SINGULAR PADA RANGKAIAN RLC SEDERHANA Kris Suryowati
Jurusan Matematika, Fakultas Sains Terapan, IST AKPRIND Yogyakarta e-mail : krisnaroz@gmail.com
INTISARI
Sistem linear singular atau disebut juga sistem deskriptor merupakan suatu sistem yang lebih umum dan banyak aplikasinya pada sistem dinamik, sistem pada rangkaian RLC dan sebagainya. Satu contoh model sistem pada rangkaian RLC sederhana dapat dibawa ke bentuk sistem linear singular. Dalam hal ini dibahas pembentukan model sistem linear singular pada rangakian RLC, bentuk dekomposisi standar system linear yang terdiri dari dua subsistem yaitu subsistem pertama dan susbsistem kedua dan bentuk solusi sistemnya, juga karakterisasi sistem yang meliputi keterkendalian, keterobservasian dan stabilitas system.
Kata kunci: Sistem linear singular, bentuk dekomposisi standar, rangkaian RLC
PENDAHULUAN
Sistem linear singular atau sering disebut sistem deskriptor mempunyai bentuk sistem sebagai berikut ) t ( Cx ) t ( y ) t ( Bu ) t ( Ax (t) x E ……… (1)
dengan x(t)Rn, u(t)Rm dan y(t)Rr berturut-turut merupakan vektor keadaan, vektor masukan (kendali) dan vektor keluaran. Sedangkan E, ARnxn , BRnxm dan CRrxn adalah matriks–matriks konstan dengan elemen-elemen atas lapangan R, dengan rank E = q < n.
Pada sistem linear singular diasumsikan bahwa matriks pencil sE-A regular, dalam hal ini untuk manjamin keberadaan dan ketunggalan solusi sistem. ( Dai, 1988) juga pada Dai, 1988 dibahas karakterisasi sistem linear singular yang meliputi keterkendalian, keterobservasian dan stabilitas sistem.
Dikatakan bahwa sistem linear singular (1) merupakan bentuk sistem yang paling umum karena jika matriks E nonsingular maka sistemnya menjadi sistem normal, yang telah dibicarakan oleh Olsder (1994), tetapi dalam hal ini dibahas matriks E yang singular. Pada Olsder (1994) telah dibahas analisis sistem normal yang meliputi bentuk solusi dan sifat–sifat diantaranya keterkendalian, keterobservasian dan keadaan umpan balik.
Pada sistem (1) jika memenuhi sifat regular maka melalui transformasi
) t ( x ) t ( x P ) t ( x 2 1
dengan P matriks nonsingular berukuran nxn, x1(t) 1
n
R
, x2(t) 2n
R
dan n1+n2 = n, maka sistem (1)dapat dibentuk ke dalam bentuk dekomposisi standar sistem yang terdiri dari dua subsistem yaitu subsistem pertama berupa sistem normal dan subsistem kedua yang berupa subsistem singular khusus, dalam hal ini sudah dibahas oleh Suryowati, 2002. Untuk karakterisasi sistem (1) yang meliputi keterkendalian, keterobservasian, stabilitas sistem dan dualitasnya, pada Cobb (1984).
Salah satu kasus dalam hal ini penulis mengambil contoh aplikasi dari sistem linear singular pada rangkaian RLC sederhana seperti terlihat pada gambar 1.
L R C1 C2 -+ ue I1 I2
B-439
Dengan R adalah resistor dalam Ohm, L indukstansi diri dalam Henry , C capasitor dalam Farad, I arus yang mengalir dalam Ampere dan ue(t) tegangan sumber dalam Volt. Sedangkan uR(t)
tegangan pada resistor, u (t) 1
c ,uc2(t)tegangan pada capasitor C1, C2 dan uL(t) tegangan pada
indukstansi. Proses pembentukan model dengan menggunakan hukum Kirchof II, Hukum Ohm dan hukum-hukum Fisika yang berlaku.
Pada rangkai RLC di atas dapat dibentuk ke dalam model sistem linear singular berdasarkan Hukum-hukum fisika, dengan demikian yang menjadi permasalahan yaitu bagaimana pembentukan model pada rangkaian RLC, bentuk solusinya dan juga karakterisasi sistemnya yang meliputi keterkendalian, keterobservasian dan stabilitas.
