• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN LOKAL TERHADAP SISTEM PENGELOLAAN PARIWISATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN LOKAL TERHADAP SISTEM PENGELOLAAN PARIWISATA"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat)

Oleh :

DRUCELLA BENALA DYAHATI I34080130

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(2)

Management System (Studies in Gili Trawangan, Gili Indah Village, Pamenang District, Nusa Tenggara Barat Province). Guided by ARYA HADI DHARMAWAN.

This research analyzes the effectiveness of local institutional to manage tourism activity in Gili Trawangan. Awig-awig is the local institutional in gili trawangan. This research focused on influence of awig-awig to handle tourism management system. This research uses qualitative and quantitative methods. Respondents in this studyis that tourists who visit Gili Trawangan shelled by the total respondents were 60 persons. Respondent is chosen with accidental random sampling. This research goal are: (1) knowing what kind of local institutional in Gili Trawangan, (2)analyze the relationship between the level of knowledge, the level of understanding and the level of implementation to the level of violation from the tourist (3) analyze the effectiveness of local institutional in Gili Trawangan. The result of this research show the local institutional in Gili Trawangan effective to control tourism behavior and activity in Gili Trawangan. There is relationship between the level of knowledge, the level of understanding and the level of implementation to the level of violation from the tourist. The low number of violations show the effectiveness of local institutional. good tourism behaviour impacts to the good environments in Gili Trawangan.

(3)

Pengelolaan Pariwisata (Studi Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pamenang, Nusa Tenggara Barat). Di bawah Bimbingan ARYA HADI DHARMAWAN.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis efektivitas kelembagaan lokal terhadap sistem pengelolaan pariwisata di Gili Trawangan. Dengan cara mengetahui bentuk kelembagaan lokal yang mengatur tata perilaku wisatawan, mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara dengan tingkat pelanggaran terhadap aturan lokal, dan mengetahui tingkat efektivitas kelembagaan lokal mengatur tata perilaku wisatawan.

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan (explanatory research). Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah 30 orang wisatawan mancanegara dan 30 wisatawan domestik. Pembagian ini dimaksudkan untuk melihat dan membandingkan hasil penelitian antara wisatawan mancanegara dan domestik.

Gili Trawangan tidak hanya mempunyai keindahan alam yang indah, tetapi Gili Trawangan mempunyai sebuah bentuk kelembagaan lokal yang mengelola pariwisata. Awig-awig merupakan sebuah bentuk kelembagaan lokal yang ada di Gili Trawangan. Awig-awig merupakan salah satu aturan lokal tidak tertulis yang dibentuk masyarakat Gili Trawangan atas dasar kesepakatan bersama. Awig-awig dibuat dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dan lingkungan Gili Trawangan dari dampak negatif yang akan ditimbulkan kegiatan pariwisata. Berdasarkan tempat dan fungsinya Awig-awig dibagi menjadi empat ruang lingkup, yaitu: awig-awig darat yang berisi tentang aturan-aturan yang khusus melindungi lingkungan darat Gili Trawangan, yang kedua awig-awig laut yaitu berisi aturan-aturan yang dibuat untuk melindungi lingkungan laut, yang ketiga merupakan awig-awig gubuk yang berisi khusus aturan mengenai tindakan kriminal dan yang keempat merupakan awig-awig pergaulan sosial yang berisi tentang aturan-aturan tata prilaku atau pergaulan di Gili trawangan. Sanksi merupakan wujud kontrol dari awig-awig dan awig-awig-awig-awig disosialisasikan secara lisan oleh masyarakat.

Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara dan domestik terhadap tingkat pelanggaran awig-awig. Hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan dengan tingkat

(4)

mengatur perilaku wisatawan mancanegara dan domestik, dipilih aturan lokal yang memiliki jumlah pelanggaran tertinggi dan jumlah pelanggaran terendah dihubungkan dengan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan untuk efektivitas aturan lokal tersebut mengatur perilaku wisatawan mancanegara dan domestik.

Awig-awig cukup efektif mempengaruhi perilaku wisatawan karena jumlah pelanggaran yang terjadi masih kecil yaitu dibawah 35 persen. Awig-awig yang paling efektif adalah awig-awig Gubuk, yaitu awig-awig mengenai larangan tindakan kriminal dan awig-awig mengenai larangan memakai kendaraan bermotor. Awig-awig nomor 4 mengenai larangan melakukan tindak kriminal sangat efektif mengatur perilaku wisatawan di Gili Trawangan. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya tingkat pelanggaran dari wisatawan mancanegara dan domestik terhadap awig-awig nomor 4 mengenai larangan melakukan tindak kriminal. Salah satu peraturan yang ada pada Awig-awig darat yaitu Awig-Awig-awig nomor 5 mengenai larangan memakai kendaraan bermotor, Awig-awig tersebut sangat efektif karena tidak ada persentase tingkat pelanggaran yang terjadi karena tidak adanya kendaraan bermotor yang masuk ke kawasan darat Gili Trawangan. Awig-awig nomor 1 mengenai larangan memakai pakaian renang atau bikini di kawasan pemukiman penduduk masih kurang efektif untuk mengatur perilaku wisatawan mancanegara karena masih banyak terdapat pelanggaran, sehingga dapat dikatakan peraturan ini masih belum cukup efektif dan perlu di tindak lanjuti kembali. Awig-awig nomor 9 mengenai zona khusus menyelam masih kurang efektif untuk mengatur perilaku wisatawan domestik karena masih banyak terdapat pelanggaran, sehingga dapat dikatakan peraturan ini masih belum cukup efektif mengatur perilaku wisatawan domestik dan perlu ditindak lanjuti kembali.

(5)

(Studi di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pamenang, Provinsi Nusa Tenggara Barat)

Oleh :

DRUCELLA BENALA DYAHATI I34080130

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(6)

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Drucella Benala Dyahati

NIM : I34080130

Judul Skripsi : Efektivitas Kelembagaan Lokal Terhadap Sistem Pengelolaan Pariwisata (Studi di Gili Trawangan, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr NIP. 19630914 199003 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Insitut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

(7)

“EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN LOKAL TERHADAP SISTEM PENGELOLAAN PARIWISATA (STUDI DI GILI TRAWANGAN, DESA GILI INDAH, KECAMATAN PAMENANG, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT)” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DENGAN BIMBINGAN DOSEN PEMBIMBING DAN BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

Bogor, Oktober 2012

Drucella Benala Dyahati

(8)

Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ayah penulis bernama Endang Husaini Achmad Syah dan Ibu penulis bernama Raden Ajeng Hangesti Emi Widyasari. Penulis Lahir di Bogor pada tanggal 25 November 1991, Penulis menamatkan sekolah di Playgroup Salman Alfarisi 1994-1995, TK Salman Alfarisi pada tahun1995-1996, SDN Tapos 2 pada tahun 1996-1999, SDN Ciriung I pada tahun 1999-2000, SDIT Insan Kamil pada tahun 2000-2002, SMP N 6 Bogor pada tahun 2002-2005, SMA N 9 Bogor pada tahun 2005-2008.

Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor angkatan 45 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN). Kegiatan penulis selain aktif di bangku perkuliahan, penulis juga mengikuti organisasi MAX (Music Agricultural Expresion), Penulis juga aktif dalam Forum Anak Bebas Tembakau yang diwadahi oleh Komnas Perlindungan Anak Indonesia, Penulis juga mengikuti Forum Anak Indonesia sebagai Finalis Duta Anak Indonesia pada Kongres Anak Indonesia pada tahun 2008, Penulis juga Pengurus Generasi Muda Pecinta Alam Sembilan, Penulis pernah menjadi pembicara pada pelatihan yang diadakan Institut Teknologi Indonesia, Penulis seorang penulis buku antalogi cerpen berjudul “Kebahagiaan Sejati”, penulis artikel dibeberapa majalah, serta penulis dibeberapa novel lainnya. Penulis juga merupakan sukarelawan di beberapa organisasi internasional seperti Green Peace dan WWF, penulis juga anggota organisasi Muda Berdaya, penulis juga merupakan salah satu dari 6 pemenang Miss Scuba Indonesia 2012, finalis Mamamia 2008, model beberapa majalah dan prestasi non akademik lainnya.

(9)

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada AllahSWT yang telah memberikan pertolongan-Nya dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Efektivitas Kelembagaan Lokal Terhadap Sistem Pengelolaan Pariwisata (Studi di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat)”. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah ke Nabiyullah Muhammad SAW. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan ucapan terimakasih kepada Endang Husaini, RA. Hangesti E Widyasari dan Dipasena Yanuaresta yang senantiasa berdoa dan melimpahkan kasih sayangnya bagi penulis. Tidak lupa terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman, yang telah memberi semangat dan menemani penulis dalam proses penulisan laporan ini.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas kelembagaan lokal terhadap sistem pengelolaan pariwisata. Sebagaimana diketahui, kelembagaan lokal dalam sistem pengelolaan pariwisata suatu daerah cukup berpengaruh terhadap kondisi lingkungan dan juga terhadap kunjungan wisatawan.

Bogor, Oktober 2012

(10)

Penulisan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari kontribusi berbagai pihak baik secara moral maupun material, dalam bentuk dorongan, semangat, dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih ini kepada:

1. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan dengan sabar memberi arahan, nasehat, bimbingan, memberikan semangat kepada penulis, dan senantiasa memberikan masukan-masukan yang begitu berarti selama penyusunan skripsi.

2. Bapak Arif Satria, Martua Sihaloho dan Dosen serta Staff Pengajar Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang telah memberikan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis untuk digunakan nantinya

3. Ayahanda Endang Husaini dan Ibunda RA. Hangesti E Widyasari yang senantiasa memberikan doa dan kasih sayang yang amat berlipat yang menjadikan penulis bisa seperti sekarang.

4. Adikku tersayang Dipasena Yanuaresta yang selalu mau mendengarkan keluh kesah penulis dan memberikan semangat serta kata-kata yang dapat menghibur dan menentramkan hati penulis serta menghadirkan gelak tawa.

5. Kepada seluruh keluarga besar RM. Soegiarto Prawiro Kusumo, keluarga besar Yusuf Achmad Syah dan Keluarga besar H.M Tohir yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang membantu dan selalu menjadi penyemangat untuk penulis.

6. Sahabat-Sahabat terbaik Institut Pertanian Bogor, Lia Yulistiana, Yuviani Kusumawardani, Genadri, dan Anisa Nadia yang selalu bersedia mendengarkan keluh kesah dan menenangkan serta menghibur hati penulis.

7. Terima kasih kepada pihak-pihak pemerintahan Lombok, Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, BKKPN dan masyarakat di Gili Trawangan, Pak Taufik sebagai Kepala Desa, Pak Marwi sebagai Kepala Dusun, Bang Basok pemilik Sama-Sama Café dan lain-lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama penelitian.

8. Terimakasih kepada Edi Suyitno alumnus Institut Pertanian Bogor yang luar biasa dari PT. Oto Multiartha yang telah memberi semangat, ilmu serta membantu memfasilitasi penelitian saya.

(11)

yang telah bersedia memfasilitasi penelitian saya dan memberi banyak ilmu kepada penulis serta teman berbagi selama penelitian.

10. Terima kasih kepada Jose Poernomo seorang sutradara dan akademika yang sangat luar biasa memberikan waktu, dorongan serta selalu memberikan arahan ke arah yang lebih baik kepada penulis.

11. Terimakasih kepada Paulus Tanu dan Hendra sebagai owner dari Pelangi Manajemen yang sudah membantu memfasilitasi penelitian saya serta dukungan dan semangat dari teman-teman model satu manajemen, Elfrida, Tania, Olivia, Indah, Triska, dan teman-teman model yang lain. Terima kasih kepada Nophe, Sebastian Braun, Iwan putuhena, Pungky dan para rekan-rekan fotografer yang senantiasa memberi semangat.

12. Terimakasih kepada Bastian dari PT. Rajawali Corpora yang telah memberi dukungan yang luar biasa selama proses penulisan.

13. Teman-teman sebimbingan Niko Ramadhana, Aldila Adelia, Putri Ekasari dan Agung Muhamad Hidayah terima kasih untuk seluruh dukungan dan selalu mau mendengarkan dan mengatasi kebingungan penulis

14. Sahabat-sahabat terbaik para mahasiswa SKPM45. Terimakasih untuk seluruh moment-moment terindah selama di SKPM, untuk semua semangat, bantuan serta dorongan yang selalu diberikan sehingga penulis dapat menjalankan karir non akademis dan menyelesaikan kewajiban akademik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan memberikan sumbangan nyata untuk perbaikan sistem pengelolaan pariwisata di Indonesia.

(12)

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Masalah Penelitian ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Kegunaan Penelitian ... 4

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka ... 5 2.1.1 Pariwisata ... 5 2.1.1.1 Pengertian Pariwisata ... 5 2.1.1.2 Dampak Pariwisata ..………... 5 2.1.2 Pengertian Ekowisata ..………... 8 2.1.3 Masyarakat Adat ... 9 2.1.4 Kearifan Lokal ... 10 2.1.5 Pengertian Kelembagaan ………... 11

2.1.6 Nilai dan Norma …………... 13

2.1.7 Interaksi Sosial ………... 14

2.2 Kerangka Pemikiran ... 14

2.3 Hipotesis Penelitian ... 17

2.4 Definisi Operasional ... 17

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN 3.1 Metode Penelitian ... 3.2 Lokasi dan Waktu ... 20 20 3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 21

3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 22

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Gili Trawangan ... 23

4.2 Letak dan Luas ... 24

4.3 Jumlah Kunjungan Wisatawan ... 24

4.4 Sarana dan Prasarana Penunjang Wisata ... 25

(13)

TATA PERILAKU WISATAWAN

5.1 Gambaran Norma dan Adat Masyarakat Gili Trawangan ... 28

5.2 Bentuk Kelembagaan Lokal ... 5.3 Tujuan dibentuknya Kelembagaan Lokal ………... 28 30 5.4 Wujud Kontrol dan Sosialisasi Aturan Lokal ………... 5.5 Ikhtisar ……… 31 32 BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI WISATAWAN DOMESTIK DAN WISATAWAN MANCANEGARA TERHADAP TINGKAT PELANGGARAN ATURAN LOKAL 6.0 Pendahuluan………. 6.1 Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Mancanegara Terhadap Awig-awig dengan Tingkat Pelanggaran Terendah ... 33 34 37 6.2 Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Domestik Terhadap Awig-awig dengan Tingkat Pelanggaran Terendah... 6.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Mancanegara Terhadap Awig-awig dengan Tingkat Pelanggaran Tertinggi………... 6.4 Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Domestik Terhadap Awig-awig dengan Tingkat Pelanggaran Terendah………... 6.5 Efektivitas Kelembagaan Lokal ... 38 45 44 48 6.6 Ikhtisar……… 49

BAB VII PENUTUP 8.1 Kesimpulan ... 51

8.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(14)

Tabel 4.1 Jumlah kunjungan Wisatawan di Gili Trawangan, 2011 ... 24

Tabel 4.2 Jenis Sarana dan Prasarana Pariwisata di Gili Trawangan ... 25

Tabel 4.3 Lama Kunjungan Wisatawan ... 26

Tabel 4.4 Intensitas Kunjungan Wisatawan ... 27

Tabel 6.1 Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Mancanegara Terhadap Tingkat Pelanggaran Awig-awig nomor 4 ... 34

Tabel 6.2 Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Domestik Terhadap Tingkat Pelanggaran Awig-awig nomor 4... 38

Tabel 6.3 Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Mancanegara Terhadap Tingkat Pelanggaran Awig-awig nomor 1... 41

Tabel 6.4 Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Domestik Terhadap Tingkat Pelanggaran Awig-awig nomor 9... 46

(15)
(16)

Lampiran 1. Gambar-gambar Penelitian ... 56

Lampiran 2. Kerangka Sampling ... 59

Lampiran 3. Kuesioner ... 61

(17)

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara megabiodiversiti kedua di dunia, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Indonesia merupakan negara yang mempunyai sejuta potensi keunikan alam dan budaya yang melimpah. Indonesia mempunyai potensi besar dalam perkembangan pariwisata. Pariwisata mulai tampak ketika pembangunan sarana dan prasarana mulai gencar dilakukan diberbagai daerah wisata. Pariwisata sebagai industri mulai gencar dilakukan ketika banyak wisatawan yang tertarik untuk datang ketempat wisata dan melakukan beberapa transaksi. Dalam melakukan beberapa transaksi terciptalah sebuah kegiatan ekonomi dalam industri pariwisata. Kegiatan ekonomi dalam sektor ini telah berhasil memperbesar penerimaan devisa negara, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta berperan mendorong pembangunan prasarana dan sarana didaerah, merupakan segi positif yang berkaitan dengan ekonomi fisik dan perolehan devisa. Bila dilihat dari Undang Undang nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025 yang menjadi acuan dari setiap perencanaan pembangunan ditingkat daerah berdasarkan kewenangan otonomi. Mengacu pada UU Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan secara sukarela bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata, serta usaha-usaha terkait di bidang tersebut.

Pariwisata mempunyai pengertian suatu perjalanan wisata daerah yang masih alami, dimana pariwisata selalu menjaga kualitas, keutuhan, dan kelestarian alam serta budaya. Kegiatan pariwisata dapat menimbulkan dampak negatif dan dampak positif bagi sektor sosial, ekologi dan ekonomi. Diperlukannya kajian yang menyinggung mengenai dampak sosial, ekologi dan ekonomi pariwisata terhadap masyarakat dan lingkungan setempat tanpa melupakan kelestarian alam serta kelestarian budaya setempat. Bila menyinggung mengenai kelestarian, kita harus memperhatikan sistem pengelolaan pariwisata. Dalam sistem pengelolaan pariwisata terdapat seperangkat ketentuan atau aturan yang mengatur masyarakat atau sumberdaya manusia yang berperan penting dalam

(18)

pengelolaan pariwisata. Pariwisata dalam suatu daerah dapat lestari bila terdapat kelembagaan yang baik serta berperan penting dalam pengelolaan pariwisata. Menurut Schmid (1987) dalam Kartodihardjo et al (2004), Kelembagaan adalah seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat, yang mana mereka telah mendefinisikan kesempatan-kesempatan yang tersedia, mendefinisikan bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak-hak istimewa yang telah diberikan, serta tanggung jawab yang harus mereka lakukan. Kelembagaan tersebut mencangkup kelembagaan formal dan kelembagaan informal, dimana dalam kelembagaan informal terdapat kelembagaan lokal yang dibentuk oleh masyarakat sendiri dan kelembagaan formal datang dari pemerintahan.

Kelembagaan lokal dapat mejadi jalur alternatif yang baik bagi sistem pengelolaan pariwisata, karena aturan lokal yang datang dari dalam diri masyarakat setempat sendiri akan mempermudah menjalankan aturan tersebut sesuai nilai dan norma masyarakat itu dan di damping oleh sosialisasi dan kontrol yang baik. Menurut Braun (2008) mengatakan bahwa aturan formal sering kali di tolak oleh masyarakat dan tidak cocok dengan aturan informal. Dalam sistem pengelolaan pariwisata sangat perlu sistem manajemen yang baik dan berasal dari masyarakat lokal sehingga tercipta sistem pengelolaan yang lebih baik bagi lingkungan masyarakat lokal. Menurut Aulia (2010) mengatakan bahwa kearifan lokal tetap dipertahankan masyarakat dan efektif dalam mengatur kehidupan masyarakat dan alam. Kesinergisan antara kelembagaan formal dan informal dapat menjadikan pariwisata menjadi lebih terorganisir dengan baik dan meminimalisir dampak negatif dari pariwisata. Kelembagaan yang baik dalam sistem pengelolaan tidak lupa didukung oleh sosialisasi dan kontrol yang baik sehingga kelembagaan dapat berjalan efektif.

1.2 Masalah Penelitian

Pulau Lombok merupakan salah satu rute wisata segitiga emas (Bali-Tana Toraja-Lombok), sehingga pariwisata di daerah tersebut mempunyai potensi yang sangat besar terutama Pulau Gili Trawangan Lombok. Gili Trawangan merupakan salah satu pulau kecil yang terletak di Lombok barat. Pulau yang sedang gencar dipromosikan ini cukup terkenal dikalangan turis domestik dan mancanegara, karena objek wisatanya yang masih murni/natural, aturan lokalnya “awig-awig” yang masih asli dan dekatnya lokasi dengan pulau Bali yang promosinya sudah lebih gencar dilakukan. Meskipun yang berkunjung ke

(19)

pulau Gili Trawangan Lombok masih terpengaruh limpahan wisatawan yang pergi ke pulau Bali, namun tidak menutup kemungkinan bahwa pariwisata di Pulau Gili Trawangan Lombok dapat berkembang tanpa pengaruh dari pulau Bali. Gili Trawangan mempunyai aturan lokal yang biasa disebut “Awig-awig”. Awig- awig berisi berbagai tata aturan yang dibentuk untuk melindungi dan menjaga keutuhan Gili Trawangan. Gili Trawangan yang terletak di Desa Gili Indah, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat ini telah membuat sebuah keputusan nomor 12/pem.1.1./06/1998 tanggal September 1998 tentang awig-awig pemeliharaan dan pengelolaan ekosistem terumbu karang. Keputusan desa ini berbentuk formal seperti bentuk-bentuk surat keputusan yang biasa dipakai oleh pemerintah. Bagian ini menimbang keadaan potensi pesisir dan laut serta kepedulian akan kondisinya yang terancam kerusakan.

Awig-awig membuktikan bahwa ada perhatian masyarakat untuk menjaga keutuhan Gili Trawangan dengan pembuatan aturan lokal. Awig-Awig ini merupakan salah satu pagar dalam pengelolaan sumberdaya alam yang berkaitan dengan daya tarik pariwisata di daerah tersebut. Gili trawangan memiliki potensi pariwisata yang cukup tinggi, keindahan alam yang indah dan alami dapat menaruk turis domestik maupun mancanegara untuk datang berwisata ke Gili Trawangan. Gili Trawangan akan mendapat imbas negatif dari pariwisata bila tidak dikelola sistem kelembagaan yang baik. Oleh karena itu diperlukan aturan lokal sebagai bentuk kelembagaan lokal untuk mengelola pariwisata pada daerah tersebut. Kesinergisan antara kelembagaan formal dan informal.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, adapun pertanyaan penelitian studi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kelembagaan lokal yang mengatur perilaku wisatawan?

2. Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi terhadap tingkat pelanggaran awig-awig oleh wisatawan mancanegara dan domestik?

(20)

1.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan adalah menganalisis efektivitas kelembagaan lokal terhadap sistem pengelolaan pariwisata. Tujuan utama tersebut didukung dengan tujuan-tujuan khusus lainnya, yaitu

1. Mengetahui kelembagaan lokal yang mengatur tata perilaku wisatawan.

2. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi terhadap tingkat pelanggarab awig-awig oleh wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik.

3. Mengetahui seberapa dalam efektivitas kelembagaan lokal mengatur tata perilaku wisatawan.

1.4 Kegunaan Penulisan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang berminat maupun yang terkait dengan masalah sistem pengelolaan ekowisata khususnya kepada:

1. Peneliti dan Civitas Akademika

Penelitian ini merupakan proses belajar bagi peneliti dalam menganalisis efektivitas kelembagaan terhadap sistem pengelolaan pariwisata dan diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi bagi penelitian sejenisnya.

2. Masyarakat

Hasil penelitian ini semoga mampu meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai permasalahan pariwisata serta kelestariannya.

3. Pemerintah

Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam merumuskan pedoman dan kebijakan untuk sistem pengelolaan pariwisata.

(21)

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pariwisata

2.1.1.1 Pengertian Pariwisata

Menurut Yoeti (2008) mengatakan bahwa pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untu berusaha (business) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

Pariwisata merupakan sebuah kegiatan atau industri yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat terutama dalam hal peningkatan pendapatan, peningkatan kesempatan kerja, peningkatan taraf hidup serta stimulus bagi pengembangan sektor-sektor lainnya. Pada dasarnya tujuan banyak negara mengembangkan sektor pariwisata adalah untuk memperluas kesempatan kerja dan lapangan usaha, penerimaan devisa negara, dan mendorong pembangunan daerah. Pada sisi lain kita harus memikirkan dampak yang akan ditimbulkan pariwisata.

2.1.1.2 Dampak Pariwisata

Pariwisata memberikan dampak sosial, ekologi dan ekonomi bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Datangnya wisatawan akan memberikan tekanan ekologis terhadap kawasan hutan, air, danau atau pantai yang didatangi. Dalam usaha Pariwisata terdapat interaksi antara lingkungan dan wisatawan serta interaksi antar pihak. Interaksi ini dapat menimbulkan dampak sosial, ekologi dan ekonomi dari pariwisata. Interaksi sosio-ekologis dapat menimbulkan dampak negatif bagi alam maupun masyarakat bila tidak dibatasi dengan baik. Interaksi antar pihak, yaitu interaksi wisatawan dengan pihak swasta maupun pihak lainnya yang mempunyai kepentingan dalam usaha pariwisata pun dapat menimbulkan dampak negatif bila tidak dikelola dengan baik. Terdapatnya interaksi dapat menimbulkan perbedaan kepentingan antara komunitas lokal dengan pihak luar dan hal ini pun dapat menjadi faktor penyebab konflik. Dalam industri pariwisata pasti terdapat usaha-usaha ekonomi yang mendukung jalannya pariwisata. Pariwisata dapat dikatakan berhasil dalam meningkatkan ekonomi masyarakat bila sektor non-pertanian lebih menghasilkan pemasukan lebih besar dibandingkan sektor non-pertanian.

(22)

Namun, usaha-usaha ekonomi tersebut bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan ketimpangan pada aspek sosial dan ekologis di daerah wisata tersebut. Masuknya wisatawan kedalam daerah wisata membawa sampah serta kebisingan yang akan terus bertambah bila tidak dikelola dengan kelembagaan lokal yang kuat. Bila hal itu terus masuk tanpa ada kelembagaan lokal yang memagari, akan menimbulkan gangguan terhadap sektor sosial dan ekologis. Selain konflik yang ditimbulkan akibat korelasi dari dampak ekonomi, sosial dan ekologis, aktifitas pariwisata berpotensi memicu terjadinya komersialisasi budaya dalam segala bentuk. Memudarnya nilai dan norma sosial dapat timbul karena masuknya pariwisata ke dalam satu kawasan. Pariwisata dapat menyebabkan perubahan sosial atau modernisasi sehingga menyebabkan memudarnya nila-nilai yang ada dalam masyarakat itu sebelumnya, sehingga dapat menyebabkan kehilangan identitas, perubahan perilaku masyarakat, konflik sosial, hingga gangguan terhadap komunitas setempat baik fisik maupun nonfisik, serta pergeseran mata pencaharian.

Berdasarkan kacamata ekonomi makro, pariwisata (termasuk ekowisata) memberikan beberapa dampak positif, yaitu (Yoeti 2008) :

1. Menciptakan kesempatan berusaha. 2. Menciptakan kesempatan kerja.

3. Meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat, sebagai akibat multiplier effect yang terjadi dari pengeluaran wisatawan yang relative cukup besar.

4. Meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah. 5. Meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto (GDB).

6. Mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor ekonomi lainnya.

7. Memperkuat neraca pembayaran. Bila neraca pembayaran mengalami surplus, dengan sendirinya akan memperkuat neraca pembayaran Indonesia, dan sebaliknya.

Pengembangan pariwisata (ekowisata) tidak saja memberikan dampak positif. Pariwisata juga dapat memberikan beberapa dampak negatif, antara lain (Yoeti 2008):

1. Sumber-sumber hayati menjadi rusak, yang menyebabkan Indonesia akan kehilangan daya tariknya untuk jangka panjang.

(23)

2. Pembuangan sampah sembarangan yang selain menyebabkan bau tidak sedap juga dapat membuat tanaman di sekitarnya mati.

3. Sering terjadi komersialisasi seni-budaya.

4. Terjadi demonstration effect, kepribadian anak-anak muda rusak. Cara berpakaian anak-anak sudah mendua berkaos oblong dan bercelana kedodoran.

Yoeti (2008) mengemukakan bahwa kegiatan ekowisata dapat memberikan dampak pada berbagai aspek seperti sosial-budaya, ekonomi, dan lingkungan. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa dampak positif dan negatif :

a. Dampak ekowisata terhadap sosial-budaya :

Kegiatan ekowisata yang menyajikan kehidupan sosial budaya masyarakat, secara tidak langsung telah memberikan dampak bagi kehidupan sosial budaya masyarakat sekitar tempat wisata. Dampak yang diberikan antara lain, dengan adanya kegiatan ekowisata, masyarakat semakin melestarikan budaya dan adat istiadat mereka. Hal ini dikarenakan budaya dan adat istiadat akan semakin menarik minat wisatawan untuk mengunjungi daerah mereka. Dampak tersebut merupakan dampak yang diharapkan dari kegiatan ekowisata. Akan tetapi, kegiatan ekowisata juga dapat memberikan dampak negatif berupa lunturnya adat istiadat dan kebudayaan masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan , dengan adanya ekowisata maka akan semakin terbukanya akses masyarakat terhadap dunia luar yang dibawa oleh para wisatawan. Hal ini dapat membuat masyarakat lokal yang tadinya menjungjung tinggi adat istiadat dan kebudayaan mereka, menjadi mulai tertarik dengan kebudayaan yang datang dari luar. Dampak negatif ini menjadi persoalan yang harus segera diatasi, mengingat kegiatan ekowisata tidak saja mempertontonkan keindahan alam, tetapi juga mempertunjukan kehidupan sosial budaya masyarakat sekitar yang dianggap unik dan menarik bagi para wisatawan.

b. Dampak ekowisata terhadap ekonomi :

Ekowisata yang semakin diminati oleh para wisatawan telah memberikan sumbangan yang besar terhadap sektor perekonomian pemerintah daerah juga masyarakat di sekitar tempat wisata. Menurut Sedarmayanti (2005) kegiatan ekowisata yang banyak menarik minat wisatawan telah memberikan sumbangan devisa untuk negara dan juga telah membuka kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Masyarakat tidak saja mendapatkan pekerjaan, tetapi juga dapat menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru yang menunjang kegiatan pariwisata.

(24)

c. Dampak ekowisata terhadap lingkungan :

Ekowisata sebagai kegiatan pariwisata yang menonjolkan kelestarian lingkungan menjadikan kegiatan ini lebih memperhatikan kondisi lingkungan daerah sekitar tempat wisata. Pemerintah daerah beserta aktor-aktor penunjang pariwisata lainnya berusaha melestarikan lingkungan dengan tujuan untuk menarik wisatawan. Keinginan wisatawan terhadap lingkungan hidup yang tenang, bersih dan jauh dari polusi menjadikan ekowisata banyak dipilih orang sebagai bentuk pariwisata yang diinginkan. Ekowisata sebagai kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab juga menuntut adanya keterlibatan dari wisatawan untuk ikut melestarikan daerah yang dijadikan tujuan wisata. Kegiatan pariwisata yang dulu hanya memikirkan keinginan dan kepuasan wisatawan tanpa memikirkan dampak yang dialami oleh lingkungan semakin lama semakin ditinggalkan. Oleh karena itu, ekowisata secara tidak langsung telah memberikan dampak positif terhadap lingkungan sekitar tempat wisata.

2.1.2 Pengertian Ekowisata

Ekowisata merupakan isu hangat di Indonesia, banyak orang yang mulai mengkampanyekan dan memulai produk ekowisata karena isu “back to nature" yang sedang gencar dikampanyekan. Pada saat ini ekowisata mulai berkembang, wisata tidak hanya sekedar melakukan pengamatan atas flora dan fauna yang ada dalam daerah tersebut tetapi telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan penduduk lokal. Oleh karenanya, ekowisata disebut sebagai bentuk perjalanan wisata bertanggung jawab. Ekowisata dalam pandangan ekologi manusia dapat membentuk suatu pandangan tentang pembangunan yang berkelanjutan, ekowisata merupakan sebuah konsep perjalanan wisata yang dikelola dalam sistem yang baik sehingga dapat menghasilkan kegiatan wisata yang memperhatikan kelestarian.

Ekowisata merupakan suatu perjalanan wisata daerah yang masih alami, dimana ekowisata selalu menjaga kualitas, keutuhan, dan kelestarian alam serta budaya. Ekowisata dalam pandangan ekologi manusia adalah pendekatan untuk menyelamatkan Sumberdaya alam dengan cara memanfaatkan “jasa lingkungan” (berupa keindahan alam) tanpa memberikan kerusakan yang berarti pada Sumberdaya alam tersebut. Pembangunan ekowisata yang berkelanjutan di tentukan oleh Sumberdaya manusia yang berperan penting dalam pengelolaan ekowisata.

(25)

Ekowisata adalah pengembangan dari bentuk industri pariwisata yang menekankan pada upaya pelestarian lingkungan, berintepretasi pada lingkungan, dan dapat meminimalisir dampak bagi kerusakan alam. Ekowisata dapat pula memperhatikan keberlanjutan lingkungan serta kebudayaan lokal sekaligus menciptakan peluang kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. TIES (2000) seperti dikutip oleh Damanik dan Weber (2006:39-40) mengidentifikasikan 7 prinsip ekowisata, yaitu:

a) Mengurangi dampak negatif pada sumberdaya alam berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata.

b) Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku wisata lainnya. c) Menawarkan pangalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun

masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama dalam pemeliharaan atau konservasi ODTW.

d) Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan.

e) Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal.

f) Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan, dan politik di daerah tujuan wisata.

g) Menghormati hak azasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak azasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam pelaksanaan transaksi-transaksi wisata.

Pengembangan ekowisata bukan menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi memerlukan peran aktif dari seluruh stakeholders. Pihak pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pihak swasta serta masyarakat yang harus bekerja sama untuk membangun ekowisata yang lebih baik. Kesinergisan antar ketiganya menjadi kunci kesuksesan ekowisata.

2.1.3 Masyarakat Adat

Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa

(26)

identitas bersama (Koentjaraningrat 1990). Masyarakat adat adalah sekumpulan orang yang tingkat dalam satu wilayah dan memiliki budaya sendiri yang memiliki jejak secara turun temurun. Menurut UU No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan dan dirangkum oleh berbagai sumber menyebutkan bahwa masyarakat adat memiliki lima ciri yang berbeda dengan masyarakat biasa. Karakteristik masyarakat tersebut antara lain :

(1) Sekelompok orang yang membentuk masyarakat atau komunitas (2) Memiliki lokasi yang merupakan tempat tinggal mereka

(3) Memiliki aturan dan hukum yang jelas

(4) Kondisi cultural, budaya dan ekonomi yang khas sehingga berbeda dengan masyarakat lainnya

(5) Berasal dari keturunan yang sama.

Masyarakat lokal, terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata. Menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata (Damanik dan Weber 2006). Masyarakat lokal mempunyai cara sendiri untuk mengelola pariwisata yang ada di daerahnya karena mereka mengetahui dengan jelas daerah mereka sendiri sehingga mengetahui serta mempunyai kesadaran bagaimana menjaganya.

2.1.4 Kearifan Lokal

Menurut Keraf (2002) kearifan lokal (tradisional) adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntut perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Kearifan lokal bukan hanya menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik di antara manusia, tetapi juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan bagaimana relasi yang baik di antara manusia, tetapi juga menyangkut pengetahuan dan pemahamn masyarakat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik di antara manusia, tetapi juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan bagaimana relasi diantara penghuni komunitas ekologis ini harus dibangun. Konsep kearifan lokal menurut Mitchell, et al. (2000) berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional. Konsep kearifan lokal merupakan bagian dari kelembagaan lokal dimana kerifan lokal tersebut merupakan salah satu bentuk dari kelembagaan lokal yang berasal

(27)

dari pengetahuan masyarakat sekitar untuk mengurangi dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat lokal.

2.1.5 Pengertian Kelembagaan

Menurut Schmid (1987) dalam Kartodihardjo et al (2004), Kelembagaan adalah seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat, yang mana mereka telah mendefinisikan kesempatan-kesempatan yang tersedia, mendefinisikan bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak-hak istimewa yang telah diberikan, serta tanggung jawab yang harus mereka lakukan. Pengembangan kelembagaan tidak sekedar menyangkut pengembangan tata aturan dalam masyarakat, melainkan pengembangan sistem manajemen serta kontrol didalamnya. Pentingnya kelembagaan untuk pengelolaan atau sistem manajemen dalam ekowisata dapat meminimalisir dampak negatif sosial-ekologi-ekonomi dari ekowisata sehingga ekowisata dapat berjalan berkelanjutan.

Menurut Uphoff (1993) dalam Soekanto (2009) adalah seperangkat norma dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu dengan memenuhi kebutuhan kolektif. Sebagian besar sosiolog berpendapat bahwa kelembagaan merupakan suatu konsepsi dan bukan sesuatu yang kongkrit atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kelembagaan adalah suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan-peranan sosial. Kelembagaan memiliki aspek cultural dan structural. Segi kultural berupa norma-norma dan nilai sedangkan sedangkan segi cultural berupa berbagai peranan sosial. Menurut koentjaraningrat (2009), kelembagaan adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat.

Rahardjo (1999) menyebutkan bahwa secara umum lembaga sering diartikan sebagai wahana untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam suatu masyarakat. Kelembagaan dalam kaitan ini adalah tindakan bersama (collective action) yang memiliki pola atau tertib yang jelas dalam upaya mencapai tujuan atau kebutuhan tertentu. Ini berarti bahwa kelembagaan yang ada dalam suatu masyarakat eksistensinya ditentukan oleh sifat dan ragam kebutuhan yang ada dala suatu masyarakat. Dengan demikian apabila dalam masyarakat muncul kebutuhan-kebutuhan baru yang semakin meluas dan beragam, maka lembaga-lembaga lama menjadi kurang berfungsi. Sebagai

(28)

konsekuensinya, lembaga-lembaga baru yang instrumental bagi pemenuhan kebutuhan baru itu semakin dituntut keberadaannya. Perubahan kelembagaan tidak hanya berkaitan dengan kuantitas, melainkan juga menyangkut berbagai aspek kualitatifnya. Diantaranya adalah yang berkaitan dengan pengaruh modernisasi. Sejalan dengan proses modernisasi yang terjadi, terjadi pula perubahan atau pergantian lembaga-lembaga baru yang modern. perubahan semacam ini bukan hanya menyangkut jenis atau ragamnya, melainkan juga karakteristik yang terletak padanya. Kelembagaan lama umumnya dilandasi oleh komunalisme masyarakat desa dan fungsi-fungsi yang membaur (diffused), sedangkan kelembagaan baru lebih bertumpu pada individualitas dan diferensiasi fungsi. Perubahan dan perkembangan kelembagaan pada desa-desa di Indonesia ditentukan oleh kondisi internal maupun oleh pengaruh eksternal desa. Pengaruh eksternal terutama datang dari program-program pembangunan dan hal-hal yang datang dari luar.

Dalam pengelolaan pariwisata terdapat kelembagaan yang menjadi faktor penting dalam pengelolaan pariwisata. Terdapat tiga fungsi kelembagaan, yaitu :

1. Sebagai pedoman masyarakat, kelembagaan berfungsi sebagai pedoman masyarakat yang merupakan sebuah tuntunan masyarakat dalam menentukan sikap dalam lingkungan tersebut. Dalam pariwisata kelembagaan berfungsi sebagai pedoman Sumberdaya Manusia dalam mengelola sumberdaya alam dalam pariwisata tersebut agar sama-sama menghasilkan output yang baik bagi alam dan masyarakat.

2. Menjaga keutuhan masyarakat, kelembagaan berfungsi untuk menjaga keutuhan masyarakat dan memperkuat keutuhan masyarakat itu sendiri, dalam pariwisata kelembagaan dapat menjaga pariwisata itu agar tetap berjalan baik karena masyarakat yang kuat dari keutuhan kelembagaan dalam pengelolaan pariwisata tersebut.

3. Sebagai sistem pengendalian sosial, kelembagaan berperan sebagai kontrol yang dapat memperjelas batasan masyarakat dalam pengendalian pariwisata. Sistem pegendalian sosial ini berperan penting menjaga keutuhan pariwisata.

Terdapat dua jenis kelembagaan penting dalam pengelolaan pariwisata, yaitu kelembagaan formal dan kelembagaan informal. Kelembagaan formal adalah sistem tata aturan yang berdiri berdasarkan legalitas formal, salah satu contohnya regulasi pemerintah. Kelembagaan informal adalah sistem tata aturan yang dibentuk berdasarkan kesepakatan masyarakat itu sendiri contohnya aturan adat. Bila pariwisata di kemas sistem pengelolaan kelembagaan yang berpengaruh baik dalam pengelolaan pariwisata, pengelolaan pariwisata dapat dikatakan sukses bila didukung kelembagaan formal dan

(29)

informal yang dijalankan secara berkesinambungan, karena kedua hal tersebut dapat mengurangi dampak ekologi-ekonomi-sosial yang dapat ditimbulkan oleh pariwisata sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan kolaborasi antara kelembagaan formal dan informal dalam pengelolaan ekowisata agar dapat meminimalisir dampak yang ditimbulkan.

2.1.6 Nilai dan Norma

Menurut Abdulsyani (1994) sebagaimana dikutip oleh Tafalas (2010) mengemukakan nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Nilai dapat dikatakan sebagai ukuran sikap dan beberapa perasaan seseorang atau kelompok yang berhubungan dengan keadaan baik buruk, benar salah, atau suka tidak suka terhadap suatu obyek baik material maupun non material.

Menurut Setiadi et al. (2011), norma adalah sesuatu yang menjadi pola-pola pedoman untuk mencapai tujuan dari kehidupan sosial yang didalamnya terdapat seperangkat perintah dan larangan berupa sanksi. Aturan lokal terbentuk berdasarkan nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Norma akan berkembang seiring dengan perubahan kesepakatan sosial masyarakat yang sering di sebut sebuat aturan Lokal. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Norma disusun agar hubungan antara manusia dalam sebuah masyarakat dapat berlangsung tertib. Terdapat sanksi dalam sebuah aturan lokal, dapat disebut juga sebagai sanksi atas pelanggaran norma dalam sebuah masyarakat. Aturan terbentuk berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam sebuah masyarakat. Norma dalam masyarakat berisi tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas dan wajar. Didalam norma, terdapat tingkatan-tingkatan yang membedakan norma yang satu dengan yang lainnya. Tingkatan norma tersebut antara lain :

• Cara (usage) : suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam ;suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus.

• Kebiasaan (folkways) : suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar.

• Tata kelakuan (mores) : sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan

(30)

pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsure memaksa atau melarang suatu perbuatan.

• Adat istiadat (Custom) : kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya.

2.1.7 Interaksi Sosial

Soekanto (2009) mengemukakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan-hubungan orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi du syarat yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi.

Menurut Soekanto (2009) proses sosial yang mendekatkan atau mempersatukan dapat diperinci sebagai berikut :

1. Kerjasama berarti bekerja bersama dalam rangka mencapai sesuatu tujuan bersama. Istilah kerjasama disini adalah padanan kata cooperation (co:bersama; operate: bekerja).

2. Akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.

3. Asimilasi merupakan proses-proses sosial dalam taraf lanjut. Hal ini ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meiputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.

2.2. Kerangka Pemikiran

Industri pariwisata mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat terutama dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta

(31)

stimulus bagi pengembangan sektor-sektor lainnya. Pariwisata dapat meningkatan pendapatan masyarakat dan berperan cukup besar dalam peningkatan devisa. Obyek yang menjadi daya tarik bagi wisatawan dalam konsep pariwisata adalah keindahan alam dan keunikan budaya lokal. Kelembagaan berperan penting dalam sistem pengelolaan pariwisata, terutama kelembagaan lokal, karena masyarakat yang mengetahui dengan jelas nilai, norma serta kebutuhan untuk mengelola daerahnya. Salah satu bentuk kelembagaan lokal yang diperlukan untuk pengelolaan pariwisata adalah aturan lokal. Kerjasama antara kelembagaan formal dan kelembagaan informal (kelembagaan formal) akan menghasilkan produk pariwisata yang lebih baik. Kelembagaan yang baik disertai sosialisasi dan kontrol yang baik akan berperan efektif dalam pengelolaan pariwisata serta meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan pariwisata.

Dampak didefinisikan sebagai setiap perubahan yang terjadi di dalam lingkungan akibat aktivitas manusia. Dalam pariwisata terdapat berbagai aspek yang dapat menimbulkan dampak bagi pariwisata itu sendiri, yaitu aspek ekologis, ekonomi dan sosial. Setiap kegiatan pariwisata pasti menimbulkan dampak bagi lingkungan dan masyarakat setempat, baik itu dampak negatif maupun dampak positif. Pada aspek ekologis jelas terlihat kegiatan pariwisata menimbulkan dampak terhadap lingkungan ekologi sekitar. Peningkatan intensitas wisatawan yang datang dalam lokasi pariwisata dapat menimbulkan gangguan dan pencemaran bagi lingkungan sekitar. Bila melihat pada aspek ekonomi, pariwisata dapat memberi manfaat kepada masyarakat setempat dengan pembukaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Adanya aktivitas pariwisata memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, kesempatan kerja, perubahan dan mobilitas sosial masyarakat. Aktivitas pariwisata dapat menyebabkan pergeseran mata pencaharian masyarakat dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian. Kemungkinan adanya ketimpangan dalam kesempatan kerja dan pendapatan dapat menyebabkan konflik bagi masyarakat setempat. Selain itu, masuknya wisatawan dapat diartikan sebagai sebuah modernisasi baru yang dibawa wisatawan ke dalam sebuah kawasan pariwisata, hal ini dapat menyebabkan akan terjadinya sebuah perubahan sosial yang berpotensi memicu memudarnya nilai-nilai dan norma yang ada pada masyarakat setempat, hingga dapat menyebabkan kehilangan identitas dan perubahan perilaku pada masyarakat.

Kelembagaan berperan penting dalam sistem pengelolaan pariwisata. Salah satu bentuk kelembagaan lokal yaitu berupa aturan lokal yang dibentuk oleh masyarakat

(32)

Perilaku Wisatawan Tingkat Pengetahuan Tingkat Pemahaman Tingkat Implementasi Kelembagaan Lokal • Aturan Lokal Obyek Wisata Gili Trawangan Penghargaan Sanksi

setempat dapat dijadikan pengelolaan pariwisata yang cukup efektif. Aturan lokal tersebut dapat menjaga tempat wisata tetap utuh seperti sebagaimana aslinya. Kelembagaan lokal yang baik disertai kontrol yang ketat dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan pariwisata. Kelembagaan merupakan seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat, yang mana mereka telah mendefinisikan kesempatan-kesempatan yang tersedia, mendefinisikan bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak-hak istimewa yang telah diberikan, serta tanggung jawab yang harus di lakukan. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Keterangan : Berdampak

Terdapat

Efektivitas Kelembagaan Lokal Penerapan Kelembagaan

(33)

Aturan lokal merupakan sebuah bentuk kelembagaan lokal yang ada di Gili Trawangan. Aturan lokal ini dibuat untuk mengatur perilaku wisatawan yang datang ke Gili Trawangan agar tidak mengganggu dan merusak lingkungan dan masyarakat di Gili Trawangan. Perilaku wisatawan dapat dilihat dari tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara dan domestik terhadap aturan lokal yang ada di Gili Trawangan. Efektivitas kelembagaan lokal dapat dilihat dari seberapa besar wisatawan menerapkan aturan tersebut, penerapan tersebut didukung oleh bentuk sanksi dan penghargaan yang beragam bentuknya.

2.3 Hipotesis

1. Diduga kedalaman tingkat pengetahuan terhadap awig-awig berpengaruh terhadap tingkat pelanggaran

2. Diduga kedalaman tingkat pemahaman terhadap awig-awig berpengaruh terhadap tingkat pelanggaran

3. Diduga tingkat implementasi terhadap awig-awig berpengaruh terhadap terhadap efektivitas kelembagaan lokal

2.4 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan konsep-konsep yang dibuat untuk membantu dalam pengumpulan data di lapangan, serta membantu dalam mengolah dan menganalisis data. Sejumlah konsep operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Lama waktu berlibur adalah rentan waktu wisatawan menetap untuk melakukan kegiatan liburan di Gili Trawangan.

2. Jumlah kunjungan liburan adalah berapa kali wisatawan tersebut melakukan kunjungan wisata ke daerah Gili Trawangan.

3. Umur responden yaitu rentang waktu saat lahir sampai saat pengambilan data, dihitung saat ulang tahun terakhir dan diukur dalam satuan tahun, diukur dengan menggunakan skala interval.

a. Golongan umur muda : 15 tahun – 45 tahun b. Golongan umur tua : > 45 tahun

(34)

4. Tingkat pendidikan responden, yaitu jenjang pendidikan formal yang terakhir dijalani.

5. Jenis Pekerjaan merupakan macam kegiatan yang dilakukan individu sebagai pokok penghidupannya dan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

6. Jenis kelamin merupakan status biologis individual yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, diukur dengan skala nominal.

7. Waktu lama liburan adalah rentan waktu yang digunakan wisatawan selama menetap atau melakukan liburan di Gili Trawangan. Waktu lama liburan berdasarkan data emik sebaran normal.

8. Tingkat Pelanggaran adalah seberapa besar wisatawan sama sekali tidak mengimplementasikan aturan lokal yang ada. Hasil pengolahan data untuk tingkat pengetahuan adalah nilai minimal=0, sedangkan untuk nilai maksimalnya=12. Maka rentang nilainya adalah sebagai berikut :

a. Melanggar : Apabila skor total variabel berada pada rentang 6-12

b. Tidak Melanggar : Apabila skor total variabel berada pada rentang 0-5

9. Tingkat pengetahuan wisatawan adalah seberapa besar wisatawan mengetahui aturan lokal yang terdapat di Gili Trawangan. Akan diberikan 12 pertanyaan yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan, dan disediakan dua jawaban yaitu YA atau TIDAK. Jawaban YA akan diberi skor 1, sedangkan TIDAK akan mendapat skor 0. Hasil pengolahan data untuk tingkat pengetahuan adalah nilai minimal=0, sedangkan untuk nilai maksimalnya=12. Maka rentang nilainya adalah sebagai berikut :

a. Tinggi : Apabila skor total variabel berada pada rentang 6-12 b. Rendah : Apabila skor total variabel berada pada rentang 0-5

10. Tingkat pemahaman wisatawan adalah seberapa dalam wisatawan memahami alasan dibuatnya aturan lokal dan sanksi aturan lokal yang ada di Gili Trawangan. Akan diberikan 12 pertanyaan yang berkaitan dengan tingkat pemahaman, dan disediakan dua jawaban yaitu YA atau TIDAK. Jawaban YA akan diberi skor 1, sedangkan TIDAK akan mendapat skor 0.

(35)

Hasil pengolahan data untuk tingkat pengetahuan adalah nilai minimal=0, sedangkan untuk nilai maksimalnya=12. Maka rentang nilainya adalah sebagai berikut :

a. Tinggi : Apabila skor total variabel berada pada rentang 6-12 b. Rendah : Apabila skor total variabel berada pada rentang 0-5

11. Tingkat implementasi adalah sejauh mana wisatawan menerapkan aturan yang terdapat di Gili Trawangan terhadap perilaku mereka selama berada di Gili Trawangan. Akan diberikan 12 pertanyaan yang berkaitan dengan tingkat implementasi, dan disediakan dua jawaban yaitu YA dan TIDAK. Jawaban YA untuk yang mengimplementasikan dan jawaban TIDAK untuk yang tidak mengimplementasikan.

a. TIDAK : skor 0

b. YA : skor 1

Hasil pengolahan data untuk tingkat pengetahuan adalah nilai minimal=0, sedangkan nilai maksimalnya=12. Maka rentang nilainya adalah sebagai berikut :

a. Tinggi : Apabila skor total variabel berada pada rentang 0-5 b. Rendah : Apabila skor total variabel berada pada rentang

(36)

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif pada penelitian ini menggunakan metode penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun dan Effendi, 1989). Sementara metode penelitian kualitatif digunakan untuk mendukung penelitian kuantitatif yang dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan (explanatory research). Explanatory research merupakan penelitian dengan menjelaskan hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun dan Effendi, 1989).

3.2 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di salah satu lokasi pusat aktivitas pariwisata yaitu di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan pamenang, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dikarenakan karakteristik lokasi penelitian yang sesuai dengan penelitian. Gili Trawangan merupakan pulau yang memiliki aturan lokal, keindahan alam melimpah yang berada di kabupaten Lombok Utara. Gili Trawangan banyak dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara sehingga menarik untuk diteliti.

Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan, dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.

(37)

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung dengan pendekatan kualitatif. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Pada umumnya yang merupakan unit analisa dalam penelitian adalah individu. Penelitian ini merupakan penelitian explanatory karena akan dijelaskan hubungan kausal antar variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun & Effendi 2006).

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Populasi sasaran dari penelitian ini adalah seluruh wisatawan yang sedang mengunjungi Gili Trawangan, dengan demikian unit analisisnya adalah individu.

Metode yang digunakan dalam menentukan responden adalah metode accidental sampling. Menurut Sugiyono (2007) accidental sampling adalah teknik penentuan bedasarkan kebetulan, siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat dijadikan sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data, atau ketika responden yang dijadikan sampel sedang berada di tempat penelitian dan bersedia diwawancara. Peneliti menggunakan accidental sampling karena tidak terdapat data rinci mengenai jumlah wisatawan yang datang dan jumlah kedatangan wisatawan juga selalu berbeda tiap bulannya. Oleh karena jumlah wisatawan yang datang selalu berbeda tiap bulannya, maka penulis mengambil 60 responden yang 30 responden merupakan perwakilan dari wisatawan domestik dan 30 responden merupakan wisatawan asing, dari 30 responden tersebut dibagi menjadi 15 orang wisatawan wanita dan 15 orang wisatawan pria. Kriteria pemilihan responden adalah seluruh wisatawan yang datang dengan tujuan melakukan kegiatan wisata dan tidak menetap untuk urusan bisnis ke Gili Trawangan. Responden yang dipilih merupakan wisatawan yang melakukan kunjungan wisata ke Gili Trawangan yang berasal dari kelompok yang berbeda. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan menggunakan instrument berupa kuesioner. Sebuah kuesioner berupa sekumpulan pertanyaan yang diajukan pada responden dan informan untuk

(38)

dijawab. Pertanyaan untuk responden berupa pertanyaan tertutup yang sudah disertai jawaban pertanyaan dan pertanyaan terbuka untuk menggali informasi. Selain itu dilakukan wawancara dengan informan kunci merupakan pihak yang memberikan keterangan tentang daerah tersebut. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, informan kunci yang dipilih adalah tokoh masyarakat Gili Trawangan.

3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil kuesioner dari responden akan diolah dengan menggunakan Microsoft excel 2007. Selain analisis data kuantitatif, dilakukan pula analisis data kualitatif sebagai pendukung melalui wawancara dengan informan serta pembicaraan dengan responden yang dilakukan melalui wawancara dengan pertanyaan terbuka. Data ini digunakan untuk mempertajam hasil penelitian.

Data kuantitatif akan diolah melalui tiga tahapan, antara lain reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Sugiyono (2008) mendefinisikan tahap-tahap analisis data sebagai berikut.

1. Reduksi data: merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan mencari tema serta pola data yang diperoleh. 2. Penyajian data: menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan,

hubungan antar kategori, flowchart, dan lain-lain; untuk mempermudah peneliti dalam mengorganisir data, menyusun pola dan memahami data yang diperoleh.

3. Penarikan kesimpulan yang menghasilkan temuan baru atas obyek penelitian.

Data kuantitatif diperoleh melalui penyebaran kuesioner di lapangan yang diperkuat dengan teknik wawancara langsung dengan responden. Pengolahan data dilakukan dengan tabel frekuensi untuk menghitung persentase jawaban responden yang dibuat dalam bentuk tabulasi silang untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu untuk melihat adanya pengaruh karkteristik responden dengan persepsi masyarakat terhadap beberapa hal.

(39)

4.1 Sejarah Gili Trawangan

Gili Trawangan merupakan sebuah pulau kecil yang terletak di pinggir pulau Lombok. Dahulunya pulau ini merupakan pulau yang pernah dijadikan tempat pembuangan narapidana. Sebelumnya pulau sering dijadikan tempat bercocok tanam, lalu pada waktu itu karena semua penjara sedang penuh maka raja membuang pemberontak Sasak ke pulau ini. Namun, pada tahun 1970-an penduduk Sulawesi atau suku Bugis berkunjung ke Gili Trawangan yang kemudian menetap di Gili Trawangan. Dengan adanya kedua suku tersebut dalam satu pulau maka terjadilah pertukaran budaya antara keduanya.

Gili Trawangan terletak di kawasan Gili Indah. Gili Indah merupakan kawasan tiga pulau kecil yang terletak di dalam satu pemerintahan desa yaitu desa Gili Indah. Beberapa orang menyebut kawasan ini dengan sebutan Gili Mantra yaitu Gili Meno, Air dan Trawangan. Gili Trawangan adalah pulau terbesar dari ketiga pulau kecil atau Gili yang lain. Gili Trawangan juga merupakan Gili yang ketinggiannya diatas permukaan laut cukup signifikan. Awalnya Gili Trawangan hanya berpopulasi tidak lebih dari 500 orang, seiring berjalannya waktu populasi tersebut bertambah menjadi sekitar 800 jiwa, lalu pada tahun 1980-an Gili Trawangan mulai dipromosikan sebagai daerah wisata. Gili Trawangan tidak banyak di tempati dan tidak banyak mempunyai fasilitas pariwisata dan hanya mempunyai beberapa fasilitas pariwisata seperti losmen yang pertama kali dibuat yang di beri nama pak majid losmen, sehingga losmen tersebut memancing fasilitas pariwisata lain bermunculan hingga saat ini Gili Trawangan memiliki fasilitas paling banyak dibandingkan dua gili yang bertetanggaan dengan Gili Trawangan. Kawasan Gili Trawangan berada dibawah pengelolaan Direktur Jendral Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang membentuk sebuah UPT dengan nama Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional yang berkedudukan di Kupang NTT sejak tahun 2001.

(40)

4.2 Letak dan Luas

Gili Trawangan terletak di Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Gili Trawangan terletak dalam Kawasan Taman Wisata Alam Laut Gili Indah yang mempunyai total luas 2.954 hektar. Luas daratan Gili Trawangan 340 hektar dengan keliling pulau 7,5 kilometer dan selebihnya merupakan perairan laut. Jumlah penduduk Gili Trawangan sebanyak 1517 jiwa. Secara geografis Gili Trawangan terletak pada bagian Barat Lombok. Adapun batas-batas administrasi Gili Trawangan sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa - Sebelah Timur berbatasan dengan Tanjung Sire - Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Lombok - Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Jawa

4.3 Jumlah Kunjungan Wisatawan

Gili Trawangan merupakan pulau wisata yang berkembang cukup pesat dalam sektor pariwisata. Tidak lagi sepaket dengan Bali tetapi Gili Trawangan sudah mempunyai nama tersendiri di mata wisatawan mancanegara maupun domestik. Jumlah kunjungan wisatawan terus meningkat dari tahun ketahun. Mulai dari wisatawan mancanegara hingga wisatawan Domestik yang berkunjung ke Gili Trawangan. Rincian jumlah kunjungan wisatawan dari tahun 2009 hingga 2011 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan di Gili Trawangan

Jenis Wisatawan Tahun Kunjungan Wisatawan

2009 2010 2011

Wisatawan Mancanegara 36.099 172.336 184.419

Wisatawan Domestik 4.025 37.947 22.943

(41)

4.4 Sarana dan Prasarana Penunjang Wisata

Fasilitas pariwisata yang baik merupakan satu faktor penunjang bangkitnya wisata di Gili Trawangan yang dapat berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke Gili Trawangan. Tanpa didukung oleh pengembangan fasilitas maka program yang yang sudah direncanakan tidak akan optimal. Dalam menunjang kegiatan wisata di Gili Trawangan pengadaan fasilitas pariwisata pun cukup pesat bertambah. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2 Jenis Sarana dan Prasarana Pariwisata di Gili Trawangan

No. Jenis Usaha Usaha Jumlah

(Unit)

Tenaga Kerja (Orang)

1 Penginapan 215 1047

2 Resto, café & Rumah makan, Bar 114 846

3 Kolam Renang & Diving 64 204

4 SPA, Salon & Fashion, Art Shop 36 71

5 Travel Agent 11 35

6 Money Changer 3 5

7 Live Music 2 20

Jumlah 445 2228

Sumber : Data Sekunder, 2011

4.5 Karakteristik Responden

Karakteristik wisatawan yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah 30 orang wisatawan mancanegara dan 30 wisatawan domestik. Masing-masing wisatawan domestik dan mancanegara tersebut dibagi lagi menjadi 15 pria dan 15 wanita karena jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gili Trawangan Rata-rata berpasangan yaitu wanita dan pria. Pembagian ini dimaksudkan untuk melihat dan membandingkan hasil penelitian antara wisatawan asing dan domestik dan membandingkan antara wisatawan wanita dan pria.

Semua responden yang dipilih merupakan wisatawan asing dan Domestik yang berkunjung ke Gili Trawangan. Lama berwisata merupakan berapa lama wisatwan mancanegara dan domestik menetap dan melakukan kegiatan wisata di Gili Trawangan. Lama berwisatwa para wisatawan mancanegara dan asing responden sangat beragam, terdapat perbedaan lama kunjungan antara wisatawan asing dan wisatawan Domestik yang disajikan pada tabel berikut :

(42)

Tabel 4.3 Lama Kunjungan Wisatawan Lama Kunjungan Wisatawan Mancanegara Domestik 1-6 Hari 27% 25% 1-14 Hari 13% 3% 1-21 Hari 10% 0%

Lebih Dari 21 Hari 50% 2%

Sumber : Data Primer diolah, 2012

Tingkat lama kunjungan sangat bermacam-macam. Tingkat lama kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik terbagi kedalam empat golongan, yaitu dengan lama kunjungan 1-6 Hari, 1-14 Hari, 1-21 Hari, dan Lebih dari 21 Hari. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung lebih banyak pada golongan lebih dari 21 Hari, berbeda dengan jumlah wisatawan domestik yang berkunjung lebih banyak pada golongan 1-6 Hari. Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa wisatawan asing berkunjung dan menetap lebih lama untuk berwisata di Gili Trawangan dibandingkan wisatawan domestik yang berwisata dan menetap berwisata tidak terlalu lama di Gili Trawangan.

Berdasarkan intensitas Kunjungan, terdapat perbedaan dalam intensitas berkunjung wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara ke Gili Trawangan. Terdapat empat golongan intensitas kunjungan yaitu kunjungan pertama bagi yang pertama kali berkunjung ke Gili Trawangan, kunjungan kedua bagi yang sudah melakukan kunjungan sebanyak dua kali ke Gili Trawangan, kunjungan ketiga bagi yang sudah melakukan kunjungan sebanyak tiga kali ke Gili Trawangan, dan golongan lebih dari kunjungan ketiga bagi yang sudah melakukan kunjungan lebih dari tiga kali kunjungan ke Gili Trawangan. Persentase kunjungan wisatawan asing dan domestik berdasarkan golongan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

(43)

Tabel 4.4 Intensitas Kunjungan Wisatawan Intensitas Kunjungan  Wisatawan  Asing  Domestik  kunjungan pertama  77% 60% Kunjungan Kedua  17% 13% Kunjungan Ketiga  3% 20% Lebih Dari Kunjungan Ketiga  3% 7%

Sumber : Data Primer diolah, 2012

Dari seluruh responden wisatawan asing, 77 persen diantaranya baru pertama kali berkunjung ke Gili Trawangan sedangkan sisanya telah beberapa kali berkunjung ke Gili Trawangan. Sedangkan dari seluruh responden wisatawan domestik 60 persen diantaranya baru pertama kali berkunjung ke Gili Trawangan dan 40 persen diantaranya sudah melakukan kunjungan beberapa kali ke Gili Trawangan. Hal ini menyatakan bahwa wisatawan asing lebih banyak yang baru melakukan kunjungan pertama kali ke Gili Trawangan dibandingkan dengan wisatawan domestik yang sudah cukup banyak yang melakukan kunjungan wisata beberapa kali ke Gili Trawangan.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka PemikiranKeterangan :                    Berdampak
Tabel 4.4 Intensitas Kunjungan Wisatawan  Intensitas Kunjungan  Wisatawan Asing  Domestik  kunjungan pertama  77% 60% Kunjungan Kedua  17% 13% Kunjungan Ketiga  3% 20% Lebih Dari Kunjungan Ketiga  3% 7%
Tabel 6.4 Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan    Implementasi Wisatawan Domestik Terhadap Tingkat Pelanggaran   Awig-awig nomor 9

Referensi

Dokumen terkait

Pendahuluan diawali dengan latar belakang penelitian tentang pentingnya pengelompokan data penjualan barang dengan metode Fuzzy C-Means Clustering untuk mendapatkan sebuah

Tujuan : untuk mengamati fenomena resonansi dalam sebuah tabung silindris yang salah satu ujungnya terbuka dan ujung lainnya tertutup, serta untuk menentukan kecepatan

Pengertian alat bukti adalah segala sesuatu yang ada kaitannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat bukti tersebut guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran

Menurut Wursanto (2005: 288) lingkungan kerja non fisik adalah kondisi lingkungan kerja yang menyangkut segi fisikis dari lingkungan kerja. Perusahaan perlu memfasilitasi

Dapatan menunjukkan bahawa kedatangan Islam ke Alam Melayu telah memperkenalkan prinsip dan sistem politik yang baru kepada pemerintahan kesultanan Melayu tradisi di samping

Sejalan dengan upaya menjadikan Bandara Internasional Soekarno-Hatta sebagai bandara transit, APMS ini jelas akan mempermudah perpindahan penumpang pesawat antar Terminal,

Berdasarkan Tabel 2 juga dapat dilihat bahwa penggunaan biaya variabel pada petani kakao yang menggunakan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) lebih tinggi karena petani lebih