• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep, Konstruk dan Variabel Penelitian. Pengertian kepatuhan menurut Purwadarminto (1990 : 654) adalah sifat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep, Konstruk dan Variabel Penelitian. Pengertian kepatuhan menurut Purwadarminto (1990 : 654) adalah sifat"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

13

2.1 Konsep, Konstruk dan Variabel Penelitian 2.1.1 Tax Compliance

2.1.1.1 Peningkatan Tax Compliance

Pengertian kepatuhan menurut Purwadarminto (1990 : 654) adalah sifat patuh atau ketaatan. Loebbecke (2003 : 15) menyebutkan pengertian kepatuhan pajak (tax compliance) adalah bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk mematuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama (obstrusive investigation), peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi. Berkaitan itu, kewajiban wajib pajak dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu pemenuhan kewajiban hukum pajak materiil dan hukum pajak formal.

Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak (Mohammad Zain, 2007:31) sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana:

• Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan-peraturan perundang-undangan perpajakan.

• Mengisi formulir pajak denga lengkap dan jelas • Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar • Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

(2)

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 192/PMK. 03/207 Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Patuh yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila memenuhi semua syarat berikut:

1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan yang meliputi: a. Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tepat waktu dalam 3 (tiga)

tahun terakhir;

b. Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk Masa Pajak Januari sampai November tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut; dan c. Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud

pada huruf b telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak berikutnya.

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Keadaan tersebut berlaku pada tangga 31 Desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak Patuh dan tidak termasuk utang pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan.

3. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut. Laporan tersebut harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal bagi Wajib Pajak yang wajib menyampaikan Surat

(3)

Pemberitahuan Tahunan. Pendapat Akuntan atas Laporan Jeuangan yang diaudit oleh Akuntan Publik ditandatangani oleh Akuntan Publik yang tidak sedang dalam pembinaan lembaga pemerintahan pengawas Akuntan Publik.

4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Usaha meningkatkan Tax Compliance dalam membayar pajak bisa dilakukan dengan menggunakan asumsi bahwa WP itu sebenarnya tidak mau bayar pajak. Untuk itu, perlu tindakan tegas dengan pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan. Jika WP tidak patuh maka diberikan sanksi. Asumsi ini diakomodir dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Ini bisa diartikan bahwa ada WP yang bertindak dengan sengaja atau melakukan tindakan kriminal perpajakan. Ternyata, ada juga WP yang dengan sukarela mau meningkatkan kepatuhannya dalam membayar pajak.

James Alm dan Benno Torgler dalam tulisannya, Do Ethics Matter? Tax Compliance and Morality1, menjelaskan bahwa manusia tidak selalu bersifat egois dan selalu mementingkan diri sendiri. Prilaku manusia juga dipengaruhi oleh aspek moral, norma-norma sosial, kewajaran atau faktor lain yang dapat disebut sebagai etika. Dengan melalui etika ini, maka prilaku manusia bisa diarahkan untuk meningkatkan Tax Compliance.

James Alm dan Benno Torgler dalam hasil survey yang dilakukan bersama beberapa ahli lainnya, mengenai bagaimana moral dapat mempengaruhi Tax

(4)

Compliance. Dalam hal ini, penulis membagi aspek yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah, yaitu:

• Kepuasan terhadap pelayanan publik • Kewajaran administrasi perpajakan

Dalam membahas pelayanan publik di sini, penulis akan memberi batasan atas pelayanan publik yang tidak berhubungan dengan pelayanan di bidang perpajakan. Banyak pelayanan publik yang ada di Indonesia, antara lain mengurus Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP) dan mengurus Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Apabila masyarakat puas atas pelayanan yang ada, maka akan timbul kesadaran untuk ikut prosedur yang ada. Dengan ikut prosedur yang ada, tentunya biaya untuk pelayanan publik tersebut akan bisa sebagai pengurang penghasilan bruto dan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan pelayanan tersebut dapat diukur. Selain itu, masyarakat merasa bahwa pajak yang mereka bayarkan memang dipergunakan untuk hal-hal yang seharusnya, yaitu penyelenggaraan negara.

Apabila pelayanan publik jelek, tentunya masyarakat akan malas atau enggan melakukan sendiri untuk urusannya tersebut. Masyarakat akan memakai jasa perantara atau menambah pengeluaran untuk urusan publiknya. Biaya tambahan yang biasanya ini tidak resmi, tentunya tidak bisa sebagai pengurang penghasilan bruto. Akibatnya akan terjadi manipulasi yang sifatnya tax evasion atau tax avoidance. Selain itu, juga akan timbul pemikiran di masyarakat bahwa pajak yang telah mereka bayar tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, jadi masyarakat berpikir buat apa bayar pajak dengan benar dan sesuai aturan.

