• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENELITIAN

Pembahasan dalam bab ini akan diawali dengan tinjauan pustaka, tinjauan pustaka yang dimaksud adalah tinjauan yang akan memuat teori, proposisi, konsep maupun pendekatan lain yang berhubungan dengan penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

Sebelum penelitian dilakukan, hendaknya perlu dijabarkan mengenai beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan khususnya mengenai perubahan fungsi hunian. Penjabaran tersebut sangat perlu dilakukan agar tidak terjadi penjiplakan penelitian.

Cukup banyak penelitian yang membahas permasalahan perubahan fungsi hunian, berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Evita (2011) dimana melakukan penelitian mengenai perubahan fungsi hunian yang sering terjadi di kawasan yang berkembang. Hasil menunjukan bahwa faktor yang berpotensi mempengaruhi perubahan fungsi hunian adalah karakteristik nilai lahan, kelengkapan utilitas, aksesibilitas lahan, karakteristik personil pemilik lahan, peraturan pemanfaatan lahan dan inisiatif pembangunan komersil. Hasi penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam pemilihan faktor yang berpotensi mempengaruhi perubahan fungsi hunian yaitu kelengkapan utilitas, aksesibilitas lahan dan peraturan pemanfaatan lahan.

Ari Widyati (2012) menyajikan penelitian mengenai terdapat konsep rumah toko sebagai usaha pengendalian terhadap perubahan fungsi hunian sejauh kegiatan tidak mengganggu fungsi ruang kawasan dimana hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi mengenai teori strategi pengendalian.

Safinta (2014) dalam penelitiannya mengenai pengaruh aktivitas penunjang wisata terhadap tata ruang desa dan tata rumah tinggal dimana hasil penelitian ini yang dapat dijadikan referensi adalah metode kualitatif dengan menggunakan analisa deskriptif analytical dalam mendeskripi perubahan yang terjadi.

(2)

Penelitian mengenai pengaruh wisata terhadap perubahan fungsi hunian juga pernah dilakukan Eva (2017) dengan hasil penelitian yang dapat dijadikan referensi dimana dalam mengetahui pengaruh wisata terhadap perubahan fungsi hunian menggunakan parameter dari komponen pariwisata yaitu accesbility, attraction, amenity, anciliary, dan activity.

(3)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Tahun Judul Isi Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian 1. Evita Nidyasari 2011 Perubahan Fungsi

Hunian dan Konflik Teritori Untuk dapat mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap perubahan fungsi hunian

deskriptif Hasi penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam pemilihan faktor yang berpotensi mempengaruhi perubahan fungsi hunian yaitu kelengkapan utilitas, aksesibilitas lahan dan peraturan pemanfaatan lahan.

2. Ari Widyati Purwantiasning

2012 Kajian tentang alih fungsi hunian menjadi tempat usaha Untuk mengetahui arahan pengendalian rumah hunian dan tempat usaha

kualitatif Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi mengenai teori strategi pengendalian.

3. Safinta Rhosa Fajari 2014 Pengaruh Aktivitas

Penunjang Wisata Terhadap Tata Ruang Desa dan Tata Rumah Tinggal Timbulnya Fenomena perubahan tatanan ruang rumah tinggal terhadap aktivitas wisata

kualitatif Hasil penelitian ini yang dapat dijadikan referensi adalah metode kualitatif dengan menggunakan analisa deskriptif analytical dalam mendeskripi perubahan yang terjadi.

(4)

No. Peneliti Tahun Judul Isi Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian 4. Eva Artney Mangedaby 2017 Pengaruh Desa Wisata Kampung Batik Laweyan Terhadap Fungsi Permukiman di Kelurahan Laweyan Kota Surakarta Timbulnya pengaruh desa wisata terhadap fungsi permukiman salah satunya aspek perumahan

kualitatif Kesimpulan penelitian ini adalah aspek komponen wisata yang mempengaruhi perubahan fungsi adalah accessibility, attraction, amenity, ancillary, dan activity

5. Ni luh jaya anggreni 2018 Pengaruh komponen desa wsiata terhadap fungsi human di Desa Bungaya Kabupaten Karangasem Timbulnya fenomena perubahan fungsi hunian karena berkembangnya desa wisata kualitatif

(5)

2.2 Kerangka Berpikir

Pulau Bali merupakan daerah pariwisata yang berkembang dengan pesat bahkan terjadi pada kawasan dengan berkembang menjadi desa wisata. Perkembangan pariwisata ini juga diikuti oleh perkembangan segala fasilitas yang mendukung pariwisata tersebut. misalnya hotel, restoran, villa, dan perumahan. Kebutuhan tersebut menyebabkan di desa wisata mengalami tingkat urbanisasi yang cukup tinggi dari daerah dalam pulau bali maupun pulau-pulau lain di Indonesia. Urbanisasi yang cukup tinggi ini mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk umumnya di Pulau Bali.

Rumah merupakan kebutuhan yang sangat mendasar yang harus terpenuhi di dalam perkembangan suatu wilayah. Perkembangan pembangunan perumahan yang telah terjadi pada Desa Wisata Budaya Bungaya sering dilaksanakan hanya didasarkan atas pertimbangan ekonomi terhadap fungsi kawasan sebagai desa wisata. Kecenderungan yang lebih dominan yaitu berpengaruh terhadap aspek fisik (perubahan fungsi hunian sebagai tempat tinggal) perumahan.

Sebagai desa wisata sejak tahun 2004 perkembangan Desa Wisata Bungaya selama kurang lebih 18 tahun banyak rumah yang dulunya hanya sebagai tempat tinggal berubah fungsi sebagai tempat usaha. Seiring berjalannya waktu, jumlah bangunan sebagai tempat usaha menjadi lebih banyak dibandingkan jumlah bangunan hunian sebagai tempat tinggal. Sebagai desa wisata perubahan fungsi hunian dapat dinilai dari berbagai macam komponen pariwisata yang melekat pada obyek tersebut. Komponen- komponen pariwisata yang melekat yaitu atraksi/ daya tarik, amenities/ fasilitas, aksesibilitas/ kemudahan, lembaga, dan masyarakat (kajian pustaka 2018).

Untuk menentukan komponen pariwisata yang mempengaruhi perubahan fungsi hunian di Desa Bungaya dalam lingkungan perumahan dilakukan identifikasi pada hasil pengamatan. Selanjutnya untuk mengetahui teori-teori yang relevan digunakan untuk mendukung penelitian adalah komponen pariwisata dan rumah sebagai hunian yang kemudian dianalisis. Hasil analisis selanjutnya dianalisis dengan SWOT untuk menyusun strategi pengendalian fungsi hunian.

(6)

Gambaran kerangka pemikiran penelitian pengaruh komponen pariwisata terhadap perubahan fungsi hunian di Desa Bungaya, dapat dilihat dalam Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

2.3 Konsep

Penelitian ini berkeinginan untuk mengetahui lebih mendalam mengenai pengaruh komponen pariwisata yang mempengaruhi perubahan fungsi hunian, maka tujuannya adalah mencari dan mengetahui pengaruh komponen pariwisata terhadap perubahan fungsi hunian dan sekaligus memberikan sebuah solusi berupa strategi pengendalian fungsi hunian yang sesuai dengan karakteristik Desa Wisata

(7)

Bungaya agar tidak terjadi perubahan lingkungan secara global di Desa Bungaya dari parameter teori rumah sebagai hunian dan komponen pariwisata yang melekat pada desa wisata. Hasil penelitian tersebut selanjutnya menjadi dasar dalam menyusun strategi pengendalian fungsi hunian khususnya di kawasan perumahan desa wisata.

2.3.1 Komponen Pariwisata

Komponen pariwisata merupakan indikator dalam menentukan variabel yang mempengaruhi perubahan fungsi hunian. Berdasarkan kajian teori dari beberapa ahli mengenai komponen pariwisata, dimana komponen pariwisata merupakan sektor utama dalam kepariwisatan yang terdiri dari atraksi/daya tarik, informasi, amenities/fasilitas, promosi, aksesibilitas/kemudahan, lembaga pariwisata, servis/pelayanan, sumberdaya budaya dan transportasi.

Pada penelitian ini menggunakan parameter komponen pariwisata, dalam pemilihan variabel- variabel komponen pariwisata diperlukan keterkaitan dan keterpaduan dengan kondisi lingkungan di kawasan perumahan Desa Bungaya, sehingga dipilih 4 komponen besar yang terdiri dari :

1. Aksesibilitas

Mencakup semua bentuk dan macam transportasi publik, khususnya yang beroperasi sepanjang jalan utama yang menghubungkan tempat asal wisatawan (traveller generating region) dengan tempat tujuan wisatawan (tourist destination region). Misalnya dekat dengan fasilitas transportasi,dilewati pelayanan transportasi, jarak tempuh dekat ke lokasi wisata.

2. Amenity

Sebagai penyedia pelayanan dan fasilitas pendukung yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata, seperti penyediaan tempat berjualan makanan dan minuman.

3. Atraksi

Sektor ini terfokus pada penyediaan daya tarik atau atraksi wisata bagi wisatawan. Lokasi utamanya terutama pada daerah tujuan wisata tetapi

(8)

dalam beberapa kasus juga terletak pada daerah transit. Misalnya, taman budaya, hiburan (entertainment), event olahraga dan budaya, tempat dan daya tarik wisata alam, peninggalan budaya, dan sebagainya. Jika suatu daerah tujuan wisata tidak memiliki sumber daya atau daya tarik wisata alam yang menarik, biasanya akan dikompensasi dengan memaksimalkan daya tarik atraksi wisata lain.

4. Kelembagaan

Sektor pengkoordinasi regulator (the coordinating sector) Mencakup peran pemerintah selaku regulator dan asosiasi di bidang pariwisata selaku penyelenggara pariwisata, baik di tingkat lokal, regional, maupun internasional. Sektor ini biasanya menangani perencanaan dan fungsi manajerial untuk membuat sistem koordinasi antara seluruh sektor dalam industri pariwisata. Misalnya, di tingkat lokal dan nasional seperti Departemen Pariwisata, Dinas Pariwisata Provinsi.

2.3.2 Rumah sebagai Fungsi Hunian atau Tempat Tinggal

Di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menerangkan bahwa, rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah adalah refleksi bagaimana manusia hidup tumbuh dan berkembang sebagai keluarga.

Menurut Hayward dalam Budiharjo (1987:55-56) mengenai konsep rumah: a. Rumah sebagai pengejawatahan jati diri:

Rumah sebagai simbol dan pencerminan tata nilai selera pribadi penghuninya.

b. Rumah sebagai wadah keakraban:

Mengandung rasa memiliki, kebersamaan, kehangatan, kasih dan rasa aman tercakup dalam konsep ini.

c. Rumah sebagai tempat menyendiri dan menyepi:

Rumah disini merupakan tempat kita melepaskan diri dari dunia luar, dari tekanan, dan ketegangan, dari kegiatan rutin.

(9)

d. Rumah sebagai akar dan kesinambungan:

Dalam konsep ini rumah atau kampung halaman dapat dilihat sebagai tempat untuk kembali pada akar dan menumbuhkan rasa kesinambungan dalam untaian proses ke masa depan.

e. Rumah sebagai wadah kegiatan utama sehari-hari. f. Rumah sebagai pusat jaringan sosial

g. Rumah sebagai struktur fisik

Batubara dalam Blaang (1986:5-6) menyatakan fungsi rumah dalam kehidupan manusia adalah sebagai tempat tinggal yang diperlukan oleh manusia untuk memasyarakatkan dirinya. Dilihat dari proses bermukim, rumah adalah pusat kegiatan budaya manusia baik sebagai konsumen maupun sebagai produsen untuk mencapai tujuan dan kesempurnaan hidup. Di dalam rumah manusia dididik, dibentuk, dan berkembang menjadi manusia yang berkepribadian. Dalam makna yang luas, rumah harus mampu membuka jalan, dan keinginan manusia secara penuh, menuju perbaikan taraf hidup dan kesejahteraan manusia.

Batubara dalam Blaang (1986:7). menyatakan lingkungan perumahan merupakan suatu kawasan permukiman yang telah ditata maupun direncanakan dengan baik, sesuai dengan tata ruang dan tata guna tanah. Lingkungan perumahan dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung lainnya sehingga merupakan suatu lingkungan permukiman yang fungsional bagi kehidupan masyarakat.