METODE
Sistem linear singular pada persamaan (1), dan dengan mengasumsikan bahwan matriks pencil (sE–A) regular untuk menjamin keberadaan dan ketunggalan solusi sistem.
Berikut ini diberikan beberapa konsep yang akan digunakan sebagai acuan dalam pembahasan selanjutnya.
Definisi 1. ( Gantmacher, 1960) Diberikan matriks A, ERnxn, matriks pencil (sE–A) disebut regular jika terdapat skalar αC yang memenuhi αEA 0
Lemma 2. Matriks pencil sE–A regular jika dan hanya jika terdapat matriks nonsingular P Q berukuran nxn atas lapangan R, yang memenuhi QEP=diag
I ,N
1
n dan QAP=diag
A1,In2
dengan n1+n2=n , A1Rn1xn1, NRn2xn2nilpoten berindeks hPada sistem (1) diasumsikan bahwa sistem regular yang berarti matriks pencil (sE–A) regular, sehingga dengan Lemma 2. dan transformasi x(t) = P
) t ( x ) t ( x 2 1
sistem dapat dibawa ke bentuk standar dekomposisi berikut:
)
t
(
x
1 =A
1x
1(
t
)
+B
1u
(
t
)
; y1(t) = C1x1(t) ... (2.a) ) t ( x N2 = In x2(t) 2 + B2u(t) ; y2(t) = C2x2(t) ... (2.b) dengan x1(t) 1 nR
, x2(t) 2 nR
, y1(t), y2(t)Rr , B1 xm n1R
, B2 xm n2R
, C1 1 rxnR
,C2 2 rxnR
, n1+ n2 = n dan N nilpoten berindeks h.
Dengan sistem (2.a) sebagai subsistem pertama dan sistem (2.b) sebagai subsistem kedua. Selanjutnya bentuk umum solusi dan keluaran sistem (1) diberikan sebagai berikut : x(t)=P 0 I {eA1tx1(0)+ e Bu(s)ds 1 t 0 ) s t ( A1
}+P I 0 )} t ( u B N ) 0 ( x N ) t ( { 2 (i) 1 h 0 i i 2 1 h 1 i i ) 1 i (
-y(t) = C1{e x1(0) t A1 + e Bu(s)ds 1 t 0 ) s t ( A1
} + C2{ (t)Nx (0) NB2u(i)(t)} 1 h 0 i i 2 1 h 1 i i ) 1 i (
-Definisi 3. Sistem (1) disebut terkendali jika untuk setiap t1 > 0, x1(0), wRn terdapat masukan
kendali u(t) Rm yang memenuhi x(t1) =
) t ( x ) t ( x 1 2 1 1 =w.
Diberikan matriks-matriks s = [B1 , A1B1 ,
A
12B1 , … ,A
1n11B1] danf = [B2 , NB2 , N2B2 , … , Nh-1B2] yang didefinisikan sebagai matriks keterkendalian pada subsistem
pertama dan subsistem kedua.
Teorema berikut memberikan sifat-sifat keterkendalian sistem (1)
Teorema 4. 1) Subsistem pertama dikatakan terkendali jika dan hanya jika rank[sE-A,B]=n , sC , s hingga. 2). Subsistem kedua terkendali jika dan hanya jika Rank[ N , B2 ] = n2 jika dan hanya jika
B-440
Definisi 5. Sistem (1) terobservasi jika kondisi awal x(0)Rn dapat ditentukan secara tunggal oleh u(t)Rm, y(t)Rr, 0 t.
Selanjutnya diberikan matriks Ws =
1 n 1 1 1 1 1 1 A C A C C dan Wf = 1 h 2 2 2 N C N C C , didefinisikan sebagai
matriks keterobservasian subsistem pertama dan subsistem kedua
Teorema 6 . 1). Jika u(t) 0, maka y(t) 0, t 0 jika dan hanya jika x(0) KerWs KerWf. 2).
Subsistem pertama terobservasi jika dan hanya jika rank n C A sE
, untuk setiap sC, s hingga.
3).Subsistem kedua terobservasi jika dan hanya jika rank
1 h 2 2 2 N C N C C
= n2 dan hanya jika Rank 2 C N
= n2 jika dan hanya jika Rank
C E
= n. 4). Sistem (1) terobservasi jika dan hanya jika subsistem pertama dan kedua terobservasi
Berikut diberikan definisi bahwa sistem (1) stabil, adapun stabil yang dimaksud disini adalah stabil atas pemikiran Lyapunov yaitu stabil asimtotik.
Definisi 7. Diberikan u(t) 0 untuk t > 0 dan x(0) = x0Rn . Sistem (E,A,B,C) disebut stabil jika : 1).
Untuk setiap > 0 terdapat > 0 sehingga jika x(0) < maka x(t;x0) ε untuk setiap t > 0. 2). 0 ) x x(t; lim 0 t untuk setiap x0R n
Karakterisasi bahwa sistem (1) stabil ditampilkan pada lemma dan teorema berikut.
Lemma 8. Sistem (1) stabil jika dan hanya jika subsistem pertama stabil
Teorema 9. Sistem (1) dikatakan stabil jika dan hanya jika (E,A)C, dengan C{sCRes0}
, C adalah setengah bidang komplek kiri terbuka.
PEMBAHASAN
Pembentukan model sistem linear singular pada rangkaian RLC di atas dengan uraian sebagai berikut. Pada rangkaian tersebut diterapkan hukum Kirchof II, sehingga diperoleh :
Loop 1 : uR(t) +
u
c1(
t
)
= ue(t) 0 = RI1(t) +u
c1(
t
)
- ue(t)Loop 2 : uL(t) +
u
c2(
t
)
–u
c1(
t
)
= 0 -LI2(t) =u
c2(
t
)
–u
c1(
t
)
Dengan hukum-hukum dalam Fisika berlaku: I1(t) = C1
dt
)
t
(
du
1 c = C1uc1(t); I2(t) = C2dt
)
t
(
du
2 c = C2uc2(t)Sehingga dari ke empat persamaan tersebut diperoleh hubungan sebagai berikut: C1uc1(t) = I1(t); C2uc2(t) = I2(t); -L
I
2(t) = –uc1(t) + uc2(t) 0 =u
(
t
)
1 c + RI1(t) – ue(t)B-441 0 0 0 0 0 L 0 0 0 0 C 0 0 0 0 C 2 1 ) t ( I ) t ( I ) t ( u ) t ( u 1 2 c c 2 1 = R 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 ) t ( I ) t ( I ) t ( u ) t ( u 1 2 c c 2 1 + 1 0 0 0 ue(t)
dan sebagai keluaran sistem yaitu tegangan pada kapasitor C2, sehingga diperoleh y(t) = uc2(t)=
0
1
0
0
) t ( I ) t ( I ) t ( u ) t ( u 1 2 c c 2 1Misalkan vektor keadaan x(t) =
) t ( I ) t ( I ) t ( u ) t ( u 1 2 c c 2 1
, vektor masukan u(t) = ue(t) dan vektor keluaran y(t),
sehingga sistemnya dapat dinyatakan sebagai berikut
0 0 0 0 0 L 0 0 0 0 C 0 0 0 0 C 2 1
)
t
(
x
= R 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 x(t) + 1 0 0 0 u(t) ………... (3) y(t) =
0
1
0
0
x(t)Terlihat bahwa sistem (3) merupakan bentuk sistem linear singular karena matriks E =
0 0 0 0 0 L 0 0 0 0 C 0 0 0 0 C 2 1
merupakan matriks singular.
Dengan kata lain sistem (3) berbentuk
) t ( Cx ) t ( y ) t ( Bu ) t ( Ax (t) x E
Dengan demikian matriks –matriks konstan berupa
E = 0 0 0 0 0 L 0 0 0 0 C 0 0 0 0 C 2 1 , A = R 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 , B = 1 0 0 0 dan C =
0 1 0 0
dengan C1 , C2 , L ,R > 0.Selanjutnya pada sistem (3) akan diperiksa apakah sistem tersebut regular yaitu berdasarkan sifat regular suatu sistem jika memenuhi det(sE-A) 0, untuk suatu skalar sC .
B-442 det(sE-A) = det R 0 0 1 0 sL 1 1 0 1 sC 0 1 0 0 sC 2 1 = 0 0 1 1 1 1 0 ) 1 ( 0 0 0 1 0 1 2 2 1 sL sC R sL sC sC =
sC
1(
R
(
sC
2(
sL
)
1
)
1
.(
1
(
C
2(
sL
)
1
)
= 1 2 1 2 1 3 L sC R sC LR C Cs 0 untuk suatu skalar sC .
Dengan demikian terlihat bahwa sistem (2) regular. Kemudian menggunakan transformasi x(t) = P
) t ( x ) t ( x 2 1 dengan matriks nonsingular P = R1 R 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1
berukuran 4x4 yang diperoleh dari perkalian
matriks-matriks elementer pada operasi baris elementer matriks-matriks E dan diambil matriks-matriks nonsingular Q =
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 L 1 C 1 R C 1 C 1 2 1 1
yang diperoleh dari perkalian matriks-matriks elementer pada operasi baris
elementer matriks E, untuk menghitung QEP, QAP, QB dan CP sebagai berikut,
QEP = 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 L 1 C 1 R C 1 C 1 2 1 1 0 0 0 0 0 L 0 0 0 0 C 0 0 0 0 C 2 1 R1 R 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 = 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 QAP = 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 L 1 C 1 R C 1 C 1 2 1 1 R 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 R1 R 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1
B-443 = 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 L 1 L 1 C 1 R C 1 2 1 QB = 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 L 1 C 1 R C 1 C 1 2 1 1 1 0 0 0 = 1 0 0 R C 1 1 CP =
0
1
0
0
R1 R 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 =
0
1
0
0
Dengan demikian diperoleh bentuk dekomposisi standar pada sistem (3) sebagai berikut
Subsistem pertama: 1 0 0 0 1 0 0 0 1 ) t ( x1 = 0 0 0 0 0 L 1 L 1 C 1 R C 1 2 1 x1(t) + 0 0 R C 1 1 u(t) y1(t) =
0
1
0
x1(t) dengan x1(t) = ) t ( I ) t ( u ) t ( u 2 c c 2 1Subsistem kedua : :
0
x
2(
t
)
=
1
x2(t) +
1
u(t) x2(t) = u(t)y2(t) =
0
x2(t) y2(t) = 0dengan x2(t) = [ I1(t) ]
Bentuk solusi dan keluaran pada sistem (3). Mengingat sifat pada sistem persamaan linear
singular jika sistemnya regular maka sistem mempunyai solusi dan solusinya tunggal. Adapun langkah-langkah dalam menentukan solusi adalah sebagai berikut pertama pembentukan dekomposisi Pada sistem (3) pada pembahasan diatas diperoleh bentuk dekomposisi standar sistem yang terdiri dari subsistem pertama dan subsistem kedua sebagai berikut:
Subsistem pertama: 1 0 0 0 1 0 0 0 1
)
t
(
x
1 = 0 0 0 0 0 L 1 L 1 C 1 R C 1 2 1 x1(t) + 0 0 R C 1 1 u(t) y1(t) =
0 1 0
x1(t) dengan x1(t) = ) t ( I ) t ( u ) t ( u 2 c c 2 1Subsistem kedua :
0
x
2(
t
)
=
1
x2(t) +
1
u(t)y2(t) =
0
x2(t)B-444
Kedua menentukan solusi pada subsistem pertama, dengan syarat awal x1(0) = x10 , sehingga
solusi dan keluaran sistemnya adalah
x1(t) =
t 0 1 ) s t ( A 10 t A dt ) s ( u B e x e 1 1 y1(t) =
0 1 0
{
t 0 1 ) s t ( A 10 t A dt ) s ( u B e x e 1 1 }selanjutnya diperoleh, sebagai berikut x(t) = P 0 I3 {
t 0 1 ) s t ( A 10 t A dt ) s ( u B e x e 1 1 } + P 1 I 0 u(t) y(t) =
0 1 0
{
t 0 1 ) s t ( A 10 t A x e B u(s)dt e 1 1 } dengan P = R1 R 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 , A1 = 0 0 0 0 0 L 1 L 1 C 1 R C 1 2 1 , B1 = 0 0 R C 1 1 , u(t) = ue(t), x10 = ) 0 ( I ) 0 ( u ) 0 ( u 2 c c 2 1 , x1(t) = ) t ( I ) t ( u ) t ( u 2 c c 2 1 , dan x2(t) = [ I1(t)].Pada subsistem kedua ,
0
x
2(
t
)
=
1
x2(t) +
1
u(t)y2(t) =
0 x2(t)dengan x2(t) = [ I1(t) ]
sehingga solusi dan keluaran sistemnya adalah x2(t) = u(t)
y2(t) =
0
x2(t) = 0Karakterisasi Sistem. Selanjutnya pada sistem (3) akan diperiksa sifat-sifat sistem yang
meliputi keterkendalian, keterobservasian dan stabilitas sistem sebagai berikut: pertama keterkendalian sistem Rank[sE-A , B ] = rank 1 R 0 0 1 0 0 sL 1 1 0 0 1 sC 0 0 1 0 0 sC 2 1
= 4 , untuk setiap sC , s hingga, berarti
subsistem pertama terkendali.
Rank[E B] = 1 0 0 0 0 0 0 L 0 0 0 0 0 C 0 0 0 0 0 C 2 1
= 4, berarti subsistem kedua terkendali.
Karena kedua subsistem bersifat terkendali maka sistem pada rangkaian RLC tersebut terkendali Kedua keterobservasian sistem
B-445 Rank C A sE = rank 0 0 1 0 R 0 0 1 0 sL 1 1 0 1 sC 0 1 0 0 sC 2 1
= 4, untuk setiap sC , s hingga, berarti subsistem
pertama terobservasi. Rank C E = rank 0 0 1 0 0 0 0 0 0 L 0 0 0 0 C 0 0 0 0 C 2 1
= 3<4, sehingga subsistem kedua tidak terobservasi, sehingga
sistem tersebut tidak terobservasi.
Dengan demikian sistem pada rangkaian RLC di atas tidak terobservasi atau tidak dapat diobservasi sistemnya.
Stabilitas system. Dalam hal mengecek sifat stabilitas sistem terlebih dahulu menentukan (E,A) yaitu himpunan kutub-kutub berhingga system, sebagai berikut
det(sE – A) = R 0 0 1 0 sL 1 1 0 1 sC 0 1 0 0 sC 2 1 = sC1 R 0 0 0 sL 1 0 1 sC2 + 0 0 1 sL 1 1 1 sC 0 2 = (RC1s +1)(s 2 C2L + 1) = 0
Diperoleh persamaan karakresistik (RC1s +1)(s 2
C2L + 1) = 0
Adapun akar-akar persamaan karakteristiknya:
(RC1s +1) = 0 atau (s2C2L + 1) = 0 ekuivalen s =
-1
RC
1
atau s2C2L = -1
sehingga akar-akar karakteristiknya s1 =
-1 RC 1 , s2 = -L C 1 2 i, dan s3 = L C 1 2 i Jadi (E,A) ={ -1 RC 1 , -L C 1 2 i , L C 1 2
i }
C
, berarti sistem (2) tidak stabil.KESIMPULAN
Bentuk model pada rangkaian RLC dapat dibawa kebentuk sistem linear singular yang berbentuk pada sistem dan setelah melalui proses perhitungan maka sistem (3) bersifat regular dan mempunyai solusi tunggal. Pada karakterisasinya maka sistem (3) bersifat terkendali karena pada bentuk dekomposisi standar sistem memenuhi sifat keterkendalian. Sistem tidak terobservasi karena pada susbsistem kedua tidak memenuhi sifat keterobservasian, sistem juga tidak stabil karena tidak memenuhi sifat stabilitas sistem yaitu terdapat akar-akar karakteristik sistem yang tidak real. Pada pembahasan lebih jauh dapat diterapkan pada rangakian RLC yang tidak sederhana dan dengan memberikan feedback sesuai maka dapat membentuk kondisi sistem yang diharap misalnya membentuk sistem menjadi stabil dan terobservasi.
B-446 DAFTAR PUSTAKA
Gantmacher, F,R. (1960). The Theory of Matrices, volume 2. Chelsea Publishing Company. New
York.
Cobb, J,D. (1984). “Controllability, Observability and Duality in Singular Systems”. IEEE Trans Aut. Control. Vol.AC-29. No.12. pp. 1076-1082
Dai, L. (1988). Lecture Notes in Control and Information Sciences. Singular Control Systems, Springer-Verlag. Berlin Heidelberg New York.
Olsder, G.J.(1994). Mathemathical Systems Theory. Delftse Uitgevers Maatschappij. Delft.
Netherlands.
Suryowati, dkk. (2002). “Bentuk dekomposisi standar sistem (E,A,B,C) singular”. Artikel. Dipublikasikan di Jurnal Matematika dan Pembelajarannya. UM. Malang.