(5)

Pelayanan Publik yang merupakan salah satu unsur mempengaruhi kepercayaan kepada pemerintahahan yang baik dan dimana pada akhirnya akan meningkatkan pembayaran pajak. Apabila masyarakat sudah mau membayar pajak dengan sukarela karena tax morality-nya meningkat, maka kondisi ini akan semakin memperbaiki pelayanan publik.

Pajak yang harus dan telah dibayar membutuhkan administrasi untuk memudahkan pengelolaannya. Di Indonesia, yang mengelola pajak adalah Direktorat Jenderal Pajak. Sebelum pembahasan lebih lanjut, ada baiknya kita membahas sedikit pengertian administrasi.

Administrasi berasal dari bahasa Latin, yang artinya Ad = intensif dan ministrare = melayani, membantu, memenuhi. Beberapa pengertian administrasi dari pada ahli:

§ Administrasi sebagai kegiatan kelompok yang mengadakan kerjasama guna menyelesaikan tugas bersama (Simon, 1958)

§ Administrasi adalah bimbingan, kepemimpinan dan pengawasan usaha kelompok individu guna mencapai tujuan bersama (Newman, 1963)

§ Administrasi adalah proses kerjasama antara dua orang atau lebih berdasarkan rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan (S.P. Siagian, 1973).

Dari beberapa pengertian yang ada, maka administrasi adalah suatu proses kerja sama antara dua atau lebih orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan5 . Dalam mencapai tujuan ini, maka perlu diterapkan fungsi manajemen, yaitu planning, organizing, actuating dan controlling (POAC).

(6)

Administrasi pajak yang dilakukan oleh DJP, tentunya harus mencapai tujuannya yang tercantum dalam misi DJP, yaitu menyelenggarakan fungsi administrasi perpajakan dengan menerapkan Undang-Undang Perpajakan secara adil dalam rangka membiayai penyelenggaraan negara demi kemakmuran rakyat. Dari Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), diketahui bahwa administrasi perpajakan mencakup:

• Pendaftaran, termasuk ekstensifikasi • Pelaporan, termasuk pemberkasan SPT

• Pembayaran, termasuk pengawasan pembayaran • Pemeriksaan, termasuk pengawasan kepatuhan • Penetapan

• Penagihan Pajak • Keberatan dan Banding • Penyidikan

Apabila DJP melaksanakan administrasi perpajakan yang ada dengan fair atau wajar, tentunya akan menimbulkan kepercayaan dari masyarakat. Dari kepercayaan ini tentunya akan timbul dan meningkatkan Tax Compliance.

2.1.2 Surat pemberitahuan (SPT) 2.1.2.1 Pengertian SPT

Kewajiban Wajib Pajak selain mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah melakukan sendiri perhitungan, pembayaran dan pelaporan pajak terutangnya dalam bentuk Surat Pemberitahuan

(7)

(SPT). Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa :

“Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” (Pasal 1:11)

2.1.2.2 Fungsi SPT

Fungsi SPT menurut Mardiasmo (2011:31) adalah sebagi sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan pajak yang sebenarnya terutang untuk melaporkan tentang:

a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;

b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak; c. Harta dan kewajiban; dan/atau

d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badanlain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak

(8)

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;

b. Pembayaran atau pelunasan yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang telah dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

2.1.2.3 Jenis SPT

Menurut Mardiasmo (2011:34), secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua:

a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. Jenis SPT Masa yaitu SPT Masa Pajak Penghasilan, SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

b. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. Jenis SPT Tahunan yaitu SPT Tahunan Pajak Penghasilan.

SPT dapat berbentuk :

a. Formulir kertas (hardcopy); atau b. e-SPT

(9)

2.1.2.4 Prosedur Penyelesaian SPT

Prosedur penyelesaian SPT dalam Mardiasmo (2011:32) dijelaskan sebagai berikut:

a. Wajib Pajak sebagaimana mengambil sendiri SPT di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan-peraturan Menteri Keuangan. Wajib Pajak juga dapat mengambil SPT dengan cara lain, misalnya dengan mengakses situs Direktorat Jenderal Pajak untuk memperoleh formulir SPT tersebut.

b. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak;

c. Wajib Pajak yang mendapat izin dari Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan uang selain Rupiah yang diizinkan; d. Penandatanganan SPT dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama;

(10)

• Untuk Wajib Pajak yang mengadakan pembukuan: Laporan Keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk mengitung besarnya penghasilan kena pajak.

• Untuk SPT Masa PPN sekurang-kurangnya memuat jumlah Dasar Pengenaan Pajak, jumlah Pajak Keluaran, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dan jumlah kekurangan atau jumlah kelebihan.

• Untuk Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan: Perhitungan jumlah peredaran yang terjadi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

2.1.2.5 Batas Waktu dan perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Batas waktu penyampaian SPT dalam pasal 3 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Thun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah:

• Untuk SPT Masa paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak.

• Untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

• Untuk SPT Tahunan PPh Wajb Pajak Badan paling lambat 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak

Sekalipun batas waktu penyampaian SPT telah ditetapkan, tetapi Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara mengajukan surat permohonan

(11)

perpanjangan batas waktu penyampaian SPT Tahunan kepada Direktorat Jenderal Pajak dengan disertai:

1. Penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang;

2. Laporan keuangan sementara; dan

3. Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak terutang.

2.1.2.6 Pembetulan SPT

Menurut Mardiasmo (2011:33), Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktorat Jenderal Pajak belum melakukan tindakan-tindakan pemeriksaan. Dalam hal pembetulan SPT menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.

Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan maupun SPT Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan.

Walaupun telah dilakukan tindak pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak dengan kemauan sendiri

(12)

mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.

Walaupun Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktorat Jenderal Pajak belum menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan.

a. Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil;

b. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar;

c. Jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil. d. Jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil.

Pajak yang kurang bayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ini beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 20% dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri disampaikan.

Wajib Pajak dapat membetulkan SPT Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali tahun sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT

(13)

Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Direktorat Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.

2.1.2.7 Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT

Dalam Mardiasmo (2011:36) disebutkan bahwa SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar:

1. Rp500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN; 2. Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya;

3. Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk SPT Masa PPh Wajib Pajak Badan;

4. Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPh Wajib Pajak Orang Pribadi.

Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi

(14)

berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

Setiap orang yang karena kealpaanya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pdana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

(15)

2.1.3 Reformasi Perpajakan

Menurut Diana Sari (2013:6), reformasi perpajakan di Indonesia telah dilakukan pertama kali pada tahun 1983 dimana saat itu terjadi reformasi atau perubahan sistem mendasar atas pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self Assessment. Perubahan sistem ini bertujuan mengurangi kontak langsung antara Aparat Pajak dengan Wajib Pajak yang sebelumnya dikhawatirkan dapat menimbulkan praktik-praktik illegal untuk menghindari atatu mengurangi kewajiban perpajakan para Wajib Pajak yang bersangkutan.

Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di segala aspek perpajakan, melalui reformasi :

a. Moral, etika dn integritas Aparat Pajak; b. Kebijakan Perpajakan

c. Pelayanan kepada masyarakat Wajib Pajak;

d. Pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan;

e. Pemberian reward dan penerapan punishment yang tegas terhadap Aparat Pajak

Reformasi perpajakan secara komprehensif sebagai satu kesatuan dilakukan terhadap tiga bidang atau utama yang secara langsung menyentuh pilar pilar perpajakan, yaitu :

a. Bidang Administrasi, yakni melalui reformsi administrasiperpajakan; b. Bidang Peraturan, dengan melakukan amandemen terhadap

(16)

c. Bidang Pengawasan, membangun bank data perpajakan nasional.

2.1.4 E-Filing

Berbagai terobosan yang terkait dengan aplikasi teknologi informatika dalam kegiatan perpajakan Indonesiapun terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak denga tujuan untuk memudahkan dan meningkatkan serta mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat sebagai Wajib Pajak.

Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-88/PJ/2004 tanggal 14 Mei 2004 tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan secara Elektronik. Kemudian tanggal 12 Januari 2005 Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan kembali surat keputusan KEP-05/PJ/2005 tentang Tata Cara Penyampaian SPT secara elektronik (e-filing) melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP). Namun pada tanggal 16 Desember 2008 Direktorat Jenderal Pajak merevisi kembali peraturan DJP Nomor 47/PJ/2008 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dan Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Secara elektronik (e-filing) Melalui Penyedia Jasa Aplikasi (ASP), dimana peraturan-peraturan sebelumnya dinyatakan dicabut dan tidak berlaku setlah diberlakukannya peraturan ini yaitu tanggal 1 Maret 2009, Dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 47/PJ/2008 Pasa 1 menyebutkan:

“e-filing adalah suatu cara penyampaian SPT dan penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik yang dilakukan secara online dan real time melalui Penyedia Jasa Aplikasi (ASP)

(17)

Dapat disimpulkan bahwa dalam implementasinya, proses penyampaian SPT secara online melalui internet akan melibatkan tiga pihak, yaitu:

1. Wajib Pajak itu sendiri;

2. Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP); dan

3. Direktorat Jenderal Pajak lewat Kantor Pelayanan Pajak.

Menurut Modul sosialisasi e-SPT oleh DIrektorat Jenderal Pajak, tujuan disediakannya fasilitas e-filing yaitu:

• Menyediakan sistem penyaampaian SPT online dengan aman dan nyaman;

• Meningkatkan kecepatan dan akurat layanan pelaporan terhadap Wajib Pajak;

• Meningkatkan kecepatan pemrosesan pelaporan pajak.

2.1.4.1 Langkah-Langkah Mendapatkan Fasilitas e-Filing

Wajib Pajak yang berniat melaksanakan penyampaian SPT secara online terlebih dahulu harus menyampaikan surat permohonan kepada Direktorat Jenderal Pajak yaitu kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempatnya terdaftar guna memperoleh e-FIN (Electronic Filing Identification Number) sebagai identitas Wajib Pajak.