Dilihat dari definisi tersebut, rumah merupakan kebutuhan dasar manusia atau sebuah aset yang dimiliki oleh individu maupun kelompok. Rumah dalam penelitian ini adalah tempat atau hunian yang mengalami perubahan fungsi dampak dari semakin berkembangnya kegiatan yang mengedepankan ekonomi masyarakat, terutama dari sektor pariwisata. Perkembangan yang tidak terkendali dapat menggeserkan rumah bukan hanya sebagai tempat tinggal tetapi rumah sebagai pengejawatah jati diri, akar dan berkesinambungan serta karakteristik di lingkungan perumahan desa wisata menjadi hilang dan nantinya dapat menurunkan fungsi kawasan sebagai kawasan desa wisata.

(10)

2.3.3 Perkembangan Desa Wisata Bungaya

Rumah tidak hanya sekedar sebuah bangunan saja, namun memiliki arti yang lebih bagi penghuninya yang memiliki fungsi tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan manusia. Dalam fenomena perubahan fungsi di kawasan perumahan, terdapat dua fungsi berbeda yang berada dalam satu kawasan, yaitu rumah sebagai fungsi hunian, kemudian berubah secara bertahap dengan beberapa unit yang bertransformasi menjadi rumah berfungsi tempat usaha.

Di Desa Bungaya terdapat 261 ramah. Rumah yang difungsikan sebagai hunian sejumlah 287 unit, rumah yang difungsikan sebagai tempat usaha 120 unit, dan rumah yang difungsikan ganda sebagai hunian dan tempat usaha sebanyak 20 unit.

Perubahan fungsi lahan bangunan yang menjadi permasalahan pada perumahan memiliki faktor pemicu sehingga dapat berpotensi komersial. Enam faktor penting dalam proses perubahan pemanfaatan lahan perumahan menurut Yunus adalah a) karakteristik nilai lahan, b) kelengkapan utilitas, c) aksesibilitas lahan, d) karakteristik personal pemilik lahan, e) peraturan pemanfaatan lahan dan f) inisiatif pembangun komersial (Syahrir, 2010).

Dilihat dari definisi tersebut, maka penelitian ini bertumpu pada perubahan fungsi hunian yang terjadi di Desa Wisata karena dampak setelah menjadi desa wisata yang berkembang serta strategi pengendalian yang diperlukan untuk masalah tersebut.

2.4 Landasan Teori

2.4.1 Pengertian Pariwisata

Secara etimologi, kata “pariwisata” berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu “pari” dan “wisata”. Pari berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, lengkap. Sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Berdasarkan istilah tersebut, maka pariwisata diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam operasionalnya istilah pariwisata sebagai pengganti istilah asing “tourim” atau “travel” diberi makna oleh Pemerintah Indonesia: “Mereka yang meninggalkan

(11)

rumah untuk mengadakan perjalanan tanpa mencari nafkah di tempat-tempat yang dikunjungi sambil menikmati kunjungan mereka.” ( Pendit, 2002:1).

Berikut adalah beberapa definisi pariwisata menurut beberapa ahli yaitu : 1. Guyer & Freuler merumuskan pariwisata adalah merupakan gejala

jaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuh terhadap keindahan alam. kesenangan dan kenikmatan alam semesta, dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas dalam masyarakat manusia sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri dan perdagangan serta penyempurnaan alat-alat pengangkutan. Definisi pariwisata yang dikemukakan oleh Guyer & Freuler kurang memberikan kepuasan terhadap implikasi langsung pariwisata terhadap kegiatan perekonomian. (Pendit. 2002:34).

2. Pariwisata menurut Anomius (1992)

i. Wisata adalah kegiatan untuk menciptakan kembali baik fisik maupun psikis agar dapat berprestasi lagi.

ii. Taman rekreasi adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan berbagai jenis fasilitas untuk memberikan kesegaran jasmani dan rohani yang mengandung unsur hiburan, pendidikan, kebudayaan sebagai usaha pokok di suatu kawasan tertentu dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makanan dan minuman serta akomodasi.

iii. Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. iv. Usaha pariwisata adalah suatu kegiatan yang bertujuan

menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha barang pariwisata atau dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut. Berdasarkan pengertian pariwisata beberapa pakar – pakar di atas dapat disimpulkan maka pengertian pariwisata yaitu sebagai suatu aktivitas dari yang dilakukan oleh wisatawan ke suatu tempat tujuan wisata di luar keseharian dan

(12)

lingkungan tempat tinggal untuk melakukan persinggahan sementara waktu dari tempat tinggal, yang didorong beberapa keperluan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah dan namun didasarkan atas kebutuhan untuk mendapatkan kesenangan, dan disertai untuk menikmati berbagai hiburan yang dapat melepaskan lelah dan menghasilkan suatu travel experience dan hospitality service.

Berdasarkan hasil kajian pustaka di atas, pengertian pariwisata yang digunakan pada penelitian ini adalah suatu perjalanan yang dilakukan oleh individu atau kelompok dari suatu tempat ke tempat yang lainnya yang merupakan suatu kebutuhan bagi manusia dalam memberi liburan rohaniah dan sekaligus jasmani. Yang menjadi poin utama dari pariwisata adalah adanya perjalanan wisata (Travel Experiece) dan pelayanan wisata (Hospitality Service).

2.4.2 Teori Komponen Pariwisata

Meningkatkan fungsi kawasan sebagai kawasan pariwisata adalah segala kegiatan atau usaha yang terkoordinasi untuk menarik wisatawan, menyediakan semua prasarana dan sarana, barang dan jasa serta fasilitas yang diperlukan guna melayani wisatawan. Kegiatan pariwisata mencakup segi-segi kehidupan masyarakat, mulai dari kegiatan angkutan, akomodasi, atraksi wisata, makanan dan minuman, cinderamata, pelayanan dan lain-lain (Muasanef, 1995).

Komponen sediaan pariwisata menurut Gunn terdiri atas atraksi, servis/pelayanan, transportasi, informasi dan promosi ( Gunn, 2002).

1. Atraksi merupakan daya tarik utama orang melakukan perjalanan, atraksi memiliki dua fungsi yaitu sebagai daya pikat, perangsang orang untuk melakukan perjalanan dan sebagai pemberi kepuasan pengunjung.

2. Servis merupakan pelayanan ataupun fasilitas-fasilitas yang disediakan termasuk didalamnya fasilitas restoran/rumah makan, dan perjalanan hotel maupun toko-toko yang menyajikan barang-barang khas daerah tersebut.

(13)

3. Transportasi, merupakan komponen penting dalam sistem kepariwisataan, yang berarti pula sebagai aksesibilitas ataupun kemudahan untuk mencapai ke suatu lokasi daya tarik.

4. Informasi, salah satu komponen penting dalam komponen kepariwisataan adalah adanya informasi perjalanan, informasi ini dapat disajikan dalam bentuk peta, buku petunjuk. artikel-artikel dalam majalah, brosur maupun melalui internet.

5. Promosi merupakan kegiatan yang penting dalam pengembangan pariwisata yang dapat dilakukan oleh pemerintah maupun swasta, kegiatan promosi ini dapat dilakukan dengan memasang iklan, melalui kegiatan kehumasan maupun memberikan insentif misalnya potongan tiket masuk.

Pendapat lain tentang komponen sediaan pariwisata oleh Peter Mason yang menyatakan bahwa komponen produk wisata terdiri atas tiga komponen yaitu daya tarik, fasilitas dan aksesibilitas sehingga dalam pengembangan pariwisata berdasarkan pada tiga komponen tersebut.

a. Daya tarik wisata b. Fasilitas wisata c. Aksesibilitas

Intosh (1995) juga menambahkan bahwa komponen- komponen pariwisata terdiri dari :

1. Sumberdaya alam (natural resources) Kategori ini merupakan dasar dari sediaan atau penawaran yang dapat digunakan dan dinikmati wisatawan (objek dan daya tarik wisata);

2. Infrastruktur, seperti sistem penyediaan air bersih, sistem pengolahan limbah, sistem drainase, jalan, pusat perbelanjaan/pertokoan;

3. Moda transportasi, termasuk didalamnya fasilitas pendukungnya; dan 4. Partisipasi masyarakat, yang merupakan salah bentuk kenyamanan

(hospitality service) yang ditawarkan oleh tuan rumah

5. Sumberdaya budaya (cultural resources), termasuk seni murni, kesusastraan, sejarah, permainan dan pertunjukan sejarah

(14)

Sedangkan Inskeep (1991) berpendapat bahwa komponen pariwisata dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Atraksi dan kegiatan-kegiatan wisata

Kegiatan-kegiatan wisata yang dimaksud dapat berupa semua hal yang berhubungan dengan lingkungan alami, kebudayaan, keunikan suatu daerah dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan kegiatan wisata yang menarik wisatawan untuk mengunjungi sebuah obyek wisata. Atraksi wisata sangat mempengaruhi wisatawan yang berkunjung ke suatu destinasi pariwisata. Semakin bagus atraksi wisata, semakin banyak pula permintaan untuk mengunjungi kawasan wisata tersebut dan makin berkembang pula atraksi wisata tersebut (Suwena, 2010).

2. Akomodasi

Akomodasi yang dimaksud adalah berbagai macam hotel dan berbagai jenis fasilitas lain yang berhubungan dengan pelayanan untuk para wisatawan yang berniat untuk bermalam selama perjalanan wisata yang mereka lakukan.

3. Fasilitas dan pelayanan wisata

Fasilitas dan pelayanan wisata yang dimaksud adalah semua fasilitas yang dibutuhkan dalam perencanaan kawasan wisata. Fasilitas tersebut termasuk tour and travel operations (disebut juga pelayanan penyambutan). Fasilitas tersebut misalnya : restoran dan berbagai jenis tempat makan lainnya, toko-toko untuk menjual hasil kerajinan tangan, cinderamata, toko-toko khusus, toko kelontong, bank, tempat penukaran uang dan fasilitas pelayanan keuangan lainnya, kantor informasi wisata, pelayanan pribadi (seperti salon kecantikan), fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas keamanan umum (termasuk kantor polisi dan pemadam kebakaran), dan fasilitas perjalanan untuk masuk dan keluar (seperti kantor imigrasi dan bea cukai).

(15)

4. Fasilitas dan pelayanan transportasi

Meliputi transportasi akses dari dan menuju kawasan wisata, transportasi internal yang menghubungkan antar kawasan wisata dan antar atraksi utama kawasan wisata dan kawasan pembangunan, termasuk semua jenis fasilitas dan pelayanan yang berhubungan dengan transportasi darat, air, dan udara.

5. Infrastruktur lain

Infrastruktur yang dimaksud adalah penyediaan air bersih, listrik, drainase, saluran air kotor. telekomunikasi (seperti telepon, telegram, telex, faksimili, dan radio).

6. Elemen kelembagaan

Kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan yang diperlukan untuk membangun dan mengelola kegiatan wisata, dimana terjadi koordinasi antar stakeholder.

Berdasarkan penjelasan komponen wisata menurut Inskeep diatas, dapat ditambahkan bahwa komponen wisata yang harus dipenuhi adalah elemen kelembagaan. Elemen kelembagaan dibutuhkan untuk mengetahui pihak yang bertanggungjawab dalam pengelolaan kawasan. Pada elemen kelembagaan, partisipasi masyarakat dapat diikutsertakan dalam komponen tersebut, karena partisipasi masyarakat juga merupakan bentuk pengelolaan terhadap masyarakat. Jadi selain terdapat sumberdaya alami dan buatan serta transportasi dan infrastruktur, kelembagaan juga dapat ditambahkan sebagai salah satu komponen dalam pariwisata.

Sedangkan menurut direktorat Jenderal Pariwisata Republik Indonesia, menyebutkan berkembangnya pariwisata sangat tergantung pada empat faktor yaitu, attraction (daya tarik), amenities (fasilitas), accessibility (kemudahan dalam mencapai) dan adanya tourist organization (organisasi pariwisata).

1. Attraction (daya tarik) dapat dibedakan menjadi :

a. Site attractions (tempat, misalnya tempat yang dengan iklim yang baik, pemandangan indah ataupun tempat-tempat bersejarah

(16)

b. Event attractions (kejadian/peristiwa) misalnya kongres, pameran ataupun peristiwa-peristiwa olahraga, festival.

2. Amenities (fasilitas) yang dimaksud dengan tersedianya fasilitas seperti tempat-tempat penginapan. restoran, hiburan, transport lokal yang memungkinkan wisatawan bepergian di tempat pariwisata tersebut serta alat-alat lain untuk komunikasi.

3. Accessibility (kemudahan dalam mencapai) yang dimaksud adalah tempatnya tidak terlalu jauh. tersedianya transport ke lokasi tersebut secara teratur, sering, murah, nyaman dan aman.

4. Tourist organization, untuk menyusun suatu kerangka pengembangan pariwisata, mengatur industri pariwisata serta mempromosikan daerah itu sehingga di kenal orang.

Berdasarkan pendapat ahli dan lembaga otoritas pariwisata tersebut diatas maka komponen sediaan (supply) pariwisata dapat disederhanakan dalam bentuk matriks, yang disajikan pada tabel 2.2. Dari matriks komponen sediaan (supply) pariwisata, maka dapat diketahui bahwa komponen sediaan (supply) pariwisata dalam pengembangan suatu obyek wisata atau daerah wisata adalah terdiri dari empat komponen yaitu: daya tarik, fasilitas, aksesibilitas serta promosi dan informasi.

Tabel 2.2 Matrik Komponen Pariwisata No. Pendapat Ahli dan Lembaga

Otoritas

Komponen Sediaan Pariwisata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Clare A. Gunn (2002) 2 Peter Mason 3 Inskeep (1991) 4 Ditjen Pariwisata 5 Intosh (1995)

Sumber: Hasil kajian Pustaka, 2018 Keterangan:

1. Atraksi/Daya tarik 6. Informasi 2. Amenities/Fasilitas 7. Promosi

3. Aksesibilitas/Kemudahan 8. Lembaga Pariwisata 4. Servis/Pelayanan 9. Sumberdaya budaya 5. Transportasi

(17)

Atraksi yang di kemukakan Clare A.Gunn (2002), dan Peter Mason, memiliki maksud yang serupa dengan daya tarik wisata yang diutarakan oleh Inskeep. Di mana Inskeep (1991) menjelaskan bahwa atraksi itu sendiri terdiri dari 2 sumberdaya, baik berupa sumberdaya buatan dan sumberdaya alami. Atraksi yang dimaksud adalah semua hal yang berhubungan dengan lingkungan alami, kebudayaan, keunikan suatu daerah dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan kegiatan wisata yang menarik wisatawan untuk mengunjungi sebuah obyek wisata. Lebih lanjut, Dirjen Pariwisata menjelaskan atraksi sendiri merupakan suatu pemandangan dan tempat-tempat bersejarah serta suatu kejadian atau event seperti festival dan perayaan olahraga. Dengan demikian atraksi, benda alami dan buatan, sumberdaya alami dan buatan dapat dikatakan sebagai komponen yang menjadi daya tarik wisata suatu kawasan wisata budaya.

Clare Gunn (2002) menyatakan bahwa pelayanan atau fasilitas - fasilitas wisata merupakan salah satu komponen dalam pariwisata. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Peter Mason dan Itosh (1995) sebagai sarana wisata. Di mana pada setiap sumber prasarana dan sarana wisata yang dimaksud melingkupi fasilitas dan utilitas yang mendukung kegiatan wisata. Inskeep (1991) mendukung pernyataan ini, di mana dalam teorinya Inskeep menyebutkan bahwa selain fasilitas pelayanan wisata terdapat pula akomodasi yang juga merupakan bagian dari sarana dan prasarana wisata. Keberadaan fasilitas tersebut merupakan bagian dari dukungan terhadap kawasan wisata budaya yang memberikan suatu pelayanan bagi wisatawan untuk bepergian ke tempat - tempat tujuan wisata seperti yang dikemukakan oleh dirjen pariwisata. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelayanan, fasilitas, utilitas, fasilitas pendukung, dan akomodasi merupakan komponen infrastruktur wisata yang di dalamnya mempunyai satu arti yang sama.

Di dalam komponen pariwisata terdapat juga elemen transportasi seperti yang dikemukakan oleh Clare A. Gunn (2002, Inskep (1991) dan dirjen pariwisata. Di mana dalam sebuah kebutuhan transportasi merupakan tuntutan kenyamanan menuju suatu kawasan wisata, atau dinamakan aksesibilitas yang bagus menuju suatu kawasan wisata dan antar atraksi utama kawasan wisata. Hal ini seperti yang

(18)

diutarakan oleh Peter Mason. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan komponen aksesibilitas harus diperhatikan pada suatu kawasan wisata. Karena banyak wisatawan yang membutuhkan akses menuju kawasan wisata. Tidak dari beberapa teori yang ada yang menjelaskan terkait dengan partisipasi masyarakat dan kelembagaan. Hal ini karena dalam komponen kelembagaan merupakan komponen yang harus ada pada kawasan yang telah menjadi kawasan wisata, bukan pada kawasan yang akan dijadikan sebagai kawasan wisata. Jadi secara tidak langsung dalam penelitian ini tidak dicantumkan komponen kelembagaan sebagai salah satu komponen dalam penelitian ini.

Dari uraian terkait dengan matriks komponen sediaan pariwisata di atas dapat diketahui bahwa sebenarnya diantara komponen-komponen tersebut diatas terdapat beberapa komponen yang memiliki kesamaan ataupun telah tercakup dalam satu lingkup ketugasan dari komponen lain, seperti komponen servis/pelayanan pada dasarnya sama dengan amenities/fasilitas yang ada atau yang disediakan dalam pariwisata. Komponen transportasi termasuk ke dalam pengertian komponen aksesibilitas/kemudahan dalam mencapai suatu tujuan atau suatu lokasi daya tarik, sedangkan untuk komponen promosi digabungkan dengan komponen informasi yang merupakan aspek yang saling berkaitan, dimana suatu bentuk promosi yang diperoleh akan dapat menimbulkan terjadinya tukar menukar informasi, berbagi pengalaman dari mulut ke mulut kepada orang-orang disekitarnya yang merupakan suatu media yang paling ampuh, sebaliknya dari komponen informasi akan terjadinya suatu media promosi dalam bentuk by mouth promotion yang paling dipercaya kebenarannya, sebagaimana diketahui bahwa tujuan promosi adalah memberikan informasi kepada suatu obyek yang di promosikan agar obyek tersebut dapat dikenal sehingga menimbulkan rasa ingin tahu.

Berdasarkan hasil diskusi dari penjelasan kajian pustaka di atas, yang merupakan hasil kajian penjelasan dari berbagai pendapat ahli dalam bidang pariwisata, dapat diketahui indikator dan variabel penentu dari kawasan wisata budaya. Penjelasan yang dikemukakan oleh sumber - sumber tersebut mempunyai satu lingkup ketugasan dari komponen lainnya namun dengan menggunakan tata

(19)

bahasa yang berbeda seperti komponen servis/pelayanan pada dasarnya sama dengan amenities/fasilitas yang ada atau yang disediakan dalam pariwisata, di mana kedua penjelasan tersebut termasuk ke dalam indikator sarana dan prasarana wisata.

Pada penelitian ini menggunakan parameter komponen pariwisata, dalam pemelihan variabel- variabel komponen pariwisata dikaitkan dengan kondisi lingkungan di kawasan perumahan Desa Bungaya. Adapun keterkaitan variabel komponen pariwisata dengan kondisi lapangan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.3

Alasan Memilih Indikator Komponen Pariwisata

No. Indikator komponen pariwisata

Alasan memilih indikator

1 Atraksi 1. Terdapat atraksi seperti bangunan bersejarah (pura puseh) dan lokasi upacara (usaba, tari rejang) memiliki jarak yang dekat dengan perumahan, sehingga memicu warga untuk membuka peluang usaha baru yaitu dengan membuka usaha berjualan pada rumah mereka

2. Terdapat kegiatan warga yaitu mengayam bambu yang dilakukan langsung di rumah warga sehingga menarik perhatian wisatawan berkunjung dan melihat langsung, dan menjadikan kesempatan warga untuk membuka toko oleh- oleh kerajinan banbu pada rumah mereka

2 Amenity

1. Tidak adanya fasilitas toilet umum pada kawasan memicu warga menyediakan toilet umum pada rumah mereka 2. Jauhnya fasilitas rest area yang berada di pintu keluar desa

memicu warga menyediakan rest area pada rumah mereka 3. Wisatawan cenderung melewati kawasan perumahan

untuk menuju obyek wisata sehingga menjadi peluang warga membuka usaha toko kelontongan pada rumah mereka

4. Untuk mencari tempat makan pada kawasan ini, wisatawan harus pergi terlebih dahulu ke kawasan kota, hal ini memicu warga untuk membuka usaha tempat makan pada rumah mereka

5. Tidak adanya pusat oleh- oleh dan kegiatan warga menganyam bambu yang dilakukan di rumah, menjadikan kesempatan warga untuk membuka toko oleh- oleh kerajinan bambu pada rumah mereka

(20)

No. Indikator komponen pariwisata

Alasan memilih indikator

3 Aksesibilitas

1. Kawasan perumahan dekat dengan fasilitas transportasi berupa post ojek, sehingga apabila wisatawan cenderung melewati kawasan perumahan, hal ini memicu warga untuk membuka peluang usaha baru yaitu dengan membuka usaha berjualan

2. Adanya pelayanan transportasi seperti bemo yang melewati kawasan perumahan berdampak wisatawan cenderung memilih menunggu sambal beristrirahat di kawasan perumahan dan kesempatan warga untuk berjualan di rumah mereka

3. Jarak dan akses yang dilewati adalah kawasan perumahan menuju obyek wisata memicu warga untuk membuka peluang usaha baru yaitu dengan membuka usaha berjualan pada rumah mereka

4 Kelembagaan 1. Kurang optimalnya kelembagaan dalam pengawasan dan peraturan memicu warga untuk berlomba- lomba membuka peluang usaha baru secara tidak terendali

(21)

2.4.3 Teori Rumah sebagai Hunian

Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan.

Perumahan merupakan salah satu bentuk sarana hunian yang memiliki kaitan yang sangat erat dengan masyarakatnya. Hal ini berarti perumahan di suatu lokasi sedikit banyak mencerminkan karakteristik masyarakat yang tinggal di perumahan tersebut (Abrams, 1664 : 7).

Perumahan dapat diartikan sebagai suatu cerminan dari diri pribadi manusia, baik secara perorangan maupun dalam suatu kesatuan dan kebersamaan dengan lingkungan alamnya dan dapat juga mencerminkan taraf hidup, kesejahteraan, kepribadian, dan peradaban manusia penghuninya, masyarakat ataupun suatu bangsa (Yudhohusodo, 1991: 1).

Rumah tidak hanya sekedar sebuah bangunan saja, namun memiliki arti yang lebih bagi penghuninya yang memiliki fungsi tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan manusia. Dalam fenomena perubahan fungsi di kawasan perumahan, terdapat dua fungsi berbeda yang berada dalam satu kawasan, yaitu rumah sebagai fungsi hunian (tempat tinggal), kemudian berubah secara bertahap dengan beberapa unit yang bertransformasi menjadi rumah berfungsi tempat usaha. Rumah sebagai hunian adalah kebutuhan dasar manusia sebagai ruang untuk bernaung dan berkegiatan, baik itu kegiatan yang bersifat pribadi dan kegiatan yang berhubungan dengan orang lain. Rumah tidak hanya memiliki fungsi tunggal sebagai hunian yang memiliki sifat keruangan lebih privat namun rumah juga berhubungan dengan lingkungan sekitar yang lebih besar skalanya yaitu perumahan. Menurut Doxiadis (1968) perumahan berupa beberapa elemen yang mencakup isi di dalamnya yaitu shelter, house, housing dan human settlement.

Pertama yaitu shelter yang memiliki definisi perlindungan terhadap gangguan eksternal baik dari alam. binatang dll. Shelter hanya sebatas naungan untuk berlindung saja belum bisa untuk berhuni dan berkegiatan. Kemudian yang

(22)

kedua adalah house yang diartikan sebagai struktur bangunan untuk bertempat tinggal. House sudah dalam bentuk satuan unit bangunan yang memiliki ukuran dan besaran (dimensi) yang sudah memiliki ruang-ruang sebagai tempat untuk berkegiatan dan tinggal. Ketiga adalah housing yang memiliki definisi perumahan, hal yang terkait dengan aktivitas bertempat tinggal (membangun, menghuni) yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungannya. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan perumahan dapat berfungsi sebagaimana mestinya yang berupa jalan, jaringan listrik, saluran air dan pembuangan sampah. Sedangkan sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya yang berupa tempat peribadatan, pendidikan, perbelanjaan dan pelayanan umum.

Dalam skala ruang lingkup yang lebih besar berupa human settlement, yaitu kumpulan (agregat) perumahan dan kegiatan permukiman. Berdasarkan Undang-Undang pasal 1 tentang perumahan dan permukiman yang dimaksud dengan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perkehidupan dan penghidupan. Semua shelter sampai human settlement berada di dalam habitat. Clements dan Shelford mengatakan, habitat adalah lingkungan fisik yang ada di sekitar suatu spesies atau populasi spesies atau kelompok spesies atau komunitas. Jadi habitat sebagai lingkungan kehidupan (tidak sebatas manusia). Bila dilihat dari lingkungan bahwa house sebagai individual hunian berada di dalam human settlement yang berupa sekelompok rumah yang berada di suatu habitat sebagai lingkungan kehidupan untuk tempat melakukan kegiatan sehari-hari.

Kesimpulan dari kajian pustaka adalah pembangunan rumah dan perumahan melibatkan banyak peran baik dari pemerintah, swasta maupun tenaga ahli dalam bidangnya. Secara keseluruhan pembangun perumahan dibagi menjadi tiga bagian yaitu pembangunan oleh pemerintah, pengembang dan arsitek (Woods, 1953, p.6). Pertama adalah pembangunan unit perumahan umum

(23)

yang merupakan salah satu perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah. Pembangunan ini merupakan subsidi pemerintah dan disewakan kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah. Kedua adalah pembangunan perumahan dengan pengembang sebagai pihak swasta, disini perumahan diproduksi, didesain serta dipasarkan oleh pengembang. Dalam pembangunan perumahan, pengembang sebagai pembangun rumah dan kawasan tidak mengetahui siapa yang akan menempati rumah yang mereka bangun sehingga penghuni kelak yang akan membeli dan menghuni tidak campur tangan atas desain yang terbentuk.

Adapun pengertian fungsi rumah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rumah sebagai fungsi hunian yaitu rumah yang bisa memiliki tempat yang nyaman dengan pencapaian kualitas yang baik di dalamnya, sehingga dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Menurut Untermann dan Small (1977, p.39) “pencapaian kualitas yang baik di dalam rumah memiliki beberapa syarat yaitu mencakup aspek teritori, keleluasan privasi, orientasi, identitas dan aksesibilitas”.

2.4.4 Perubahan Fungsi Hunian

Perubahan fungsi lahan bangunan hunian yang menjadi permasalahan pada perumahan memiliki faktor pemicu sehingga dapat berpotensi komersial. Enam faktor penting dalam proses perubahan pemanfaatan lahan perumahan menurut Yunus adalah karakteristik nilai lahan, kelengkapan utilitas, aksesibilitas lahan, karakteristik personal pemilik lahan, peraturan pemanfaatan lahan dan inisiatif pembangun komersial (Syahrir, 2010).

(24)

Faktor pertama mengenai karakteristik nilai lahan yang merupakan suatu kondisi ekonomi yang memperhitungkan nilai lahan bila dilihat dari produktifitas yang terjadi di lahan tersebut. Semakin tinggi produktifitas yang terjadi di suatu lahan, maka semakin tinggi pula nilai suatu lahan. Produktifitas yang tinggi menjadikan lahan suatu kawasan yang aktif. Dalam kawasan komersial pemanfaatan lahan dilakukan semaksimal dan seefisien mungkin agar tercapai peningkatan penghasilan yang bisa mendatangkan keuntungan.

Faktor kedua dilihat dari kelengkapan utilitas umum di lahan tersebut. Semakin dekat lokasi perumahan dengan pusat kota, maka semakin lengkap pula utilitas umum yang memadai. Hal ini dipengaruhi oleh nilai lahan karena pada dasarnya pusat kota atau perumahan membutuhkan utilitas yang lebih lengkap untuk menunjang kehidupan dan kegiatan warganya sehingga memerlukan biaya yang lebih besar dibandingkan lokasi lainnya.

Selanjutnya adalah aksesibilitas lahan untuk menarik pelanggan bila dekat dengan pusat kota, semakin tinggi intensitas dan keragaman kegiatan yang memberi fasilitas saling melengkapi (Spreiregen, 1960). Pengaruh ring road dan radial road sangat dominan dalam perubahan fungsi lahan. Perubahan menjadikan perpotongan jalan antara keduanya menyebabkan tumbuh pusat-pusat perdagangan dan jasa komersial baru (Yunus dalam Syahrir, 2010).

Keempat mengenai faktor karakteristik personal pemilik lahan dimana perubahan pemanfaatan lahan perumahan bukan hanya berasal dari luar perumahan, tetapi juga berasal dari dalam masyarakat yang menghuni kawasan perumahan tersebut. Contohnya seperti pertambahan penduduk yang dapat merubah struktur masyarakat, seperti perubahan mata pencaharian yang akhirnya mencari lahan pekerjaan baru dengan cara pemanfaatan lahan yang ia miliki seperti berdagang.

Faktor kelima mengenai peraturan mengenai pemanfaatan lahan yang sesuai dengan aturan tata ruang yang telah ditetapkan. Perubahan fungsi lahan akan terjadi bila masyarakat tidak memperhatikan, tidak menaati dan tidak konsisten terhadap pemanfaatan, penggunaan serta pengembangan fungsi lahan secara baik dan benar sesuai aturan.

(25)

Kesimpulan dari kajian pustaka ini adalah enam faktor penting dalam proses perubahan pemanfaatan lahan perumahan menurut Yunus adalah karakteristik nilai lahan, kelengkapan utilitas, aksesibilitas lahan, karakteristik personal pemilik lahan, peraturan pemanfaatan lahan dan inisiatif pembangun komersial (Syahrir, 2010).

Dalam penelitian ini beberapa faktor yang sesuai dengan kondisi perumahan di Desa Bungaya yaitu kelengkapan utilitas, aksesibilitas lahan dan peraturan pemanfaatan lahan dan inisiatif pembangun komersial.

2.4.5 Teori Strategi Pengendalian Kawasan

Strategi adalah suatu rangkaian kebijakan atau tindakan yang dilakukan terus menerus oleh suatu lembaga atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal yang dimiliki. Strategi selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Strategi juga merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya , 2006:100-101).

Pengendalian merupakan proses penentuan, apa yang harus di capai yaitu standar, apa yang sedang di lakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.

Dapat disimpulkan secara umum konsep strategi pengendalian dapat diartikan sebagai suatu rangkaian kebijakan atau tindakan yang dilakukan secara terus menerus, dengan memanfaatkan peluang, ancaman dan sumber daya serta kemampuan yang dimiliki, pada setiap tahap perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya secara berkelanjutan. Dengan demikian pengamatan lingkungan eksternal dan internal merupakan proses awal dari konsep strategi pengelolaan, dilanjutkan dengan perencanaan yang keberadaanya diperlukan untuk memberikan arah dan patokan dalam suatu kegiatan. Pengorganisasian berkaitan

(26)

dengan penyatuan seluruh sumber daya dan kemampuan yang ada untuk bersinergi dalam mempersiapkan pelaksanaan kegiatan. Tahap selanjutnya adalah pengarahan dan pelaksanaan kegiatan yang selalu berpedoman pada perencanaan yang telah ditetapkan. Tahap terakhir adalah pengawasan yang meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi untuk memperbaiki program kegiatan berikutnya sehingga tujuan yang telah direncanakan tercapai dengan baik.

Dalam penelitian ini dapat ditinjau pengertian strategi pengendalian yang dimaksud Strategi pengendalian merupakan suatu rangkaian kebijakan atau tindakan yang dilakukan secara terus menerus, dengan memanfaatkan peluang, ancaman dan sumber daya serta kemampuan yang dimiliki serta pengendalian pemanfaatan yang berkelanjutan dan diharapkan rumah tetap bisa mengakomodasi kegiatan perdagangan dan jasa tanpa meninggalkan fungsi rumah sebagai hunian dan fungsi kawasan sebagai desa wisata.

2.5 Hipotesa

Berdasarkan kerangka pemikiran pada tabel 2.1 yang menjadi panduan penelitian, maka diajukan hipotesis atau jawaban sementara dengan pernyataan sebai berikut:

1. Diduga bahwa komponen pariwisata mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan fungsi hunian, dimana perubahan fungsi hunian merupakan dampak yang terjadi setelah ditetapkannya Desa Bungaya sebagai desa wisata.

2.6 Model Penelitian

Model Penelitian merupakan sintesis antara teori yang relevan dengan masalah peneliti. Adapun model penelitian ini dijelaskan dalam bagan di bawah :

(27)

Gambar 2.2 Model Penelitian Pengaruh Komponen Pariwisata terhadap Perubahan Fungsi Hunian di Desa Bungaya

Rumusan Masalah 3

Bagaimana strategi pengendalian fungsi hunian yang sesuai dengn karakteristik

desa wisata Bungaya ?

Tujuan Penelitian 1

Untuk mengetahui pengaruh pariwisata di Desa Bungaya terhadap perubahan fungsi hunian dalam lingkungan perumahan Desa Bungaya

Tujuan Penelitian 3

Untuk menyusun strategi pengendalian fungsi hunian yang sesuai dengn karakteristik desa wisata Bungaya

Tujuan penelitian 2

Untuk mengetahui komponen pariwisata yang dominan mempengaruhi perubahan fungsi hunian di Desa Bungaya

KONSEP

perubahan fungsi hunian dan konsep manajemen hunian yang sesuai

Rumah sebagai hunian

komponen pariwisata peribahan fungsi hunain

Data Primer

Pengamatan awal/ grandtour dan observasi terhadap kawasan perumahan di Desa Bungaya,

perubahan yang terjadi, dan keterkaitan teori komponen pariwisata dengan data lapangan

Data Sekunder

• studi literatur/ buku/ regulasi • hasil penelitian sejenis • artikel di media cetak dan

elektronik

Objek Penelitian Desa Bungaya

Perubahan Fungsi Hunian Permasalahan

Rumusan Masalah 1

Bagaimana pengaruh pariwisata di Desa bungaya terhadap perubahan fungsi hunian dalam lingkungan perumahan Desa Bungaya?

Rumusan Masalah 2

Apakah komponen pariwisata yang dominan mempengaruhi perubahan fungsi hunian di Desa Bungaya ?

Teori

metode analisa Hasil

(28)

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Tabel 2.2  Matrik Komponen Pariwisata  No.  Pendapat Ahli dan Lembaga
Gambar 2.2 Model Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu pengusaha perlu mengetahui bagaimana bauran pemasaran yang mereka terapkan seperti produk, harga, promosi dan distribusi, hal tersebut menuntut kemampuan

Pujangga ternama kita Ranggawarsita, dan beberapa futurolog yang kita kenal seperti Alvin Toffler, Daniel Bell, Duane Elgin, dsb pernah mengisyaratkan bahwa dunia

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

Maka distribusi merupakan sebagai salah satu fungsi atau kegiatan perusahaan mempunyai peranan yang cukup penting dalam membantu perusahaan untuk meraih peluang ini sehingga

Bidang adalah Bidang-Bidang pada Dinas Daerah Kabupaten Buleleng yang dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas melalui

LSF dapat meningkatkan rasa dan menurunkan bau amis telur dan mampu memodifikasi kadar protein, lemak, kolesterol dan kadar karoten kuning telur dan komposisi asam amino lisin dan

(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD sebagaimana

Dengan teknologi multimedia dapat digunakan sebagai media pembuatan video profil “Vihara Dhama Sundara” yang menjadi media informasi dan promosi agar dikenal oleh masyarakat