• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.SPO Kriteria Pasien Masuk ICU-Formatted

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1.SPO Kriteria Pasien Masuk ICU-Formatted"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Disiapkan oleh : Disetujui Oleh : Ditetapkan oleh: Direktur Utama

Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K) NIP. 195507271980101001 Nama

Dr.Susilo, SpAn.FRCA DR.dr.C.H.Soedjono, SpPD (K)Ger Jabatan Kepala Dept. Anestesiologi dan Intensif Care Direktur Medik dan Keperawatan

Tanda Tangan

STANDAR PROSEDUR

OPERASIONAL

Tanggal Terbit : 3 Juli 2012 Unit Kerja :

Intensive Care Unit

Pengertian :

Kriteria dan prioritas masuk ICU pasien medical dan paska bedah / surgical.

Tujuan :

1. Bagi rumah sakit : pemanfaatan tempat tidur yang optimal melalui prosedur dengan tata cara yang telah ditetapkan.

2. Bagi pasien : pasien yang indikasi rawat ICU mendapat pelayanan yang optimal.

Kebijakan :

1.

Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1778/Menkes/SK/XII/2010 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit Di RS.

2.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/Menkes/Per/III/2011 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi Dan Terapi Intensif Di Rumah Sakit

Prosedur :

Kriteria masuk berdasarkan prioritas:

Pada prinsipnya panduan untuk memasukkan pasien medical adalah memberikan prioritas pada pasien yang akan memperoleh manfaat dari intervensi dan support di ICU. Dapat digolongkan menjadi:

Prioritas 1:

Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti: dukungan/bantuan ventilasi dan alat bantu suportif organ/sistem yang lain, infus obat-obat vasoaktif kontinyu, obat anti aritmia kontinyu, pengobatan kontinyu tertitrasi, dan lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain, pasca bedah kardiotorasik, pasien sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa. Institusi setempat dapat membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat hipoksemia, hipotensi dibawah tekanan darah tertentu. Terapi pada pasien prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas.

Prioritas 2:

Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab sangat berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial

catheter. Contoh pasien seperti ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung-paru,

gagal ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan major. Terapi pada pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas, karena kondisi mediknya senantiasa berubah.

(2)

Prioritas 3:

Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan/atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan jalan napas, atau pasien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.

Pengecualian:

Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan Kepala ICU, indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan catatan bahwa pasien-pasien golongan demikian sewaktu waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas ICU yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga). Pasien yang tergolong demikian antara lain:

1.

Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan hanya demi “perawatan yang aman” saja. Ini tidak menyingkirkan pasien dengan perintah “DNR (Do Not Resuscitate)”. Sebenarnya pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya.

2.

Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.

3.

Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak. Pasien-pasien seperti itu dapat dimasukkan ke ICU untuk menunjang fungsi organ hanya untuk kepentingan donor organ.

Kriteria masuk berdasarkan sistem organ

A.

Penilaian Sistem Kardiovaskular

1.

Infark miokard akut (dengan atau tanpa elevasi ST)

2.

Sindrom koroner Akut tanpa perbaikan nyeri iskemik

3.

Aritmia yang mengancam nyawa

4.

Infus kontinyu obat anti-aritmik, yang diberikan atau membutuhkan penyesuaian dosis lebih dari satu kali tiap 8 jam.

5.

Infus kontinyu obat vasoaktif, yang diberikan atau membutuhkan penyesuaian dosis lebih dari sekali tiap 8 jam dan berhubungan dengan masalah jantung.

6.

Pompa balon intraaorta atau alat bantu ventrikel mekanik yang lain.

7.

Pemantauan kateter arteri pulmonal atau tekanan vena sentral yang terkait dengan masalah jantung

8.

Efusi perikardial dengan tamponade

9.

Pemantauan saturasi vena sentral atau campuran

10.

Gagal jantung kronis dekompensata yang membutuhkan pemantauan invasif

B.

Penilaian Sistem Respirasi

1.

Laju pernapasan >24 atau <8 per menit, retraksi/penggunaan otot napas tambahan, dan/atau pola pernapasan yang tidak stabil (misalnya pernapasan Chyne-Stokes)

2.

PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90%

3.

FiO2 > 0,50 atau peningkatan kebutuhan Fio2 lebih dari 4-8 jam

4.

PaCO2 > 60 mmHg dan pH < 7,1

5.

Pertimbangan bahwa intubasi endotrakeal dibutuhkan dalam 4-8 jam

(3)

7.

Ventilasi atau oksigenasi yang bergantung pada ventilator mekanik.

8.

Obstruksi jalan napas akut atau yang baru terjadi atau gangguan refleks perlindungan jalan napas akut.

C.

Penilaian Sistem Gastrointestinal

1.

Perdarahan akut saluaran cerna atas atau bawah yang menyebabkan hipotensi ortostatik atau kehilangan darah > 2 unit PRBC

2.

Disfungsi hati yang menyebabkan ensefalopati akut

3.

Obstruksi intestinal akut karena gangguan motilitas usus

4.

Tanda klinis peritonitis

5.

Abdomen yang tegang dengan pertibangan adanya hipertensi intra abdomen

D.

Penilaian Sistem Renal

1.

Gagal ginjal yang beru didiagnosis dengan azotemia berat (misalnya, BUN >100 mg/dl

2.

Produksi urin <0,5 ml/kg-jam selama lebih dari 3 jam 9dan terutama ada pertimbangan stabilitas hemodinamik) yang tidak membaik dengan tes tantangan cairan

3.

Penurunan akut bersihan kreatinin < 30 ml.

4.

Membutuhkan terapi pengganti ginjal (CRRT, Continuous Renal Replacement Therapy)

E.

Penilaian Sistem Endokrin

1.

Glukosa serum < 60 or > 300 mg/dl dan tidak stabil

2.

Natrium serum < 120 or >155 mEq/L dan tidak stabil

3.

Kalium serum < 2.0 mEq/L

4.

Kalium serum > 6.0 mEq/L yang berhubungan dengan gangguan EKG

5.

Kalsium serum < 5 atau > 12 mg/dl

6.

Ketoasidosis dengan pH < 7.20

F.

Penilaian Sistem Hematologi

1.

Trombositopenia (platelet < 70-100,000) dengan bukti perdarahan aktif

2.

Koagulopati (INR > 2.5 atau activated Partial Thromboplastin Time [aPTT] > 40-50 detik) dengan bukti perdarahan aktif

3.

Bukti hemolisis aktif dengan penurunan hematokrit.

4.

Leukosit > 100,000/mcl, dan terutama dengan bukti disfungsi organ target

G.

Penilaian Sistem Syaraf Pusat

1.

Glasgow Coma Score < 10

2.

Stupor onset baru atau penurunan a GCS 2 atau lebih dalam 12 jam terakhir

3.

Kejang yang tidak terkontrol

4.

Kelemahan otot progresif dengan keterlibatan otot-otot pernapasan

5.

Delirium berat akut

6.

Meningitis akut dengan kelainan neurologis

7.

Infark serebral akut pasca pemberian trombolitik dan/atau trombolisis mekanik atau membutuhkan penilaian neurologis rutin dan dengan kemungkinan hemikraniektomi dekompresi

8.

Pasien dengan perdarahan subarakhnoid

9.

Cedera korda spinalis untuk pemantauan hemodinamik

(4)

11.

Pemantauan pasca prosedur endarterektomi karotis, stent karotis atau aneurismal coiling.

12.

Setiap kondisi yang dihubungkan dengan peningkatan tekanan intrakranial yang dihubungkan dengan defek neurologis yang progresif.

H.

Penilaian Sepsis

1.

Bukti adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg

2.

Asidosis laktat (laktat > 4.0 mmol/L).

3.

Syok yang tidak dapat dijelaskan, dengan atau tanpa hipotensi

I.

Penilaian Kondisi Lain

1.

Intoksikasi obat akut dengan gangguan refleks jalan napas, ketidakstabilan hemodinamik, aritmia jantung, dan/atau membutuhkan pengawasan tindakan bunuh diri

2.

Intoksikasi obat akut yang membutuhkan obatan infus kontiniu atau pemberian berkala obat-obat intravena

3.

Intoksikasi obat akut yang membutuhkan dialysis.

4.

Kondisi metabolik lainnya (misal: rabdomiolisis berat yang memerlukan pemantauan berkala atau intervensi medis).

Kriteria Masuk ICU Pasien Paska Bedah/Surgical:

Kebijakan memasukkan pasien pasca bedah ke ICU, berdasarkan pada prioritas pasien apakah mendapatkan manfaat dari perawatan ICU.

Prioritas 1:

Pasien – pasien ini mungkin memerlukan bantuan ventilator, obat – obat vasoaktif dan lain – lain. Tidak ada wasiat/ pesan-dimuka atau alasan apapun yang membatasi untuk tidak memberikan terapi lanjut. Pasien – pasien ini umumnya diharapkan mendapat manfaat dari intensive care dan pulih dengan baik.

Prioritas 2:

Pasien – pasien yang idealnya mendapat monitor intensive di ICU, tetapi mungkin dapat step down seperti ruang rawat HCU/HDU. Pasien – pasien ini adalah mereka yang dengan ko-morbiditas multiple atau memerlukan monitor ketat setelah menjalani operasi high-risk. Pasien – pasien ini juga tidak mempunyai alasan apapun yang membatasi untuk tidak memberikan terapi lanjut.

Prioritas 3:

Pasien-pasien dengan penyakit akut tetapi kondisi premorbid yang buruk mungkin tidak mendapat manfaat dari terapi intensif. Pasien pasien ini mungkin telah ada wasiat/pesan-dimuka atau menyatakan harapan untuk tidak diintubasi atau dilakukan resusitasi. Pasien – pasien dengan

Cerebrovascular accident, keganasan lanjut atau tahap akhir gagal organ. Pasien – pasien seperti

ini seharusnya dipertimbangkan untuk dikelola di ruang rawat biasa. Prioritas 4:

Pasien – pasien ini seharusnya tidak dimasukkan ke ICU. Ini termasuk pasien stabil atau dengan kondisi terminal atau penyakit irreversible. Kepala ICU akan mengambil kebijaksanaan kasus demi kasus.

(5)

Prosedur memasukkan pasien dan staf yang terlibat:

1.

Selama jam kerja, consultant atau specialist in charge di ICU (sebut D2) harus dihubungi bila pasien memerlukan masuk ICU baik secara elektif atau emergency. Setelah jam kerja, specialis jaga on call (sebut D1) harus dihubungi untuk konsultasi sebelum pasien masuk. D1 atau D2 melakukan triage dan memutuskan apakah pasien memerlukan ICU. Bila ada perbedaan pendapat, consultant in-charge ICU akan dikonsultasikan dan keputusannya adalah final.

2.

Pemesanan tempat ICU untuk pasien pasca bedah elektif dapat dilakukan pada hari sebelum operasi. Tetapi bila ada yang masuk secara emergency, bisa mengubah ketersediaan bed untuk operasi elektif. Oleh karena itu operasi - operasi yang memerlukan ICU, ketersediaan bed di ICU harus dicek lagi pada hari operasi, SEBELUM operasi dimulai. Bila ICU penuh pasien harus keruang rawat umum. Kondisi ketersediaan bed umumnya diketahui setiap hari pada pukul 10.00 pagi. Satu bed tersisa hendaknya tidak dipakai untuk pasien operasi elektif. Bila tidak ada bed tersedia, operasi harus ditunda. Kasus – kasus khusus akan dipertimbangkan kasus demi kasus.

3.

Bila operasi tetap dilanjutkan, walaupun tidak ada tempat tersedia di ICU atau mungkin HCU juga tidak tersedia, pasien dan ahli bedah harus menerima dan bertanggung jawab pada masa pascabedah pasien di ruangan rawat.

4.

Bila kapasitas bed ICU untuk pasca bedah penuh, semua ahli bedah dari berbagai disiplin bedah akan diberitahu.

Pada kondisi dimana ruangan ICU tetap tidak tersedia, maka upaya pemindahan ke ICU lain harus diinformasikan kepada keluarga pasien oleh petugas tim ICU atau konsulen on call. Untuk kasus emergency, operasi masih dapat dilakukan tetapi pascabedah ditransfer ke ICU rumah sakit lain. Tidak dibolehkan untuk merawat pasien di ruang pulih dengan ventilator.

Unit terkait :

1.

ICU Dewasa

2.

ICU Kencana

3.

ICU IGD

4.

Unit Gawat Darurat

5.

P3RN

6.

Seluruh ruangan Rawat Inap RSCM

7.

Ruang Operasi

(6)

Aktivitas Dokumen / Catatan Mutu Keterangan Mulai DPJP ICU/Mewakili Menerima konsultasi Dari DPJP ruang rawat Dari DPJP bedah elektif Dari DPJP IGD/tim Anestesi IGD DPJP ICU Melakukan assessment pasien Indikasi Rawat ICU DPJP ICU/tim Anestesi IBP Melakukan assessment pasien DPJP ICU/Tim Anestesi IGD Melakukan assessment pasien ICU Format penjelasan dan informasi pada keluarga

IK informed consent pada pasien dan keluarga yang di rawat di ICU

SPO Penerimaan Konsultasi Pasien Masuk ICU Surat konsultasi dari ruangan /IGD

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan survey pendahuluan terhadap 10 anggota keluarga dengan pasien kasus cedera kepala yang dirawat di ICU RSI Surakarta mengenai kecamasan yang terjadi dan strategi

Menurut KBBI menghafal berasal dari kata hafal yang artinya telah masuk dalam ingatan tentang pelajaran atau dapat mengucapkan di luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain.

(6) Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu perawat yang bekerja dan tidak sedang dalam keadaan cuti, pasien yang dirawat di ruang IGD dan ICU, pasien yang

Data yang ada menunjukan bahwa pasien yang masuk ICU &gt; 24 jam baik pasien yang keluar dalam kondisi meninggal ataupun pasien yang keluar dalam kondisi hidup terbanyak

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, diagnosis masuk dan lama rawat ICU, hasil kultur bakteri dan fokus infeksi, skor APACHE II,

Ruang High Care Unit (HCU) adalah unit pelayanan di Rumah Sakit bagi pasien dengan kondisi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran yang stabil yang masih memerlukan pengobatan,

Ruang High Care Unit (HCU) adalah unit pelayanan di Rumah Sakit bagi pasien dengan kondisi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran yang stabil yang masih memerlukan pengobatan,

Penelitian yang didapatkan oleh Tobi dkk di ICU di University of Benin Teaching Hospital pada 182 pasien cedera kepala didapatkan 84 pasien meninggal pada lama