Electronic Filing Identification Number (e-FIN) adalah nomor identitas Wajib Pajak yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar berdasarkan permohonan Wajib Pajak. Permohonan diajukan secara tertulis dengan melampirkan fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau

(18)

surat keterangan terdaftar beserta fotokopi surat pengukuhan bagi pengusaha kena pajak. Setelah memperoleh e-FIN, Wajib Pajak dapat mendaftar ke salah satu Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak dan akan menerima Digital Certificate dari Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan e-FIN yang telah dimilikai Wajib Pajak, yang fungsinya sebagai pengaman data SPT Wajib Pajak dalam bentuk encryption (pengacakan) sehingga hanya bisa dibaca oleh sistem tertentu (dalam hal ini sistem penerimaan SPT ASP dan Direktorat Jenderal Pajak) dengan nama dan NPWP Wajib Pajak yang bersangkutan.

Segera setelah itu, Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pemberitahuannya secara online, untuk memulai menyampaikan SPT-nya secara online, Wajib Pajak terlebih dahulu harus login ke situs ASP yang telah dipilih. Selain itu, sertifikat (Digital Certificate) yang telah diperoleh akan selalu digunakan setiap kali Wajib Pajak akan menyampaikan SPT-nya secara online. Beberapa perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memberikan fasilitas e-filing diantaranya:

• www.layananpajak.com • www.laporpajak.com • www.pajakku.com • www.spt.co.id • www.setorpajak.com • www.onlinepajak.com • www.pajakmandiri.com

(19)

• www.taxreport.web.id

Pada dasarnya, tujuan dari penyediaan fasilitas ini adalah untuk memberikan alternatif pilihan layanan kepada masyarakat Wajib Pajak dalam hal penyampaian SPT-nya selain dengan cara manual yang seperti ada pada umumnya telah dilakukan sebelumnya, yaitu dengan pemanfaatan teknologi melalui internet yang secara keseluruhan cenderung lebih akurat dan dengan proses lebih cepat sehingga bisa lebih efektif dan efisien.

2.1.4.2 Layanan e-Filing melalui Website Direktorat Jenderal Pajak

e-Filing melalui website direktorat jenderal pajak, yaitu www.pajak.go.id adalah sistem pelaporan SPT yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak yang memberikan kemudahan bagi Wajib pajak dalam pembuatan dan penyerahan laporan SPT kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Untuk saat ini fasilitas e-filing melalui www.pajak.go.id diberikan hanya untuk 2 jenis SPT saja, yaitu:

1. SPT Tahunan Orang Pribadi Formulir 1770S

Bagi Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja; dari dalam negeri lainnya; dan/atau yang dikenakan Pajak Penghasilan final dan/atau bersifat final, dan;

2. SPT Tahunan Orang Pribadi Formulir 1770SS

Bagi Wajib Pajak yang mempuntai penghasilan hanaya dari satu pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) setahun dan tidak mempunyai

(20)

penghasilan lain kecuali penghasilan berupa bunga bank dan/atau bunga koperasi).

Kelebihan fasilitas e-filing melalui www.pajak.go.id:

1. Penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat, aman dan kapan saja; 2. Murah, tidak dikenakan biaya pada saat pelaporan SPT;

3. Penghitungan secara tepat karena menggunakan sistem komputer; 4. Kemudahan dalam mengisi SPT karena dalam bentuk wizard;

5. Data yang disampaikan selalu lengkap karena ada validasi pengisian SPT; 6. Ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan kertas;

7. Dokumen pelengkap (Fotokopi Formulir 1721 A1/A2 atau bukti potong PPh, SSP Lembar ke-3 PPh pasal 29, Surat Kuasa Khusus, Perhitungan PPh terutang bagi Wajib Pajak Kawin Pisah Harta dan/atau Mempunyai NPWP Sendiri, Fotokopi Bukti Pembayaran Zakat) tidak perlu dikirim lagi kecuali diminta oleh KPP melalui Account Representative (AR).

2.1.4.3 Kelebihan Sistem Aplikasi e-Filing

Dengan adanya aplikasi e-filing, baik wajib pajak ataupun Direktorat Jenderal Pajak akan sangat diuntungkan. Menurut Iim Ibrahim Nur (2010) beberapa hal yang dapat disampaikan mengenai kelebihan yang dapat diperoleh bagi Wajib Pajak dengan adanya aplikasi e-filing adalah:

a. Membantu untuk menyediakan fasilitas pelaporan SPT secara elektronik (via internet) kepada wajib pajak, sehingga Wajib pajak Orang Pribadi dapat menyampaikan SPT dari rumah atau tempatnya bekerja, sedangkan

(21)

Wajib Pajak Badan dapat melakukannya dari lokasi kantor atau tempat kedudukan usahanya. Hal ini akan dapat membantu memangkas biaya dan waktu yang dibutuhkan oleh Wajib Pajak untuk mempersiapkan, memproses, memverifikasi dan melaporkan SPT ke Kantor Pajak secara benar dan tepat waktu.

b. Karena sistemnya melalui sarana elektronik, penyampaian SPT dengan aplikasi e-filing dapat dilakukan setiap saat 24 jam sehari dan 7 hari seminggu denga standar waktu Indonesia bagian barat. Hal ini meningkatkan efisiensi, menekan biaya dan waktu.

• Efisiensi waktu Wajib Pajak cukup duduk di depan computer mereka yang terhubung ke intenet untuk melakukan pelaporan, tanpa harus mendatangi KPP.

• Menekan biaya, dengan mengurangi penggunaan kertas sehingga akan mengurangi biaya cetak lembar isian SPT. Selain itu akan terjadi penghematan biaya komunikasi dan transportasi.

c. Mendapatkan real time acknowledgment (konfirmasi pelaporan wajib pajak), artinya Wajib Pajak menerima konfirmasi untuk laporan yang telah dilakukan secara langsung pada saat laporan tersebut diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak. Nomor konfirmasi langsung diterima Wajib Pajak berupa nomor Tanda Terima ASP (NTPA) dan Nomor Tanda Terima Elektronik (NTTE saat itu juga.

(22)

d. Pelaporan SPT lebih efisien dan aman karena data tersimpan dalam bentuk elektronik dan ter-enskripsi, terintegritas serta non-repudiation (tak terelakan).

e. Bebetapa ASP menambah fasilitas dengan menyediakan kemudahan mengenai informasi perpajakan seperti kalkulator pajak, kurs pajak, peraturan pajak terkini dan informasi lainnya seputar pajak.

f. Dari segi efisiensi meningkat karena jika terfadi kesalahan input data sebagainya, aplikasi yang digunakan untuk pengisian laporan (e-SPT) akan melakukan pengecekan secara otomatis dan dapat segera dilakukan perbaikan. Hal ini terjadi karena aplikasi e-SPT berisi formula yang dapat mengurangi kemungkinan terjadi salah pengisian. Selain itu, seandainya terjadi kesalahan mengganti lembar kertas SPT.

g. Sederhana dan nyaman, tidak perlu antri menyampaikan SPT dan bisa dilakukan dimana saja dan darimana saja selama dapat terhubung ke Internet.

h. Sentralisasi Penyampaian SPT PPN bagi Wajib Pajak Badan yang memiliki beberapa kantor cabang dapat dilakukan dengan aplikasi e-filing sehingga dapat mempermudah konsolidasi pelaporan PPN antar cabang.

Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak juga mendapatkan keuntungan-keuntungan dengan sistem pelaporan SPT denga aplikasi e-filing sebagai berikut:

a. Memberikan pelayanan terbaik bagi Wajb Pajak sehingga tercipta pelayanan prima Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini

(23)

dapat dicapai karena tidak terlalu banyak bersentuhan, sehingga prinsip good governance di Direktorat Jenderal Pajak dapat lebih cepat tercapai.

b. Perekaman Data di KPP dapat dilakukan dengan cepat dan akurat tanpa direkam petugas secara manual karena aplikasi e-SPT dibua sedemikian rupa sehingga mudah untuk digunakan dan akurat karena penjumlahannya dilakuakan secara otomatis menggunakan sistem. Sehingga akan terjadi penghematan sumber daya manusia dalam perekaman data SPT di KPP. c. Dengan cepat dan mudahnya pelaporan pajak ini berarti juga

akan memberikan dukungan kepada KPP dalam hal percepatan penerimaan laporan SPT dan perampingan kegiatan administrasi, pendataan, distrbusi dan pengarsipan laporan SPT. Petugas pajak tidak perlu lagi menginput data-data SPT ke dalam sistem karena data-data tersebut telah diinput oleh wajib pajak pada saat menyampaikan SPT melalui e-filing. Hal ini berarti mengurangu beban kerja petugas pajak.

d. Berdasarkan data dari Direktorat Transformasi Teknologi Informasi Direktorat Jenderal Pajak, saat ini tercatat lebih dari 10 juta Wajib Pajak efektif di Indonesia, dengan cara pelaporan yang manual tidak mungkin akan dapat ditingkatkan pelayanan terhadap para Wajib Pajak tersebut. Dengan e-filing, sistem

(24)

pelaporan menjadi lebih mudah dan cepat, diharapkan jumlah Wajib Pajak akan terus meningkat.

e. Penelitian data SPT di KPP dapat dilakukan dengan cepat dan tepat karena dilakukan oleh sistem aplikasi.

f. Dapat dengan mudah memprediksi penerimaan pajak yang dapat menjadi pemasuka bagi kas negara secara cepat.

2.1.4.4 Kelemahan sistem Aplikasi e-Filing

Menurut Iim Ibrahim Nur (2010), dengan begitu banyaknya kelebihan sistem penyampaian SPT dengan aplikasi e-filing, masih terdapat kelemahan-kelemahan yang harus diperhatikan diantaranya:

a. Di atas kertas, perpindahan pelaporan pajak konvensional ke pelaporan digital terlihat mudah. Namun di lapangan bisa terjadi berbagai permasalahan. Pada tahap awal penerapan sistem ini di KPP dibawah Kanwil DJP Khusus dan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar upload data sering gagal. Pengiriman SPT digital melalui internet sering macet, sehingga Wajib Pajak sering menyampaikan SPT digitalnya dalam bentuk disket ke KPP.

b. Wajib Pajak masih harus mengirimkan SPT secara manual. Hal ini dikarenakan kondisi sistem teknologi informasi yang belum didukung oleh perangkat aturan telematika yang mengatur tentang validitas dokumen elektronik. Di Indonesia belum ada undang-undang yang mengatur keabsahan tanda tangan digital. Sehingga baik Wajib Pajak

(25)

ataupun Direktorat Jenderal Pajak belum sepakat akan keabsahan tanda tangan digital.

c. Akses jalur koneksi internet di Indonesia yang masih belum optimal. Koneksi internet di Indonesia terkadang lambat bahkan terputus, sehingga ketika Wajib Pajak akan men-upload data SPT dengan aplikasi e-filing dan kemudian terputus, maka Wajib Pajak harus mengulangnya dari awal. Hal ini sangat dirasakan oleh banyak Wajib Pajak yang sudah mengaplikasikan e-filing.

d. Terdapat perbedaan format data dijital yang dimiliki oleh Wajib Pajak dengan ASP serta Direktorat Jenderal Pajak. Sehingga perlu dilakuakan penyesuaian oleh pihak ASP agar format data digital yang ada bisa compatible dengan format yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak. Beberapa ASP yang pada tahun 2005 ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak menjadi mediator penyampaian SPT banyak yang kemudian tidak dapat lagi berperan sebagai mediator dalam penyampaian SPT secara e-filing dikarenakan hal tersebut. Dari 7 (tujuh) ASP yang terdaftar tahun 2005, berdasarkan data tahun 2010 hanya tinggal 4 (empat) ASP yang masih jalan.

e. Kondisi riil di lapangan, di luar KPP yang berada di bawah Kanwil DJP Khusus dan kanwil DJP Wajib Pajak Besar, kesadaran masyarakat Wajib Pajak untuk menggunakan aplikasi e-filing masih sangat rendah.

(26)

2.1.5 Efektivitas Penerapan e-filing

Efektivitas (hasil guna) adalah realisasi pencapaian tujuan sesuai dengan apa yang diharapkan dalam perencanaan. Dengan kata lain, efektivitas merupakan suatu indicator keberhasilan atau kegagalan suatu perencanaan atau target. Mengingat akan pentingnya efektivitas tersebut maka setiap organisasi senantiasa dituntut agar dapat mengukur tingkat efektivitas dari setiap kegiatan yang dilaksanakan, hal ini dilakukan agar setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam organisasi tersebut membawa hasil yang baik serta sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Hidayat (1986) pengertian efektivitas adalah sebagai berikut:

“Efektivitas adalah suatu ukuran seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”.

Dalam penelitian ini, penulis ingin menggambarkan efektivitas sebagai kemampuan pemerintah dalam merealisasikan seluruh target atau sasarannya dalam menerapkan dan meningkatkan jumlah penggunan e-filing sebagai fasilitas untuk mempermudah Wajib Pajak dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Penulis juga ingin melihat bagaimana pemerintah mampu mengefektifkan penerapan e-filing yang ditargetkan dengan realisasi riil dengan melihat trend jumlah pengguna e-filing atas penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh, 3 (tiga) tahun sebelum diterapkannya e-filing dan 3 (tiga) tahun setelah dilakukannya e-filing, dari tahun 2008 sampai 2013.

2.2 Peneliti Sebelumnya

Nurul Citra Noviandini (2012) melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Persepsi Kebermanfaatan, Persepsi Kemudahan Pengunaan, dan Kepuasan Wajib

(27)

Pajak Terhadap Pengunaan e-Filing Bagi Wajib Pajak di Yogyakarta” dengan mengambil sampel penelitian sebesar 99 Wajib Pajak Badan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak Yogyakarta. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa persepsi kebermanfaatan (X1) secara signifikan berpengaruh terhadap penggunaan e-Filing (Y) dan Persepsi kemudahan (X2) secara signifikan berpengaruh terhadap penggunaan e-Filing (Y), serta kepuasan Wajib Pajak (X3) secara signifikan berpengaruh terhadap penggunaan e-Filing (Y) . Berdasarkan hasil analisis simultan disimpulkan bahwa antara variabel Persepsi Kebermanfaatan (X1), Persepsi kemudahan (X2) dan Kepuasan Wajib Pajak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan e-filing (Y).

Zahra Purnama Eka Bekti (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penerapan e-SPT dan e-Filing Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Badan) dalam Melaporkan SPT” dengan mengambil sampel penelitian sebesar 50 Wajib Pajak Badan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Bandung. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara variabel Penerapan e-SPT (X1) terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT (Y) dan terdapat pengaruh signifikan antara variabel Penerapan e-Filing (X2) terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam Melaporkan SPT (Y). Berdasarkan hasil analisis simultan disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Penerapan e-SPT (X1) dan Penerapa e-Filing (X2) terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT (Y).

Risal C.Y. laihad (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Perilaku Wajib Pajak Terhadap Penggunaan e-Filing Wajib Pajak di Kota

(28)

Manado” dengan mengambil sampel penelitian sebesar 50 Wajib Pajak Badan di Kota Manado. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa Persepsi Kegunaan (X1) secara signifikan berpengaruh terhadap penggunaan e-Filing (Y) dan Persepsi Kemudahan (X2) secara signifikan berpengaruh terhadap Penggunaan e-Filing (Y), tetapi Sikap terhadap Perilaku (X3) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Penggunaan e-Filing (Y).

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Sebelumnya

No. Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian

1 Risal C. Y. Laihad (2013) Pengaruh Perilaku Wajib Pajak Terhadap penggunaan e-Filing Variabel Independen (X) : 1. Persepsi kegunaan 2. Persepsi kemudahan 3. Sikap Terhadap Perilaku Variabel Dependen (Y) : Pengunaan e-Filing

1) Secara parsial terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi kegunaan dengan penggunaan e-filing

2) Secara parsial terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi kemudahan dengan penggunaan e-filing

3) Secara parsial terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara sikap terhadap perilaku dengan penggunaan e-filing 2 Nurul Citra Noviandini Pengaruh Persepsi Kebermanfaatan, Variabel Independen (X) :

1) Secara parsial terdapat hubungan positif dan

(29)

(2012) Persepsi Kemudahan Pengunaan, dan Kepuasan Wajib Pajak Terhadap Pengunaan e-Filing Bagi Wajib

Pajak di Yogyakarta 1. Persepsi kebermanfaata n 2. Persepsi kemudahan pengunaan 3. Kepuasan Wajib Pajak Variabel Dependen (Y) : Pengunaan e-Filing signifikan antara persepsi kebermanfaatan dengan penggunaan e-filing

2) Secara parsial terdapat hubungan positif dan signifikan antara persepsi kemudahan dengan penggunaan e-filing

3) Secara parsial terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepuasan Wajib Pajak dengan penggunaan e-filing

4) Secara simultan terdapat hubungan positif dan signifikan antara persepsi kebermanfaat, persepsi kemudahan penggunaan dan kepuasan Wajib Pajak dengan penggunaan e-filing 3 Zahra Purnama Esa Bekti (2013) Pengaruh Penerapan e-SPT dan e-Filing Terhadap Variabel Independen (X) : 1. Penerapan e-SPT

1) Secara parsial terdapat hubungan positif dan signifikan antara penerapan e-SPT

(30)

Kepatuhan Wajib Pajak (Badan) dalam Melaporkan SPT 2. Penerapan e-Filing Variabel dependen (Y) : Kepatuhan Wajib Pajak (Badan) dalam Melaporkan SPT dengan Kepatuhan Wajib Pajak (Badan) dalam Melaporkan SPT

2) Secara parsial terdapat hubungan positif dan signifikan antara penerapan e-filing dengan Kepatuhan Wajib Pajak (Badan) dalam Melaporkan SPT

3) Secara simultan terdapat hubungan positif dan signifikan antara penerapan SPT dan penerapan e-filing dengan

Kepatuhan Wajib Pajak (Badan) dalam Melaporkan SPT 2.3 Kerangka Pemikiran

Teknologi informasi terutama internet telah memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan informasi dunia. Kemajuan teknologi modern khususnya bidang elektronika, membawa kemudahan dalam melaksanakan tugas-tugas kearsipan. Salah satu pengaruh kemajuan teknologi terhadap bidang kearsipan yaitu dengan adanya inovasi baru pada proses pengarsipan yaitu arsip elektronik. Kelebihan utama dari arsip elektronik tentu

(31)

saja lebih praktis dan memiliki tingkat risiko yang lebih kecil (Risal C.Y. Laihad, 2013).

Perkembangan teknologi informasi digunakan oleh pemerintah guna meningkatkan layanan pemerintahan, hal ini dikenal dengan istilah Electronic Government. Menurut Andri Parwito (2009), Electronic Governmet atau yang lebih dikenal sebagai e-Gov merupakan adopsi dari peranan teknologi informasi yang digunakan oleh pemerintah supaya efektivitas dan efisiensi dalam rangka melaksanakan fungsi public service kepada warga negara. Begitu pun dengan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Tahun 1983 merupakan tonggak awal terjadinya reformasi perpajakan. Modernisasi perpajakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak merupakan wujud dari reformasi perpajakan. Penerapan sistem perpajakan modern dilakukan untuk mengoptimalkan pelayanan kepada wajib. Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak dan berimplikasi pada peningkatan penerimaan negara.

Kepatuhan wajib pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan dewasa ini yang diharapkan di dalam pemenuhannya diberikan secara sukarela. Menurut Norman D. Nowak (Mohammad Zain, 2008), kepatuhan wajib pajak memiliki pengertian yaitu: “Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:

1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

(32)

3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar; 4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.”

Menurut Erard dan Feinstein (dalam Chaizi Nasucha, 2004) pengertian kepatuhan wajib pajak adalah rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah.

Tanggung jawab di bidang perpajakan sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan berada pada setiap Warga Negara sebagai Wajib Pajak. Hal ini sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Artinya setiap Wajib Pajak bertanggungjawab sepenuhnya terhadap kewajiban pembayaran pajak, pelaporan pajak dan pemberitahuan pajak yang terutang kepada pemerintah, yang dalam hal ini diatur oleh Direktur Jenderal Pajak (www.pajak.go.id).

Melaporkan SPT merupakan salah satu kewajiban para Wajib Pajak sebagaimana amanat Undang-undang Perpajakan Indonesia. Undang-undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana dirubah terakhir dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2009 dalam pasal (3) menyebutkan:

Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Pada awalnya, SPT diisi dan disampaikan oleh Wajib Pajak secara manual langsung ke Ditjen Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Namun kini, Ditjen Pajak telah melakukan berbagai pembaharuan dalam administrasi

(33)

pajak dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi terutama internet. Salah satu bentuk pelayanan perpajakan melalui internet adalah Electronic Filing System (e-Filing).

Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-88/PJ./2004 tanggal 14 Mei 2004 tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan secara Elektronik. Kemudian pada tanggal 12 Januari 2005 Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan kembali surat keputusan KEP- 05/PJ/2005 tentang Tata Cara Penyampaian SPT secara elektronik (e-filing) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP). Namun pada tanggal 16 Desember 2008 Direktorat Jenderal Pajak merevisi kembali dalam Peraturan DJP Nomor 47/PJ/2008 dimana peraturan-peraturan sebelumnya dinyatakan dicabut dan tidak berlaku setelah diberlakukannya peraturan ini yaitu tanggal 1 Maret 2009. Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 47/PJ/2008 Pasal 1 menyebutkan:

e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT dan penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik yang dilakukan secara online dan real time melalui Penyedia Jasa Aplikasi (ASP).

Dengan demikian menggunakan e-Filing lebih mudah dalam menyampaikan SPT ataupun permohonan perpanjangan SPT tahunan tanpa harus datang ke Kantor Pelayanan Pajak untuk menyampaikan hardcopy SPT termasuk induk SPT dan SSP nya serta teknis pengisian e-SPT. E-Filing juga membantu karena ada media pendukung dari Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang akan membantu dalam 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu,

(34)

sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (Nurul Citra Noviandini, 2012).

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis menyajikan model hipotesis sebagai berikut:

Gambar 2.2 Model Hipotesis

Ha : Pengaruh penerapan e-filing memiliki pengaruh tetapi tidak signifikan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak

e - Filing

Prosedur Penerapan

Penerapan e-Filing

Pengaruhnya terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

Penerapan e-Filing (X)

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

dilakukan Rahab untuk membuktikan kebergantungannya kepada Allah bangsa Israel, antara lain tindakan terebut adalah Rahab menolong kedua pengintai dengan menyembunyikan mereka

Berdasarkan uraian di atas, maka akan dibuat formulasi niosom yang mengandung senyawa aktif kuersetin dengan berbagai konsentrasi surfaktan nonionik span 60, selain itu sediaan

Turwaningsih, dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan media power point dalam meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Pkn kelas VIII SMP Xaverius

Hasil penelitian dari Mayasari (2007: 15) menunjukkan bahwa prokrastinasi dilakukan mahasiswa aktivis dengan sengaja dan dikarenakan adanya kegiatan lain yang

Pemeliharaan juvenil teripang pasir dengan metode keramba apung tanpa rumput laut direkomendasikan karena menghasilkan pertumbuhan dan sintasan yang tinggi,

elektronik. Salah satu contoh program jenis ini yang sukses adalah IBM viavoice®. Teknologi viavoice® merupakan software voice command yang memungkinkan penggguna windows, macintosh

Berdasarkan Tabel 8, ditemukan ciri warna khusus pada domba Garut yaitu fenotip tubuh coklat belang kepala hitam, karena tidak ditemukan pada kelompok jenis domba lain yang

Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran