BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Proyek Konstruksi
Terdapat dua jenis aspek manajemen pelaksana proyek konstruksi yaitu : aspek manajemen proyek dan aspek manajemen konstruksi. Karena kedua aspek manajemen tersebut sangat berpengaruh dalam menentukan variebel dan sub faktor penyebab keterlambatan pelaksanaan proyek. Seperti penjelasan di atas, maka penulis merangkumnya di dalam menentukan variebel penelitian di samping aspek-aspek lain yang di kombinasi. Definisi manajemen proyek adalah semua perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) hingga berakhirnya proyek untuk menjamin pelaksanaan proyek secara tepat waktu, tepat biaya, dan tepat mutu (Ervianto, 2005).
Manajemen proyek adalah semua perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) sampai terselesainya proyek untuk menjamin bahwa proyek dilaksanakan tepat waktu, tepat biaya, dan tepat mutu (Ervianto, 2002). Ervianto juga mendefinisikan manajemen konstruksi sebagai sumber daya yang terlibat dalam proyek konstruksi dapat diaplikasikan oleh manajer proyek secara tepat. Sumber daya dalam proyek konstruksi dapat dikelompokan sebagai :
manpower, materiil, money, and method.
Manajemen proyek konstruksi adalah suatu metode untuk mencapai suatu hasil dalam bentuk bangunan atau infrastruktur yang di batasi oleh waktu dengan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif. Pada hakekatnya manajemen proyek konstruksi menurut Ervianto (2005) ada dua pemahaman yang pada pelaksanaanya menjadi satu kesatuan dalam mencapai tujuan proyek yaitu :
1. Teknologi Konstruksi (construction technology) yaitu mempelajari metode atau teknik tahapan melaksanakan pekerjaan dalam mewujudkan bangunan fisik di suatu lokasi proyek, sesuai dengan spesifikasi teknik yang disyaratkan
2. Manajemen Konstruksi (construction management) yaitu baagaimana sumber daya (man, material, machine, money, method) yang terlibat dalam pekerjaan dapat di
kelola secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan proyek sesuai dengan ketentuan/hukum yang berhubungan dengan konstruksi.
Manajemen konstruksi telah diakui sebagai suatu cabang manajemen yang khusus, yang dikembangkan dengan tujuan untuk dapat melakukan koordinasi dan pengendalian atas beberapa kegiatan pelaksanaan proyek yang sifatnya kompleks.
Dengan demikian, teknik/manajemen yang dapat mengkomodasi kebutuhan sumber daya konstruksi selalu dilakukan peninjauan dan penyesuaian terus menerus, setiap saat dalam menyelesaikan pelaksanaan pekerjaan yang sedang berjalan.
Manajemen konstruksi memerlukan pengelolaan yang baik dan terarah karena suatu proyek memiliki keterbatasan hingga tujuan akhir dari suatu proyek konstruksi bias tercapai. Pengelolaan yang diperlukan meliputi tiga hal yang dikenal dengan istilah triple
constraint yaitu biaya (cost), mutu (scape), dan waktu (schedule). Ketiga batasan
tersebut saling mempengaruhi dalam keberhasilan suatu proyek. 2.2 Definisi Resiko
Sebagian besar pendapat orang mengenai resiko adalah kerugian, padahal sebenarnya belum tentu demikian, resiko bila dibandingkan dari sisi positif merupakan suatu kesempatan yang dapat mendatangkan keuntungan, namun dari sisi negatifnya resiko adalah suatu tantangan yang harus ditanggapi dan ditanggulangi.
Beberapa ahli berpendapat mengenai resiko adalah : 1.1. Loosemore dkk (1993),
Resiko merupakan fenomena yang komples yang meliputi dimensi fisik, keuangan, budaya, sosial dan bagi kebanyakan manager menganggap resiko lebih pada suatu kejadian yang tidak dapat di prediksi yang mungkin terjadi dikemudian hari dan hasilnya dapat berpengaruh pada keuntungan dan tujuan awal.
1.2.Raftery (1994) mengatakan,
“Risk and untertainty characterizae situation where the actual outcome for a particular event or activity is likely to deviate from the estimate or forecast value. Risk can travel in twi direction : the outcome may be better or worse than originally expected”. Dari pernyataan di atas dapat di asumsikan bahwa resiko merupakan
fenomena yang kompleks dan tidak dapat di prediksi namun tidak selalu merupakan kerugian tetapi juga mengandung kesempatan yang lebih baik.
2.2.1 Identifikasi Resiko
Identifikasi resiko berguna untuk mengetahui resiko mana saja yang mungkin mempengaruhi proyek serta mendokumentasikan karakteristiknya. Identifikasi resiko merupakan proses yang berlangsung terus menerus, karena kemungkinan ada resiko yang baru akan diketahui sepanjang proyek tersebut berlangsung. Secara garis besar ada dua kategori resiko yaitu resiko internal dan eksternal. Resiko internal adalah resiko yang berasal dari perusahaan atau proyek itu sendiri. Contoh : biaya, produktivitas, kontrak, waktu penyelesaian, dll. Sedangkan resiko eksternal adalah resiko yang berasal bukan dari perusahaan atau proyek itu, contoh : kondisi politik, inflasi dll.
Menurut Smith (1999) Resiko dapat juga diidentifikasikan dari sumber dan dampak kerugiaanya. Berdasarkan sumbernya resiko dapat diidentifikasi dan digolongkan dalam kategori sebagai (a) resiko financial, yaitu resiko yang berhubungan dengan masalah perekonomian dan keuangan baik dari keuangan perusahaan maupun dari perekonomian negara. Mantapnya perekonomian perusahaan maupun negara dapat menjamin suatu proyek, contoh: eskalasi/ inflasi, jadwal pembayaran termin. (b) resiko hukum yaitu resiko yang menyangkut hukum dan perundang undangan yang berhubungan dengan proyek, contoh: proses perijinan. (c) resiko politik, dimana mantapnya suasana politik di suatu negara menjamin keberlangsungan proyek. Jika suasana politik tidak mendukung maka investor dapat menarik dana investsi yang telah ditanamkan. (d) resiko sosial yaitu resiko yang menyangkut sosial masyarakat, contoh: penerimaan masyarakat terhadap proyek yang sedang dijalankan.
Selain resiko di atas, ada resiko lain di hadapi yaitu (e) resiko lingkungan yaitu resiko yang dapat mempengaruhi lingkungan di sekitar proyek, contoh: perubahan lingkungan yang terjadi akibat proyek yang sedang berlangsung, polusi, dll. (f) resiko komuniksi yaitu resiko yang berhubungan dengan komunikasi baik dengan masyarakat yang berada dekat proyek maupun komunikasi antar personal dan institusi yang terkait dengan proyek yang sedang berlangsung. (g) resiko geografis dan resiko geoteknik yaitu resiko yang timbul akibat kondisi geografis lokasi proyek serta teknik yang digunakan untuk mengatasi kondisi geogrfis suatu proyek. (h) resiko konstrusi yaitu resiko yang
berhubungan dengan proses konstruksi, contoh: produktivitas, cuaca, schedule sumber daya material, manusia dan alat. (i) resiko teknis yaitu resiko yang berhubungan dengan masalah teknis, contoh: ketersediaan data awal, ketersediaan material dan komponennya. (j) resiko logistik yaitu resiko yang menyangkut logistik proyek, contoh; ketersediaan sumber daya manusia, material dan alat.
2.2.2 Analisis Resiko
Resiko adalah hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada suatu kegiatan / aktivitas yang di lakukan manusia, termasuk aktivitas proyek pembangunan proyek dan proyek konstruksi. Karena dalam setiap kegiatan seperti kegiatan konstruksi pasti ada berbagai ketidakpastian (uncertainty). Faktor ketidakpastian inilah yang akhirnya menyebabkan timbulnya resiko pada suatu kegiatan. Para ahli mengidentifikasi resiko sebagai berikut:
1. Loosemore dkk (1993),
Resiko merupakan fenomena yang kompleks yang meliputi dimensi fisik, keuangan, budaya dan sosial dan bagi kebanyakan manager menganggap resiko lebih pada suatu kejadian yang tidak dapat diprediksi yang mungkin terjadi dikemudian hari dan hasilnya dapat berpengaruh pada keuntungan dan tujuan awal.
2. Raftery (1994) mengatakan,
“Risk and untertainty characterizae situation where the actual outcome for a particular event or activity is likely to deviate from the estimate or forecast value. Risk can travel in twi direction : the outcome may be better or worse than originally expected”. Dari pernyataan di atas dapat di asumsikan bahwa resiko merupakan
fenomena yang kompleks dan tidak dapat di prediksi namun tidak selalu merupakan kerugian tetapi juga mengandung kesempatan yang lebih baik.
2.2.3 Jenis – Jenis Resiko
Menurut Smith (1999) Resiko dapat juga diidentifikasi dari sumber dan dampak kerugiannya. Berdasarkan sumbernya resiko dapat diidentifikasi digolongkan dalam kategori sebagai beriku :
1. Resiko finansial, yaitu resiko yang berhubungan dengan masalah perekonomian dan keuangan baik dari keuangan perusahaan maupun dari perekonomian Negara. Mantapnya perekonomian perusahaan maupun negara dapat menjamin keberlangsungan suatu proyek, contoh: eskalasi/ inflasi, jadwal pembayaran termin.
2. Resiko hukum yaitu resiko yang menyangkut hukum dan perundang undangan yang berhubungan dengan proyek, contoh: proses perijinan.
3. Resiko politik, dimana mantapnya suasana politik di suatu negara menjamin keberlangsungan proyek. Jika suasana politik tidak mendukung maka investor dapat menarik dana investasi yang telah di tanamkan.
4. Resiko sosial yaitu resiko yang menyangkut solusi masyarakat, contoh: penerimaan masyarakat terhadap proyek yang sedang dijalankan.
5. Resiko lingkungan yaitu resiko yang dapat mempengaruhi lingkungan di sekitar proyek, contoh: perubahan lingkungan yang terjadi akibat proyek yang sedang berlangsung,polusi,dll.
6. Resiko komunikasi yaitu resiko yang berhubungan dengan komunikasi baik dengan masyarakat yang berada dekat proyek maupun komunikasi antar personal dan institusi yang terkait dengan proyek yang sedang berlangsung. 7. Resiko geografis dan resiko geoteknik yaitu resiko yang timbul akibat kondisi
gografis lokasi proyek serta teknik yang digunakan untuk mengatasi kondisi geografis suatu proyek.
8. Resiko konstruksi yaitu resiko yang berhubungan dengan proses konstruksi, contoh: produktivitas, cuaca, scheduling sumber daya material, manusia dan alat.
9. Resiko teknis yaitu resiko yang berhubungan dengan masalah teknis, contoh: ketersediaan data awal, ketersediaan material dan komponennya.
10. Resiko logistik yaitu resiko yang menyangkut logistik proyek, contoh: ketersediaan sumber daya manusia, material dan alat.
2.2.4 Faktor Penyebab Resiko
Resiko atau ketidakpastian terjadi dalam suatu proyek konstruksi disebabkan oleh beberapa hal berikut ini : (Krishna, 2005)
1. Ketidak jelasan atau kekurangan pada dokumen kontrak. 2. Pengaturan kontak yang tidak sesuai dengan pekerjaaan.
3. Metode tender tidak tepat.
4. Pengalihan resiko yang dibebankan sepenuhnya hanya kepada suatu pihak 5. Ketidak sesuaian personil dengan jenis proyek.
6. Pengaturan hubungan dan komunikasi antar personil.
7. Pembebanan resiko kepada pihak yang tidak memiliki kemampuan untuk menanggung tesiko.
8. Kebangkrutan dari salah satu pihak yang terlibat kontrak.
9. Kondisi pihak - pihak yang terlibat dalam kontrak, terutama kordinasi lebih dari dua pihak yang terlibat.
10. Kesalahan interprestasi dokumen kontrak akibat penulis yang bermakna vague (tidak jelas) atau akibat adanya perubahan standar dokumen kontrak.
11. Adanya klasual yang rancu.
12. Pengaturan kontrak lebih menekankan pada metode dibandingkan hasil akhir. 13. Ketidaklengkapan atau ketidakjelasan gambar desain yang menimbulkan
pertentangan antara gambar structural, arsitektur dan gambar teknis.
14. Kontrak bertujuan mengatur hak, kewajiban dan tanggung jawab setiap pihak yang terlibat, termasuk mengatur alokasi resiko bagi masing – masing pihak yang terkait dalam kontrak.
15. Kontrak merupakan suatu trade off antara harga yang di tawarkan kontraktor untuk melaksanakan pekerjaan dengan kemampuan untuk menerima resiko. 16. Alokasi resiko harus mempertimbangkan pihak yang tepat untuk menanggung
resiko tertentu.
17. Resiko pada proyek konstruksi harus dibagi secara adil antara klien, tim perancang, kontraktor utama, kontraktor spesialis, dan supplier melalui hubungan kontraktual.
2.3. Manajemen Resiko
1. Manajemen Resiko
Dalam pandangannya bahwa manajemen risiko adalah luas tidak hanya terfokus pada pembelian asuransi tapi juga harus mengelola keseluruhan resiko – resiko organisasi. Definisi tentang manajemen risiko memang bermacam – macam, akan tetapi pada dasarnya manajemen resiko bersangkutan dengan cara yang digunakan oleh sebuah perusahaan untuk mencegah ataupun menanggulangi suatu risiko yang di hadapi.
Beberapa pendapat para ahli mengenai manajemen resiko adalah:
1. Djohanputro (2008:43) Manajemen resiko merupakan proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif penanganan resiko, dan mengendalikan penanganan resiko.
2. Smith (1990) Manajemen Resiko didefinisikan sebagai proses identifikasi,pengukuran,dan control keuangan dari sebuah resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan terebut.
3. Australia/New Zealand Standards (1999), manajemen risiko merupakan suatu proses yang logis dan sistematis dalam mengidentifikasi, menganalisa, mengevaluasi, mengendalikan, mengawasi, dan mengkomunikasikan resiko yang berhubungan dengan segala aktivitas, fungsi atau proses dengan tujuan perusahaan mampu meminimalis kerugian dan memaksimumkan kesempatan. Implementasi dari manajemen resiko ini membantu perusahaan dalam mengidentifikasi risiko sejak awal dan membantu membuat keputusan untuk mengatasi resiko tersebut.
4. Clough and Sears (1994) Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan kerugian.
5. Menurut William, et.al.,1995,p.27 Manajemen risiko juga merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi.
6. NIST (Stoneburner et al.,2001:E-2), controlling and mitigating information system related risks; encompasses risk assesment; cost-benefit analysis; implementation, test and security evalution of safeguards.
(manajemen risiko adalah proses dari “mengidentifikasi, mengontrol dan meringankan sistem informasi terkait risiko” dan melingkupi pengkajian risiko,analisa mafaat biaya, dan pemilihan implementasi, pengetesan dan evaluasi keamanan dari usaha perlindungan)
7. Dorfman, (1998;9) Manajemen risiko dikatakan sebagai suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur terhadap suatu kerugian.
8. Siagian dan Sekarsari (2001) dalam pandangannya bahwa manajemen risiko adalah luas tidak hanya terfokus pada pembelian asuransi tapi juga harus mengelola keseluruhan risiko – risiko organisasi. Definisi tentang manajemen risiko memang bermacam-macam,akan tetapi pada dasarnya manajemen risiko bersangkutan dengan cara yang di gunakan oleh sebuah perusahaan untuk mencegah ataupun menanggulangi suatu risiko yang dihadapi (kerzner,2004) 2.3.1 Manfaat Manajemen Resiko Dalam Proyek Konstruksi
Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan manajemen resiko antara lain (Mok et al, 1996) berguna untuk mengambil keputusan dalam menangani masalah – masalah yang rumit,yaitu diantaranya sebagai berikut :
1. Memudahkan estimasi biaya.
2. Memberikan pendapat dan intuisi dalam pembuatan keputusan yang di hasilakan dalam cara yang benar.
3. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi resiko dan ketidak pastian dalam keadaan yang nyata.
4. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk memutuskan berapa banyak informasi yang di butuhkan dalam menyalesaikan masalah.
5. Meningkatan pendekatan sistematis dan logika untuk membuat keputusan. 6. Menyediakan pedoman untuk membantu perumusan masalah.
7. Memungkinkan analisa yang cermat dari pilihan – pilihan alternative
2.3.2 Strategi Penanganan Resiko
Dalam manajemen risiko setelah proses assessment, dilakukan proses penanganan risiko (risk response). Bangaimana teknik melakukan penanganan risiko tersebut sedemikian dianggap bahwa rencana penanganan risiko tersebut dianggap telah efektif dan optimal? Berikut penjelasannya.
Sebagai salah satu bagian dalam manajemen risiko, penanganan risiko atau risk response adalah bagian penting yang harus diperhatikan.
Menurut Budi Suanda Desember 22,2013 ada tujuh prinsip strategi dalam penanganan risiko yaitu diterima, dihindari, dibagi, dikurangi, diabaikan, dipindahkan,
dan kombinasi. Pada dasarnya agar penanganan risiko dapan dilakukan secara efektif dan optimal terdapat tiga pertimbangan penting yaitu dampak risiko, biaya penanganan risiko, serta kemampuan dalam menangani risiko. Berikut ketujuh strategi berikut pertimbangannya, yaitu:
1. Diterima (Risk Retaining)
Strategi ini dilakukan apabila risiko diketahui dimana biaya penanganan lebih besar dari pada risiko itu sendiri dan perusahaan dianggap mampu untuk menangani. Penanganan dengan allowance (kebijakan perusahaan / cabang / divisi /proyek) dengan risk contingency yang layak.
2. Dihindari (Risk Avoidance)
Pada strategi ini risiko diketahui dimana impact sangat besar, luas dan sulit atau tidak dapat dikendalikan.
3. Dibagi (Risk Sharing)
Srategi ini dilakukan apabila biaya penanganan risiko dan dampak risiko hamper sama besarnya. Pembagian risiko yang mendistribusikan risiko yang ada ke pihak yang dianggap lebih mampu akan membuat biaya penanganan risiko akan lebih kecil sehingga lebih layak untuk diterima.
4. Dikurangi (Risk Reducing)
Strategi ini dilakukan apabila risiko diketahui dimana biaya penanganan risiko masih lebih rendah dari risiko itu sendiri. Tindakan mitigasi lebih diarahkan untuk mengurangi dampak risiko. Caranya dengan pendekatan alternatif seperti mengusulkan perubahan lingkungan pekerjaan, perubahan metode, mtu, atau schedulenya. Pada strategi ini, diyakini perusahaan mampu mengendalikan dengan satu perencanaan yang matang.
5. Diabaikan (Risk Ignoring)
Tindakan strategi ini apabila resiko diketahui dimana dampak dan frekuensi risiko kecil atau sangat kecil dimana organisasi dan prosedur yang ada di yakini akan dapat mengeliminir risiko ini.
6. Dipindahkan (Risk Transfer)
Strategi ini apabila perusahaan dianggap akan sangat kesulitan dalam mengantisipasi risiko yang mungkin terjadi baik dampak maupun kemungkinannnya. Strategi ini dilakukan dengan cara kontraktual pada klausa kontraknya dan jaminan atau bank garansi serta dengan asuransi.
7. Kombinasi
Strategi ini adalah tindakan yang merupakan gabungan dari dua atau lebih strategi yang terdapat pada no 1-6. Strategi baik dilakukan apabila langkah penanganan tidak membuat kompleksitas proyek berlebihan.
2.3.3 Pendekatan manajemen Resiko
Organisasi dapat memilih satu dari 5 pendekatan untuk mengatasi resiko (McConnell, 1996), Manajemen krisis merupakan reaksi terhadap resiko yang sebelumnya tidak teridentifikasi atau ter-manage yang muncul menjadi bahaya saat ini. Pendekatan yang lebih pro aktif adalah dengan mengidentifikasi resiko proyek dan merencanakan bagaimana merespon resiko tersebut ketika muncul. Sangatlah baik untuk mengambil aksi konkret untuk mencegah resiko yang teridentifikasi yang dapat menyebabkan permasalahan dan bukan hanya sekedar memperbaiki produk dari kesalahan. Manajemen resiko yang utama adalah untuk menghilangkan penyebab utama resiko yang akan mengancam proyek organisasi. Manajemen resiko merupakan aplikasi tool dan prosedur yang tepat untuk mengatasi resiko dengan batasan yang dapat diterima. Manajemen resiko terdiri atas sejumlah komponen yaitu :
1. Risk assessment
Merupakan proses untuk menguji proyek dan mengidentifikasi area resiko potensial. Identifikasi resiko dapat di fasilitas dengan bantuan suatu daftar area resiko umum untuk proyek software, atau dengan menguji isi database organisasiyang berisi resiko serta strategi mitigasi yang teridentifikasi sebelumnya (baik sukses maupun tidak). Analisis resiko melibatkan pengjian bagaimana outcome proyek berubah dengan melakukan modifikasi variebel input resiko.
2. Risk Prioritization
Membantu proyek memfokuskan pada resiko yang paling berat dengan memperkirakan risk exposure. Prioritas dapat dilakukan dengan cara kuantitatif, dengan estimasi probabilitas (antara 0.1.0) dengan kegagalan relatif pada skala 1-10. Menggabungkan beberapa faktor ini akan menyediakan estimasi risk exposure bagi tiap risk item, yang dapat terjadi pada kisaran 0.1-10. Semakin tinggi exposure, semakin agresif resiko yang harus ditangani. Lebih mudah untuk mengestimasi probabilitas dan dampaknya sebagai high, medium atau low. Dengan item tersebut,
setidaknya terdapat satu dimensi resiko dengan rate high dan perlu diperhatikan terlebih dahulu.
3. Risk Avoidance
Merupakan salah satu cara untuk berhubungan dengan resiko, dimana resiko dihindari dengan tidak melaksanakan proyek tertentu dan hanya melaksanakan proyek yang pasti.
4. Risk Control
Merupakan proses mengatur resiko untuk mencapai outcome yang dikehendaki. Merencanakan manajemen resiko akan menghasilkan rencana untuk berhubungan dengan setiap resiko yang signifikan, temasuk mitigasi pendekatan, kepemilikan dan
timeline. Resolusi resiko merupakan eksekusi rencana yang berkaitan dengan tiap
resiko. Dimana pada akhirnya, risk monitoring akan membantu melacak perkembangan pemecahan tiap resiko.