• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUN PUSTAKA. mana individu mengalami perubahan dari masa kanak kanak menuju

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUN PUSTAKA. mana individu mengalami perubahan dari masa kanak kanak menuju"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

A. Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja atau adolescence adalah periode perkembangan selama di mana individu mengalami perubahan dari masa kanak – kanak menuju masa dewasa, biasanya antara usia 13 – 20 tahun. Menurut WHO (2012) dan Pinem (2009) remaja adalah seseorang yang berusia 10 – 19 tahun, sedangkan menurut Soetjiingsih (2004) remaja berusia 11 – 20 tahun yang dibagi menjadi 3 tahap remaja awal (11 – 13 tahun), remaja tengah (14 – 16 tahun), dan remaja akhir (17 - 20 tahun). Istilah adolescence biasanya menunjukkan maturasi psikologis individu, ketika pubertas menunjukkan titik di mana reproduksi mungkin dapat terjadi. Perubahan hormonal pubertas mengakibatkan perubahan penampilan pada orang muda, dan perkembangan mental mengakibatkan kemampuan untuk menghipotesis dan berhadapan dengan abstraksi (Potter & Perry, 2005).

2. Tahapan Remaja

Menurut Santrock (2003) masa remaja dibagi menjadi beberapa tahap yaitu:

a. Remaja awal (early adolescent) pada usia 11-14 tahun. Remaja awal biasanya berada pada tingkat SMP, perubahan yang terjadi pada masa ini sangat cepat, baik pertumbuhan fisik dan kapasitas intelektual. Pada

(2)

masa ini tugas perkembangannya lebih dipengaruhi oleh perubahan fisik dan mental yang cepat, yaitu adaptasi dan penerimaan keadaan tubuh yang berubah.

b. Remaja pertengahan (middle adolescent) pada usia 15-18 tahun, biasanya duduk di bangku SMU. Pada masa ini remaja secara fisik menjadi percaya diri dan mendapatkan kebebasan secara psikologi dari orang tua, memperluas pergaulan dengan teman sebaya dan mulai mengembangkan persahabatan dan keterkaitan dengan lawan jenis. c. Remaja akhir (late adolescent) pada usia 18-22 tahun. Umumnya

terjadi pada akhir SMU dan universitas sampai individu mencapai kematangan fisik, emosi dan kesadaran akan keadaan sosialnya, memiliki identitas personal dalam relasinya dengan orang lain, mengetahui peran sosial, sistem nilai, dan tujuan dalam hidupnya. 3. Remaja Putri

Remaja merupakan periode yang penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia. Pada periode ini banyak terjadi perubahan unik, serta banyak pula pemantapan pola-pola dewasa. Dekatnya masa remaja dengan kematangan biologi dan orang dewasa memberikan peluang untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang dirancang untuk mencegah munculnya rnasalah-masalah kesehatan pada masa dewasa nanti.

Remaja putri adalah individu yang memilki rentang usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun yang memiliki minat-minat pribadi dimana salah satunya adalah minat pada penampilan dirinya sendiri khusuanya remaja

(3)

berusia 16 tahun samapi 19 tahun (Riyadi, 2001). Menurut (Hall, 1991) masa remaja merupakan masa dimana dianggap sebagai masa topan badai danstress (Storm andStress). Karena mereka mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib sendiri, kalau terarah dengan baik maka ia akan menjadi seorang individu yang memiliki rasa tanggung jawab, tetapi kalau tidak terbimbing maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki masa depan dengan baik.

Menurut (Gunarsa dan Gunarsa, 1991) istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukkan masa remaja antara lain :

a. Puberty (bahasa Inggris) berasal dari istilah latin pubertas yang berartikelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda kelaki-lakian. Pubescence dari kata pubis (pubic hair) yang berarti rambut (bulu) pada daerah kemaluan (genetal) maka pubescence berarti perubahan yang dibarengi dengan tumbuhnya rambut pada daerah kemaluan.

b. Adolescentia berasal dari istilah latin adolescentia yang berarti masa muda yang terjadi antara 17 – 30 tahun yang merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menunju masa dewasa yang ditandaidengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial. Proses perkembangan psikis remaja dimulai antara 12 – 22 tahun. Menurut Santrock (1998) mendefinisikan pubertas sebagai masa pertumbuhan tulang-tulang dan kematangan seksual yang terjadi pada masa awal remaja. Menurut Stanley Hall (1998) usia remaja

(4)

antara 12sampai usia 23 tahun. Masa remaja adalah masa yang akan melalui krisis dimana remaja berusaha untuk mencari identitas diri (Dariyo, 2004).

4. Ciri Perkembangan Remaja Putri

Ciri-ciri perkembangan remaja putri menurut Hurlock (2001), antara lain :

a. Perubahan Tubuh Pada Masa Puber 1) Perubahan Ukuran Tubuh

Perubahan fisik utama pada masa puber adalah perubahan ukuran tubuh dalam tinggi dan berat badan. Di antara anak-anak perempuan, rata-rata peningkatan per tahun dalam tahun sebelum haid adalah 3 inci, tetapi peningkatan itu bisa juga terjadi dari 5 sampai 6 inci. Dua tahun sebelum haid peningkatan rata-rata adalah 2,5 inci. Jadi peningkatan keseluruhan selama dua tahun sebelum haid adalah 5,5 inci. Setelah haid, tingkat pertumbuhan menurun sampai kira-kira 1 inci setahun dan berhenti sekitar delapan belas tahun. Tinggi badan rata – rata laki – laki dan perempuan umur 12 tahun adalah sekitar 59 atau 60 inci, sedangkan tinggi rata – rata remaja perempuan hanya 64 inci. Penambahan berat badan + dalam 1 tahun yakni rata-rata sekitar 13kg bagi anak laki – laki dan 10 kg bagi perempuan (Papalia & Olds, 2001).

(5)

2) Perubahan Proporsi Tubuh

Perubahan fisik pokok yang kedua adalah perubahan proporsi tubuh. Daerah-daerah tubuh tertentu yang tadinya terlampau kecil, sekarang menjadi terlampau besar karena kematangan tercapai lebih cepat dari daerah-daerah tubuh yang lain. Badan yang kurus dan panjang mulai melebar di bagian pinggul dan bahu, dan ukuran pinggang tampak tinggi karena kaki menjadi lebih panjang dari badan.

b. Akibat Perubahan Remaja Putri Pada Masa Puber 1) Akibat terhadap keadaan fisik

Pertumbuhan yang pesat dan perubahan-perubahan tubuh cenderung disertai kelelahan, kelesuan dan gejala-gejala buruk lainnya. Sering terjadi gangguan pencernaan dan nafsu makan kurang baik. Anak prapuber sering terganggu oleh perubahan- perubahan kelenjar, besarnya, dan posisi organ-organ internal. Perubahan-perubahan ini mengganggu fungsi pencernaan yang normal. Anemia sering terjadi pada masa ini, bukan karena adanya perubahan dalam kimiawi darah tetapi kebiasaan makan yang tidak menentu yang semakin menambah kelelahan dan kelesuan.

2) Akibat pada sikap dan perilaku

Dapat dimengerti bahwa akibat yang luas dari masa puber pada keadaan fisik anak juga mempengaruhi sikap dan perilaku. Pada umumnya pengaruh masa puber lebih banyak pada anak

(6)

perempuan daripada anak laki-laki, sebagian disebabkan karena anak perempuan biasanya lebih cepat matang daripada anak laki-laki dan sebagian karena banyak hambatan-hambatan sosial mulai ditekankan pada perilaku anak perempuan justru pada saat anak perempuan mencoba untuk membebaskan diri dari berbagai pembatasan. Karena mencapai masa puber lebih dulu, anak perempuan lebih cepat menunjukkan tanda-tanda perilaku yang menganggu daripada anak laki-laki. Tetapi perilaku anak perempuan lebih cepat stabil daripada anak laki-laki, dan anak perempuan mulai berperilaku seperti sebelum masa puber.

B. Berat badan

1. Pengertian Berat Badan

Berat Badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.

Berat badan harus selalu dimonitor agar memberikan informasi yang memungkinkan intervensi gizi yang preventif sedini mungkin guna mengatasi kecenderungan penurunan atau penambahan berat badan yang tidak dikehendaki. Berat badan harus selalu dievaluasi dalam konteks

(7)

riwayat berat badan yang meliputi gaya hidup maupun status berat badan yang terakhir. Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang (Anggraeni, 2012).

2. Kenaikan berat badan

Kenaikan pada berat badan yaitu kenaikan yang terjadi pada berat badan yang bisa menyebabkan berat badan berlebih (overweight) dan gemuk (obesity) (Flier et al, 2007).

a. Berat badan berlebih (overweight)

Overweight adalah kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat badan ideal yang dapat disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau jaringan non-lemak (Rahmawati, 2006). Berat badan berlebih merupakan suatu keadaan terjadi penimbunan lemak secara berlebih, yang menyebabkan kenaikan berat badan. Seseorang yang mengalami kelebihan berat badan apabila berat 10-20% diatas berat badan ideal (wirakusumah, 2001). Metabolisme energi di dalam tubuh manusia diatur oleh berbagai faktor, baik yang menyebabkan meningkatnya penyimpanan energi, atau yang mendorong pemakaian energi (Meutia, 2005).

Overweight didefinisikan sebagai peningkatan berlebihan

jaringan lemak pada otot dan jaringan skeletal Overweight dikatakan jika IMT ≥ 23. Secara ilmiah kelebihan berat badan (overweight) terjadi akibat mengonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidak keseimbangan antara asupan

(8)

dan pembakaran kalori ini belum dapat dijelaskan secara pasti. (Dorlan, 2002).

b. Obesitas

Obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebihan ataupun

abnormal yang dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2011). Menurut Myers (2004), seseorang yang dikatakan obesitas apabila terjadi pertambahan atau pembesaran sel lemak tubuh mereka. Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya berupa kondisi dengan jumlah simpanan kelebihan lemak, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh. Distribusi lemak dapat meningkatkan risiko yang berhubungan dengan berbagai macam penyakit degeneratif (WHO, 2000). Obesitas dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat meningkatkan prevalensi hipertensi, intoleransi glukosa, dan penyakit jantung koroner aterosklerotik pada pasien-pasien yang obese (Alwi, 2009).

3. Faktor-faktor yang menyebabkan kenaikan berat badan

Menurut Kopelman (2002) kenaikan berat badan disebabkan oleh faktor yang kompleks meliputi faktor genetik , faktor psikologis dan lingkungan. Kenaikan berat badan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang bersifat kompleks. Menurut Wahlqvis (2002), konsumsi makanan dan pengeluaran energi dapat memengaruhi kenaikan berat badan secara langsung, sedangkan umur, jenis kelamin, keturunan, stres, keadaan

(9)

sosial-ekonomi, gaya hidup, iklim, obat-obatan merupakan faktor-faktor yang memengaruhi kenaikan berat badan secara tidak langsung.

Faktor-faktor risiko kegemukan antara lain faktor demografi, sosial-ekonomi, gaya hidup, dan kondisi mental emosional

a. Faktor genetik

Obesitas cenderung berlaku dalam keluarga. Ini disebabkan

oleh faktor genetik, pola makan keluarga, dan kebiasaan gaya hidup. Walaupun begitu, mempunyai anggota keluarga yang obesitas tidak menjamin sesorang itu juga akan mengalami obesitas (Galletta, 2005). Banyak gen yang berkaitan dengan terjadinya overweight atau obesitas, namun sangat jarang yang berkaitan dengan gen tunggal. Sebagian besar berkaitan dengan kelainan pada banyak gen. Setiap peptida/neurotransmitter yang merupakan sinyal neural dan humoral yang akan mempengaruhi otak memiliki gen tersendiri yang mengkodenya. Setiap mutasi pada gen-gen tersebut akan menyebabkan kelainan pada produksi neuropeptida/neurotransmitter yang mempengaruhi otak, sehingga juga akan mempengaruhi respon otak baik pada peningkatan asupan makanan ataupun menghambat asupan makanan. Setiap neuropeptida tersebut memiliki reseptor di otak, dan setiap reseptor memiliki gen tersendiri pula. Setiap mutasi pada gen tersebut akan menyebabkan kelainan reseptor yang akan mempengaruhi pula respon otak terhadap asupan makanan (Rankinen, 2006).

(10)

Kegemukan cenderung diturunkan sehingga diduga memiliki penyebab genetic. Anggota keluarga tidak hanya berbagi gen tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bias mendorong terjadinya kegemukan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang (Mumpuni, 2010). Menurut penelitian Haines (2007) dalam Sartika (2011) jika ayah dan/atau ibu menderita overweight maka kemungkinan anaknya memiliki kelebihan berat badan sebesar 40-50 %.

Menurut D’Adamo (2009), seseorang yang mengalami kelebihan berat badan, kadar leptin dalam tubuhnya akan meningkat, tetapi fungsinya terhambat. Pada penderita obesitas kadar leptin meningkat seiring dengan meningkatnya kadar insulin, hal inilah yang membuat para peneliti percaya bahwa resistensi leptin merupakan pemicu resistensi insulin. Leptin merupakan hormon yang berhubungan denga gen obesitas. Leptin mempengaruhi kerja hipotalamus dalam mengatur jumlah lemak tubuh, kemampuan membakar lemak menjadi energi dan rasa kenyang (rasa setelah cukup makan).

b. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan termasuk perilaku atau pola gaya hidup. Seseorang tidak dapat mengubah pola genetiknya tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya. Faktor termasuk konsumsi

(11)

pangan, sosial-budaya, aktivitas fisik atau olahraga, dan metabolik. Selanjutnya, perkembangan faktor lingkungan lain, seperti sosial-ekonomi dan teknologi, berperan penting dalam menggeser gaya hidup yang semula sehat menjadi tidak sehat, yang dapat memicu kejadian kegemukan. Pada faktor lingkungan sebagai penyebab kegemukan, konsumsi pangan (sayuran & buah, makanan berlemak) dan aktivitas fisik memainkan peran yang sangat penting (Soegih, 2004).

1) Sosial, ekonomi dan budaya

Kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya suatu keluarga, suatu kelompok masyarakat, atau suatu bangsa, mempunyai pengaruh yang kuat dan kekal terhadap apa, kapan, dan bagaimana penduduk makan. Kebudayaan masyarakat dan kebiasaan pangan yang mengikutinya berkembang sekitar arti pangan dan penggunaan yang cocok. Pola kebudayaan ini memengaruhi orang dalam memilih pangan, jenis pangan yang harus diproduksi, pengolahan, penyaluran, penyiapan, dan penyajian (Baliwati et al 2004).

Santrock (1999) mencatat bahwa remaja perempuan yang berasal dari status sosial ekonomi yang rendah cenderung memilki berat badan yang gemuk dibandingkan dengan remaja perempuan yang berasal dari status ekonomi tinggi. Santrock tidak menyebutkan alasan dasar yang menjadi penyebab kegemukan tersebut. Kemungkinan timbulnya kegemukan tersebut disebabkan seberapa intesitas perhatian individu terhadap perawatan fisiknya.

(12)

Mereka yang mapan secara ekonomis, lebih memiliki perhatian yang tinggi. Mereka mungkin akan merasa cemas jika berat badannya mengalami kenaikan secara cepat, oleh karena itu, mereka segera melakukan perawatan intensif dengan bantuan tenaga profesional (ahli gizi, dokter, fitness trainer) serta membeli bahan-bahan untuk merampingkan tubuhnya.

2) Gaya hidup

Gaya hidup merupakan kebiasaan hidup seseorang yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan di kehidupan masyarakat sehari-hari. Dari sudut pandang antropologi, gaya hidup merupakan hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya dan keadaan. Gaya hidup sedentary adalah gaya hidup di mana unsur gerak fisik sangat minimal, sedangkan beban kerja mental sangat maksimal (Kodyat, 1994).

Perilaku konsumsi , memegang peranan penting terhadap gaya hidup di Indonesia, terutama di daerah perkotaan. Pengetahuan gizi dan kesehatan yang minim akan berakibat pada perilaku konsumsi yang tidak sehat. Hal ini juga yang dapat membentuk gaya hidup sehat dan tidak sehat di masyarakat. Hal ini perlu diwaspadai oleh masyarakat Indonesia yang makan dalam jumlah banyak sehari-harinya, atau keluarga-keluarga yang memenuhi kulkasnya dengan segala macam makanan, terutama makanan yang dikenal dengan istilah junk food (Harahap, 2009).

(13)

c. Faktor Demografi 1) Umur

Faktor umur penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat (Supariasa, 2001). Semakin bertambah usia seseorang, mereka cenderung kehilangan massa otot dan mudah terjadi akumulasi lemak tubuh. Kadar metabolisme juga akan menurun menyebabkan kebutuhan kalori yang diperlukan lebih rendah (Galletta, 2005).

2) Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi sehingga terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi (Apriadji, 1986). Secara rata-rata, lelaki mempunyai massa otot yang lebih banyak dari wanita. Lelaki menggunakan kalori lebih banyak dari wanita bahkan saat istirahat karena otot membakar kalori lebih banyak berbanding tipe-tipe jaringan yang lain. Dengan demikian, perempuan lebih mudah bertambah berat badan berbanding lelaki dengan asupan kalori yang sama (Galletta, 2005).

3) Perkawinan

Menurut Sobal (1992), perkawinan menyebabkan peningkatan berat badan karena terjadinya perubahan gaya hidup ke arah yang cenderung sedentary, pengalokasian kegiatan aktivitas fisik serta kelahiran anak. Penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat hubungan

(14)

antara kegemukan dan status perkawinan pada laki-laki dewasa di mana laki-laki yang sudah menikah lebih gemuk dan mengalami obesitas. d. Faktor Psikologis

Tekanan hidup dapat menyebabkan kondisi mental emosional terganggu. Hal ini berdampak pada peningkatan kejadian kenaikan berat badan. Orang yang mengalami depresi dapat menyebabkan lingkar perutnya meningkat. Selain itu, seseorang yang depresi cenderung memiliki pola hidup yang tidak baik, seperti mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan dan mengonsumsi makanan berlemak tinggi yang dapat meningkatkan terjadinya kenaikan berat badan (lee, 2005)

1) Stress

Semua peristiwa yang menimbulkan usaha-usaha perubahan pada diri manusia yang bersangkutan, baik peristiwa yang menyusahkan maupun menyenangkan, semua dianggap sebagai stres. Roemmich (2007) menemukan bahwa reaktivitas stres mengawali penyakit kardiovaskuler sebelum remaja oleh peningkatan total dan obesitas sentral pada anak. Anak dengan peningkatan reaktivitas heart rate pada waktu stres memilki peningkatan lemak tubuh, IMT, dan lemak pusat. Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu makan dalam jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma makan pada malam hari).

Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan kekecewaan. Binge mirip dengan bulimia nervosa, dimana seseorang makan dalam

(15)

memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya kalori yang dikonsumsi sangat banyak. Pada sindroma makan pada malam hari, adalah berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan diikuti dengan makan yang berlebihan, agitasi dan insomnia pada malam hari (Anonim, 2009). 2) Depresi

Rice (1999) menyatakan bahwa depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Gangguan mood dan gangguan kondisi emosional secara kompleks disebut juga gangguan mental emosional. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan. Depresi ditandai dengan perasaan sedih yang psikopatologis, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata sesudah bekerja sedikit saja, dan berkurangnya aktivitas.

Menurut Henry dan Stephens (1997), depresi merupakan reaksi manusia secara fisik dan mental terhadap berbagai jenis stres. Depresi berhubungan pada peningkatan jangka panjang BWV (Body Weight Variability) dan tidak berhubungan dengan level IMT atau trend IMT. Terdapat hubungan positif yang kuat antara jenis kelamin perempuan dengan BWV. Hal ini menjelaskan hubungan nyata antara perempuan dengan depresi (Hasler, 2005). Roberts (2003) menemukan bahwa obesitas berhubungan dengan peningkatan depresi setelah 5 tahun. Depresi dapat menyebabkan peningkatan IMT dan sekresi kortisol (Roberts, 2007).

(16)

4. Hubungan kenaikan berat badan pada remaja putri

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Ketika memasuki masa remaja, khususnya masa purbertas, remaja menjadi sangat concern atas pertambahan berat badan mereka. Terjadi perubahan fisiologis tubuh kadangkala mengganggu. Biasanya, hal ini lebih sering dialami remaja putri daripada remaja pria. Bagi remaja putri, mereka mengalami pertambahan jumlah jaringan lemak sehingga mereka akan mudah untuk gemuk apabila mengalami makanan yang berkalori tinggi (Raymond, 2007).

Penelitian dari Muwakhidah dan Diah (2008) Fakultas Ilmu kesehehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan metode penelitian observasional rancangan case control. Hasil prnrlitian menunujukan bahwa beberapa faktor risiko untuk kelebihan berat badan adalah genetik, kebiasaan makan, aktivitas, psikososial, dll. Banyak jenis makanan cepat saji mengandung kalori tinggi, lemak, gula, dan sodium (Na) tetapi rendah vitamin A, asam ascobrat, kalsium, dan serat. Penelitian ini bertujuan untuk memahami faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kelebihan berat badan pada Adolescents.

Penelitian dari Rahmadian (2011) hasil penelitian menunjukan bahwa pendapatan Keluarga tinggi bukan merupakan faktor risiko untuk kelebihan berat badan, family history bukan faktor risiko untuk

(17)

overweigth, Jumlah Pocketmoney bukan faktor risiko kelebihan berat badan lebih sering mengkonsumsi makanan cepat saji tidak faktor risiko untuk kelebihan berat badan. Hal ini disebabkan oleh asupan harian dan remaja aktivitas sebagai faktor risiko langsung untuk overweight. Family Pendapatan, Riwayat Keluarga, Jumlah pocketmoney dan frekuensi mengkonsumsi makanan cepat saji yang tidak signifikan kelebihan berat badan.

C. Gaya Hidup

1. Pengertian gaya hidup

Gaya hidup merupakan kebiasaan hidup seseorang yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan di kehidupan masyarakat sehari-hari. Dari sudut pandang antropologi, gaya hidup merupakan hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya dan keadaan. Gaya hidup sedentary adalah gaya hidup di mana unsur gerak fisik sangat minimal, sedangkan beban kerja mental sangat maksimal (Kodyat, 1994).

Gaya hidup seperti ini dapat berpengaruh terhadap kejadian kegemukan karena minimnya aktivitas fisik. Setiap individu memiliki gaya hidup yang bersifat unik dan khas, dimana ia akan mengatur seluruh aspek hidupnya berhubungan dalam suatu pola tertentu sesuai dengan gaya hidupnya tersebut (Agustina, 2005). Faktor gaya hidup meliputi pola makan, kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkohol, konsumsi sayuran dan buah, konsumsi makanan berlemak, konsumsi makanan

(18)

manis, konsumsi jeroan, kegiatan waktu luang, aktivitas fisik (Wahlqvis, 2002).

2. Faktor-faktor Gaya hidup a. Pola atau kebiasaan makan

Santosa dan Ranti (2004) mengungkapkan bahwa pola makan merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.

Terjadinya obesitas merupakan dampak dari terjadinya kelebihan asupan energi (energy intake) dibandingkan dengan yang diperlukan (energy expenditure) oleh tubuh sehingga kelebihan asupan energi tersebut disimpan dalam bentuk lemak. Makanan merupakan sumber dari asupan energi. Di dalam makanan yang akan diubah menjadi energi adalah zat gizi penghasil energi yaitu karbohidrat, protein dan lemak (Gee, 2008).

Faktor-faktor yang berpengaruh dari asupan makanan terhadap terjadinya obesitas adalah: kuantitas, porsi perkali makan, kepadatan energy dari makanan yang dimakan, kebiasaan makan (contoh kebiasaan makan malam hari), frekuensi makan, dan jenis makanan (Snetselaar, 2008). Menurut Khomsan (2003) bahwa frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari untuk menghindarkan kekosongan lambung. Menurut penelitian yang dilakukan oleh

(19)

Priyanto (2007) terbukti bahwa kelebihan frekuensi makan makanan utama dan kelebihan asupan energy merupakan faktor risiko kejadian kegemukan.

Menurut Purwati (2007) ada beberapa perilaku terhadap pola makan yang kurang tepat dapat menimbulkan kegemukan, seperti : a. Makan Berlebihan

Mempunyai nafsu makan yang berlebihan merupakan kebiasaan yang buruk, baik dilakukan di rumah, restoran, pertemuan-pertemuan, maupun pesta. Apabila sudah kenyang, jangan sekali-kali menambah porsi makanan meskipun makanan yang tersedia sangat lezat dan merupakan makanan favorit.

b. Makan terburu-buru

Kebiasaan makan secara terburu-buru (tergesa-gesa) akan menyebabkan efek kurang menguntungkan bagi pencernaan dan dapat mengakibatkan cepat merasa lapar kembali. Padahal jika makan dikunyah lebih lama selain kelezatan makanan dapat dinikmati, juga dapat membuat lama waktu makan. Dengan demikian tanpa disadari makanan yang masuk ke mulut relatif lebih sedikit, tetapi rasa kenyang dapat terpenuhi.

c. Menghindari Makan Pagi

Banyak orang yang menggantikan makan pagi dengan makan siang yang berlebih atau memakan makanan kecil yang tinggi lemak dan kalori dalam jumlah yang relatif banyak.

(20)

Dengan kondisi ini, jika dihitung jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh lebih banyak jika dibandingkan kalau makan pagi. d. Waktu Makan Tidak Teratur

Jika jarak antara dua waktu makan terlalu panjang, ada kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan secara ber lebihan. Jika keadaan tersebut berlangsung relatif lama maka akan mengakibatkan kegemukan.

e. Salah Memilih dan Mengolah Makanan

Ada berbagai sebab atau karena ketidaktahuan dimana seseorang salah memilih makanan. Sementara itu banyak juga orang memilih maka nan hanya karena prestise atau gengsi semata. Makanan cepat saji yang banyak ditawarkan sekarang banyak mengandung lemak, kalori, dan gula berlebih.

f. Kebiasaan Mengemil Makanan Ringan

Mengemil merupakan kegiatan makan diluar waktu makan. Biasanya makanan yang dikonsumsi berupa makanan kecil (makanan ringan) yang rasanya gurih, manis, dan digoreng. Bila tidak dikontrol, hal ini akan mengakibatkan kegemukan karena jenis makanan tersebut adalah makanan tinggi kalori. Makan cemilan dan makanan manis, makanan manis biasanya identik dengan kandungan gula tinggi. Gula merupakan karbohidrat sederhana yang mengandung Indeks Glikemik tinggi. Makanan dengan Indeks Glikemik tinggi mudah memacu peningkatan gula

(21)

darah sehingga menimbulkan rasa lapar dalam waktu cepat (Rimbawan dan Siagian 2004). Mengomsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, seperti gula, fruktosa, soft drink, bir dan

wine akan menyebabkan berat badan naik karena karbohidrat.

Jenis ini lebih muda diserap oleh tubuh. Menurut Wirakusumah (1994), kebiasaan mengonsumsi camilan dapat berdampak baik dan buruk. Camilan yang sehat adalah camilan yang jika dikonsumsi dapat menyumbangkan sejumlah zat gizi yang signifikan tanpa menurunkan selera makan seperti cracker gandum, buah-buahan, dan lain-lain,. Namun apabila camilan yang dikonsumsi tinggi lemak, tinggi gula namum rendah zat gizi, maka akan berakibat buruk salah-satunya adalah risiko terjadinya kegemukan.

g. Kurangnya makan sayuran dan buah

Menurut Muchtadi (2001), sayuran merupakan menu yang hampir selalu tersedia dalam hidangan sehari-hari masyarakat Indonesia, baik dalam keadaan mentah (sebagai lalapan segar) atau setelah diolah menjadi berbagai macam bentuk masakan. Menurut (Drapeau, 2004), konsumsi buah dan sayuran dapat mencegah kejadian kegemukan karena dapat mengurangi rasa lapar dan tidak menimbulkan kelebihan lemak dan sebagainya. Buah dan sayur dapat menjadi makanan selingan yang sangat baik karena mengenyangkan, rendah lemak, serta kaya akan vitamin yang

(22)

diperlukan oleh tubuh (Pratiwi, 2010). Menurut Hui (1985), sayur dan buah dapat mencegah kejadian obesitas karena dapat mengurangi rasa lapar namun tidak menimbulkan kelebihan lemak, kolesterol, dan sebagainya. Sayur dan buah umumnya mengandung serat kasar yang dapat membantu melancarkan pencernaan dan mencegah konstipasi. Banyak orang yang kurang menyukai sayuran dalam menu makanan dengan alasan karena rasanya yang kurang enak. Pola makan keluarga tertentu yang tidak mengutamakan sayuran dan buah dalam menu makanan utama menambah parah kurangnya asupan sayuran. Menurut Nalle (2005), Kekurangan serat dapat menyebabkan berbagai gangguan penyakit, seperti penyakit jantung koroner (penyempitan arteri akibat penumpukan lemak), diabetes, kegemukan, dan aterosklerosis.

h. Makan makanan berlemak

Menurut Atkinson (2005), makanan berlemak mengandung dua kali lebih banyak kalori dibandingkan dengan protein dan akan memberikan sumbangan energi yang lebih besar. Makanan berlemak memiliki energy density yang tinggi, namun tidak mengenyangkan. Selain itu makanan berlemak memiliki rasa gurih (umami flavor) sehingga dapat meningkatkan selera makan dan akan terjadi konsumsi berlebihan (Hidayat, 2006). Apabila asupan karbohidrat, protein dan lemak berlebih, maka karbohidrat akan

(23)

disimpan sebagai glikogen dalam jumlah terbatas dan sisanya lemak, protein akan dibentuk sebagai protein tubuh dan sisanya lemak, sedangkan lemak akan disimpan sebagai lemak. Tubuh memiliki kemampuan menyimpan lemak yang tidak terbatas. makan jeroan adalah organ-organ selain otot dan tulang hewan ternak yang masih dapat dikonsumsi. Di berbagai daerah di Indonesia, hampir semua bagian jeroan dimasak untuk makanan manusia, sebut saja ayam. Jeroan ayam banyak yang bisa diambil manfaatnya, seperti hati, ampela, usus. Jeroan (usus, hati, babat, lidah, jantung, otak, dan paru) banyak mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA).

Jeroan mengandung kolesterol 4-15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan daging. Makanan berkalori tinggi, seperti jeroan dan sebagainya, dapat merangsang seseorang untuk mengonsumsi kalori dalam jumlah lebih dan lebih banyak lagi sehingga dapat memacu kegemukan (Wikipedia, 2009).

b. Status gizi

a. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (WHO, 2011). Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat

(24)

badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang.

Penggunaan IMT sebagai baku pengukuran obesitas dapat digunakan untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun (Supariasa et al., 2002; Sugondo, 2006). Keuntungan IMT adalah tinggi dan berat badan mudah diukur oleh tenaga yang cukup dilatih sekadarnya dan handal pada berbagai keadaaan. Kelemahan IMT adalah tidak menunjukkan persentase lemak tubuh seseorang (Supariasa et al., 2002; Lisbet, 2004).

Untuk mengetahui nilai IMT, dapat dihitung dengan rumus berikut:

IMT = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔)

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)𝑥 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)

b. Klasifikasi berat badan

Berdasarkan Pedoman Praktis IMT yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 1994, ambang batas yang digunakan di Indonesia, sedikit berbeda dengan ambang batas yang digunakan di seluruh dunia. Ambang batas yang digunakan berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian dibeberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:

(25)

Tabel 2.1 Batas Ambang IMT Untuk Orang Dewasa Indonesia

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan

<17,0 17,0 - 18,4

Normal Normal 18,5-25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat

25,1-27,0 >27,0

(Depkes RI, 1994)

Jika seseorang termasuk kategori :

1. IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat.

2. IMT 17,0 – 18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat ringan atau KEK ringan.

Penting untuk diingat bahwa meskipun IMT berkorelasi dengan jumlah lemak tubuh, IMT tidak secara langsung mengukur lemak tubuh. Pada beberapa orang, seperti atlet, mungkin memiliki IMT yang tergolong sebagai kelebihan berat badan meskipun mereka tidak memiliki tubuh yang kelebihan lemak. Klasikfikasi berat badan berdasarkan World Health Organization (WHO)

Indeks Massa Tubuh (IMT)

Kategori

<18,5 Berat badan kurang 18,5-24,9 Berat badan normal 25-29,9 Berat badan berlebih 30-34,9 Obesitas I

(26)

c. Hubungan Pola makan dengan kenaikan berat badan pada remaja putri

Pengalaman dalam pemilihan makanan penting diperhatikan karena remaja sudah menginjak tahap independensi. Mereka bisa memilih makanan apa saja yang disukainya, bahkan tidak berselera lagi makan bersama keluarga di rumah. Aktivitas yang banyak dilakukan di luar rumah membuat seorang remaja sering dipengaruhi rekan sebayanya. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan gizi tetapi sekedar bersosialisasi, untuk kesenangan dan supaya tidak kehilangan status. Hal ini bisa menyebabkan remaja termasuk dalam nutritionally vulnerable group (Khomsan, 2003).

Penelitian Adityawarman observasional dengan pendekatan

cross sectional. Berdasarkan dari data yang diperoleh ternyata ada

hubungan antara pola makan dengan berat badan lebih pada remaja SMAN 4 Semarang, dimana diketahui tingkat signifikansi p = 0.005, artinya pola makan merupakan faktor resiko dari kejadian overweight, dimana anak yang mempunyai pola makan berlebih dan sangat berlebih mempunyai rasio prevalens 3.00 untuk mempunyai berat badan lebih dan secara statistik terdapat hubungan bermakna antara pola makan dan berat badan lebih.

Penelitian dari widianti (2012) hasil penelitian menunjukan sebanyak 29 Subyek (40,3 %) merasa tidak puas terhadap bentuk

(27)

tubuhnya dan 43 subyek (59,7%) merasa puas terhadap bentuk tubuhnya. Sebagian besar (56,9%) belum menjalankan perilaku makan yang baik dan 31 subyek (43,1%) sudah menjalankan perilaku yang baik. Terdapat hubungna yang bermakna antara body image dengan stus gizi (r = 0,482 p = 0,001) dan perilaku makan dengan satus gizi (r = 0,507 p = 0,001).

Penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku makan siswa obesitas adalah rata-rata tinggi kalori, tinggi lemak dan memiliki porsi makan yang tidak berimbang dengan energy yang dikeluarkan. Sehingga hal ini yang menjadi penyebab semakin meningkatnya berat badan siswa-siswi dan menambah timbunan lemak tubuh.

d. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan energi (energy expenditure), sehingga apabila aktivitas fisik rendah maka kemungkinan terjadinya obesitas akan meningkat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa lamanya kebiasaan menonton televisi (inaktivitas) berhubungan dengan peningkatan prevalensi obesitas. Sedangkan aktivitas fisik yang sedang hingga tinggi akan mengurangi kemungkinan terjadinya obesitas (Gwartney, 2005).

Aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan energi dalam tubuh. Oleh karena itu, berkurangnya aktivitas fisik akibat dari kehidupan yang makin modern dengan kemajuan teknologi mutakhir

(28)

akan menimbulkan kegemukan (Thomas, 2003). Kemudian Williamso (2005) dan Rissanen (1991) menyatakan bahwa rendahnya aktivitas fisik merupakan faktor yang paling bertanggung jawab terhadap terjadinya obesitas. Sebagai contoh, obesitas tidak terjadi pada para atlet yang aktif, sedangkan para atlet yang berhenti melakukan latihan olah raga lebih sering mengalami kenaikan berat badan dan kegemukan.

Kategori tingkat aktifitas Physical Activity Level (PAL) dibedakan menjadi tiga, yaitu aktifitas ringan, sedang dan berat. Aktifitas fisik ringan memiliki nilai PAL antara 1.40-1.69. Seseorang yang mempunyai aktifitas fisik yang ringan menggunakan kendaraan untuk transportasi, tidak berolahraga, dan cenderung meluangkan waktu hanya untuk kegiatan yang dilakukan dengan duduk dan berdiri, dengan sedikit gerakan tubuh.

Aktifitas fisik sedang memiliki nilai PAL 1.70-1.99. Seseorang yang mempunyai tingkat aktifitas fisik sedang tidak memerlukan energi yang besar, namun kebutuhan energi pada kegiatan ini lebih tinggi daripada kegiatan aktifiats ringan. Aktifitas fisik berat memiliki nilai PAL 2.00-2.39. Aktifitas berat dilakukan oleh seseorang yang melakukan kerja berat dalam waktu yang lama (FAO/WHO/UNU, 2001). Aktifitas fisik yang termasuk didalamnya yaitu kegiatan waktu luang dan kebiasaan tidur.

(29)

Menurut Catursari (1990) dalam Sukadji (2000), jika ditinjau menurut kegiatan formal dan non-formal, waktu luang adalah waktu di luar jam kerja atau sekolah, di luar kewajiban-kewajiban yang diberikan oleh keluarga dan masyarakat, kegiatan makan, tidur atau istirahat dan pemenuhan kebutuhan fisiologis lainnya. Kegiatan waktu luang dapat berupa rekreasi, berkebun, berkumpul dengan keluarga, dan sebagainya.

Menurut Sukadji (2000) kegiatan waktu luang dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu :

1. Kegiatan relaksasi aktif, misalnya berkebun, membetulkan alat rumah tangga, memperbaiki sepeda motor. Kegiatan tersebut karena sifatnya produktif, cenderung meningkatkan keterampilan dan harga diri.

2. Kegiatan relaksasi pasif, contohnya menonton televisi, mendengarkan musik, dan membaca tulisan ringan. Namun, terlalu banyak kegiatan relaksasi pasif, bisa membuat kehilangan waktu untuk kegiatan yang lebih produktif.

3. Kegiatan rekreasi yang bisa Anda pilih antara lain: beristirahat, berolah raga, menggeluti hobi, membaca buku, hingga menjadi pendukung dari suatu tim sepakbola.

4. Kegiatan pengembangan diri antara lain: mengikuti kursus musik, kelompok teater, kursus bahasa asing, melukis, mengarang, membuat sajak, memasak, menata musik, membuat patung.

(30)

Kegiatan ini selain meningkatkan keterampilan, juga menimbulkan rasa sukses telah membuat sesuatu.

e. Hubungan aktivitas fisik dengan kenaikan berat badan pada remaja putri

Aktifitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang. Aktifitas fisik adalah gerakan yang dilakukan otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktifitas fisik, otot membutuhkan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier, 2002).

Penelitian Adityaarman (2011) hasil menunjukan berdasarkan dari data yang diperoleh ternyata ada hubungan antara aktivitas fisik dengan berat badan lebih pada remaja SMAN 4 Semarang, dimana diketahui tingkat signifikansi p = 0,000 artinya, aktivitas fisik merupakan faktor resiko dari kejadian overweight, dimana anak yang beraktivitas fisik ringan mempunyai rasio prevalens 4.125 untuk mempunyai berat badan lebih dan menurut statistik terdapat hubungan bermakna antara aktivitas fisik dan berat badan lebih.

Penelitian dari Mappaompo (2012) hasil penelitian Mappaompo menunjukan bahwa Pengaruh yang ditimbulkan sebagai akibat dari obesitas adalah sebagai berikut: kegemukan memberikan

(31)

beban psikologis, menambah tekanan darah, menambah hiperkolesterolemia, menambah kemungkinan diabetes, menambah resiko kanker, menambah resiko kematian, menambah resiko penyakit pembuluh jantung koroner. Aktivitas fisik (olahraga) sangat berpengaruh terhadap terpeliharanya kapasitas organ-organ faal tubuh. Terpeliharanya kapasitas organ-organ faal tubuh akan dapat memperlancar semua system yang terdapat didalam tubuh. Khusus berfungsinya secara baik organ-organ system pencernaan akan dapat memperlancar proses metabolisme sehingga penimbunan lemak maupun asam laktat yang berlebihan dapat dikurangi. Dengan penimbunan lemak dan asam laktat yang sedikit maka akan dapat mengurangi terjadinya obisitas.

3. Hubungan gaya hidup (pola makan dan aktivitas fisik) dengan kenaikan berat badan pada remaja putri

Pola hidup sedentarian dan maraknya ketersediaan akses teknologi dan transportasi memiliki kaitan yang sangat erat terhadap kejadian obesitas sentral.

Penelitian dari istiqamah (2010) mengenai pengaruh aktivitas fisik yang rendah (sedentary activity) terhadap obesitas sentral telah dilakukan. Hasil penelitian hubungan pola hidup sedentari dengan kejadian obesitas sentral diperoleh nilai p=0,000, untuk ketersediaan akses dengan kejadian obesitas sentral terutama pada ketersediaan transportasi umum (mobil) diperoleh nilai p=0,013; ketersediaan teknologi

(32)

(komputer/laptop dan AC) diperoleh nilai p masing-masing 0,015 dan 0,000 serta adanya pembantu yang mengurus pekerjaan rumah tangga diperoleh nilai p=0,045.

Disimpulkan bahwa aktifitas sedentari dan ketersediaan akses merupakan faktor resiko terhadap kejadian obesitas sentral. Untuk menekan dampak obesitas sentral ini, perlu adanya peningkatkan aktifitas fisik seperti olahraga yang rutin, sehingga dapat memin imalkan resiko obesitas sentral

(33)

D. Kerangka Teori Penelitian

Sumber : modifikasi kopelman, (2002) dan Wahlqvis, (2002)

Faktor Genetik • Umur • Jenis Kelamin • perkawinan Faktor demografi Kenaikan berat badan • stres • depresi Faktor psikologis

• Faktor sosial, budaya & Ekonomi

• Gaya hidup

1. Pola atau kebiasaan makan (Konsumsi sayur dan buah, Konsumsi makanan berlemak, Konsumsi cemilan, Konsumsi makanan manis, Konsumsi jeroan) 2. Kebiasaan merokok 3. Kebiasaan minum alcohol 4. Aktivitas fisik (Kegiatan waktu luang dan kebiasaan tidur)

(34)

E. Kerangka konsep penelitian

Variabel independen Variabel dependen

F. Hipotesis Hubungan

H1 : Ada hubungan pola makan dengan kenaikan berat badan

H2 : Ada hubungan aktivitas fisik dengan kenaikan berat badan

H3 :Ada hubungan gaya hidup (pola makan dan aktivitas fisik) dengan

kenaikan berat badan

• Gaya hidup

1. Pola atau kebiasaan makan (Konsumsi sayur dan buah, Konsumsi makanan berlemak, Konsumsi cemilan, Konsumsi makanan manis, Konsumsi jeroan) 2. Aktivitas fisik (Kegiatan

waktu luang dan kebiasaan tidur)

Kenaikan berat badan

Gambar

Tabel 2.1 Batas Ambang IMT Untuk Orang Dewasa Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Adobe Flash CS3 memiliki beberapa keunggulan diantaranya, dapat membuat tombol interaktif dengan sebuah movie atau objek yang lain, membuat perubahan

Guru BK berinteraksi dengan peserta didik dalam bentuk kegiatan : (a) membagikan kembali lembar alat ungkap pengenalan lingkungan bidang pekerjaan yang sudah diisi

10.2 Penganjur, Kumpulan Nestlé Malaysia, para pengarah, pegawai, kakitangan, ejen, penaja dan/atau wakilnya tidak boleh dipertanggungjawabkan ke atas mana-mana

Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa moral ekonomi petani tembakau desa Tamansari untuk tetap menanam tembakau dapat dikaitkan dengan teori rational- peasant Popkins, dan

Analisis future performance yang dilakukan berdasarkan hasil analisis gap serta adanya pertimbangan sesuai kemampuan owner UKM Kreasi Nusantara untuk produk Monster

20 KBA Korban Bencana Alam 21 KBS Korban Bencana Sosial 22 PMT Pekerja Imigran Terlantar 23 ODHA Orang Dengan HIV Aids 24 KR Keluarga

Adapun maksud utama pengadaan Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat Bandar Udara xxx adalah untuk meminimalkan korban jiwa maupun harta benda akibat kejadian

Elemen musik yang mempengaruhi suasana hati konsumen tersebut adalah beat dalam musik yang sesuai dengan tema, tempo pada musik yang dapat menciptakan suasana yang