• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Protein Goat Zona Pellucida-3 (gzp3) sebagai Reseptor Fertilisasi dan Potensinya sebagai Kandidat Bahan Imunokontrasepsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peranan Protein Goat Zona Pellucida-3 (gzp3) sebagai Reseptor Fertilisasi dan Potensinya sebagai Kandidat Bahan Imunokontrasepsi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Peranan Protein Goat Zona Pellucida-3 (gZP3) sebagai Reseptor Fertilisasi dan Potensinya sebagai Kandidat Bahan Imunokontrasepsi

Imam Mustofa*), Laba Mahaputra*), Yoes Prijatna Dachlan**) Abstract

The researches of fertilization receptor have done in several species, but have not been done in goat. The aim of this study was to determine the fertilization receptor protein of goat and its immunocontraceptive potential.

The result of the study showed that by using immunofluorescence staining, gZP3 protein could be recognized plasma membrane of goat sperm. In vitro fertilization technique indicated that gZP3 protein was fertilization receptor. Antibody of gZP3, which was supplemented in the maturation media of goat oocyte in vitro, could decrease (p<0,05) the cleavage rate. Protein of gZP3 which was supplemented in the capacitation media of goat sperms also decreased (p<0,05) the cleavage rate.

Protein of gZP3 was effective as an immunocontraceptive substance on mice as an animal model in vivo and in vitro. The pregnancy rate of mice immunized using 10, 20 μg gZP3 was decreased and no pregnancy was detected on mice group immunized using 40 μg gZP3 (p<0.05). The litter size of pregnant mice of control and treatment group was similar (p>0.05). It was reversible in 14 time of estrous cycles of mice. Antibody of gZP3, which was supplemented in the fertilization media of mice oocyte in vitro, resulted in blocking of fertilization (p<0,05), and decreasing (p<0,05) the binding index between mice sperm and mice oocyte.

Elisa and dot blotting analysis show that gZP3 protein could recognize autoantibody of fertile woman. It could be concluded that gZP3 was prospective in further research to find immunocontraceptive substance for women.

Key word (s) : Goat zona pellucida-3, immunocontraception.

*) Bagian Reproduksi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga.

(2)

Pendahuluan

Zona pelusida adalah lapisan glikoprotein pembungkus oosit setebal 5-10 μm (Pineda, 2003 ; Hafez dan Hafez, 2000). Zona pelusida kambing terdiri dari tiga macam konstituen, yaitu gZP1, gZP2 dan gZP3, sama dengan sebagian besar zona pelusida mamalia (Carino et al., 2002 ; Mate et al., 2003). Massa molekul relatif gZP1, gZP2 dan gZP3 berturut-turut 120, 94 dan 82 kDa (Mustofa dkk., 2004a). Berdasarkan densitometri (Hemachand et al., 2002), komposisi gZP1, gZP2 dan gZP3 adalah 6,93 ; 29,60 dan 63,47 % (Mustofa, 2006a).

Di antara glikoprotein zona pelusida, konstituen ZP3 yang berperan penting dalam proses fertilisasi, yaitu sebagai reseptor primer spermatozoa (Schorderet dan Huarte, 2003). Dengan peran tersebut, protein ZP3 merupakan antigen yang potensial untuk target imunokontrasepsi (Sumitro dan Aulanni’am, 2001 ; Alberts, 2002). Pemblokan protein reseptor (ZP3) pada zona pelusida mencegah fertilisasi (Barber dan Fayrer-Hosken, 2000).

Studi tentang peran ZP3 kambing (goat zona pellucida-3, gZP3) sampai saat ini belum pernah dilaporkan oleh fihak lain. Serangkaian penelitian eksploratif laboratorik dan penelitian eksperimental telah dilakukan dalam lima tahun terakhir. Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa protein gZP3 adalah reseptor fertilisasi pada zona pelusida kambing yang mempunyai potensi sebagai kandidat bahan imunokontrasepsi pada wanita di masa depan.

(3)

Reseptor Fertilisasi

Protein gZP3 dikenali oleh membran plasma spermatozoa kambing dengan pewarnaan imunofluoresen (Mustofa dkk., 2004a). Uji fertilisasi in vitro secara resiprok membuktikan bahwa protein gZP3 adalah sperm receptor. Suplementasi antibodi gZP3 dalam media maturasi oosit in vitro menghasikan angka cleavage 4,26  3,78 %, sepersembilan (p<0,05) dibandingkan angka

cleavage kelompok kontrol (38,07  5,23 %). Suplementasi protein gZP3 pada spermatozoa menghasilkan angka cleavage 9,58  6,70%, hampir seperempat (p<0,05) angka cleavage kelompok kontrol (Mustofa dkk., 2006a). Data tersebut di atas menggambarkan peranan protein gZP3 pada proses fertilisasi. Secara kronologis, proses fertilisasi ditunjukkan sebagai Gambar 1. Protein pengikat sel telur pada membran plasma spermatozoa, mula-mula mengenali, kemudian terikat pada ZP3, selanjutnya mengalami reaksi akrosom (Gambar 2).

(4)

Reaksi akrosom terjadi setelah protein ligan yang terdapat pada membran plasma spermatozoa terikat pada protein ZP3. Ikatan tersebut menginduksi peningkatan aktivitas tyrosin kinase (TK), melalui posforilasi tyrosin (Y-P / P-Y) dan posforilasi reseptor. Ikatan ZP3-ZRK juga mengaktifkan guanine nucleotide

binding protein (protein G) diikuti depolarisasi membran plasma spermatozoa

untuk memperantarai interaksi beberapa enzime melalaui jalur phospholipase C (PLC) dan adenyl cyclase (AC). Aktivasi PLC menyebabkan peningkatan pembawa pesan kedua diacyl glycerol (DAG) dan inositol triphosphate (IP3). DAG mengaktifkan phospholipid-dependent kinase (PKC), sedangkan protein IP3 meningkatkan ion kalsium intraseluler dengan cara membebaskannya dari pusat penyimpanan dalam sel. Peningkatan ion kalsium intraseluler diimbangi dengan pengeluaran ion H+ sehingga terjadi peningkatan pH intraseluler (pHi). Stimulasi melalui aktivitas TK serta jalur PLC tersebut selanjutnya meningkatkan posforilasi protein untuk menghasilkan reaksi akrosom (Baldi et

al., 1996 ; Wassarman et al., 2001 ; Miller et al., 2002).

Protein G mengaktifkan AC untuk meningkatkan cyclic adenosine

monophosphate (cAMP) dan interaksi enzim melalaui jalur phospholipase A2

(PLA2) dan phospholipase D (PLD). Peningkatan cAMP-dependent influx ion

natrium diimbangi oleh keluarnya ion H+ sehingga pH intraseluler naik.

Pembawa pesan kedua cAMP selanjutnya mengaktifkan cAMP dependent kinase (PKA). PLA menyebabkan aktivasi disertai peningkatan pembawa pesan kedua, yaitu lyso-phosphatidylcholine (LC) dan arachidonic acid (AA), sedangkan PLD

(5)

mengaktifkan phosphatidic acid (PA) dan Ch. Rangkaian peristiwa molekuler tersebut di atas selanjutnya merangsang posforilasi protein untuk menghasilkan reaksi akrosom (Baldi et al., 1996 ; Wassarman et al., 2001 ; Miller et al., 2002).

Reaksi akrosom secara ultramikroskopis ditandai fusi pada beberapa bagian antara membran plasma dan membran luar akrosom spermatozoa sehingga menyebabkan vesikulasi membran yang berlanjut dengan dikeluarkannya isi akrosom. Sejumlah enzim proteolitik dilepaskan akrosom mencerna ptrotein zona pelusida, sehingga menjadi jalan masuknya sel spermatozoa ke dalam vitelus. Selain itu, ligan yang terdapat pada membran akrosom bagian dalam dapat mengadakan kontak dan berikatan dengan reseptor ZP2 pada zona pelusida sel telur. Glikoprotein ZP2 berperan sebagai reseptor kedua untuk mengikat spermatozoa (Brewis dan Wong, 1999).

