• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA A. INDUSTRI PENGOLAHAN CPO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA A. INDUSTRI PENGOLAHAN CPO"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

4

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. INDUSTRI PENGOLAHAN CPO

Kelapa sawit adalah tanaman komersial penghasil minyak nabati yang paling produktif di dunia. Ekspansi kelapa sawit menempatkannya pada posisi penting dalam industri dan perdagangan minyak dunia. Berdasarkan bukti fosil, sejarah dan linguistik, tanaman ini berasal dari daerah pesisir tropis Afrika Barat. Tanaman kelapa sawit liar dimanfaatkan oleh penduduk lokal Afrika Barat sebagai sumber minyak makan.

Pada 1911, perkebunan kelapa sawit pertama didirikan di Pulau Raja (Asahan) dan Sungei Liput (Aceh). Luas areal pada tahun 1938 telah mencapai 92 ribu ha di Indonesia. Pada 1922, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) pertama dibangun di Tanah Itam Ulu – Sumatera Utara, sedangkan pada 1977 pabrik oleokimia pertama dibangun di Tangerang dan pola PIR pertama diintroduksikan di Tebenan-Sumatera Selatan dan Alue Merah – Aceh. (PPKS, 2004)

Karakteristik industri berbasis agro memiliki ketergantungan terhadap bahan baku yang diolah. Penanganan pengolahan bahan baku baik di pabrik maupun di kebun memberikan pengaruh aktivitas produksi secara kuantitas maupun kualitas terhadap produk yang dihasilkan. Industri pengolahan CPO termasuk yang mempunyai keunikan tersebut, sehingga keberlangsungan produksinya tergantung keterkaitan dari kinerja di kebun dan di pabrik. Mutu unit PKS bergantung pada mutu buah kelapa sawit yang diterima sedangkan mutu hasil olah sangat ditentukan oleh bahan bakunya. Bahan baku tersebut dipengaruhi oleh kegiatan pasca panen, seperti mutu panen dan transportasi. Kesalahan pada langkah pengumpulan hasil dapat mengakibatkan mutu hasil olahan tidak dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan yang berujung pada efisiensi pengolahan.

Bahan baku, dalam pengolahan CPO, yaitu tandan buah segar kelapa sawit yang dapat terdiri dari tiga varian, Tenera, Dura dan Psifera. Ketiga jenis tanaman kelapa sawit dibedakan berdasarkan irisan penampang buah dimana Dura memiliki tempurung yang tebal dan daging buah yang tipis, jenis Pesifera memiliki biji yang kecil dengan tempurung yang tipis serta daging buah yang tebal, sedangkan jenis Tenera merupakan hasil persilangan Dura dengan Pesifera menghasilkan buah dengan tempurung yang tipis, daging buah yang tebal dan inti yang besar.

Proses pengolahan CPO (Gambar 1) dimulai dari jembatan penimbangan untuk menentukan berat netto TBS. Fungsi dari stasiun ini adalah sebagai tempat penimbangan TBS yang dibawa ke pabrik dan hasil produksi serta sebagai proses kontrol untuk mengetahui rendemen dan kapasitas pabrik. Setelah melalui proses penimbangan, TBS kemudian dibawa untuk dikumpulkan. Fungsi dari stasiun ini adalah sebagai tempat penampungan TBS sementara untuk beberapa saat sambil menunggu proses awal dari pengolahan. Tahap penerimaan buah ini harus secepat mungkin untuk meminimalkan kemungkinan terjadi proses degradasi perubahan mutu minyak.

Proses perebusan merupakan salah satu proses vital dalam produksi CPO. Dalam proses ini enzim lipase penghasil asam lemak bebas dinonaktifkan kinerjanya dan juga berfungsi sebagai perlakuan awal terhadap bahan-bahan yang akan dipisahkan secara mekanik sehingga lebih mudah terpisahkan serta berfungsi untuk menekan kadar air pada TBS.

Proses penebahan dilakukan untuk melepaskan dan memisahkan brondolan sawit dari tandannya. Dalam proses penebahan diberlakukan standar persentase brondolan yang tidak lepas dari tandan agar menghindari kegagalan produksi akibat prosedur yang tidak ditaati. Dalam proses penebahan ini dihasilkan by-product berupa tandan kosong yang langsung dibawa ke perkebunan untuk dijadikan pupuk organik.

(2)

5

Proses pengempaan buah merupakan proses pemisahan minyak dari sabut dan inti buah kelapa sawit. Menghasilkan hasil samping berupa fiber dan inti buah sawit yang diolah nantinya agar menghasilkan kernel yang dapat diolah menjadi minyak kernel sawit.

Minyak yang dipisahkan kemudian dimurnikan pada proses klarifikasi minyak sawit sehingga dihasilkan CPO. Proses ini merupakan proses yang sangat kritis dimana proses ini menentukan mutu hasil olah yang diproses sehingga menentukan mutu PKS secara garis besar.

Gambar 1. Diagram alir proses produksi CPO

B.

SISTEM RANTAI PASOK

Istilah manajemen rantai pasok (supply chain management) dipopulerkan sebagai pendekatan manajemen persediaan yang ditekankan pada pasokan bahan baku. Isu ini terus berkembang sebagai kebijakan strategis perusahaan yang menyadari bahwa keunggulan bersaing dan pemenuhan kepuasan seluruh pemangku kepentingan berhubungan dengan aliran bahan atau barang dari pemasok hingga pengguna akhir. Rantai pasok adalah jejaring fisik dan aktivitas yang terkait dengan aliran bahan dan informasi didalam atau melintasi batas-batas perusahaan. Sebuah rantai pasok akan terdiri dari rangkaian proses pengambilan keputusan dan eksekusi yang berhubungan dengan aliran bahan, informasi dan uang. Proses dari rantai pasok bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan mulai dari proses produksi sampai konsumen akhir. Rantai pasok bukan hanya terdiri dari produsen dan pemasoknya tetapi mempunyai ketergantungan dengan aliran logistik, pengangkutan, penyimpanan atau gudang, pengecer dan konsumen itu sendiri. Dalam arti luas, rantai pasok juga termasuk pengembangan produk, pemasaran, operasi-operasi, distribusi, keuangan dan pelayanan pelanggan (Vorst et.al, 2007 dalam Hadiguna, 2010). Rantai pasok sepintas terlihat sebagai deretan siklus-siklus yang bekerja sebagai interface bagi dua tahapan (stages). Gambar 2 adalah deretan siklus-siklus yang menjadi rantai pasok yang diikat oleh sistem persediaan antar pelaku.

(3)

6

Gambar 2. Deret siklus pembentukan rantai pasok (Vorst et.al, 2007)

Cara pandang terhadap rantai pasok sebagai sebuah siklus menjadikan kategorisasi rantai pasok dalam tiga bentuk dasar yaitu rantai pasok internal, rantai pasok eksternal dan rantai pasok total atau keseluruhan. Rantai pasok internal adalah aliran bahan dan informasi yang terintegrasi dalam unit bisnis (korporasi) dari pemasok sampai pelanggan dan kadang disebut logistik bisnis. Rantai pasok eksternal adalah aliran bahan dan informasi yang terintegrasi di dalam unit bisnis (korporasi) yang melintasi antara pemasok langsung dan pelanggan. Rantai pasok total adalah aliran bahan dan informasi yang terintegrasi didalam unit bisnis yang melintasi secara majemuk antara pemasok langsung dan pelanggan. Efektifitas rantai pasok total akan dipengaruhi oleh rantai pasok eksternal dan demikian selanjutnya rantai pasok internal akan mempengaruhi efektifitas rantai pasok eksternal.

Tujuan dari manajemen rantai pasok adalah memperbaiki kepercayaan dan kolaborasi sejumlah mitra rantai pasok sekaligus perbaikan persediaan yang terlihat dan kecepatan peningkatan persediaan. Titik awal dari manajemen rantai pasok adalah persediaan yang perlu disiasati sehingga kinerja sistem secara keseluruhan bisa lebih baik yang diukur dari berbagai sudut pandang para pemangku kepentingan. Kegiatan – kegiatan dari rantai pasok dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkatan, yaitu strategis, taktis dan operasional. Tiga tingkatan inilah yang menjadi isu-isu kunci dalam penelitian manajemen rantai pasok. Menurut Simchi-Levi et.al dalam Hadiguna (2010), tingkatan strategis berhubungan dengan keputusan-keputusan yang mempunyai efek jangka panjang terhadap perusahaan diantaranya optimasi jejaring strategis, mitra strategis dengan pemasok, infrastruktur teknologi informasi, keputusan buat sendiri atau beli dan memperluas strategi organisasi secara keseleruhan dengan strategi pasokan. Tingkatan taktis termasuk keputusan-keputusan yang secara khas diperbaharui setiap kuartal sampai dengan setiap tahun sekali diantaranya pembelian, permintaan, produksi, prakiraan permintaan atau penjualan, kebijakan persediaan dan strategi transportasi. Tingkatan operasional berhubungan dengan keputusan-keputusan setiap hari diantaranya penjadwalan, penentuan rute transportasi, penentuan waktu ancang dan pembebanan truk. Setiap tingkatan mempunyai keterikatan baik bersifat top-down maupun bottom-up.

C.

RANTAI PASOK AGROINDUSTRI

Perkembangan manajemen rantai pasok juga sudah menjadi perhatian para pelaku agroindustri. Praktiknya dikenal dengan istilah manajemen rantai pasok agroindustri. Industri pertanian atau agroindustri telah menjadi salah satu obyek penelitian yang masih baru di bidang manajemen rantai pasok. Hal ini dapat diketahui dari minimnya publikasi yang memuat hasil-hasil penelitian pada bidang ini. Menurut Austin (1992) agroindustri adalah pusat dari rantai pertanian yang penting mempelajari rantai tersebut mulai dari areal pertanian hingga pasar. Agroindustri membutuhkan pasokan bahan baku yang berkualitas dan jumlah yang sesuai kebutuhan. Menurut Brown (1994) untuk mendapatkan pasokan bahan baku yang berkualitas maka diperlukan standar dasar komoditas, sedangkan kuantitas pasokan perlu memperhatikan produktivitas tanaman. Cakupan agroindustri yang cukup luas dan kompleks menjadi sangat menarik untuk dipelajari oleh para peneliti dibidang manajemen rantai pasok.

(4)

7

Rantai pasok agroindustri secara sederhana adalah rangkaian kegiatan pasokan dan pemrosesan yang menggunakan bahan baku dari hasil pertanian. Negara-negara yang mempunyai potensi pertanian tentunya berupaya untuk berhasil meningkatkan daya saing produk-produk hasil pertaniannya. Manajemen rantai pasok yang berpandangan holistik sangat tepat untuk dipraktikkan. Upaya penyeimbangan atau prinsip proporsionalitas yang sangat diharapkan pada sistem pertanian modern dapat dicapai melalui praktik manajemen rantai pasok. Hal ini dapat dilakukan karena definisi manajemen rantai pasok mengedepankan pemenuhan kepuasan para pemangku kepentingan. Dalam sistem rantai pasok pertanian, para pemangku kepentingan bisa terdiri dari petani, pedagang, pengumpul, prosesor, distributor, pengecer, konsumen akhir dan pemerintah. Setiap pemangku kepentingan akan memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan dipengaruhi pula oleh lingkungan bisnis. Cara pandang yang holistik dan tidak menghilangkan kompleksitas sangat penting diperhatikan.

Pada prinsipnya, rantai pasok agroindustri memiliki karakteristik dua tipe yaitu produk segar dan produk yang diproses. Produk segar misalnya saja sayuran, buah-buahan dan sejenisnya yang tidak membutuhkan proses pengolahan khusus atau proses transformasi kimia. Sebaliknya, produk pertanian yang diproses membutuhkan proses transformasi kimia atau perubahan bentuk. Khusus untuk produk pertanian tipe ini akan melibatkan beberaa pemain diantaranya petani atau perkebunan, prosesor atau pabrik, distributor dan retail. Perlu dipahami bahwa dalam jejaring rantai pasok pertanian lebih dari satu rantai pasok dan lebih dari satu proses bisnis yang dapat diidentifikasi, bisa dalam satu waktu terjadi proses paralel dan sekuensial.

Sistem rantai pasok agroindustri tidak terlepas dari sistem yang lebih lengkap lagi. Dalam perspektif analitik, bauran antara produsen dan distributor akan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, teknologi, sosial, legal dan lingkungan. Faktor-faktor ini akan saling berkomplementer dalam penciptaan sebuah sistem rantai pasok. Gambar 3 adalah skema perspektif analitik dari dimensi-dimensi yang berpengaruh. Dimensi ekonomi berhubungan dengan efisiensi rantai dalam perspektif manfaat-biaya dan orientasi pelanggan. Peningkatan efisiensi dan profitabilitas dapat dilakukan sebuah unit bisnis melalui kerjasama pada kolom yang berkesesuaian. Dimensi lingkungan berhubungan dengan cara produksi yang ramah lingkungan. Hasil samping dari proses produksi komoditas pertanian dapat dimanfaatkan sebagai produk samping atau siklus ulang dari produk yang berkualitas rendah. Dimensi teknologi berhubungan dengan penerapan teknologi, sistem logistik, teknologi informasi dan komunikasi untuk memperbaiki kinerja. Dimensi sosial dan legal berhubungan dengan norma yang harus diikuti agar tidak merugikan banyak pihak (Ruben et al, 2006) Pengelolaan rantai pasok agroindustri modern akan memperhatikan indikator kinerja yang menjadi obyektif dari setiap pelaku rantai pasaok yang terlibat. Indikator kinerja dapat dikategorisasi menjadi tiga tingkatan, yaitu jejaring rantai pasok, organisasi dan proses. Kinerja rantai pasok adalah derajat kemampuan memenuhi kebutuhan pengguna akhir (end user) dan pemangku kepentingan terhadap indikator kinerja di setiap unit waktu dan periode. Indikator kinerja akan menjadi obyektif yang ingin dicapai. Vorst et.al (2007) merumuskan indikator kinerja rantai pasok agroindustri pangan yang bisa dijadikan acuan rantai pasok agroindustri secara umum (Tabel 1). Tingkatan yang dimaksudkan adalah jejaring rantai pasok, organisasi dan proses. Jejaring rantai pasok adalah unit-unit bisnis yang terlibat dalam rantai, organisasi adalah unit bisnis individual dan proses adalah kegiatan dari dalam unit bisnis untuk transformasi lahan.

(5)

8

Gambar 3. Perspektif analitik dari rantai pertanian (Ruben et.al, 2006)

Tabel 1. Indikator kinerja rantai pasok setiap tingkatan

Tingkatan Indikator Kinerja Penjelasan

Jejaring rantai pasok

Ketersediaan produk Selalu tersedia saat dibutuhkan Kualitas produk Sisa umur hidup produk

Responsiveness Waktu siklus pesan rantai pasok

Keandalan pengiriman Waktu siklus pesan rantai pasok Total biaya rantai pasok Jumlah seluruh biaya-biaya

organisasi di dalam rantai pasok

Organisasi

Tingkat persediaan Jumlah produk di penyimpangan Waktu throughput Waktu yang dibutuhkan untuk

mengerjakan rantai proses bisnis

Responsiveness Waktu ancang dan fleksibilitas

Keandalan pengiriman Persentase pengiriman tepat waktu dan jumlah yang tepat Total biaya rantai pasok Jumlah biaya seluruh proses

didalam organisasi

Proses

Waktu throughput Waktu yang dibutuhkan mengerjakan proses

Responsiveness Fleksibilitas proses

Hasil proses Luaran proses Biaya proses Biaya yang dikeluarkan saat

proses bekerja

Ekonomi

Teknologi

Sosial / Legal

Lingkungan

Produsen primer (petani, perkebunan) Pemrosesan Distributor Pengecer

Pasar

(6)

9

Perdana (2009) mengembangkan lima komponen pembentuk model rancangbangun manajemen rantai pasokan agroindustri yang efisien dan berkeadilan, yaitu struktur jaringan rantai pasokan, rekayasa kualitas, sistem produksi, inovasi kelembagaan dan sistem pengukuran kerja yang berimbang.

Setiawan (2009) merumuskan strategi peningkatan kinerja rantai pasok sayuran, yaitu: (1) optimalisasi sistem penjadwalan (baik dalam penanaman dan pemanenan) dengan memperhitungkan aspek cuaca, (2) peningkatan kinerja responsifitas dan fleksibilitas untuk pemenuhan pesanan, (3) perlunya implementasi sistem manajemen mutu dan lingkungan (ISO 9000 & 14000), Hazard

Analysis Critical Control Point (HACCP), Good Handling Practices dan Good Agricultural Practices

(GAP).

Zee dan Vorst (2005) menerapkan teknik simulasi dalam menganalisis rantai pasok bahan pangan dan mengevaluasi beberapa alternatif rancangan skenario menggunakan simulasi kejadian diskrit untuk sistem rantai pasok eselon majemuk di Belanda. Model simulasi melibatkan variabel-variabel dari level strategis dan operasional, indikator kinerja dan entitas bisnis dari sistem.

D.

MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK

Risiko muncul dari adanya suatu ketidakpastian. Ketidakpastian akan kejadian yang terjadi di internal maupun eksternal perusahaan mengakibatkan timbulnya semacam ancaman yang dapat mengakibatkan kerugian baik dari segi operasional maupun finansial pada perusahaan. Rantai pasok yang digambarkan sebagai suatu sistem yang kompleks yang terdiri dari berbagai jejaring elemen atau entitas rantai pasok tentunya sangat sensitif akan timbulnya risiko tersebut. Secara mudah, manajemen risiko rantai pasok merupakan suatu tools atau metode dalam mencegah dan menanggulangi timbulnya risiko serta ketidakpastian yang terjadi dalam setiap jalur rantai pasokan suatu perusahaan. Risiko rantai pasok adalah distribusi kemungkinan hasil kegiatan yang hilang dari perbedaan keluaran (outcomes) rantai pasok yang mungkin sehingga mengakibatkan perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen. Risiko rantai pasok terdiri dari perbedaan dalam hal informasi, aliran bahan dan produk, yang berasal dari pemasok awal sampai dengan pengiriman kepada pengguna akhir (Gaonkar dan Viswanadham, 2006). Risiko rantai pasok pada dasarnya merujuk kepada kemungkinan dan efek dari ketidaksesuaian antara pasokan dan permintaan (Zsidisin dan Ritchie, 2011). Selanjutnya, konsekuensi risiko dapat diasosiasikan dengan keluaran spesifik rantai pasok seperti biaya atau kualitas. Berdasarkan hal ini, maka dikenal bangunan dasar manajemen risiko rantai pasok yaitu sumber risiko, konsekuensi risiko, probabilitas risiko dan strategi mitigasi risiko. Manajemen risiko rantai pasok fokus pada bagaimana memahami dan menanggulangi pengaruh berantai ketika suatu kecelakaan yang besar dan kecil terjadi pada suatu titik dalam jaringan pasokan. Selanjutnya hal yang paling penting adalah memastikan bahwa ketika gangguan terjadi, perusahaan mempunyai kemampuan untuk kembali kepada keadaan normal dan melanjutkan bisnisnya (Suharjito

et.al, 2011).

Menurut Cavinato (2004) pada dasarnya ada lima aliran yang bisa dianalisa dalam manajemen risiko rantai pasok, yaitu : risiko operasional, risiko finansial, risiko informasi, risiko relasional dan risiko inovasional. Dalam kegiatan sebuah perusahaan pasti terjadi proses perpindahan dari sebagian atau semua aliran tersebut. Perpindahan tersebut bisa terjadi diantara sebuah aktivitas dalam satu perusahaan, beberapa aktivitas dalam satu perusahaan, aktivitas dalam dua perusahaan dan aktivitas dalam lebih dari dua perusahaan (supplier’s supplier atau customer’s customer). Manajemen risiko rantai pasok umumnya fokus pada risiko operasional. Misalnya, risiko dalam penerimaan order, risiko dalam pembelian barang, risiko dalam persediaan, risiko dalam produksi, risiko dalam

(7)

10

perencanaan, risiko dalam hubungan antara agen serta prinsipal dan beberapa kejadian lain yang sangat banyak dalam sebuah proses bisnis suatu perusahaan.

Risiko dipicu dari ketidakpastian, maka risiko rantai pasok adalah ketidakpastian atau tidak terprediksi suatu kejadian yang memberi pengaruh pada rantai pasok yang mengarah pada kerugian. Lee (2002) memandang ketidakpastian dalam rantai pasok bersumber dari dua sisi yaitu permintaan dan pasokan. Ketidakpastian permintaan berkaitan dengan kemampuan prediksi permintaan produk.

Tingkat risiko rantai pasok agroindustri akan tergantung dari jenis komoditasnya. Komoditas yang mempunyai diversifikasi yang sangat tinggi dari sisi pasokan dan sebaliknya. Kompleksitas semakin tinggi pada saat komoditas pertanian yang menjadi bahan baku sangat rendah produktivitas panennya dan terbatas sumber pasokannya. Manajemen risiko rantai pasok agroindustri sangat membutuhkan penanganan berbasis teknologi dan operasional. Ketersediaan teknologi sangat membantu dalam mengurangi tingkat risiko, sedangkan manajemen operasi dan produksi akan mengakomodir risiko sebagai bagian dari upaya efisiensi.

Santoso (2005) membahas secara mendalam akan manajemen risiko agroindustri buah-buahan. Generalisasi yang didapatkan dan kemudian dikaitkan akan rantai pasok agroindustri minyak sawit kasar adalah perspektif dalam mengelompokkan resiko ke dalam tiga bagian yaitu risiko pengadaan bahan baku, risiko proses pengolahan dan risiko pemasaran. Risiko pengadaan bahan baku meliputi aspek kuantitas, kualitas, waktu dan biaya. Aspek-aspek risiko tersebut sangat tergantung pada produktivitas kebun dan manajemen pengelolaan kebun. Menurut Austin (1992) risiko kualitas dapat diminimasisasi dengan memenuhi spesifikasi bahan baku yang disyaratkan melalui pengembangan standar spesifikasi bahan baku yang dibutuhkan, penentuan kapasitas produksi bahan baku dan penyediaan insentif bagi produsen yang mampu memenuhi standar produksi dan pengiriman.

Risiko dalam proses pengolahan antara lain tidak tepatnya pemilihan jenis proses pengolahan, kerusakan peralatan dan mesin pengolahan mesin/peralatan, faktor kualitas keahlian dan perilaku sumberdaya manusia. Adanya risiko proses pengolahan dapat menyebabkan terjadinya variasi proses atau bahkan produksi berhenti. Upaya meminimisasi risiko variasi proses dapat dilakukan melalui tahapan kegiatan melalui pengujian kemampuan produksi, variasi proses dan penentuan alternatif perbaikan untuk menurunkan variasi proses.

Risiko utama pemasaran agroindustri adalah tidak tercapainya target penjualan akibat beberapa faktor yang bersumber dari internal dan eksternal. Elemen utama yang perlu dipertimbangkan dalam analisis dan manajemen risiko pemasaran agroindustri adalah analisis konsumen yang meliputi analisis kebutuhan konsumen, segmentasi pasar, proses penualan dan riset pemasaran. Kedua, analisis lingkungan kompetisi meliputi analisis struktur pasar, dasar kompetisi dan kendala kelembagaan. Ketiga, perencanaan program pemasaran dengan mendefinisikan dan menentukan elemen disain produk, harga, distribusi dan promosi yang secara terintegrasi merupakan strategi pemasaran perusahaan (Austin, 1992).

Identifikasi sumber-sumber risiko menjadi langkah awal yang sangat penting sehingga manajemen risiko dapat dilaksanankan dengan efektif. Sumber – sumber risiko dalam sistem rantai pasok dapat diidentifikasi berdasarkan kegiatan-kegiatan pokok yang dilaksanakan secara rutin. Kegiatan-kegiatan rutin mempunyai standar kerja yang dirumuskan sesuai dengan tujuannya.

(8)

11

E.

ENTERPRISE RISK MANAGEMENT – INTEGRATED FRAMEWORK

AND APPLICATION TECHNIQUES (ERM – IFAT)

ERM – IFAT (Enterprise Risk Management – Integrated Framework and Application

Techniques) merupakan suatu metode yang diintrodusir pada awal dekade 2000 dimana merupakan

evolusi dari sistem manajemen risiko korporasi dimana didalamnya terdapat integrasi dari (1) tujuan atau objektif perusahaan, (2) dapat diterapkan dalam rangkaian kegiatan operasional perusahaan, (3) identifikasi sumber dan efek terhadap risiko, (4) pengelolaan risiko dan (5) penjaminan kegiatan demi tercapainya objektif perusahaan.

ERM-IFAT ini merupakan sebuah paradigma baru dalam sistem manajemen risiko korporasi dimana tidak hanya mengolah risiko dari penyebabnya (end of pipe) tetapi mengintegrasikannya dari awal hingga akhir sehingga dicapai toleransi risiko seperti yang ditetapkan perusahaan sebelumnya. Semua tingkatan dalam hirarki organisasi ikut berpartisipasi dalam rangka penerapan sistem manajemen risiko ini.

Metode ERM-IFAT yang dikembangkan oleh Committee of Sponsoring Organizations

(COSO) of United States dirancang untuk membantu manajer dalam mengidentifikasi, mengontrol

hingga menghasilkan kebijakan yang tepat dalam rangka penanganan risiko demi mendukung pencapaian tujuan organisasi. Dalam metode ini terdapat delapan komponen yang saling terkait, yaitu:

1. Lingkungan internal

Penetapan dasar perspektif risiko organisasi berdasarkan struktur organisasi perusahaan, nilai integritas dan etika perusahaan.

2. Penetapan tujuan

Langkah yang harus ditentukan sebelum mengidentifikasi risiko kejadian yang mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan perusahaan.

3. Identifikasi potensi risiko

Meliputi identifikasi dampak dan probablitias risiko internal maupun eksternal terhadap objektif perusahaan. Probabilitas risiko merupakan dasar bagi penentuan tujuan perusahaan nantinya.

4. Penilaian risiko

Analisis risiko dengan mempertimbangkan dampak dan probabilitas sebagai dasar dalam perumusan kebijakan penanganan risiko.

5. Respons risiko

Suatu keputusan yang harus ditentukan manajemen dalam penanganan risiko apakah risiko tersebut dikurangi, diterima maupun dihindari.

6. Pengendalian risiko

Penetapan dan penerapan kebijakan dan prosedur dalam rangakaian kegiatan perusahaan untuk memastikan respons risiko secara efektif dilaksanakan.

7. Informasi dan komunikasi

Komunikasi yang baik dan efektif di sepanjang hirarki organisasi sehingga setiap sumberdaya manusia dalam perusahaan dapat memenuhi tanggung jawab masing-masing. 8. Pengawasan

Keseluruhan aktivitas perusahaan dipantau secara kontinu dan dilakukan evaluasi terhadapnya.

(9)

12

F.

SISTEM RANTAI PASOK MINYAK SAWIT KASAR

Peran dari agroindustri minyak sawit kasar menjadi sangat sentral karena berperan sebagai pemasok bahan baku bagi industri hilir yang membutuhkan. Bentuk dari rantai pasok agroindustri berbasis kelapa sawit bila digambarkan mengikuti pohon industrinya membentuk rantai yang bercabang dan kompleks. Fokus penelitian ini adalah minyak sawit kasar maka skema yang ditampilkan pada bagian ini adalah sistem rantai pasok agroindustri saja. Djohar et.al (2003) melakukan penelitian manajemen rantai pasok minyak sawit kasar mulai dari kebun sampai pabrik saja dengan sumber pasokan bahan baku yaitu kebun (afdeling) milik perusahaan itu sendiri. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dan dapat dilanjutkan untuk permasalahan yang melibatkan tangki timbun pelabuhan untuk dikirim ke konsumen berikutnya. Gambar 4 adalah skema umum dari sebuah sistem rantai pasok agroindustri minyak sawit kasar yang terdiri dari kebun, pabrik, tangki timbun pelabuhan dan konsumen industri.

Gambar 4. Sistem rantai pasok agroindustri minyak sawit kasar

G.

PENDEKATAN SISTEM DAN DINAMIKA SISTEM

Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal berikut : (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam masalah dan (2) dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional (Eriyatno, 2003).

Dinamika sistem merupakan salah satu metodologi yang digunakan dalam pendekatan sistem dengan memanfaatkan bantuan komputer untuk menganalisa dan memecahkan masalah rumit dengan fokus pada analisa dan desain kebijakan (Sterman, 2000). Sistem dinamik pada awalnya digunakan untuk mengkaji dinamika industri oleh JW Forrester dari Massachussets Institute of

Technology (MIT) lalu hasilnya didokumentasikan dalam buku yang terkenal pada tahun 1962 yang

berjudul Industrial Dynamics.

Penelitian permodelan dinamika sistem dalam manajemen rantai pasokan dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu : (1) pemodelan untuk membangun teori, (2) pemodelan untuk memecahkan masalah dan (3) untuk memperbaiki pendekatan pemodelan (Angerhofer and Angelides, 2000). Menurut Bell et.al (2003), tahapan dalam membuat model yang meggunakan metodologi dinamika sistem di dalam memahami dinamika manajemen rantai pasokan dapat dirinci sebagai berikut :

 Memahami dan mengkaji sistem

Dalam langkah ini terlebih dahulu harus didefinisikan batas model yang akan dikaji. Batas model tersebut memisahkan proses-proses yang menyebabkan adanya tendensi internal yang diungkapkan dari proses-proses yang mempresentasikan pengaruh-pengaruh eksogeneous.

(10)

13

Batas model tersebut akan menggambarkan cakupan analisis tersebut dan alan meliputi semua interaksi sebab akibat yang berhubungan dengan isu tersebut.

Mengembangkan diagram sebab akibat (causal loop) dari sistem

Setelah batas model dapat didefinisikan, suatu struktur lingkar umpan balik (feedback

loops) yang berinteraksi barulah dapat dibentuk. Struktur umpan balik tersebut merupakan blok

pembentuk model yang diungkapkan melalui lingkaran-lingkaran tertutup

 Mengembangkan diagram alir (level dan rate) dari sistem

Berdasarkan lingkar sebab akibat dibangun diagram level dan rate dari sistem. Dalam diagram tersebut akan digambarkan berbagai interaksi/hubungan antar entitas dalam sistem. Pengembangan diagram level dan rate tersebut dilakukan dengan bantuan perangkat lunak seperti Stella, Vensim dan Powersim (Tasrif, 2004)

 Mengembangkan model dari sistem

Dalam langkah ini, model diformulasikan sebagai representasi atau abstraksi dari seluruh interaksi yang terjadi pada sistem yang dikaji.

 Menguji asumsi model

Setelah model eksplisit suatu persoalan diformulasikan, dilakukan suatu kumpulan pengujian terhadap kesahihan model dan sekaligus pula mendapatkan pemahaman terhadap tendensi-tendensi internal sistem.

 Melakukan simulasi

Simulasi dilakukan untuk menilai dampak perubahan-perubahan parameter terhadap sistem yang dikaji.

 Menyampaikan rekomendasi kebijakan

Berdasarkan hasil simulasi akan dihasilkan rekomendasi kebijakan yang tepat dalam upaya mencapai tujuan sistem.

1. Diagram Sebab Akibat (Causal Loop Diagram)

Berpikir sistem merupakan paradigma dari sistem dinamik. Berpikir sistem merupakan upaya memahami struktur dari sebuah sistem yang diamati kemudian mempelajari pola perilaku untuk disimpulkan kejadian yang terjadi pada sistem tersebut. Umpan balik sebagai konsep utama dalam berpikir sistem, bersifat kompleks dan holistik dalam realitanya. Untuk merepresentasikan dan menguraikan sebuah realita yang kompleks dan agar lebih mudah dipahami, dalam sistem dinamik, dikenal diagram sebab akibat (causal loop diagram). Sterman (2000) pada bukunya, menyatakan tiga poin esensi dari CLD, yaitu (1) mudah dalam pembentukan hipotesis penyebab dinamika, (2) menghasilkan model mental individu atau kelompok dan (3) komunikasi umpan balik efektif dalam pemecahan suatu masalah.

CLD terdiri dari variabel yang saling berhubungan satu sama lain ditunjukkan dengan tanda panah untuk menandakan pengaruh hubungan antar variabel. Variabel A berhubungan saling mempengaruhi dengan variabel B, variabel A mengakibatkan terjadinya variabel B atau variabel B merupakan faktor vital terjadinya variabel A. Dalam realitanya, sering dijumpai bahwa variabel A yang mengakibatkan terjadinya variabel B, yang kemudian akan menjadi faktor pembentuk variabel A kembali. Misalnya, penggunaan botol plastik sebagai kemasan minuman akan mengakibatkan meningkatnya produksi sampah botol plastik, yang kemudian didaur ulang untuk menghasilkan botol plastik kembali. Kejadian diatas merupakan ilustrasi sederhana untuk memudahkan pengertian sebab akibat tersebut.

(11)

14

Pola hubungan antara dua variabel memiliki dampak pengaruh yang diberikannya. Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh positif (menguatkan), disimbolkan dengan huruf “R” (reinforcement), artinya jika A meningkat maka B akan meningkat dan juga sebaliknya. Hubungan lain dapat berupa pengaruh negatif (menyeimbangkan), disimbolkan huruf “B” (balance), artinya jika A meningkat, maka B akan menurun, dan berlaku juga sebaliknya. Hubungan terakhir dapat berupa hubungan yang memberikan pengaruh tapi terdapat penundaan (delay), artinya A menunda akibat pada B.

2. Pola Dasar Perilaku Sistem

Struktur sistem yang terbentuk dari beberapa gabungan simpal kausal dan dengan kombinasi pengaruh yang diberikan memberikan corak terhadap perilaku sistem. Perilaku sistem berbeda-beda, sehingga menghasilkan kinerja sistem yang telah dipelajari dan diidentifikasi oleh para ahli SD, yaitu : pertumbuhan eksponensial, mencari tujuan, bergelombang dan S-shaped growth. Interaksi dari keempat pola dasar dapat membentuk pola lagi yang lebih kompleks (Rohmatulloh, 2007).

Pola perilaku pertumbuhan eksponensial atau disebut juga pola bola salju dibangkitkan oleh dominasi pengaruh positif. Umpan balik positif memberi efek perubahan penguatan dengan banyaknya kejadian perubahan. Perubahan pertumbuhannya lambat kemudian bergerak cepat. Gambar 5 adalah contoh struktur sistem dan pola perilaku model simpanan uang di bank konvensional. Semakin besar saldo simpanan berpengaruh terhadap besarnya bunga yang diterima.

Gambar 5. Pertumbuhan eksponensial

Pola perilaku mencari tujuan dibentuk oleh umpan balik negatif yang simpalnya mencari tujuan keseimbangan dan statis. Simpal umpan balik negatif bekerja memberikan pengaruh terhadap sistem untuk mencapai tujuan atau keadaan yang diinginkan. Pola ini mirip seperti sistem tindakan koreksi dengan penundaan yang dibahas pada bagian pola gelombang. Gambar 6 adalah contoh struktur sistem dan pola perilaku pada pengaturan suhu temperatur.

(12)

15

Gambar 6. Mencari tujuan

Pola perilaku bergelombang adalah mencari tujuan yang dibangkitkan oleh simpal umpan balik negatif tetapi dengan penambahan penundaan. Pola ini mempunyai perilaku tindakan perbaikan dengan penundaan. Kejadian antara yang diinginkan dan aktual menimbulkan kesenjangan. Untuk memecahkan masalah itu diperlukan tindakan koreksi tetapi mengalami penundaan, artinya koreksi tidak langsung menghasilkan sebuah perbaikan, sehingga masalah akan meningkat yang berakibat tindakan koreksi kedua lebih besar dari pertama. Kejadian ini berlanjut terus dan menimbulkan kejadian naik turun (bergelombang). Gambar 7 adalah contoh struktur sistem dan pola perilaku pada jasa layanan.

Gambar 7. Gelombang

Pola batas pertumbuhan awalnya pertumbuhan eksponensial tetapi secara pelan dan lambat menuju pada kondisi pencapaian sistem yang berada pada keseimbangan, sehingga seperti membentuk huruf “S”. Pola yang disebut juga batas pertumbuhan merupakan kombinasi simpal positif dan negatif. Pola batas pertumbuhan memiliki empat unsur, yaitu kejadian aktual, kejadian diinginkan, kesenjangan dan tindakan koreksi. Kesenjangan (kejadian diinginkan dengan aktual) yang timbul untuk memecahkan masalah diperlukan tindakan koreksi yang pada awalnya besar dan makin lama kecil menuju nol. Jika terdapat penundaan, tindakan koreksi berikutnya akan melewati batas kejadian yang diinginkan selanjutnya menurun kembali. Demikian seterusnya jika batas adalah sumber yang dapat diperbaharui, maka terjadi gelombang pada keadaan tunak. Gambar 8 adalah contoh struktur dan pola perilaku pada kasus penjualan.

(13)

16

Gambar 8. Batas pertumbuhan

3. Stock Flow Diagrams (SFD)

SFD, sebagai salah satu dari dua konsep utama sistem dinamik, adalah akumulasi atau pengumpulan dan karakteristik keadaan sistem dan pembangkit informasi, dimana aksi dan keputusan didasarkan padanya. Stock digabungkan dengan rate atau flow sebagai aliran informasi sehingga

stock menjadi sumber ketidakseimbangan dinamis dalam sistem. SFD secara umum dapat

diilustrasikan dengan sebuah sistem parkir kendaraan yang dihubungkan dengan aliran mobil yang masuk dan yang keluar. Kedua aliran (masuk dan keluar) sebagai pengontrol slot yang tersedia dalam parkir. Besar kecilnya nilai dalam stock dan flow berdasarkan perhitungan persamaan matematik integral dan differensial. Persamaan matematik stock merupakan integrasi dari nilai inflow dan

outflow.

Gambar 9. Stock flow diagrams

H.

PENELITIAN TERDAHULU

Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini, diantaranya Hadiguna (2010) dalam disertasinya mengkolaborasikan manajemen risiko dengan manajemen rantai pasok sehingga menghasilkan suatu sistem penunjang keputusan yang dapat menganalisis risiko mutu dan optimasi sistem rantai pasok di setiap unit operasional. Dalam penelitian yang dilakukan ini juga dirumuskan model matematik untuk manajemen panen-angkut-olah secara kuantitatif dan membangun cara penilaian risiko operasional rantai pasok secara kuantitatif.

Kemudian, Jayaprawira (2010) merancang sebuah model portofolio risiko yang memperhatikan beberapa aspek risiko yang relevan yang mampu mencapai tujuan perusahaan dan mempertahankan kinerja perusahaan. Korporasi agroindustri kelapa sawit di Indonesia disarankan untuk menerapkan dan mengembangkan sistem manajemen risiko yang bersifat menyeluruh (terintegrasi) melalui Enterprise Risk Management (ERM) dengan membentuk unit kerja tersendiri yang secara khusus menangani pengelolaan risiko, disesuaikan dengan kemampuan dan tingkat kepentingan korporasi terhadap eksposur risiko yang sedang dan akan dihadapi.

(14)

17

Simchi-Levi et.al dalam Hadiguna (2010) merumuskan obyektif dari manajemen rantai pasok dan manajemen logistik. Objektif dari manajemen rantai pasok adalah minimisasi biaya sepanjang keseluruhan sistem dari transportasi dan distrribusi ke persediaan bahan baku, barang dalam proses dan produk jadi. Penekanan dari obyektif manajemen rantai pasok adalah pendekatan sistem karena mencakup prinsip-prinsip holistik. Objektif dari manajemen logistik adalah minimisasi biaya sistem secara luas meliputi biaya produksi dan pembelian, biaya simpan persediaan, biaya fasilitas dan biaya transportasi dengan pembatas keragaman kebutuhan tingkat pelayanan. Manajemen logistik sangat menekankan transportasi, lokasi dan persediaan dalam upaya memenuhi kepuasan pelanggan dan pemangku kepentingan, sedangkan manajemen rantai pasok sangat menekankan siklus dari keseluruhan rantai untuk memenuhi kepuasan pelanggan dan pemangku kepentingan.

Dalam mengidentifikasi sumber-sumber risiko, telah banyak pendekatan dan metode yang dikembangkan. Menurut Klimov dan Merkuryev dalam Suharjito et.al (2011) terdapat dua metode utama untuk menilai dan mengevaluasi risiko rantai pasok. Pertama adalah berdasar pendapat pakar (kualitatif) dan kedua penilaian secara statistik (kuantitatif). Jayaprawira (2010) dalam disertasinya terkait identifikasi sumber-sumber dan faktor risiko yang signifikan menggunakan metode AHP untuk mengidentifikasi risiko dalam jaringan rantai pasok. Hadiguna (2010) menggunakan metode

Non-Numeric Multi Expert Criteria Decision Making dalam penilaian risiko mutu dikombinasikan dengan

teknik Ordered Weighting Average (OWA) sebagai agregasi penilaiannya.Sedangkan beberapa model kuantitatif manajemen risiko rantai pasok juga telah dikembangkan oleh Kuhon (2007) dengan menghitung nilai dampak krisis (Crisis Impact Value) berdasarkan faktor peluang krisis (Probability

Factor), tingkat pengaruh (Degree of Influence) dan biaya intervensi (Cost of Intervention).

Studi mengenai kedinamisan rantai pasok juga telah dilakukan oleh Perdana (2009) dan Low & Chen (2009). Perdana (2009) mengungkapkan lima komponen pembentuk model dinamik manajemen rantai pasokan agroindustri teh hijau yang efisien dan berkeadilan, yaitu struktur jaringan rantai pasokan, rekayasa kualitas, sistem produksi, inovasi kelembagaan dan sistem pengukuran kerja yang berimbang. Terkait dengan studi kedinamisan penilaian kinerja, Rohmatulloh (2007) mengkaji serta merancang model dinamik sistem penilaian kinerja sebagai alat bantu untuk mengenal pola perilaku permasalahan manajerial kinerja PG. Studi mengenai kedinamisan lainnya tampak dalam hasil tulisan Mariana (2005) yang berupaya untuk menganalisis dan meyusun sistem pengambilan keputusan dalam investasi produk energi biomas berdasar minyak kelapa sawit atau disebut Biodiesel Kelapa Sawit (BDS).

Terkait dengan penentuan armada transportasi yang akan dijelaskan dalam isi tulisan ini pada bab-bab berikutnya, Oktavia (2000) dan Hadiguna (2010) menjadi acuan pemodel dalam pemetaan konsep model penentuan truk. Oktavia (2000) menentukan jumlah armada dengan memperhitungkan adanya sistem antrian dalam cakupan pabrik, sedangkan Hadiguna (2010) menggunakan formulasi matematik binary integer programming dalam menjadwalkan dan menentukan jumlah armada pengangkut tandan buah segar. Dalam hal penentuan pola hubungan korelasi antara predictors dengan responses yang banyak digunakan dalam penelitian ini, mengacu kepada kajian Aulia (2010) terkait pengelolaan panen terhadap hubungannya dengan kriteria kualitas minyak kelapa sawit.

Pada penelitian ini akan dilakukan penilaian risiko mutu di sepanjang unit organisasi rantai pasokan minyak sawit kasar dengan pendekatan sistem dinamis, karena menganggap semua aktivitas di sistem rantai pasokan selalu berubah terhadap waktu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjaga mutu dari minyak sawit kasar yang dihasilkan oleh perusahan sehingga nantinya dapat meningkatkan daya saing kompetitif minyak sawit dan nama perusahaan di pasaran.

(15)

18

Skema posisi penelitian terdahulu sebagai referensi penelitian ini seperti diuraikan kedalam Gambar 10.

Gambar 10. Posisi penelitian terdahulu

Gambar

Gambar 1. Diagram alir proses produksi CPO
Gambar 3. Perspektif analitik dari rantai pertanian (Ruben et.al, 2006)
Gambar 4. Sistem rantai pasok agroindustri minyak sawit kasar
Gambar  5  adalah  contoh  struktur  sistem  dan  pola  perilaku  model  simpanan  uang  di  bank  konvensional
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mensimulasikan skenario yang telah dianalisis sebelumnya menggunakan simulasi sistem dinamik pada pengembangan model rantai pasok minyak goreng maka mampu

Bahan yang diperlukan untuk produksi kompos tersebut adalah limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS).. Contoh gambaran, jika sebuah

Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) atau palm oil mill effluent (POME) merupakan salah satu jenis limbah organik agroindustri berupa air, minyak dan padatan organik

Model yang telah jelaskan dalam makalah ini fokus menilai risiko berbasis kinerja rantai pasok minyak sawit mentah berkelanjutan di Indonesia pada tingkat

utama dari buah sawit adalah minyak dari mesocarp (yang disebut dengan minyak.. sawit) dan minyak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mekanisme rantai pasok produk krisan yang dihasilkan perusahaan, mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam distribusi bunga

DALMS merupakan produk samping dari proses pemurnian minyak sawit kasar yang banyak mengandung asam lemak bebas (ALB), yaitu sebesar 80%.. Jumlah DALMS yang dihasilkan

Minyak yang dipilih dalam percobaan ini yaitu Virgin Coconut Oil (VCO).Minyak yang sesuai dalam formulasi SNEDDS yaitu minyak dengan kandungan asam lemak rantai