ARTIKEL
Judul
Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma Pejeng (Sejarah, Makna, dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar IPS Studi Kasus di SMP N 3
Tampaksiring, Gianyar-Bali)
Oleh
A.A Istri Pradnya Asmara Putri 0914021018
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA
Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma Pejeng (Sejarah, Makna, dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar IPS Studi Kasus di SMP N 3 Tampaksiring,
Gianyar-Bali) Oleh :
AA Istri Pradnya Asmara Putri, (NIM 0914021018), (AAIstriPradnyaAsmaraPutri@gmail.com)
Desak Made Oka Purnawati*)
Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan di Desa Pejeng, Gianyar, Bali yang bertujuan untuk mengetahui : (1)latar belakang berdirinya Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma di Desa Pakraman Pejeng; (2)Makna yang terkandung pada Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma; dan (3)Potensi potensi Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma sebagai sumber belajar IPS. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, sehingga langkah-langkah yang dilakukan adalah
(1)Penentuan Lokasi Penelitian;(2)Teknik Penentuan Informan;(3)Teknik
Pengumpulan Data;(4)Teknik Observasi;(5)Teknik Wawancara;(6)Teknik Studi
Dokumentasi;(7)Teknik Penjaminan Keabsahan Data; (8)Teknik Analisis
Data;(9)Teknik Penulisan Hasil Penelitian. Berdasarkan temuan di lapangan latar belakang dibangunnya Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma untuk mengenang serta sebagai wujud penghormatan dan penghargaan jasa para pahlawan lokal yang berasal dari Desa Pejeng yang gugur didalam perang melawan PPN/NICA. Makna yang terkandung dalam Tugu Taman makam Pahlawan Sapta Dharma dapat dibagi lima yakni, (1)sikap rela berkorban; (2)sikap patriotisme; (3)sikap jujur; (4)sikap adil; (5)sikap perjuangan yang pantang mundur. Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma Pejeng memiliki nilai historis sangat penting dalam konteks sejarah perjuangan rakyat Bali dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang patut diwariskan.
Kata Kunci : Sejarah, Makna, dan Potensi Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma
Heroes cemetery monument Sapta Dharma Pejeng ( History , Meaning , and potency as a Source of Learning Case Studies in social sciences SMP N 3
Tampaksiring , Gianyar - Bali ) by :
AA Istri Pradnya Asmara Putri , ( NIM 0914021018 ) , ( AAIstriPradnyaAsmaraPutri@gmail.com )
Desak Made Oka Purnawati * )
History of the Department of Education , University of Education Ganesha Singaraja .
ABSTRACT
This research was conducted in the village of Pejeng , Gianyar , Bali which aims to determine : ( 1 ) the background of the establishment of the monument Heroes
Cemetery Sapta Dharma in Pejeng Village; ( 2 ) The meaning in the Heroes Cemetery Monument Sapta Dharma , and ( 3 ) potential Heroes cemetery monument Sapta Dharma as a source of social studies . This research is descriptive qualitative ,
so the steps are: ( 1 ) Determination of Location Research , (2 ) Determination Techniques informant , (3 ) Data Collection Techniques ; ( 4 ) Observation Techniques ; ( 5 ) Interview Techniques ; ( 6 ) Engineering Documentation Studies;( 7 ) Data validity Assurance techniques ; ( 8 ) Data Analysis Techniques ; ( 9 ) Writing
Techniques Research . Based on the findings of the background field monument built Sapta Dharma Heroes cemetery in memory as well as a form of respect and appreciation of the services of a local hero who comes from the village of Pejeng who
died in the fight against PPN / NICA . Meaning contained in the tomb Heroes Monument Park can be divided five Sapta Dharma namely , ( 1 ) self-sacrifice ; ( 2 )
patriotism , (3 ) being true , (4 ) fairness , (5 ) the attitude of irrepressible struggle . Heroes cemetery monument Sapta Dharma Pejeng has historical value is very important in the context of the history of the struggle to maintain the independence of
the people of Bali in Indonesia that should be inherited .
Keywords: History, Meaning, and Potential Heroes Comentery Monument Sapta Dharma
PENDAHULUAN
Bertebarannya Taman Makam Pahlawan di Bali juga ada yang belum di ketahui oleh masyarakat, baik itu masyarakat di desa tersebut maupun masyarakat luar wilayah desa. Salah satunya adalah Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma yang terdapat di desa Pejeng, Gianyar. Taman Makam ini dibangun guna mengenang
dan menghargai jasa-jasa para
pahlawan ksatria yang gugur dalam pertempuran dan rela mengorbankan jiwa raganya serta harta benda dalam
mempertahankan dan menjunjung
harga diri serta martabat nusa dan bangsa dari penjajahan Belanda/ NICA pada masa Revolusi Fisik.
Untuk mengenang serta
sebagai wujud penghormatan dan
penghargaan kepada jasa para
pahlawan lokal yang berasal dari Desa Pejeng yang gugur didalam perang melawan NICA tersebut, masyarakat Pejeng bersama pemerintah daerah membangun tempat persemayaman untuk para pahlawan tersebut dengan membangun Taman Makam Pahlawan
Sapta Dharma yang diresmikan pada tanggal 17 Februari 1951.
Berdasarkan gagasan di atas terlihat bahwa pentingnya fungsi
Taman Makam Pahlawan Sapta
Dharma sebagai sumber belajar dalam pembelajaran IPS terutama yang terkait dengan nilai-nilai kesejarahan. Memanfaatkan semangat yang ada didalam Taman Makam Sapta Dharma sebagai sumber belajar IPS sangat penting, hal ini disebabkan dalam pembelajaran IPS di SMP yang masih cenderung bersifat teoritik dengan
penekanan pada aspek kognitif
sehingga sering mengabaikan aspek pemahaman afektif dan psikomotor
seperti yang menjadi tuntutan
kurikulum 2013.
Memfungsikan
peninggalan-peninggalan yang ada di Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma sebagai sumber belajar sangat penting dalam pembelajaran IPS di sekolah yang selama ini cenderung dianggap
sebagai pelajaran menghafal,
membosankan, sulit dipahami, dan kurang diminati. Gagasan ini diperkuat
menyatakan, bahwa realitas di sekolah
berdasarkan beberapa pengamatan
kritis dan penelitian menunjukan
pelajaran IPS yang selama ini
berlangsung di sekolah (terutama jenjang SMP dan SMK) cenderung tidak mengajak peserta didik berbuat cerdas dengan sejarahnya.
Karena nilai sejarah yang dimiliki Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma, maka penulis tertarik
untuk menelitinya sebagai tugas
skripsi dengan judul Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma
Pejeng, Sejarah, Makna, dan
Potensinya Sebagai Sumber Belajar
IPS (Studi Kasus SMP N 3
Tampaksiring).
Landasan teori yang digunakan adalah berpedoman pada rumusan masalah diantaranya (1) Tinjauan
Tentang Makam Pahlawan, (2)
Pengertian Taman Makam Pahlawan, (3) Makna Di balik Taman Makam Pahlawan (Nilai Kepahlawanan Taman Makam Pahlawan, Pendekatan Dalam
Penanaman Nilai), (3) Tinjauan
Tentang Pendidikan IPS, (4) Tinjauan
Tentang sumber Belajar IPS
(Pengertian Sumber Belajar IPS, Fungsi Sumber Belajar, Jenis-Jenis Sumber Belajar)
METODE PENELITIAN
Di dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode bersifat deskriptif kualitatif. Karena
itulah maka untuk mendukung
pembahasan dalam karya ilmiah ini maka penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu (1) Penentuan Lokasi Penelitian, (2) Teknik Penentuan Informan, (3) Teknik Pengumpulan Data, (4) Teknik Observasi, (5) Teknik
Wawancara, (6) Teknik Studi
Dokumentasi, (7) Teknik Penjaminan Keabsahan Data (Trianggulasi Data,
Triangulasi Metode), (8) Teknik
Analisis Data, (9) Teknik Penulisan Hasil Penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Pura Taman Narmada Bali Raja memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber belajar sejarah lokal.
1. Latar Belakang Berdirinya
Tugu Taman Makam
Pahlawan Sapta Dharma Pejeng
Faktor Historis
Latar belakang pendirian Tugu
Taman makam Pahlawan Sapta
Dharma Pejeng tidak terlepas dari terjadinya revolusi Fisik di Bali, yang berawal ketika terjadinya Perang Asia Timur Raya pada tahun 1939. Ternyata diatas pesisir pulau Bali di bagian sebelah selatan, di tepi laut Samudra Hindia terjadi pertempuran yang hebat antara penerbang-penerbang negeri Matahari Terbit dengan penerbang-penerbang Australia (Pendit, 1979:18).
Pada tanggal 19 Februari 1942,
setelah pertempuran laut dan
pertempuran udara antara balatentara Jepang dan Serikat di perairan Samudra Hindia di sebelah Selatan Pulau Bali berlangsung dengan seru dan hebatnya, maka balatentara Jepang
Raya (Dai Nippon) melakukan
pendaratan di pantai Sanur di Bali Selatan (Pendit, 1979: 19).
Serentak dengan pendaratan
yang dilakukan oleh balatentara
Jepang Raya itu, serdadu-serdadu alat pertahanan Pemerintah Hindia Belanda
yang tergabung dalam kesatuan
Prayoda (parayuda), di bawah
pimpinan opsir-opsir Belanda dengan bergegas siap-siap mengatur siasat mundur teratur dengan meninggalkan Kota Denpasar, pangkalan udara Tuban, dan tempat-tempat pertahanan lainnya yang penting-penting di Bali selatan dan mudik menuju daerah pedalaman Bali. Sesampainya di Desa Penebel dan sekitarnya, para
serdadu-serdadu Belanda mendapatkan
perintah agar melepas semua atribut yang mereka kenakan dan mereka
diperintahakan kembali menjadi
penduduk biasa agar tidak dicurigai oleh bala tentara Jepang (Pendit, 1979: 19).
Mendekati saat akan
berakhirnya kekuasaan Pendudukan
Balatentara Jepang di Indonesia,
peristiwa-peristiwa yang menentukan nasib Tanah Air dan Bangsa berjalan dengan sangat cepatnya. Perkumpulan yang bersifat politik diperkenalkan
pembentukannya, seperti POETRA (Poesat Tenaga Rakyat) di Jawa dan SOEDARA (Soember Dana Rakyat) di Sulawesi dan Sunda Kecil.
Pada akhir bulan Juli para
pemimpin Sekutu di Postdam
mengeluarkan suatu tuntutan agar Jepang menyerah tanpa syarat. Jepang
tidak lagi memikirkan tentang
kemenangan ataupun tindakan tentang
kemenangan ataupun tindakan
mempertahankan wilayah-wilayah
pendudukannya. Tujuannya di
Indonesia kini adalah membentuk sebuah Negara yang merdeka dalam
rangka mencegah berkuasanya
kembali lawan, yaitu Belanda (Riclefs, 2005:314).
Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat, dan dengan demikian menghadapkan para
pimpinan Indonesia pada suatu
masalah yang berat. Karena pihak Sekutu tidak menaklukan kembali Indonesia, maka kini terjadi suatu kekosongan politik: pihak Jepang masih tetap berkuasa namun telah menyerah, dan tidak tampak kehadiran
pasukan Sekutu yang akan
menggantikan mereka. Soekarno,
Hatta, dan generasi tua ragu-ragu untuk berbuat sesuatu dan takut memancing konflik dengan pihak
Jepang. Para pemimpin muda
menginginkan suatu pernyataan
kemerdekaan secara dramatis di luar kerangka yang disusun oleh pihak Jepang, dan dalam hal ini mereka didukung oleh Sjahrir. Akan tetapi tak seorangpun berani bergerak tanpa
Soekarno dan Hatta (Ricklefs,
2005:315)
Tanggal 17 Agustus 1945,
dengan bertempat di Gedung
Pegangsaan Timur 56 Jakarta,
dibacakanlah teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia oleh Bung
Karno dan diumumkan lewat
perantaraan radio ke seluruh dunia. Demikianlah proklamasi tersebut di sampaikan ke seluruh pelosok Tanah
Air dengan melintasi sensor
Balatentara Jepang.
Pemerintah Belanda masih
tetap ingin menguasai wilayah
Indonesia. Namun kali ini kedatangan
pasukan Belanda ke Indonesia
Sekutu-Inggris. Kedatangannya disambut dengan berbagai bentuk perlawanan oleh bangsa Indonesia. Sejak tahun1945 sampai dengan tahun 1950 telah terjadi berbagai macam pertempuran antara pihak Indonesia dengan Pihak Belanda yang dibantu oleh pasuka Sekutu-Inggris (Windia, 1997: 6).
Selama masa revolusi Nasional masyarakat Bali terpilah dalam dua
kubu yakni Pro Belanda dan
sebaliknya, yang tak sedikit
menimbulkan korban. Daerah-daerah
di Bali pada masa revolusi
kemerdekaan sangat mencolok antara Timur dan Barat. Pada saat itu terjadi perbedaan pandangan antara para pejuang. Ada yang pro republik, ada juga yang mendukung Negara Boneka Belanda, yaitu Negara Indonesia Timur. Bali bagian timur yang
meliputi daerah Karangasem,
Klungkung, Gianyar, dan Bangli, para
raja-rajanya berkolaborasi dengan
Belanda.
Gerombolan pemuda yang
menamai dirinya Pemuda Pembela Negara yang dibentuk oleh Raja
Gianyar, Anak Agung Gede Agung
berpihak pada Belanda dengan
kesatuan tempurnya yaitu PPN secara
aktif memerangi pihak republik,
Pemuda Republik Indonesia (PRI) dengan gencar menyerang pemusatan gerilya di pedalaman, di bawah lindungan tentara Jepang. Mereka dengan sadis menembaki, menangkap dan menyiksa pemuda-pemuda gerilya sebelum membunuh dengan keji. PPN
tersebut sungguh ganas dalam
menumpas para gerilya (Tirtayasa, 1994:13).
Tahun 1946 pada saat NICA datang kembali ke Bali, Gianyar yang pada waktu itu memihak kepada
Belanda membentuk
kelompok-kelompok pemuda pembela NICA yang disebut PPN (Pemuda Pembela NICA) yang berpusat di Gianyar.
Akan tetapi tidak semua
pemuda/rakyat Gianyar pada saat itu menjadi kelompok pembela NICA tersebut. Terdapat pula para pemuda yang pro terhadap Republik Indonesia yang berasal dari Desa Pejeng dan mereka menamakan diri sebagai PRI yang berpusat di Ubud.
Di dalam peperangan antara PRI dengan PPN (PRI dipelopori oleh
rakyat Pejeng, sedangkan PPN
dipelopori oleh rakyat Bedulu) terjadi di perbatasan desa Bedulu dengan desa Pejeng dengan menewaskan 3 pejuang Pejeng yakni, A.A Gede Suter, Jero Mangku Giweng, I Wayan Kantun. Setelah Pejeng dapat dikalahkan, para pemuda yang masih pro Republik melarikan diri ke dalam hutan. Di dalam pelarian tersebut yang berhasil diketahui oleh PPN dibunuh tiga pejuang Pejeng kembali yakni A.A Gede Gentuh, I Made Salin, dan I Wayan Sara.
Setelah tahun 1950 yaitu
setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia Tjokorda Anom Sandat yang ikut melarikan diri dari kejaran kembali ke Desa Pejeng dengan selamat. Akan tetapi pada saat beliau pergi untuk beristirahat di kawasan Bedugul, Tabanan, beliau ditemukan meninggal dan mayatnya ditemukan di sekitar Danau Tamblingan. Dengan demikian maka jumlah pahlawan kusuma bangsa yang telah gugur dari Desa Pejeng adalah sebanyak 7 orang.
Untuk mengenang serta
sebagai wujud penghormatan dan penghargaan jasa para pahlawan lokal yang berasal dari Desa Pejeng yang gugur didalam perang melawan NICA dan PPN, masyarakat Pejeng bersama
pemerintah setempat membangun
tempat persemayaman untuk para pahlawan tersebut yakni dibangun
Taman Makam Pahlawan Sapta
Dharma yang dibangun pada tanggal 17 Februari 1951. Komplek Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma ini dibangun tepat di tengah-tengah pusat Desa Pejeng.
2. Proses Pembangunan Tugu
Taman Makam pahlawan Sapta Dharma Pejeng
Pembangunan Taman makam Pahlawan ini timbul dari gagasan A.A Gede Oka Djaya dengan Tjokorda Gede Raka Pemayun selaku anggota logien Veteran yang berasal dari desa Pejeng, yang ikut berjuang dalam
mempertahankan kemerdekaan.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai jasa-jasa pahlawannnya”, demikian untaian kata-kata yang menjadikan motivasi
Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar mendukung usulan para pejuang untuk pembangunan Tugu
Taman Makam Pahlawan Sapta
Dharma Pejeng.
Taman Makam Pahlawan
Sapta Dharma ini selesai dan
diresmikan pada tanggal 17 Februari 1951 oleh Gubernur I Gusti Bagus Suteja yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur Bali.
Jelas bahwa proses
pembangunan Taman Makam
Pahlawan Sapta Dharma yang
dibangun untuk mengenang peristwa pertempuran rakyat Pejeng tersebut
dicanangkan serta digarap oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten
Gianyar, sehingga bangunan ini
merupakan milik pemerintah.
3. Makna yang Terdapat Pada
Tugu Taman Makam
Pahlawan Sapta Dharma Pejeng
Makna dan nilai-nilai yang terkandung pada Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma akan mampu
melandasi setiap tindakan yang
bersifat positif bagi masyarakat
Pejeng. Seperti halnya, Dharma Bhakti para pahlawan kepada bangsa dan tanah air, dapat dijadikan pedoman dalam pengabdian guru sekarang untuk mengisi kemerdekaan sesuai dengan cita-cita luhur para pejuang, seperti makna yang terkandung dalam Tugu
Taman Makam Pahlawan Sapta
Dharma. Disamping itu pula, Taman
Makam dan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya akan dapat membangkitkan jiwa nasionalisme di kalangan masyarakat Desa Pejeng. Sekolah-sekolah yang ada disekitar Desa Pejeng dapat menjadikan Tugu
Taman Makam Pahlawan Sapta
Dharma sebagai sumber pendidikan kepribadian menuju tertanamnya rasa
penghormatan dan penghargaan
terhadap jiwa pahlawan bangsanya dengan belajar dan bekerja penuh pengabdian bagi pembangunan serta kejayaan Bangsa dan Tanah Air, khususnya bagi siswa yang berasal dari Desa Pejeng.
Sebagai generasi penerus
bangsa yang hidup jauh dari peristiwa revolusi fisik 1945, keberadaan Tugu
Dharma sangat penting artinya bagi masyarakat. Sebab, dapat menjadi media pewarisan nilai-nilai perjuangan
yang luhur dari para pejuang
kemerdekaan, dapat membina
keutuhan serta mendorong munculnya
semangat patriotisme dalam
mengembangkan jiwa yang
dihikmahkan oleh nilai-nilai pada Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma, pada jiwa-jiwa pemuda Pejeng. Semangat jiwa perjuangan, jiwa pantang menyerah dari para pejuang, sangat penting artinya jika dipahami dan dihayati oleh para generasi. Khususnya generasi muda, yang sangat riskan dengan hal-hal yang negatif, yang justru sering
mengarah pada perpecahan atau
konflik serta terjadinya disintegrasi masyarakat Pejeng.
4. Potensi Yang Dimiliki Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma Pejeng Sebagai Sumber Belajar IPS
Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma Pejeng memiliki nilai historis sangat penting dalam konteks sejarah perjuangan rakyat Bali dalam
mempertahankan kemerdekaan
Indonesia yang patut dilestarikan. Dengan melakukan kunjungan dan pengamatan terhadap objek sejarah merupakan salah satu sarana yang mampu membekali para generasi muda untuk mengembangkan wawasan atau pengetahuannya tentang perjuangan
para pahlawan local dalam
mempertahankan kemerdekaan
Indonesia sehingga muncul motivasi
dalam diri agar berusaha
meningkatkan kualitas diri,
meningkatkan sumber daya manusia, setidaknya dapat menyamai kualitas
leluhurnya. Dimana pada masa
sekarang ini sumber daya manusia yang berkualitas sangat dituntut untuk membangun bangsa yang besar ini.
Selama ini sebagian besar masyarakat mengetahui fungsi Taman Makam Pahlawan sebagai tempat menguburkan jenasah para pahlawan yang telah gugur dalam peperangan. Namun jika ditelusuri lebih dalam lagi ternyata Taman Makam Pahlawan tidak hanya bisa dimanfaatkan sebagai tempat menguburkan jenasah saja tetapi juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber belajar IPS. Dimana di Bali
banyak terdapat Taman Makam Pahlawan yang mengandung nilai
historis yang tinggi yang bisa
dijadikan sebagai sumber belajar IPS. Salah satu Taman Makam Pahlawan yang memiliki nilai historis adalah
Taman makam Pahlawan Sapta
Dharma Pejeng bisa dijadikan sumber belajar IPS.
Fungsi pembangunan sebuah
Taman Makam Pahlawan pada
dasarnya adalah untuk mengingatkan kita sebagai generasi muda akan peristiwa penting yang terjadi di masa silam. Jelas bahwa, pembangunan sebuah Taman Makam Pahlawan tidak semudah seperti membangun sebuah
rumah atau bangunan lainya.
Pembangunan sebuah Taman Makam
Pahlawan harus mencerminkan
gagasan-gagasan yang ingin
disampaikan oleh pendahulu kita yang dianggap penting dan berpotensi sebagai media pewarisan nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya kepada generasi muda saat ini.
PENUTUP KESIMPULAN
Pembangunan Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma Pejeng dilatarbelakangi pada saat NICA datang kembali ke Bali, Gianyar yang pada waktu itu memihak kepada
Belanda membentuk
kelompok-kelompok pemuda pembela NICA yang disebut PPN (Pemuda Pembela NICA) yang berpusat di Gianyar.
Akan tetapi tidak semua
pemuda/rakyat Gianyar pada saat itu menjadi kelompok pembela NICA tersebut. Terdapat pula para pemuda yang pro terhadap Republik Indonesia yang berasal dari Desa Pejeng dan mereka menamakan diri sebagai PRI yang berpusat di Ubud. Di dalam peperangan antara PRI dengan PPN (PRI dipelopori oleh rakyat Pejeng, sedangkan PPN dipelopori oleh rakyat Bedulu) terjadi di perbatasan desa Bedulu dengan desa Pejeng dengan menewaskan 3 pejuang Pejeng yakni, A.A Gede Suter, Jero Mangku Giweng, I Wayan Kantun. Setelah Pejeng dapat dikalahkan, para pemuda yang masih pro Republik melarikan
diri ke dalam hutan. Di dalam pelarian tersebut yang berhasil diketahui oleh PPN menewaskan tiga pejuang Pejeng kembali yakni A.A Gede Gentuh, I Made Salin, dan I Wayan Sara. Setelah Tahun 1950 yaitu setelah dunia
mengakui kedaulatan Indonesia
Tjokorda Anom Sandat yang ikut melarikan diri dari kejaran PPN kembali ke Desa Pejeng dengan selamat. Akan tetapi pada saat beliau pergi untuk beristirahat di kawasan Bedugul, Tabanan, beliau ditemukan meninggal dan mayatnya ditemukan di sekitar danau Tamblingan. Dengan demikian maka jumlah pahlawan kusuma bangsa yang telah gugur dari Desa Pejeng adalah sebanyak 7 orang.
Makna dan Nilai-nilai yang
terkandung pada Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma akan mampu
melandasi setiap tindakan yang
bersifat positif bagi masyarakat
Pejeng. Seperti halnya, Dharma Bhakti para pahlawan kepada bangsa dan tanah air, dapat dijadikan pedoman dalam pengabdian guru sekarang untuk mengisi kemerdekaan sesuai dengan cita-cita leluhur para pejuang, seperti makna yang terkandung dalam Tugu
Taman Makam Pahlawan Sapta
Dharma. Potensi Tugu Taman makam
pahlawan Sapta Dharma Pejeng
sebagai sumber pembelajaran IPS adalah Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma merupakan salah satu tonggak perjalanan perjuangan rakyat
Pejeng dalam mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma Pejeng memiliki nilai historis sangat
penting dalam konteks sejarah
perjuangan rakyat Bali dalam
mempertahankan kemerdekaan
Indonesia yang patut dilestarikan. Dengan melakukan kunjungan dan pengamatan terhadap objek sejarah merupakan salah satu sarana yang mampu membekali para generasi muda untuk mengembangkan wawasan atau pengetahuannya tentang perjuangan
para pahlawan local dalam
mempertahankan kemerdekaan
Indonesia sehingga muncul motivasi
dalam diri agar berusaha
meningkatkan kualitas diri,
meningkatkan sumber daya manusia, setidaknya dapat menyamai kualitas leluhurnya.
SARAN
Bagi Orang Tua agar
mensosialisasikan serta mewariskan nilai-nilai dan potensi yang terkandung pada Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma Pejeng secara lebih mendalam lagi. Bagi Guru IPS diharapkan guru IPS yang mengajar di lingkungan wilayah Tampaksiring, agar bisa memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh Tugu Taman Makam
Pahlawan Sapta Dharma Pejeng
sebagai media pembelajaran IPS. Bagi
Masyarakat Setempat hendaknya
masyarakat turut serta dalam menjaga kelestarian Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma Pejeng, agar
Taman Makam tersebut dapat
dimanfaatkan oleh generasi
selanjutnya, terlebih dalam bidang pendidikan. Bagi Pemerintah Daerah
hendaknya Pemerintah Daerah
memperhatikan dan ikut
mensosialisasikan potensi yang
terdapat pada bangunan Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma Pejeng tersebut kepada halayak luas.
Ucapan terima kasih ditujukan kepada:
1. Desak Made Oka Purnawati selaku Pembimbing Akademik (PA) dan Pembimbing I yang telah banyak
meluangkan waktunya kepada
penulis dalam memberikan
pengetahuannya, memotivasi dan membimbing penulis dari awal sehingga penyusunan artikel dapat terselesaikan dengan baik.
2. Ketut Sedana Arta selaku
pembimbing II yang telah
memberikan motivasi, saran dan
membimbing penulis dalam
penyusunan artikel ini sehingga penyusunan artikel ini menjadi lancar.
Daftar Rujukan
Pendit.1979.”Bali Berjuang”. Jakarta: PT Gunung Agung
Ricklefs.2005. “Sejarah Indonesia
Modern”.Yogyakarta:Gajah
Mada University Press
Tirtayasa, I Gusti Bagus
Meraku.1997.”Bergerilya
Bersama Ngurah Rai”
Denpasar.PT BP
Windia, I Gde. 1988. Dasar-Dasar
Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah.
Widja. 2007. Menjadi Cerdas Melalui
Pembelajaran Sejarah
(Memahami Semangat KBK Dalam Kurikulum Jurnal
Sejarah Candra Sengkala).
Singaraja:Jurusan Pendidikan