(6)

Gambar 2. Reaksi Akrosom sebagai bagian dari proses fertilisasi (Baldi et al., 1996).

Antifertilitas

Protein ZP3 sebagai reseptor fertilisasi bersifat antigenik, sehingga dapat dijadikan target imunokontrasepsi (Naz, 2000 ; Wassarman, 2002). Menurut Barber dan Fayrer-Hosken (2000), pada hewan yang diimunisasi dengan protein zona pelusida, level IgG dalam sistem sirkulasi berkorelasi positif dengan persentase infertilitas. IgG tersebut akan terikat secara sterik pada glikoprotein ZP3 selama oosit berada fase folikel maupun setelah diovulasikan. Pemblokan protein ZP3 oleh antibodi menyebabkan spermatozoa gagal mengenalinya, sehingga spermatozoa gagal binding, yang berlanjut pada kegagalan reaksi akrosom dan akhirnya gagal melakukan pembuahan (Bazer et al, 2000).

Penelitian imunisasi pada mencit sebagai hewan coba model dengan gZP3, menghasilkan infertilitas yang tergantung dosis (p<0,05). Dosis 10, 20, dan 40 g gZP3 menghasilkan infertilitas beturut-turut 50, 80, dan 100 %, sedangkankelompok kontrol 100 % fertil. Secara makroskopis tidak ditemukan tanda-tanda abortus atau cacat pada janin yang dikandung mencit perlakuan yang bunting (Mustofa dkk., 2004b). Titer antibodi gZP3 optimum yang menyebabkan infertilitas dicapai setelah penyuntikan booster kedua (Restiadi dkk., 2005), yang menunda kelahiran selama 14 siklus birahi (Mustofa, 2006b). Hewan coba model beranak ketika titer antibodi gZP3 telah rendah kembali seperti sebelum imunisasi.

(7)

Satu siklus birahi pada mencit analog dengan satu siklus menstruasi pada wanita. Rerata siklus menstruasi wanita adalah 28 hari (Alberts et al., 2003), sehingga dianalogikan masa kerja imunokontraseptif gZP3 pada wanita adalah 14 siklus dikalikan 28 hari, yaitu 392 hari, setara dengan 13 bulan. Hal ini sesuai dengan harapan bahwa imunokontrasepsi harus reversibel dan aktivitasnya panjang, sekurang-kurangnya satu tahun (Barber dan Fayrer-Hosken, 2000).

Pengujian kinerja antibodi pada penelitian imunokontrasepsi dengan teknik fertilisasi in vitro dilakukan dengan metode yang telah dilaporkan peneliti sebelumnya (Rankin et al., 2001 ; Hasegawa et al., 2002 ; Hardy et al., 2003). Antibodi gZP3 disuplementasikan ke dalam media untuk inkubasi oosit. Oosit selanjutnya diuji dalam proses fertilisasi in vitro dan binding assay.

Antibodi gZP3 dalam media maturasi oosit mencegah fertilisasi secara in

vitro. Pada kelompok kontrol (terdiri dari 54 oosit) seluruhnya mengalami

fertilisasi, yang ditandai dengan terdegradasinya sel-sel kumulus dan terbentuknya polar body II pada sigot. Pada kelompok perlakuan, antibodi gZP3 menghambat fertilisasi seluruh oosit pada delapan tetes fertilisasi dengan jumlah total oosit sebanyak 49 buah. Kegagalan fertilisasi tersebut ditandai dengan tetap intak atau tidak adanya perubahan pada seluruh kompleks – oosit – kumulus. (Mustofa dkk., 2006b).

Antibodi gZP3 memblok terikatnya spermatozoa pada zona pelusida dalam binding assay (Mustofa dkk., 2006c). Oosit kelompok kontrol menghasilkan rerata jumlah sel spermatozoa terikat sebesar 35,1  3,35 dengan rentangan antara 33 – 43. Pada oosit kelompok perlakuan, jumlah sel

(8)

spermatozoa yang terikat antara 0 – 4 dengan rerata 1,90  1,25. Dengan demikian disimpulkan bahwa protein gZP3 bersifat imunokontraseptif pada mencit sebagai hewan coba model.

Prospek Aplikasi Klinis

Pada uji Elisa diketahui bahwa dalam serum mencit betina kontrol (tidak menerima perlakuan imunisasi) yang pernah beranak, terdapat antibodi yang dikenali oleh protein gZP3. Fakta ini mengindikasikan adanya homologi susunan asam amino antara protein gZP3 dengan protein ZP3 mencit. Homologi tersebut menjadi dasar bahwa protein gZP3 bersifat imunokontraseptif, mencegah kebuntingan pada mencit betina sebagai hewan coba model (Mustofa dkk., 2004b).

Serum wanita kontrol (diambil dari wanita yang pernah mempunyai anak) juga menunjukkan pengenalan terhadap protein gZP3. Pada Elisa protein gZP3 mengenali antibodi dalam serum wanita dengan rerata titer 496, jauh lebih tinggi dibanding serum mencit betina kontrol dengan rerata titer 44. Analisis Do

blotting menunjukkan bahwa dalam serum wanita terdapat klon antibodi yang

secara spesifik dikenali oleh protein gZP3 (Mustofa dkk., 2004c). Warna tajam noda blotting menandakan bahwa antibodi poliklonal yang diuji mempunyai afinitas, aviditas dan spesifisitas yang tinggi terhadap antigen (Rantam, 2003 ; Abbas et al., 2003). Hal itu menunjukkan bahwa ada peptida gZP3 yang overlap dengan peptida ZP3 manusia (human ZP3, hZP3) (Skinner et al., 1999). Menurut Zhu dan Naz (1999) terdapat homologi susunan asam amino antar spesies pada

(9)

mammalia. Fakta tersebut memberikan prospek penelitian eksploratif laboratorik untuk menemukan peptida asal protein gZP3 yang homolog dengan protein hZP3, sebagai kandidat bahan imunokontrasepsi untuk wanita di masa depan.

Kesimpulan

1. Glikoprotein gZP3 merupakan reseptor fertilisasi, dibuktikan dengan teknik pewarnaan imunofluoresen, serta teknik fertilisasi in vitro pada oosit dan spermatozoa kambing secara resiprok.

2. Glikoprotein gZP3 efektif dan reversibel sebagai imunokontrasepsi pada hewan coba model baik in vivo maupun in vitro, serta mempunyai prospek sebagai kandidat bahan imunokontrasepsi untuk wanita.

Ucapan Terimakasih

Data pada makalah ini merupakan hasil dari Penelitian Hibah Bersaing XI tahun 2003 – 2005. Ucapan terimakasih disampaikan kepada Ditbinlitabmas Ditjen Dikti, Depdiknas yang telah membiayai penelitian ini.

Daftar Pustaka

Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. 2003. Cellular and Molecular Immunology 5th Ed. WB Saunders.

Alberts B, Johnson A, Lewis J, Martin R, Roberts K, and Walter P. 2002. Molecular Biology of The Cell 4th Ed. Garland Science, New York. Baldi E, Laconi M, Bonacorsi L, Krausz C, F Gianni. 1996. Human sperm

activation, capacitation and acrosome reaction : role of calcium, protein phosphorilation and lipid remodelling pathways. Frontiers in Bioscience 1:189-205.

(10)

Barber MR, Fayrer-Hosken A. 2000. Possible mechanism of mammalian immunocontraception. J Immun Reprod. 46 : 103-124.

Bazer FW, Geisert RD, and Zavy MT, 2000. Fertilization, cleavage and implantation. In : Hafez, E.S.E. (Eds). Reproduction in Farm Animals. 7th Ed. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.

Brewis IA and Wong CH, 1999. Gamete recognition: sperm proteins that interact with the egg zona pellucida. J. Reprod and Fertil 4 : 135–142.

Carino C, Prasad S, Skinner S, Dunbar B, Chirinos M, Schwoebel E, Larrea F. 2002. Localization of species conserved zona pellucida antigens in mammalianovaries.Reprod Biomed 4 (2) : 116 – 26

Hafez ESE and Hafez B. 2000. Reproduction in farm animals. 7th Ed. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.

Hardy CM, ten Have JF, Pekin J, Beaton S, Jackson RJ, and Clydesdale G. 2003. Contraceptive responses of mice immunized with purified recombinant mouse zona pellucida subunit 3 (mZP3) proteins. Reproduction.126(1):49-59.

Hasegawa A, Hamada Y, Shigeta M, Koyama K. 2002. Contraceptive potential of synthetic peptides of zona pellucida protein (ZPA). J Reprod Immunol 53 : 91-98.

Hemachand T, Gopalakrishnan, Salunke DM, Totey SM, Shaha C. 2002. Sperm plasma-membrane-associated glutathione S-transferases as gamete recognition molecules. J. Cell Sci 115 (10) : 2053-2065.

Mate KE, Buist JM, Duckworth JA. 2003. Expression in Escherichia coli and immunological characterization of three zona pellucida proteins (ZP1, ZP2, and ZP3) from a marsupial, the brushtail possum (Trichosurus vulpecula).MolReprodDev.64(2):136-43.

Miller DJ, Shi X, and Burkin H. 2002. Molecular basis of mammalian gamete binding. RPHR 57 : 37-73.

Mustofa I, Mahapura L, Rantam FA, Restiadi TI. 2004a. Isolasi Zona Pelusida - 3 Kambing dan Identifikasi Karakter Reseptor Fertilisasi dengan Uji Imunofluoresen. Media Kedokteran Hewan 20 (3) : 116 - 120.

Mustofa I, Mulyati S, Mahaputra L. 2004b. Pengaruh Imunisasi dengan Zona Pelusida - 3 Kambing terhadap Angka Kebuntingan dan Jumlah Anak pada Mencit (Mus musculus). Media Kedokteran Hewan 20 (1) : 22 – 25. Mustofa I. 2006a. Analisis Densitometrik Protein Reseptor Fertilisasi (ZP3) pada

Zona Pelusida Kambing sebagai Kandidat Bahan Imunokontrasepsi.

Submitted : Media kedokteran Hewan.

Mustofa I, Mahaputra L, Dachlan YP. 2006a. Identifikasi Protein Reseptor Fertilisasi (ZP3) pada Zona Pelusida Kambing sebagai Kandidat Bahan

(11)

Imunokontrasepsi dengan Teknik Fertilisasi In Vitro. Submitted : Jurnal Biosain Program Pascasarjana Universitas Airlangga.

Mustofa I. 2006b. Uji Reversibilitas Imunokontrasepsi Zona Pelusida-3 Kambing (gZP3) pada Mencit (Mus musculus) sebagai Hewan Model. Submitted : Hayati, Institut Pertanian Bogor.

Mustofa I, Suwarno, Widjiati. 2006b. Uji Potensi Imunokontraseptif Protein gZP3 dengan Teknik Fertilisasi In Vitro pada Mencit (Mus musculus) sebagai Hewan Model. Submitted : Media Veteriner, Institut Pertanian Bogor. Mustofa I, Suwarno, Widjiati. 2006c. Uji Potensi Imunokontraseptif Protein gZP3

dengan Teknik Binding Assay pada Mencit (Mus musculus) sebagai Hewan Model. Submitted : Jurnal Sain Veteriner, Universitas Gadjahmada. Naz RK, 2000. Fertilization related sperm antigens and their immuno

contraceptive potentials. Am J reprod Immunol 44 (1) : 41-6.

Pineda MH, 2003. Female Reproduction System. In : Pineda MH (Editor). McDonald’s Veterinary Endocrinology and Reproduction. 5th Ed. Iowa State Press. Iowa.

Rankin TL, O’Brien M, Lee E, Wigglesworth K, Eppig J and Dean J, 2001. Defective zonae pellucidae in Zp2-null mice disrupt folliculogenesis, fertility and development. Development 128 : 1119-1126

Rantam FA. 2003. Metode Imunologi. Airlangga University Press. Surabaya. Restiadi TI, Mustofa I, Suwarno. 2005. Peneraan Antibodi Serum Mencit (Mus

musculus) Sebelum dan Setelah Imunisasi dengan Sediaan Antifertilitas

Zona Pelusida-3 Kambing. Media Kedokteran Hewan 21 (3) : 116 - 120. Sumitro SB, Aulanni’am. 2001. Zona pellucida-3 (ZP3) has proper biochemical

properties to be considered as candidate antigen for immuno contraceptive vaccine. Reprotech 1(1) 51-53.

Schorderet SS and Huarte J. 2003. Gametogenesis and Gamete Interactin during Fertilization. Reprod Health 3 (6) : 72-79.

Skinner SM, Schwoebel ES, Prasad SV, Oguna M and Dunbar BS, 1999. Mapping of dominant B-cell epitopes of a human zona pellucida protein (ZP1). Biol Reprod 61 (6) : 1373-80.

Takasaki S, Mori E, Mori T, 1999. Structures of sugar chains included in mammalian zona pellucida glycoproteins and their potential roles in sperm-egg interaction Biochimica et Biophysica Acta. 1473 (1999) 206 – 215.

Wassarman PM, Jovine L, Litscher ES. 2001. A profile of fertilization in mammals. Nature Cell Biol. 3 (2) : 59-64.

Wassarman PM. 2002. Sperm receptors and fertilization in mammals. Mt Sinai J Med. 69(3) : 148-155.

(12)

Zhu X and Naz RK. 1999. Comparison of ZP3 protein sequence among vetrebrate species : to obtain a concensus sequence for immunocontraception. Frontiers in Bioscience 4 : 212-225.

Gambar

Gambar 1. Tahap-tahap fertilisasi pada mamalia (Takasaki et al., 1999).

Referensi

Dokumen terkait

Tulang punggung dalam penyediaan daging sapi di Indonesia hampir sepenuhnya di tangan peternak rakyat yang umumnya skala kecil, hanya sebagai usaha sambilan atau cabang usaha dan

Efek dari baby SPA pada bayi usia 4-6 bulan adalah untuk merangsang gerakan motorik bayi, bayi yang di latih berenang akan memiliki keseimbangan tubuh yang lebih

Sufiks {-s} infleksi ini ditambahkan pada bentuk dasar kata benda tunggal untuk membentuk kata benda jamak yang menyatakan makna lebih dari satu (plural)... Afiks

Penelitian ini membahas mengenai Pola komunikasi organisasi antara pimpinan dan karyawan dalam meningkatkan motivasi kerja (studi kasus di PT Harian Amanah Al

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian tahap pertama adalah percobaan laboratorium yaitu untuk uji kandungan nutrisi tepung biji asam kandis ( Garcinia

Penelitian Ian Azhar dan Arim 2016 dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh pembiayaan jual beli, pembiayaan bagi hasil, dan ratio non performing finance terhadap

DOKUMEN TIDAK TERKAWAL KAEDAH 2: Beri kelulusan penggunaan produk/perkhidmatan dengan kebenaran pihak yang berkuasa dan/atau pelanggan (jika

Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Murgijanto (2017) yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan kebutuhan