• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indonesia: Negara Hukum yang Berdasarkan Pancasila 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Indonesia: Negara Hukum yang Berdasarkan Pancasila 1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Indonesia: Negara Hukum yang

Berdasarkan Pancasila

1

Aloysius R. Entah*

Fakultas Hukum, Universitas Merdeka Malang Jawa Timur

Negara hukum adalah Negara yang berdiri diatas pijakan hukum untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam teori dan praktek bernegara, kita mengenal konsep negara hukum “Rechtstaat”, konsep negara hukum “Rule of Law”, konsep negara hukum “Religy Legality” dan ”Nomokrasi Islam”, konsep negara hukum “Socialis Legality”, dan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia berpijak pada konsep “Negara hukum yang berdasarkan Pancasila”

Kata kunci: Negara hukum, macam-macam konsep Negara hukum, dan Negara hukum Pancasila

Pendahuluan

Pemikiran tentang Negara hukum di mulai ketika seorang filsuf Yunani kuno Plato mengetengahkan konsep penyelenggaraan Negara yang baik Ia menyebutkan sebuah negara yang baik hanya akan bisa diatur berdasarkan aturan-aturan (hukum) yang baik. Negara demikian ini disebutnya dengan istilah nomoi, sebuah kata yang berasal dari kata nomos dalam bahasa Yunani yang berarti hukum alam atau hukum kodrat. Sementara itu seorang filsuf Romawi kuno yang bernama Cicero (106-43 SM) juga pernah mengatakan bahwa dimana ada masyarakat disitu pasti ada hukum (Ubi societas ibi Ius). Ungkapan itu menunjukkan

1 Naskah call for paper Seminar Nasional dengan tema “REVITALISASI

IDEOLOGI DALAM ARAS GLOBAL PERSPEKTIF NEGARA HUKUM” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang tanggal 16 Nopember 2016, Naskah ini pernah dimuat dalam epilog buku Prof. H. Dardji Darmodiradjo, S.H. SEKITAR PANCASILA, UUD 1945 dan PEMBANGUNAN SISTEM HUKUM INDONESIA Edisi Revisi tahun 2014, penerbit Surya Pena Gemilang. Kemudian dengan tambahan perubahan dijadikan naskah call for paper dalam Seminar ini.

*Surel: aloyrentah@yahoo.co.id

ISSN (Cetak) 2614-3216 ISSN (Online) 2614-3569 © 2016 Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh http://www.fh.unnes.ac.id

(2)

bahwa setiap manusia dimanapun mereka berada selalu terikat pada aturan-aturan atau norma-norma kehidupan (hukum kodrat).

Dalam praktek kekuasaan ide Negara hukum mulai populer abad 17, sebagai akibat dari situasi sosial politik di Eropah. Ketika itu di beberapa Negara muncul kekuasaan absolut yang telah menyebabkan penindasan dari para bangsawan atas golongan kelas menengah yang terdiri dari para cendikiawan pandai dan orang-orang kaya. Konsep etatisme atau Negara adalah saya yang digunakan oleh penguasa pada saat itu untuk mempertahankan kekuasaan dan memperkaya diri sendiri, telah memunculkan perasaanm tidak puas yang mendalam di masyarakat. Itulah sebabnya golongan kelas menengah itu bangkit menuntut agar diadakan suatu perubahan struktur sosial politik. Merekalah yang pertama-tama mendambakan dibentuknya suatu Negara hukum yang liberal, agar setiap orang dapat dengan aman dan bebas mencari penghidupan yang layak bagi diri mereka sendiri. Orang yang paling berjasa mengembangkan konsep Negara hukum itu adalah Immanuel Kant dan Frederich yulius Stahl.

Macam-macam Konsep Negara Hukum 1. Konsep Negara Hukum “Rechtstaat”

Konsep Negara hukum “Rechtstaat” lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme para raja sehingga sifatnya revolusioner dan bertumpu pada sistem hukum Eropah Kontinental atau Civil Law atau Modern Roman Law. Konsep Rechtsstaat sejalan dengan lahirnya faham Liberalisme yang berkembang pula pengertian “Negara Hukum Liberal” atau Negara hukum dalam arti sempit seperti yang diajarkan oleh Immanuel Kant (1724-1804) yakni “Nachtwakerstaat” atau “Negara Penjaga Malam”. Kemudian Frederich Julius Stahl, seorang sarjana Jerman pada tahun 1878 mengoreksi dan menyempurnakan faham Negara Hukum Liberal dengan konsep negara hukum dalam arti luas “Negara Hukum Kesejahteraan” (Welfarestaat), dengan unsur-unsur utama:

1. Adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia

2. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan Negara untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia

3. Pemerintahan berdasarkan peraturan 4. Adanya peradilan administrasi.

2. Konsep Negara Hukum “Rule of Law”

Konseo “Rule of Law” lahir dan berkembang secara evolusioner dan bertumpu pada sistem hukum Anglo Saxon (Common Law Inggris). Dalam bahasa Inggris sesungguhnya tidak mengenal istilah “Negara Hukum”. Namun demikian tidak berarti Inggris tidak mengenal Negara

(3)

hukum. W. Friedmann dalam bukunya Legal Theory (1967), mengatakan Inggris menggunakan istilah lain untuk Negara hukum, pembatasan kekuasaan Negara oleh Rule of Law. Jadi Negara hukum adalah Negara yang kekuasannya dibatasi oleh Rule of Law. Istilah Rule of Law mulai popular dengan terbitnya buku Albert Venn Dicey pada tahun 1885 dengan judul Introduction to the Study of Law of the Constitution. A. V. Dicey memperkenalkan adanya tiga unsur dari Rule of Law, yaitu:

1. Supremacy of Law (Supremasi Hukum), kekuasaan tertinggi di dalam Negara adalah hukum

2. Equality before the Law, Persaman dalam kedudukan hukum bagi setiap orang.

3. Human Rights, Hak-hak Asasi Manusia.

3. Konsep Negara Hukum “Religy Legality” dan “Nomokrasi

Islam”

Seperti yang ditulis oleh Bahder Johan Nasution (2011: 40); Ide dasar Konsep Negara Agama (Religy Legality) bersumber dari pemikiran pada masa abad pertengahan, terutama dimulai dari atau ditandai dengan lahirnya tulisan-tulisan filsuf kristiani yang dipelopori oleh Thomas Aquinas (1225-1274). Pandangan Thomistik dari Thomas Aquinas mengenai hukum alam, mempostulatkan bahwa hukum alam merupakan bagian dari hukum Tuhan yang dapat diketahui melalui penggunaan nalar manusia meluasnya pemikiran keagamaan pada masa itu, menyebabkan terjadinya perubahan terhadap konsep-konsep yang mendasari pandangan negara. Dalam filsafatnya tentang hukum, Thomas Aquinas mengadakan perbedaan hukum dalam 4 golongan yaitu; lex aeterna, lex naturalis, lex divina dan lex humania. Hukum abadi (lex aeterna) ialah hukum dari keseluruhan yang berakar pada Tuhan berkenaan dengan penciptaan alam semesta dengan segala isinya, Segala sesuatu yang berada di alam semesta ini tunduk dan harus berjalan sesuai dengan apa yang digariskan oleh hukum abadi.

Konsep “Nomokrasi Islam” sebuah istilah yang oleh M. Tahir Azhary (2003: 83) dengan mengutip Malcolur H. Kerr untuk suatu Negara hukum yang bersumber dari Qur’an dan Sunnah. Kata Nomorcracy, berasal adri kata nomos yang berarti hukum atau norma, dan Cratein yang berarti memerintah. Maka, kata nomocracy berarti penyelenggaraan kekuasaan berdasarkan hukum atau norma dan “Nomocracy Islam” berarti penyelenggaraan kekuasaan berdasarkan Islam (Qur’an dan Sunnah). Menurut M. Tahir Ashary (2003: 85, 100), Nomokrasi Islam adalah suatu Negara hukum yang memiliki prinsip-prinsip umum, sebagai berikut:

(4)

2. Prinsip musyawarah / musyawarat 3. Prinsip keadilan

4. Prinsip persamaan

5. Prinsip pengakuan dan perlindungan setiap hak-hak asasi manusia

6. Prinsip peradilan bebas 7. Perdamaian

8. Kesejahteraan 9. Ketaatan rakyat

4. Konsep Negara Hukum “Socialist Legality”

Menurut M. Tahir Ashary (2003: 91) Socialist Legality adalah suatu konsep yang dianut dinegara-negara komunis / sosialis yang tampaknya hendak mengimbangi konsep Rule of Law yang dipelopori oleh Negara-negara Anglo Saxon. Konsep Sosialist Legality, bersumber dari rasio manusia, komunis, ateis, totaliter, kebebasan beragama yang semu, dan kebebasan propaganda anti agama. Unsur-unsur utama konsep Socialist Legality adalah:

1. Perwujudan Sosialisme

2. Hukum adalah alat dibawah Sosialisme

3. Penekanan pada Sosialisme, realisasi sosialisme ketimbang hak-hak perorangan.

5. Konsep Negara Hukum yang Berdasarkan Pancasila

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Negara hukum. Penjelasan UUD 1945 menegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (Rechtstaat) bukan negara kekuasaan (Machtstaat). Pernyataan tersebut kemudian dalam UUD 1945 hasil amandemen (1999-2002) diatur dalam pasal 1 ayat (3) yang menetapkan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”

Dengan memperhatikan konsep-konsep Negara hukum seperti diuraikan dalam pembahasan butir 1, 2, 3, dan 4 diatas, maka Indonesia tidak menganut konsep Rechtstaat, Rule of Law, Religy Legality dan Nomocracy Islam, serta Socialist Legality, melainkan menganut konsep Negara hukum yang berdasarkan Pancasila atau “Negara Hukum Pancasila”.

Konsep Negara hukum Pancasila bersumber dari nilai-nilai sosial budaya Indonesia yang kristalisasinya adalah Pancasila sebagai Dasar Negara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan “Staatsfundamentalnorm” Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tiap-tiap bangsa pada saat mendirikan Negara, apakah atas kesepakatan damai atau melalui jalan revolusi, tentu mempunyai

(5)

“Staatfundamentalnormnya” sendiri-sendiri (masing-masing), apakah itu disebut filsafat, filsafat hidup, Weltanscaung, ideologi, cita Negara, dasar Negara, cita hukum dll.

Hans Naviasky (murid Hans Kelsen) sebagaimana dikutip Dardji Darmodihardjo (2009, h. 38-39) mengatakan bahwa Staatsfundamental-norm mempunyai 2 fungsi yaitu fungsi konstitutip dan fungsi regulatip (untuk dasar menyusun konstitusi dan untuk mengatur (tolok ukur) peraturan perundang-undangan di bawah konstitusi atau UUD).

Berdasarkan teori Hans Naviasky tersebut, Staatsfundamental-norm tidak dapat dirubah / diganti / dihapuskan oleh lembaga lain, kecuali oleh badan yang sama yaitu badan yang menetapkan staatfundamentalnorm semula yang pertama.

Menurut Philipus M. Hadjon (1987, h. 90) elemen-elemen penting Negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah:

1. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan kerukunan,

2. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan Negara,

3. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir jika musyawarah gagal,

4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Menurut Jimly Assidiqie (2010) prinsip-prinsip Negara hukum dapat dielaborasi menjadi 12 unsur, yaitu:

1. Supremasi hukum

2. Persamaan dalam hukum 3. Asas legalitas

4. Pembatasan kekuasaan

5. Organ-organ pemerintah yang independen 6. Peradilan yang bebas dan tidak memihak 7. Peradilan Tata Usaha Negara

8. Peradilan Tata Negara

9. Perlindungan Hak Asasi Manusia 10. Bersifat demokratis

11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara 12. Transparasi dan control social

Secara umum dapat saya katakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah “Negara Hukum Pancasila” atau Negara hukum yang berdasarkan Pancasila, dengan ciri-ciri:

1. NKRI yang berbhineka bukan Negara Sekuler, bukan Negara Agama dan bukan Negara Atheis, melainkan Negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang bersifat universal menurut macam-macam agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;

(6)

2. NKRI adalah Negara yang menjunjung tinggi persamaan hak dan menghormati perbedaan, serta cinta perdamaian atas dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab;

3. NKRI berdasarkan Persatuan Indonesia yang ber Bhineka Tunggal Ika dan melindungi seluruh bangsa Indonesia serta tumpah darah Indonesia;

4. NKRI adalah Negara demokratis yang selalu mengutamakan musyawarah mufakat atas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan tidak menganut demokrasi liberal yang mengutamakan pemungutan suara (voting) dalam pengambilan keputusan; 5. NKRI ingin mewujudkan masyarakat yang aman, tertib, damai,

adil, makmur, dan sejahtera atas dasar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Penjabaran Nilai-nilai Pancasila sebagaimana tersebut diatas, diatur dalam peraturan Per-Undang Undangan sesuai dengan Tata Urutan Peraturan Per-Undang Undangan Republik Indonesia sebagaimana terakhir diatur dalam Undang Undang Nomor 12 tahun 2011. Menurut Pasal 7:

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 8

(1). Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan

(7)

Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang-Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

(2). Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Penutup

Guna mewujudkan cita-cita “Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila”, persoalannya adalah bagaiamana melakukan pembenahan sistem dan politik hukum. Sistem hukum adalah sistem hukum yang berdasarkan Pancasila. Politik hukum adalah persoalan bagaimana memilih atau menentukan hukum mana yang sesuai atau tidak bertentangan dengan Pancasila.

Politik hukum nasional mengalami dinamika seuai dengan situasi politik negara, mulai awal kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai saat ini kita memasuki era reformasi dan 71 tahun Merdeka.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 yang berkelanjutan 2009-2014, program pembangunan hukum, antara lain persoalan pembenahan sistem dan politik hukum, dengan mengedepankan permasalahan : substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Dari permasalahan tersebut diatas, melahirkan arah kebijakan : menata kembali substansi hukum, melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum.

Kerangka pembenahan sistem dan politik hukum dengan permasalahan substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum, telah mengadopsi konsep Lawrence Meir Friedman yang tekenal dengan 3 unsur sistem hukum (Three Elements of Legal System) yaitu : Stuktur (Structure), Substansi (Substance), Budaya Hukum (Legal Culture).

Sejauh ini progam pembangunan hukum masih dihadapkan permasalahan : Tumpang tindih dan inkonsistensi peraturan perundang-undangan, implementasi undang-undang terhambat peraturan pelaksanaannya, tidak adanya perjanjian ekstradisi dan Mutual Legal Assistance (MLA), kurangnya interdepedensi kelembagaan hukum, akuntabilitas kelembagaan hukum, SDM di bidang hukum, timbulnya degradasi budaya hukum dilingkungan masyarakat, menurunnya kesadaran akan hak dan kewajiban hukum masyarakat. Tumpang tindih dan inkonsistensi peraturan perundang-Undangan harus dimulai dari amandemen ke 5 UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan sila

(8)

keempat Pancasila yang semangatnya telah berubah dalam amandemen 1999-2002 dimana dalam salah satu pasal amandemen sila ke 4 (demokrasi Pancasila) telah berubah menjadi demokrasi liberal. Sebenarnya komisi Konstitusi yang dibentuk oleh MPR setelah hasil amandemen 1 sampai 4 telah menyelesaikan tugasnya mengevaluasi hasil amandemen dan telah menyerahkan hasilnya tahun 2003, namun belum ditindak lanjuti oleh MPR

Daftar Pustaka

Azhary, Muhammad Tahir, Negara Hukum, Kencana, Jakarta, 2003. Darmodihardjo, Dardji, Sekitar Pancasila, UUD 1945, dan Pembangunan Sistem Hukum Indonesia, Editor Aloysius R. Entah, Bayu Media, Malang, 2009.

Dicey, A. V. Pengantar Studi Hukum Konstitusi (terjemahan), Nusa Media, Jakarta, 2007.

Ensiklopedia Pemerintahan dan Kewarganegaraan jilid 6, PT Ikrar Mandiri Abadi, Jakarta, 2003.

Entah, Aloysius R., 62 tahun Indonesia Merdeka “Negara Hukum Pancasila” masih merupakan harapan, Majalah Kana, Agustus, 2007.

Entah, Aloysius R., Prularisme Hukum Privat / Hukum Perdata di Indonesia”, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Ilmu Hukum bidang Hukum Perdata pada Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang, tanggal 17 Januari 2011.

Friedman, Lawrence Meir, American LAW An Introduction (Hukum Amerika sebuah Pengantar), Penerjemah Wishnu Basuki, P.T. Tatanusa, Juli 2001, halaman 6-9.

Friedman, W., Legal Theory, Columbia University, New York, 1967. Hadjon, Philipus. M., Perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia, Bina

Ilmu Surabaya, 1987.

Harahap, Krisna, Konstitusi Republik Indonesia, PT. Grafiti, Budi Utami, 2004

Martosoewignyo, H. R. Taufik Sri Sumantri, Mengawal Konstitusi, Unpad Press, 2006

Nasution, Bahder Johan, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2011

UUD 1945 hasil amandemen 1999-2002

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

(9)

Lampiran

4 (EMPAT) PEDOMAN

KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA INDONESIA

1. NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA sebagai landasan Geografis

2. BHINEKA TUNGGAL IKA sebagai landasan Sosiologis-Antropologis

3. PANCASILA sebagai landasan Ideologis

4. UNDANG-UNDANG DASAR 1945 sebagai landasan Konstitusional

Malang, 2106

Aloysius R. Entah.

N.B.:

Istilah 4 Pilar kurang sesuai dan telah dibatalkan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi

(10)

Lampiran

NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA YANG BERBHINEKA TUNGGAL IKA BERDASARKAN “PANCASILA” DAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

1. NKRI Berdasarkan KETUHANAN YANG MAHA ESA yaitu: a. Ketuhanan yang Universal menurut berbagai agama dan

kepercayaan

b. Bukan Negara sekuler, bukan Negara agama, dan bukan Negara atheis.

c. NKRI Berdasarkan KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB yaitu Kemanusiaan yang;

(1) Menghormati persamaan hak (2) Menghormati perbedaan (3) Mencintai Perdamaian

2. NKRI berdasarkan PERSATUAN INDONESIA yaitu: a. Persatuan Indonesia yang Berbhineka Tunggal Ika

b. Mencintai persatuan mulai dari Komunitas kecil, Keluarga, Masyarakat, Bangsa, Negara, Regional dan Internasional 3. NKRI berdasarkan KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH

HIKMAH KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN yaitu

a. Selalu mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil keputusan

b. Melestarikan ciri khas “Gotong Royong” dalam kehidupan bermasyarakat.

4. NKRI berdasarkan KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA, yaitu mewujudkan masyarakat yang; a. Aman, tertib dan damai.

b. Adil, makmur dan sejahtera.

Malang, 2016

Referensi

Dokumen terkait

Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara, yaitu sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, bahwa Pancasila

b. Pancasila sebagai ideologi nasional dari Negara Kesatuan Republik Indonesia Kalian pasti kerap mendengar istilah ideologi. Tahukah apa artinya? Secara harfiah ideologi

Simpulan.. Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Oleh karena itu, sosialisasi empat pilar Bangsa yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai Dasar Negara

*Bela Negara : adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan

Strategi pertahanan negara yang dapat menjamin tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sekaligus untuk merespon tantangan pertahanan negara ke depan,

Berdsarkan hasil pembahasan bahwa arti pancasila sangat penting dalam mempertahankan Negara kesatuan Republik Indonesia, karena dasar negara bagi suatu negara

Pancasila Sebagai Ideologi Negara Dan Hak Asasi Manusia Dalam Menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia cara menguraikannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari