• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN KEPRIBADIAN MELALUI ILMU BELADIRI PENCAK SILAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDIDIKAN KEPRIBADIAN MELALUI ILMU BELADIRI PENCAK SILAT"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN KEPRIBADIAN MELALUI ILMU

BELADIRI PENCAK SILAT

(Studi Pada Lembaga Beladiri Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Cabang Kota Semarang)

SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.1)

Dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh:

MUHAMAD TAUFIK 063111033

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp : 5 (lima) Eksemplar Hal : Naskah Skripsi An. Muhamad Taufik

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Setelah kami mengadakan koreksi dan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara:

Nama : Muhamad Taufik NIM : 063111033

Jurusan: Pendidikan Agama Islam

Judul : PENDIDIKAN KEPRIBADIAN MELALUI ILMU BELADIRI PENCAK SILAT (Studi Pada Lembaga Beladiri Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Cabang Kota Semarang).

Dengan ini kami mohon agar skripsi saudara tersebut dapat segera dimunaqasahkan.

Demikian harap menjadi maklum. Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Semarang, 27 September

2010

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Abdul Rahman, M.Ag. Dra. Siti Mariam, M.Pd. NIP. 196911051994031003 NIP. 196507271992032002

(3)

PENGESAHAN PENGUJI

Tanggal Tanda Tangan

Amin Farih, M.Ag. Ketua Sidang

Yunita Rahmawati, M.A. Sekretaris Sidang

Syamsul Ma’arif, M.Ag. Penguji I

Dra. Miswari, M.Ag. Penguji II

(4)

MOTTO

(#r‘‰Ïãr&ur

Nßgs9

$¨B

OçF÷èsÜtGó™$#

`ÏiB

;o§qè%

ÆÏBur

ÅÞ$t/Íh‘

È@ø‹yÜø9$#

šcqç7Ïdö•è?

¾ÏmÎ/

¨r߉tã

«!$#

öNà2¨r߉tãur

Dan siapkanlah untuk menghadapi meraka dengan kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang ( yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu (Al-Anfal: 60)

(5)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Allah swt dan Rasul-Nya yang telah memberikan rahmat, hidayah serta pertolongan-Nya kepada penulis

Ayahanda dan ibunda tercinta yang telah memberikan kasih dan sayangnya dengan segala pengorbanannya

Kakak dan seluruh keluargaku yang telah memberikan motivasi kepada penulis Alm. KH. Zainal Asyikin dan seluruh pengasuh serta teman-teman di PP.

Raudlatut Thalibin yang telah mewarnai hidup penulis

Mas C. Dayat, S.Sos dan saudara-saudaraku di PSHT yang telah memberikanku banyak pengalaman serta motivasi

Almamaterku tercinta IAIN Walisongo Semarang Agama, bangsa dan negaraku (semoga bermanfaat)

(6)

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah ditulis orang lain atau telah diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 27 September 2010

Muhamad Taufik

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat serta salam semoga selalu terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umat yang meyakini kebenarannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi yang berjudul “Pendidikan Kepribadian Melalui Ilmu Beladiri Pencak Silat (Studi Pada Lembaga Beladiri Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Cabang Kota Semarang)” jauh dari kesempurnaan. Dengan selesainya skripsi ini perkenankanlah penyusun menyampaikan terima kasih kepada mereka yang berjasa, khususnya kepada:

1. Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A. selaku rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Dr. Suja’i, M.Ag. selaku dekan fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

3. Drs. Abdul Rahman, M.Ag. dan Dra. Siti Mariam, M.Pd. selaku pembimbing yang dengan telaten mencurahkan waktu, tenaga dan fikirannya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penyusun dalam menyusun skripsi ini.

4. Prof. Dr. H. Erfan Soebahar, M.A. selaku wali studi yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan.

5. Segenap civitas akademik IAIN Walisongo Semarang yang telah membantu penulis untuk meningkatkan keilmuan.

6. Mas C. Dayat, S.Sos. selaku ketua lembaga beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang Kota Semarang, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan membantu penulis dalam proses penelitian.

7. Pengurus, pelatih dan anggota lembaga beladiri pencak silat PSHT cabang Kota Semarang yang telah membantu dalam proses penelitian.

(8)

8. Ayahanda Rubad dan Ibunda Khulasoh serta kakak dan keponakanku tercinta yang senantiasa memberikan do’a serta dukungannya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Alm. KH. Zainal Asyikin dan seluruh pengasuh PP. Raudlatut Thalibin Tugurejo Tugu Semarang yang selama ini mendidik penulis.

10. Teman-teman dan saudara-saudara seperjuangan di PPRT dan PSHT yang telah banyak membantu penulis dalam mengembangkan diri.

Akhirnya dengan kehadirat Allah SWT penulis memanjatkan do’a semoga segala bantuan dan partisipasi dari siapapun yang telah membantu penulis mendapatkan balasan yang berlipat dari Allah SWT. Amiiin.

Semarang, 27 September 2010

(9)

ABSTRAKSI

Muhamad Taufik (NIM: 063111033). Pendidikan Kepribadian Melalui Ilmu Beladiri Pencak Silat (Studi Pada Lembaga Beladiri Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Cabang Kota Semarang).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Untuk mengetahui proses pelaksanaan pendidikan kepribadian melalui latihan ilmu beladiri pencak silat. 2) Untuk mengetahui proses pembentukan kepribadian dalam proses latihan ilmu beladiri pencak silat.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Metode pengumpulan data menggunakan metode interview (wawancara), metode observasi, metode dokumentasi dan juga angket.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pendidikan kepribadian melalui ilmu beladiri pencak silat memiliki hasil yang cukup baik, karena selain berkonsentrasi pada pembinaan jasmani pencak silat juga dapat digunakan sebagai pembinaan kejiwan, keberagamaan dan sikap sosial. Dalam latihan pencak silat sendiri terdapat empat aspek pembinaan yang diberikan kepada para siswa yaitu: Olah raga, bela diri, seni dan mental spiritual atau keruhanian, dari keempat aspek tersebut dapat membentuk sikap pemberani, percaya diri, tanggung jawab, rendah hati dan pantang menyerah, sehingga terbentuk kepribadian yang tangguh dan tidak mudah putus asa serta siap untuk terjun dalam kehidupan masyarakat.

Sedangkan di lembaga beladiri pencak silat PSHT selain keempat aspek pencak silat tersebut di atas juga terdapat satu aspek yang dianggap sangat penting yaitu aspek persaudaraan. Aspek persaudaraan ini diharapkan mampu mewujudkan rasa kebersamaan, dan kekeluargaan dalam diri para siswa, sehingga tertanam dalam diri mereka jiwa-jiwa sosial sebagai salah satu wujud kepribadian umat islam.

PSHT juga mewajibkan meninggalkan enam larangan dasar yang harus dijalankan oleh seluruh anggota, yang disebut dengan pepacuh (larangan), yaitu: 1. tidak boleh berkelahi antar sesama anggota PSHT, 2. tidak menunjukkan

(10)

kebolehan (pamer), 3. tidak merusak pager ayu (rumah tangga dan kebahagiaan orang lain), 4. tidak merusak purus ijo (sesuatu yang sedang berkembang, seperti keperawanan dan keperjakaan) 5. tidak merampas hak orang lain, 6. tidak menerima segala sesuatu yang tidak sah (suap).

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN DEKLARASI ... vi

HALAMAN PENGANTAR ... vii

ABSTRAKSI PENELITIAN ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I :PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Penegasan Istilah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 12

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

E. Kajian Pustaka ... 13

F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian ... 14

2. Fokus Penelitian ... 14

3. Sumber Data ... 15

4. Metode Pengumpulan Data ... 15

5. Metode Analisis Data ... 17

BAB II :LANDASAN TEORI A. Pendidikan kepribadian 1. Pengertian pendidikan ... 18

2. Pengertian kepribadian ... 21

3. Pengertian pendidikan kepribadian ... 22

4. Aspek-aspek kepribadian serta faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian ... 22

(12)

B. Ilmu beladiri pencak silat

1. Pengertian ilmu beladiri pencak silat ... 26

2. Sejarah dan perkembangan ilmu beladiri pencak silat di Indonesia ... 29

3. Sejarah terciptanya lambang IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) ... 33

4. Makna filosofi dalam ajaran ilmu beladiri pencak Silat ... 34

5. Aspek dasar pendidikan pencak silat ... 39

C. Kajian penelitian yang relevan ... 41

D. Hipotesis ... 42

BAB III :LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran umum lembaga beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang kota Semarang 1. Sejarah singkat berdiri dan perkembangan lembaga beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) pusat Madiun ... 43

2. Sejarah singkat berdiri dan perkembangan lembaga beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang Kota Semarang, asas-asas dasar dan tujuan lembaga beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang Kota Semarang ... 48

3. Struktur organisasi, kondisi para pelatih (warga) dan siswa serta sarana dan prasarana dalam lembaga beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang Kota Semarang ... 55

B. Prosedur latihan yang dilakukan dalam mendidik kepribadian para siswa ... 59

(13)

BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Analisis terhadap subyek yang dibimbing

(peserta didik)... 61 B. Analisis terhadap orang yang membimbing

(pedidik)... 63 C. Analisis terhadap pengaruh yang diberikan dalam

bimbingan (materi pendidikan)... 66 D. Analisis terhadap interaksi pendidik dengan

peserta didik (interaksi edukatif)... 71 E. Analisis terhadap kearah manabimbingan

ditujukan (tujuan pendidikan)... 83 F. Analisis terhadap cara yang digunakan dalam

bimbingan (alat atau metode)... 88 G. Analisis terhadap tempat dimana peristiwa

bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan)... 90 H. Analisis Terhadap Evaluasi Dalam Pendidikan

Kepribadian Pada Lembaga Beladiri Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT)

Cabang Kota Semarang... 91 I. Kekurangan dan Kelebihan Dalam Pendidikan

Kepribadian Melalui Ilmu Beladiri Pencak Silat Pada Lembaga Beladiri Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Cabang Kota Semarang... 95 BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 99 B. Saran-saran ... 100 C. Penutup ... 102

(14)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT PENELIT

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di abad milenium seperti sekarang ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju. Segala aktifitas manusia ditopang oleh kemajuan teknologi, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Peradaban duniapun semakin maju, hal ini ditandai peradaban manusia yang telah mengalami pergeseran yang signifikan dalam berbagai bidang (sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, agama, iptek). Dengan peradaban dunia yang semakin pesat pengaruhnya dirasakan di Indonesia yaitu dengan lahirnya globalisasi.

Globalisasi adalah sebuah sistem yang mendunia, meliputi seluruh aspek kehidupan manusia baik ekonomi, politik, budaya, dan tentu di dalamnya termasuk juga pendidikan. Sistem masyarakat yang tanpa mengenal batas ini meniscayakan potensi lokal dan nasional untuk unjuk kekuatan dalam mengarungi kompetisi skala global tersebut. Kenyataannya bahwa tata kehidupan lokal dan keragaman daerah-daerah lengkap dengan tradisinya, budaya, kebiasaan-kebiasaan dan ikatan-ikatan sosial dalam berbagai aspek kehidupan terus masuk dalam tatanan kehidupan nasional, kemudian masuk dalam kehidupan global atau internasional.

Yang menjadi permasalahan disini adalah bagaimana orang lokal dan nasional mampu menjadi warga global tanpa tercerabut dari akarnya atau tanpa kehilangan jati dirinya, karena ketika menutup diri atau bersikap eksklusif maka akan ketinggalan zaman, dan jika membuka diri maka akan beresiko kehilangan jati diri atau kepribadiannya. Untuk itu diperlukan suatu model pendidikan yang solutif untuk menghadapi dinamika global ini, dalam upaya mencatak generasi ke depan yang tangguh, berkepribadian utuh, dan tidak gagap dalam menjalani kehidupan1

1

Musthofa Rembangy, Pendidikan Transformatif Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan Di Tengah Pusaran Arus Globalisasi, (Yogyakarta: Penerbit TERAS, 2010), hlm. 13-15.

(16)

Lepas dari itu sebenarnya hasil dari revolusi industri dan revolusi ilmu pengetahuan ini memang membuahkan kemudahan hidup dan kesejahteraan materiil. Dengan bantuan alat-alat canggih orang lebih efisien menguasai tantangan alam, dan bisa menguasai lingkungan sekitar demi peningkatan kesejahteraan. Namun disamping manfaat dan keuntungan tersebut muncul juga dampak-dampak negatifnya, yaitu adanya tindak kekerasan, penjarahan, peperangan dan tinadakan-tindakan keras lainnya sebagai dampak dari penyalahgunaan hasil teknologi dan ilmu pengetahuan, dari sini kemudian muuncul disintegrasi kepribadian atau individual (banyak muncul penyakit mental pada diri individu)2

Oleh karena kepribadian individu dan karakter bangsa itu secara primer dibentuk oleh lingkungan masyarakatnya, maka terjadilah proses pengkondidian sosial, sehingga timbulah masalah-masalah sosial yang gawat seperti perkelahian dan peperangan yang jelas menimbulkan rasa takut, stres, cemas, tidak aman, panik dan lain sebagainya.3 Hal ini kemudian mengakibatkan disintegrasi pada individu-individu yang sedang berkembang.

Disisi lain masih banyak manusia yang terkukung dengan penderitaan hidup akibat ketidak mampuan mengatasi kesulitan hidup, banyak manusia yang mengalami kegoncangan jiwa, tertekan (stres) oleh suatu kondisi yang membuat jiwa goncang lalu menimbulkan berbagai macam penyakit pada fisik.4

Perubahan sosial yang serba cepat sebagai konsekuensi modernisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini mempunyai dampak pada kehidupan masyarakat. Perubahan sosial tersebut telah mempengaruhi nilai dan tatanan kehidupan masyarakat. Tidak semua orang

2

Kartono Kartini, Hygiene Mental Dan Kesehatan Mental Dalam Islam, (Bandung: Penerbit Mandar Maju, 1989), hlm. 190-191.

3

Ibid, hlm. 192-193

4

Mas Rahim Salabi, Mengatasi Kegoncangan Jiwa Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), hlm.XI.

(17)

mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, yang pada gilirannya menimbulkan ketegangan atau stres pada dirinya.5

Dari sini maka perlu dicari jalan keluar atas permasalahan-permasalahan tersebut, untuk itu Islam yang diibaratkan sebagai jalan raya yang lurus dan mendaki yang memberi peluang manusia untuk sampai ke tempat yang dituju,6 tempat yang tertinggi dan mulia harus bisa memberi jalan keluar atas permasalahan ini.

Dalam Islam manusia mempunyai kemampuan dasar yang disebut ”fitrah”. Secara terminologi, Muhamad Al-Jurjani mengatakan bahwa ”fitrah” adalah tabiat yang siap menerima agama Islam. Pendidikan adalah upaya seseorang untuk mengembangkang potensi tauhid agar dapat mewarnai kualitas kehidupan pribadi seseorang.7

Dalam hadits Rasulullah SAW berkata:

:

:

.

)

(

”Dari Abi Hurairah r.a: Rasulullah SAW bersabda: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci (keimanan terhadap tauhid) tetapi orang tuanyalah yang menjadikan dia seorang yahudi, nasrani atau majusi”. (H.R Bukhari).

Disini Islam hadir dengan pendidikan Islamnya sebagai suatu proses pengembangan potensi kreatifitas peserta didik, bertujuan untuk menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, memiliki etos kerja tinggi, berbudi pekerti luhur, mandiri dan bertanggung jawab kepada dirinya, bangsa, negara serta agama.

5

Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: Dana Bakti Bima Yasa, 1998), hlm. 1-2.

6

Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 50.

7

Arif, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 3-8.

8

Imam Abi Abdillah Muhammad, Shaheh Al-Bukhari, Juz II, (Beirut: Darul Fikri, 1891), hlm. 97.

(18)

Pendidikan sebenarnya dapat ditinjau dari dua segi, pertama dari sudut pandang masyarakat, dan yang kedua dari sudut pandang individu. Dari sudut pandang masyarakat pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua ke generasi muda agar hidup masyarakat berkelanjutan. Atau dengan kata lain, masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas tersebut tetap terpelihara. Sedang bila dilihat dari kaca mata individu pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Individu itu laksana lautan dalam yang penuh mutiara dan bermacam-macam ikan, tetapi tidak nampak karena masih berada di dasar laut. Ia perlu dipancing dan digali supaya menjadi makanan dan perhiasan bagi manusia.9

Fokus utama pendidikan diletakkan pada tumbuhnya kesadaran, kepintaran anak yaitu kepribadian yang sadar diri, kesadaran budi sebagai pangkal dari kesadaran kreatif. Dari akar dan kepribadian yang sadar diri atau suatu kualitas budi pekerti luhur inilah manusia bisa berkembang mandiri di tengah lingkungan sosial yang berubah semakin cepat.

Ironinya dunia pendidikan selama ini kurang menaruh perhatian pada pertumbuhan pribadi peserta didik yang sering dibiarkan tumbuh alamiah. Hanya dengan IQ (kognisi) tanpa EQ (psikomotor) dan SQ (afeksi), seseorang lebih berbahaya karena mudah melakukan kejahatan profesional seperti KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) dan lebih parah lagi apabila kita menyaksikan anak muda, pelajar, mahasiswa yang tidak betah di rumah dan terasing dari lingkungan sosial.

Disinilah pentingnya kehadiran pendidikan agama Islam sebagai tonggak awal pembentukan moralitas banga, banyak kalangan yang menyatakan bahwa persoalan bangsa ini akibat dari merosotnya moral bangsa dengan mewabahnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, tuntutan untuk melakukan reformasi secara menyeluruh harus menyentuh pada aspek yang

9

Hasan Langgulung, AsasAsas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992), hlm.3.

(19)

berkaitan dengan bidang akhlak, sebab akhlak yang buruk serta kualitas keimanan dan ketaqwaan masyarakat yang buruk merupakan faktor utama tumbuh suburnya praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Tidak hanya itu, bahkan dimungkinkan berkembangnya kecenderungan sadisme, kriminalitas serta merebaknya pornografi dan pornoaksi di tengah-tengah masyarakat.10

Untuk itu pendidikan dirasa terlalu dangkal kalau pendidikan itu hanya ditujukan untuk memperoleh ilmu (knowledge) dan keterampilan (skill) saja, lebih dari itu semua adalah penanaman sikap (attitude) yang positif pada peserta didik. Apalagi kalau objek pendidikan itu memang nilai-nilai yang tidak dapat dinilai dengan betul-salah, tetapi dengan baik atau buruk, percaya atau tidak percaya, suka atau tidak suka dan lain-lain.11

Pendidikan diberikan kepada manusia untuk mengembangkan bakat-bakat dan prestasinya untuk menstransformasi nilai-nilai positif agar ia tidak terseret oleh potensi negatifnya ataupun daya tarik kefasikan. Semua itu dalam rangka membentuk manusia yang dicita-citakan. Dalam konsep pendidikan Islam manusia yang dicita-citakan adalah insan paripurna (insan kamil).

Hal ini tidak bisa terlepas dari pandangan hidup manusia yang merupakan bagian dari Kosmos atau makhluk Tuhan, dimana akhirnya Tuhanlah yang akan menentukan sikap dan nasib manusia. Sebaliknya, manusia harus aktif dan berusaha mandekatkan diri kepada Tuhan dan berikhtiar memperbaiki nasibnya sendiri. Secara psikologis hal itu merupakan proses integrasi pada diri sendiri menuju kapada kepribadian yang utuh.12

Memang bidang pendidikan mempunyai tanggung jawab terhadap kualitas kepribadian seseorang, sejalan dengan tugas utama Rasulullah SAW yaitu membentuk akhlakul karimah atau dengan kata lain membentuk kepribadian muslim.

10

Musthofa Rembangy, op.cit., hlm. 222-223.

11

Hasan Langgulung, Manusia Dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi Dan Pendidikan, (Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1995), hlm. 405.

12

Abdul Azaz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, (Bandung: Sinar Baru Algesindo Offset, 2001), hlm. 65.

(20)

Pembentukan atau perkembangan ini berlangsung melalui tiga fase, yaitu mulai pada fase perkembangan itu sampai sekitar usia 5 tahun, dimana fase ini merupakan fase yang banyak berkaitan dengan kewibawaan dan kekuasaan. Kedua, pada masa anak-anak dan masa remaja yang merupakan masa yang sebagian besar diarahkan pada hubungan dengan teman sebaya. Ketiga, yaitu pada fase orang mulai memasuki dunia kerja dan mulai berkeluarga, dimana persoalan-persoalan pada masa lalu berpadu dengan persoalan-persoalan identitas diri.13

Setiap konsep dan perbuatan pendidikan dilatarbelakangi oleh konsep tertentu tentang tabiat manusia. Contoh ketika berinteraksi dengan suatu alat, maka seseorang membutuhkan pemahaman tentang alat itu, seperti tentang konstruksi dan cara kerjanya. Demikian juga ketika berinteraksi dengan individu manusia pendidik selayaknya mengenali dan menyusun persepsi yang benar tentang tabiatnya. Oleh sebab itu, topik tentang tabiat manusia menempati kedudukan yang sangat penting dalam pendidikan, dan ilmu-ilmu lain yang berhubungan dengan tingkah laku manusia dan aspek-aspek moral pada individu, serta studi tentang masyarakat dan perilaku sosial.14

Hal ini menjadi penting karena pada dasarnya setiap orang ingin memiliki nilai luhur yang dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata di dunia ini, yaitu nilai yang berlandaskan kemampuan dan kelayakan manusia atau berdasarkan fitrah kejadian manusia sebagai makhluk termulia di dunia ini. Prinsip-prinsip atau nilai-nilai luhur itu dapat dikembangkan dari kodrat manusia sebagai makhluk pribadi, makhluk sosial dan makhluk rohaniah.15

Dalam membentuk karakter, watak atau jiwa yang tangguh baik secara fisik maupun mental ada banyak hal yang bisa kita lakukan selain melalui lembaga sekolahan, salah satunya melalui pendidikan beladiri pencak silat yang merupakan warisan budaya asli Indonesia. Pencak silat sudah terbukti

13

Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak Peran Moral Intelektual, Emosional, Dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), 22-23.

14

Hery Noer Aly, dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2003), hlm. 115.

15

(21)

membentuk manusia-manusia yang berkarakter, pantang menyerah dan tidak mudah putus asa atas segala masalah yang dihadapi, pencak silat telah berhasil membentuk para pendekar yang kuat secara jasmani maupun rohani sehingga terbentuk pribadi-pribadi yang tangguh dan siap terjun dalam masyarakat.

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Pandji Oetojo bahwa pencak silat sebagai hasil krida atau karya pengolahan akal, kehendak dan rasa yang dilandasi kesadaran atau kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, terdiridari 4 aspek yang merupakan satu kesatuan yang bulat, yakni aspek mental-spiritual, beladiri, seni dan olahraga. Keempat aspek tersebut baik masing-masing maupun keseluruhan, mengandung materi pendidikan yang menyangkut sikap dan sifat ideal, yaitu sikap dan sifat yang menjadi idaman bagi hidup pribadi, hidup bermasyarakat dan bernegara.16

Pernyataan senada juga disampaikan Sucipto bahwa pencak silat telah menunjukkan jati dirinya dan telah terbukti membentuk kepribadian yang kokoh bagi para pengikutnya, tidak hanya pada pembinaan terhadap aspek olahraga, seni dan beladirinya semata, melainkan juga dapat mengembangkan watak luhur, sikap ksatria, percaya pada diri sendiri dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Sentuhan pencak silat yang dilaksanakan dalam dunia pendidikan, yang dimulai dari tingkat dasar akan sangat membantu dalam pembentukan kader bangsa yang berjiwa patriotik, berkepribadian luhur, disiplin serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.17

Begitu pula dengan Johansyah Lubis, yang mengatakan gerak dasar pencak silat merupakan gerak terencana, terarah, terkordinasi dan terkendali yang memiliki aspek sebagai satu kesatuan, yaitu aspek mental, spiritual, beladiri, olah raga dan seni budaya.18 Sehingga pendidikan pencak silat tidak

16

Pandji Oetojo, Pencak Silat, (Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan, 2000), hlm. 8.

17

Sucipto, Materi Pokok Pencak Silat, (Jakarta: Universitas Terbuka DEPDIKNAS, 2009), hlm.1.21.

18

Johansyah Lubis, Pencak Silat Panduan Praktis, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 7.

(22)

lagi bersifat keterampilan saja, melainkan untuk membentuk kualitas kepribadian manusia.

Pada perkembangan selanjutnya, pencak silat bisa dijadikan sarana dan materi pendidikan untuk membentuk manusia-manusia yang mampu melaksanakan perbuatan dan tindakan yang bermanfaat dalam rangka menjalin keamanan dan kesejahteraan bersama. Pencak silat merupakan hasil budi daya manusia yang bertujuan untuk menjamin keamanan dan kesejahteraan bersama, pencak silat merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban manusia yang diajarkan kepada warga masyarakat yang meminatinya.19

Pencak silat juga membangun dan mengembangkan kepribadian dan karakter mulia seseorang dengan adanya ajaran kerohanian, dengan ini diharapkan bisa mewujudkan keselarasan dan keseimbangan antara diri individu dengan alam sekitarnya.20

Para pendekar dan guru pencak silat dengan tekun memberi ajaran keagamaan, etika moral kepada anak didiknya agar menjadi manusia ideal yang memiliki sifat taqwa, tanggap dan tangguh yang mampu mengendalikan diri dan berusaha mewujudkan sebuah masyarakat yang damai dan sejahtera, amar makruf nahi mungkar dan bertaqwa kepada Tuhan.

Oleh karena itu pendidikan beladiri pencak silat sangat cocok dijadikan alternatif lain selain lembaga pendidikan sekolah dalam membentuk manusia yang berkepribadian tangguh, disiplin dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi setiap persoalan hidup yang semakin banyak.

Di Indonesia sendiri ada banyak perguruan silat yang tumbuh dan berkembang hingga saat ini, salah satunya adalah Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) yang didirikan oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo di desa Pilang Bango Madiun pada tahun 1922. Dalam PSHT ada lima aspek yang diajarkan kepada para siswanya, kelima aspek tersebut dalam PSHT dikenal sebagai panca dasar ajaran PSHT, panca dasar tersebut antara lain persaudaraan, olah

19

Pandji Oetojo, op.cit., hlm.2.

20

(23)

raga, beladiri, seni dan ke-SH-an (kerohanian). Kelima aspek tersebut yang paling ditekankan dalam PSHT adalah aspek persaudaraan sehingga ketika seorang siswa akan disahkan menjadi seorang warga PSHT mereka terlebih dahulu disumpah dengan beberapa sumpah yang salah satunya berisi tentang larangan berkelahi antara sesama warga PSHT.

Panca dasar ajaran PSHT tersebut mempunyai manfaat yang sangat besar dalam membentuk pribadi-pribadi yang tangguh dan siap menghadapi segala sesuatu dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta beragama. Aspek persaudaraan diharapkan akan membantu seseorang untuk hidup bermasyarakat, aspek olahraga dan beladiri akan membantu seseorang untuk mendapatkan kesehatan jasmani, semangat dan pemberani, aspek seni berkaitan dengan estetika, hal ini bisa membuat jiwa menjadi indah sedangkan aspek spiritual dapat meningkatkan religiusitas, jadi setiap aspek yang terkandung dalam ilmu beladiri pencak silat penting untuk membantu membentuk kepribadian dan karakter generasi muda.

Karena begitu pentingnya pembentukan kepribadian dan karakter pada generasi muda, maka peneliti mengadakan penelitian tentang bagaimana pembentukan kepribadian dengan cara tersendiri yaitu melalui ilmu beladiri pencak silat. Dan judul dari penelitian ini adalah ”PENDIDIKAN KEPRIBADIAN MELALUI ILMU BELADIRI PENCAK SILAT (Studi Pada Lembaga Beladiri Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Cabang Kota Semarang)”.

B. Penegasan Istilah

Untuk memudahkan pemahaman serta menjaga adanya kesalahan terhadap pemahaman dan maksud yang terkandung dalam bunyi judul, maka akan terlebih dahulu peneliti kemukakan beberapa istilah yang dipandang perlu dijelaskan.

Pendidikan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata didik yang berarti memelihara, memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pemikiran. Sehingga pendidikan berarti proses pengubahan sikap

(24)

dan tatalaku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses perbuatan, cara mendidik.21 Sedangkan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia seta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.22

Kepribadian, istilah kepribadian berasal dari terjemahan kata personality yang berasal dari bahasa latin persona, pada mulanya kata persona menujuk pada topeng yang biasa digunakan oleh para pemain sandiwara di zaman Romawi dalam memainkan peranan-peranannya. Dari sini lambat laun kata persona (personality) berubah menjadi satu istilah yang mengacu kepada gambaran sosial tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok atau masyarakatnya, dimana kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku sesuai dengan gambaran sosial yang diterimanya itu.23

Para ahli ilmu jiwa, banyak yang mengemukakan pendapat tentang kepribadian sesuai dengan latar belakang kehidupan dirinya, namun dari sekian banyak pendapat teori yang dipandang lengkap dan sistematis adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh G.W Allport menurutnya kepribadian atau personality adalah sebagai berikut: ”Personality is dynamic organization with in the individual of those psychophysical system, that determines his unique adjusment to his environment” artinya: ”Kepribadian adalah suatu organisasi sistem jiwa raga yang dinamis pada seseorang yang menyebabkan ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.24

21

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), Cet. VIII, Edisi II, hlm. 232.

22

UU RI No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab 1, Pasal 1, Ayat 1.

23

Kuswara, Teori-Teori Kepribadian, (Bandung: PT. ERESCO, 1991), hlm.10.

24

Meitasari Tjandrasa, Perkembangan Anak, (Jakarta: PT. Gelora Aksara pratama, 1987), hlm. 236-237.

(25)

Dengan melihat pendapat tentang kepribadian diatas, maka dapat kita ketahui bahwa kepribadian adalah suatu kesatuan fungsional antara fisik dan psikis atau jiwa raga dalam diri individu yang membentuk karakter atau ciri khas yang unik didalam tingkah laku secara lahiriah maupun sikap batinnya sebagai bentuk terhadap penyesuaian dengan lingkungannya.25

Pendidikan kepribadian, adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok, sebagai usaha mendewasakan manusia dan membentuk karakter atau ciri khas yang unik didalam tingkah laku secara lahiriah maupun sikap batinnya, sebagai bentuk terhadap penyesuaian dengan lingkungannya melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses perbuatan dan cara mendidik, sehingga akan terbentuk pribadi yang integratif yaitu pribadi yang menyadari dan menaruh perhatian pada jati diri atau konsep diri atau identitas diri. Konsep diri adalah suatu pemahaman mengenai siapa dirinya dan seperti apa dirinya sehingga mereka akan berusaha memahami dan mendefinisikan nilai-nilai (kebaikan, keburukan, keindahan, kebenaran, kearifan dan lain-lain) yang diyakininya.26

Melalui, adalah menempuh.27

Pencak silat, adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela atau mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya terhadap lingkungan hidup atau alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna peningkatan iman dan taqwa kepada Tuhan.

Sebelum ada kesepakatan untuk mengkukuhkan kata pencak silat sebagai istilah nasional, bahkan mungkin sampai sekarang walaupun mungkin hanya kelompok minoritas, dikalangan pendekar masih ada yang mengartikan istilah pencak silat yang berasal dari dua kata yang berbeda masing-masing artinya, seperti pendapat Abdus Syukur yang mengatakan pencak adalah gerak langkah keindahan dengan menghindar, yang besertakan gerakan berunsur

25

M. Usman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1985), hlm. 240.

26

Abdul Munir Mulkhan, Cerdas Di Kelas Sekolah Kepribadian, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002), hlm. 26.

27

(26)

komedi. Pencak dapat dipertontonkan sebagai sarana hiburan, sedangkan silat adalah unsur teknik beladiri menangkis, menyerang dan mengunci yang tidak dapat diperagakan didepan umum.

R.M. Imam Koesoepangat, Guru Besar PSHT di Madiun: pencak sebagai gerakan beladiri tanpa lawan, sedangkan silat sebagai gerakan beladiri yang tidak dapat dipertontonkan.28

Baru dengan pendirian IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) pada tahun 1948 di Surakarta, istilah pencak silat mulai dibukukan sebagai istilah nasional. Kemudian pada seminar olah raga asli Indonesia di Tugu, Cisaruah bulan November 1973, disepakati dan diresmikan kata pencak silat sebagai sebutan olah raga asli Indonesia.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pendidikan kepribadian melalui latihan ilmu beladiri pencak silat di lembaga beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang Kota Semarang?

2. Bagaimana proses terbentuknya kepribadian siswa dalam proses latihan di lembaga beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang Kota Semarang?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pendidikan kepribadian melalui latihan ilmu beladiri pencak silat.

2. Untuk mengetahui proses pembentukan kepribadian dalam proses latihan ilmu beladiri pencak silat.

Hasil dari penelitian ini dapat memberi manfaat :

28

(27)

1. Diketahui adanya alternatif lain dalam membentuk kepribadian seseorang selain melalui lembaga pendidikan sekolah.

2. Menunjukkan bahwa ilmu beladiri pencak silat tidak hanya untuk melatih kekuatan fisik semata tetapi juga kekuatan mental spiritual sehingga tercipta pribadi-pribadi yang tangguh.

Didalam penelitian dan penulisan skripsi ini, peneliti berharap bisa bermanfaat bagi peneliti sendiri khususnya dan para pembaca pada umumnya. Bagi peneliti, penelitian ini sangat penting karena berangkat dari alasan pemilihan judul tersebut, yang menjadi keingintahuan peneliti akan terjawab. Dan bagi kita semua peneliti berharap mampu memberi solusi terhadap dunia pendidikan dalam membentuk pribadi-pribadi yang tangguh khususnya pada generasi muda.

E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka digunakan sebagai bahan perbandingan terhadap penelitian yang ada, baik mengenai kekurangan dan kelebihan yang ada sebelumnya. Selain itu juga mempunyai andil besar dalam rangka mendapatkan suatu informasi yang ada sebelumnya tentang teori-teori yang ada kaitannya dengan judul yang digunakan untuk mendapatkan landasan teori ilmiah.

Dalam penelitian ini peneliti mengkaji beberapa penelitian yang pernah diteliti oleh beberapa peneliti lain, penelitian tersebut digunakan sebagai bahan kajian pendukung dalam penelitian ini.

Adapun penelitian yang dijadikan bahan kajian pendukung adalah sebagai berikut:

Pendidikan Kesabaran Melalui Pendekatan Ilmu Pernafasan (Studi Kasus Di Lembaga Beladiri Sinar Putih Cabang Semarang) oleh Achmad Mujahid (3111195) fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang tahun 2006. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah pada fokus dan objek penelitiannya, pada penelitian tersebut yang menjadi fokus penelitian adalah pendidikan kesabaran dan objek penelitiannya pada

(28)

lembaga beladiri Sinar Putih, sedangkan pada penelitian ini yang menjadi fokus penelitiannya adalah pendidikan kepribadian dan objek penelitiannya pada lembaga beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang Kota Semarang.

Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Seni Beladiri Pencak Silat PSHT (Studi Analisis Dokumen PSHT Kom. IAIN Walisongo) oleh Alfan Rohmatik (3101331) fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang tahun 2008. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah pada fokus penelitiannya, pada penelitian tersebut yang menjadi fokus penelitian adalah nilai-nilai akhlak, sedangkan pada penelitian yang peneliti lakukan adalah pendidikan kepribadian.

Studi Korelasi Pendidikan Kepramukaan Dengan Kepribadian Siswa Di MI Mathol’ul Falah Buko Wedung Demak Tahun 2003-2004 oleh Sumikhah (3502063) fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang tahun 2005. Penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan keduanya sama-sama membahas tentang kepribadian sehingga penelitian tersebut dijadikan sebagai bahan kajian pendukung pada penelitian ini.

F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan cara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.29

2. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah tentang pendidikan kepribadian yang dilaksanakan pada lembaga beladiri pencak

29

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. ALFABETA, 2008), hlm. 1.

(29)

silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang Kota Semarang, dimana fokus penelitian ini dibagi dalam beberapa subfokus penelitian yang meliputi:

a. Bagaimana proses pendidikan kepribadian melalui ilmu beladiri pencak silat di lembaga beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang Kota Semarang yang meliputi unsur-unsur pendidikan kaitannya dengan:

1) Prosedur latihan fisik (pemanasan). 2) Prosedur latihan senam dasar dan jurus. 3) Prosedur latihan mental dan kerohanian.

b. Bagaimana proses pembentukan kepribadian pada proses latihan beladiri pencak silat di lembaga beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang kota Semarang yang meliputi:

1) Aspek fisik (jasmaniah). 2) Aspek psikis (mental spiritual). 3. Sumber Data

a. Sumber data primer

Untuk memperoleh data primer peneliti melakukan observasi langsung ke lapangan, wawancara, terhadap siswa dan warga (pelatih), serta melakukan penelitian terhadap dokumen-dokumen pada lembaga beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang Kota Semarang.

b. Sumber data sekunder

Untuk memperoleh data sekunder peneliti melakukan penelitian terhadap buku-buku , majalah, skripsi yang ada kaitannya dengan judul penelitian yang peneliti lakukan.

4. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa metode, yaitu:

a. Metode interview (wawancara), yaitu metode pengumpulan data dengan cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan

(30)

melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.30

Wawancara dilakukan oleh peneliti sendiri kepada semua pihak yang dapat memberikan data terkait judul penelitian yang peneliti lakukan, misalnya kepada siswa-siwi dan warga (pelatih) pada lembaga beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang Kota Semarang.

b. Metode observasi, yaitu sebuah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data), yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomene-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.31

Metode ini dilakukan peneliti dengan cara melihat atau mengamati secara langsung kondisi lapangan serta bagaimana sikap atau kepribadian dari para pelatih (warga) dan siswa dalam proses latihan, serta bagaimana proses pendidikan kepribadian dilakukan dalam latihan di lembaga beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang Kota Semarang. Kemudian data-data yang diperoleh digunakan untuk melengkapi data-data hasil interview.

c. Metode dokumentasi, yaitu suatu cara untuk mengumpulkan data dari dokumen yang berupa tulisan ataupun catatan-catatan diagram dan lainnya yang ada kaitannya dengan data yang dibutuhkan, misalnya: data anggota dan catatan kegiatan dalam lembaga beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang Kota Semarang.

d. Metode angket, metode angket ini dilakukan bertujuan untuk memperoleh data mengenai sikap dan tingkah laku siswa sebagai salah satu bahan dalam menganalisis kepribadian para siswa.

Dalam penelitian ini peneliti memberikan angket kepada siswa dan warga untuk kemudian dianalisis bagaimana kepribadian mereka

30

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 82.

31

(31)

setelah mengikuti latihan pencak silat di lembaga beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang Kota Semarang.

5. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata data secara sistematis catatan hasil observasi, interview, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang permasalahan yang diteliti dan menyajikan sebagai temuan.32

Setelah semua data terkumpul maka dilakukan analisis dengan menggunakan analisis data menurut Miles dan Hubermen, yang mana analisis ini dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Aktifitas dalam analisis data ini yaitu dengan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting untuk dicari tema dan polanya (data reduction), kemudian data disajikan dalam sebuah pola yang sesuai dengan kajian (data display), dan setelah itu ditarik sebuah kesimpulan yang menghasilkan sebuah hipotesis dan deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap menjadi jelas (conclusion drawing) atau (verification).33

32

Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996), hlm. 104.

33

(32)

BAB II

PENDIDIKAN KEPRIBADIAN DAN ILMU BELADIRI PENCAK SILAT

A. Pendidikan kepribadian 1. Pendidikan

a. Pengertian pendidikan

Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata didik yang berarti memelihara, memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pemikiran. Sehingga pendidikan berarti proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses perbuatan, cara mendidik. Pendidikan secara etimologi diartikan memelihara, memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pemikiran.34 Sedangkan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.35

Dalam bahasa Inggris pendidikan disebut sebagai ”education”, sedangkan dalam bahasa latin ”educere” secara etimologi berarti memasukkan sesuatu, yaitu memasukkan ilmu pengetahuan kepada seseorang.36 Sedangkan dalam bahasa Arab dapat dijumpai adanya kata ta’lim dan tarbiyah, berarti pengajaran

34

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. VIII, Edisi II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 232.

35

UU RI No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab 1, Pasal 1, Ayat 1.

36

Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992), hlm.4.

(33)

dan pendidikan, yang berasal dari kata dasar allama dan rabba sebagaimana digunakan dalam al-Qur’an, sekalipun konotasi kata tarbiyah lebih luas sebab mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik serta mengandung makna mengajar (allama). Disamping itu selain kata ta’lim dan tarbiyah terdapat pula kata ta’dib yang ada hubungannya dengan kata adab yang berarti susunan. Dimana mendidik adalah membentuk manusia menempati tempat yang tepat dalam susunan masyarakat dalam posisi yang proporsional sesuai ilmu dan teknologi yang dikuasai.37

Mengenai pengertian pendidikan para pakar pendidikan banyak yang mendefinisikan secara jelas tentang pendidikan, diantaranya adalah:

1) Menurut Zahra Idris bahwa pendidikan adalah:

”Serangkaian interaksi yang bertujuan antara manusia dewasa dan peserta didik secara tatap muka atau dengan menggunakam media dalam rangka memberikan bantuan terhadap perkembangan peserta didik”.38

2) Menurut Umar Tirtarahardja dan Lasula pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.

3) Ahmad D. Marimba memberi definisi pendidikan sebagai berikut: Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.39

Dari beberapa definisi pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah serangkaian usaha sadar yang dilakukan

37

Yusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm. 94.

38

Zahra Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan I, (Jakarta: Grasindo, 1992), hlm. 4.

39

(34)

oleh manusia dewasa dalam rangka membentuk pola tingkah laku atau akhlak yang baik dan mengembangkan potensi-potensi yang ada pada diri anak-anak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang ada dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga anak didik menjadi pribadi-pribadi yang utama.

Beberapa pengertian pendidikan di atas pada dasarnya sama dengan apa yang menjadi tujuan dari pendidikan agama Islam. Berikut ini beberapa tujuan pendidikan agama Islam menurut para ahli pendidikan Islam:

1) Menurut Prof. DR. Ramayulis dalam bukunya Metodologi Pendidikan Agama Islam, dikatakan bahwa tujuan umum pendidikan Islam diarahkan untuk mencapai keseimbangan kepribadian manusia menyeluruh, melalui latihan jiwa, intelek, jiwa rasional, perasaan dan penghayatan lahir. Oleh karena itu pendidikan harus menyiapkan pertumbuhan manusia dalam segi: spiritual, intelektual, imajinatif, jasmani, ilmiah, linguistik, baik individu maupun kolektif, dan semua itu didasari oleh motivasi mencapai kebaikan dan perfeksi.40

2) Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah dalam buku Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, mengatakan bahwa pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah swt.41

3) Tujuan pendidikan Islam menurut M. Djunaidi Dhany adalah sebagai pembinaan kepribadian anak didik yang sempurna, peningkatan moral, tingkah laku yang baik dan menanamkan rasa kepercayaan anak terhadap agama dan terhadap Tuhan, serta untuk mengembangkan intelegensi anak secara efektif.42

40

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm. 33.

41

Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 19.

42

(35)

2. Kepribadian

a. Pengertian kepribadian

Kepribadian adalah ciri atau karakteristik, gaya ataupun sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir.43

Para ahli ilmu jiwa, banyak yang mengemukakan pendapat tentang kepribadian sesuai dengan latar belakang kehidupan dirinya, namun dari sekian banyak pendapat teori yang dipandang lengkap dan sistematis adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh G.W Allport menurutnya kepribadian atau personality adalah sebagai berikut: ”Personality is dynamic organization with in the individual of those psychophysical system, that determines his unique adjusment to his environment” artinya: ”Kepribadian adalah suatu organisasi sistem jiwa raga yang dinamis pada seseorang yang menyebabkan ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.44

Kata personality berasal dari bahasa latin persona, pada mulanya kata persona menujuk pada topeng yang biasa digunakan oleh para pemain sandiwara di zaman Romawi dalam memainkan peranan-peranannya. Dari sini lambat laun kata persona (personality) berubah menjadi satu istilah yang mengacu kepada gambaran sosial tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok atau masyarakatnya, dimana kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku sesuai dengan gambaran sosial yang diterimanya itu.45

43

Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak Peran Moral Intelektual, Emosional, Dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), hlm. 11.

44

Meitasari Tjandrasa, Perkembangan Anak, (Jakarta: PT. Gelora Aksara pratama, 1987), hlm. 236-237.

45

(36)

Dengan melihat pendapat tentang kepribadian diatas, maka dapat kita ketahui bahwa kepribadian adalah suatu kesatuan fungsional antara fisik dan psikis atau jiwa raga dalam diri individu yang membentuk karakter atau ciri khas yang unik didalam tingkah laku secara lahiriah maupun sikap batinnya sebagai bentuk terhadap penyesuaian dengan lingkungannya.46

b. Pengertian pendidikan kepribadian

Pendidikan kepribadian adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia dan membentuk karakter atau ciri khas yang unik didalam tingkah laku secara lahiriah maupun sikap batinnya, sebagai bentuk terhadap penyesuaian dengan lingkungannya melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses perbuatan dan cara mendidik, sehingga akan terbentuk pribadi yang integratif yaitu pribadi yang menyadari dan menaruh perhatian pada jati diri atau konsep diri atau identitas diri. Konsep diri adalah suatu pemahaman mengenai siapa dirinya dan seperti apa dirinya sehingga mereka akan berusaha memahami dan mendefinisikan nilai-nilai (kebaikan, keburukan, keindahan, kebenaran, kearifan dan lain-lain) yang diyakininya.47 c. Aspek-aspek kepribadian dan faktor-faktor yang mempengaruhi

kepribadian

1) Aspek-aspek kepribadian

Yang dimaksud aspek-aspek kepribadian disini adalah hal-hal apa saja yang termasuk kedalam kepribadian. Kepribadian disini meliputi kualitas keseluruhan dari seseorang, kualitas itu akan tampak dari cara-caranya berbicara, berpendapat, sikapnya, niatnya, filsafat hidupnya serta kepercayaannya.

46

M. Usman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1985), hlm. 240.

47

Abdul Munir Mulkhan, Cerdas Di Kelas Sekolah Kepribadian, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002), hlm. 26.

(37)

Secara garis besar aspek-aspek kepribadian dibagi menjadi tiga:

a) Aspek-aspek kejasmanian, meliputi tingkah laku luar yang mudah nampak dan ketahuan dari luar, misalnya: cara-caranya berbuat, cara-caranya berbicara dll.

b) Aspek-aspek kejiwaan, yaitu aspek-aspek yang tidak segera dilihat dan ketahuan dari luar, misalnya: cara-caranya berfikir, minat dan sikap.

c) Aspek-aspek kerohanian yang luhur, meliputi aspek-aspek kejiwaan yang lebih abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan, ini meliputi sistem nilai-nilai yang telah meresap kedalam kepribadian itu, yang telah menjadi bagian dan sudah mendarah daging dalam kepribadian itu yang mengarahkan dan memberi corak seluruh kehidupan individu itu. Bagi orang yang beragama bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Aspek-aspek inilah yang memberikan kualitas kepribadian sacara keseluruhan.48

Sedangkan Ny. Yoesoef Noesyirwan (1978) sebagaimana dikutip oleh Abdul Aziz Ahyadi menganalisis kepribadian kedalam empat aspek, yaitu:

a) Vitalitas adalah konstanta (keadaan tetap) dan semangat hidup pribadi seseorang. Aspek ini merupakan faktor pembawaan bukan jasmaniah dan merupakan unsur penting yang ikut menentukan kemampuan berprestasi, sikap hidup dan sikap terhadap sesama manusia.

b) Temperamen adalah konstanta dari warna dan bentuk pengalaman pribadi serta cara bereaksi dan bergerak.

48

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al Maarit, 1989), hlm. 68.

(38)

c) Watak adalah konstanta dari hasrat, perasaan dan kehendak pribadi mengenai nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. d) Kecerdasan, bakat daya nalar adalah konstanta kemampuan

pribadi.49

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian

Faktor yang besar pengaruhnya terhadap kepribadian adalah hasil hubungan kita dengan lingkungan atau pengalaman hidup kita. Para ahli membedakan dua macam faktor pengalaman yang mempengaruhi kepribadian manusia:

a) Faktor pengalaman umum.

Yang dimaksud pengalaman umum adalah pengalaman yang dihayati oleh hampir semua anggota masyarakat atau bahkan oleh semua manusia, misalnya: dalam hal nilai-nilai, prinsip-prinsip moral dan cara-cara hidup yang dihayati oleh semua anggota masyarakat tentunya nilai-nilai tersebut yang bersifat universal.

b) Faktor pengalaman unik.

Yang dimaksud faktor pengalaman unik adalah pengalaman-pengalaman yang hanya pernah dialami oleh dirinya sendiri. Setiap manusia telah memiliki ciri-ciri tertentu serta kecenderungan-kecenderungan tertentu, maka reaksi dirinya terhadap lingkungan atau reaksi lingkungan terhadap dirinya bersifat khas pula. Pengalaman unik ini menentukan bagian dirinya yang bersifat khas, unik dan tidak ada duanya.50 3) Proses pembentukan kepribadian

Proses pembentukan individu sangat ditentukan oleh waktu dan kematangan pribadi. Proses ini dipengaruhi oleh faktor usia, pengetahuan manusia dengan hereditas, kematangan dan

49

Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 1995), hlm. 69-92.

50

(39)

proses belajar sangat membantu untuk menjawab persoalan pribadi secara memuaskan.

Pembentukan kepribadian memerlukan waktu tidak sebentar, bahkan waktu yang panjang, berangsur-angsur dan kontinuitas sangat dibutuhkan.

Dikatakan oleh Prof. Patty, M.A. dalam seluruh perkembangan ini nampak bahwa setiap perkembangan maju muncul dalam cara-cara yang kompleks, dan setiap perkembangan didahului oleh perkembangan sebelumnya.

Ini berarti perkembangan itu tidak hanya kontinu, tetapi juga perkembangan fase yang satu diikuti dan menghasilkan (menentukan) perkembangan pada fase berikutnya.51 Dengan demikian pembentukan kepribadian itu tidak mungkin terlepas dari proses perkembangannya itu sendiri. Sedangkan proses itu selalu mengaitkan faktor indogen dan eksogen (sosial).

Dalam hal ini individu memerlukan dan sangat butuh peran sosial untuk mendewasakan pribadinya, melalui proses imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati serta komunikasi individu akan mengalami penyesuaian, perubahan dan perkembangan yang kemudian akan menjadi muatan kepribadian.

Dalam proses pembentukan kepribadian setidaknya ada tiga unsur di bawah ini:

a) Unsur-unsur dinamik, yaitu bermacam-macam dorongan bagi perangai dan tujuannya.

b) Ciri-ciri watak yang berhubungan dengan ciri-ciri yang membedakan respon-respon seseorang tanpa memperhatikan rangsangan yang menyebabkannya, seperti kecepatan bereaksi atau kekuatan dan tingkat kegiatannya.

c) Kemampuan dan kesanggupan mental, yaitu yang menentukan kemampuan untuk melakukan pekerjaan tertentu 51

(40)

yang tercermin dalam kecerdasan dan kemampuan hitung serta ketrampilannya.

Pembentukan kepribadian yang sempurna, terpadu akan tercapai bila dalam prosesnya tanpa mengabaikan hal kecil sekalipun. Dan tiga tahap pembentukan yang harus berjalan lancar dan bersamaan dengan aspek-aspek serta unsur-unsur penunjang yang mempengaruhi pembentukan kepribadian itu, semua itu dibutuhkan proses kerjanya secara serasi dan seimbang.52

B. Ilmu beladiri pencak silat

1. Pengertian ilmu beladiri pencak silat a. Pengertian beladiri. .

Ada dua pengertian beladiri, yaitu secara sempit dan secara luas. Bela diri dalam arti sempit adalah seni bertarung yang secara mendasar dibentuk oleh Dharma Thaisi (Tatmo Cawsu), yaitu seorang Pendeta Budha Generasi ke-28. Pada tahun 550 Masehi, ia bepergian ke India dari Cina untuk belajar agama Budha. Di samping itu, ia juga mempelajari Indo Kempo (Seni Bertarung Ala India).

Hal ini memang penting dipelajari karena pendeta Budha saat itu sering bepergian dari Cina ke India atau sebaliknya untuk belajar agama Budha. Jalur Sutra saat itu tidak pernah sepi dari perampok. Kemudian seni ini dikembangkan di Kuil Shaolin, yang kemudian disebut sebagai Kung Fu Shaolin. Seiring perjalanan waktu, seni ini merambah ke berbagai negara di dunia ini. Di Jepang, adopsi seni ini melahirkan Ju Jitsu, Aikido, Hapkido, Judo, dan Karate. Di Thailand, Thai Boxing. Di Indonesia, Pencak Silat. Di Korea, Tae Kwon Do. Bahkan di zaman moderen sekarang ini, seni ini masih melahirkan beladiri baru seperti Mixed Martial Art dan Shinto Ryu.

Sedangkan beladiri dalam arti luas pengertiannya lebih luas daripada dalam arti sempit. Mencakup metode apapun yang 52

(41)

digunakan manusia untuk membela dirinya. Tidak masalah bersenjata atau tidak. Gulat, Tinju, permainan pedang, menembak, dan seni beladiri yang terurai di atas termasuk bagian dalam pengertian ini.

Walaupun banyak ahli beladiri Timur yang berpendapat bahwa Gulat dan Tinju tidak termasuk dalam seni bela diri, namun dua ini sekarang dikategorikan sebagai seni beladiri. Secara sistematis, keduanya memenuhi syarat untuk disebut sebagai “Seni Beladiri”.53.

b. Pengertian pencak silat.

Pencak silat adalah sarana dan materi pendidikan untuk membentuk manusia-manusia yang mampu melaksanakan perbuatan dan tindakan yang bermanfaat dalam rangka menjalin keamanan dan kesejahteraan bersama. Pencak silat merupakan hasil budi daya manusia yang bertujuan untuk menjamin keamanan dan kesejahteraan bersama, pencak silat merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban manusia yang diajarkan kepada warga masyarakat yang meminatinya.54

Sebelum ada kesepakatan untuk mengukuhkan kata pencak silat sebagai istilah nasional, bahkan mungkin sampai sekarang walaupun mungkin hanya kelompok minoritas, dikalangan pendekar masih ada yang mengartikan istilah pencak silat yang berasal dari dua kata yang berbeda masing-masing artinya.

Beberapa pendekar pencak silat mengungkapkan arti pencak silat sebagai berikut:

a. Abdus Syukur mengatakan pencak adalah gerak langkah keindahan dengan menghindar, yang besertakan gerakan berunsur komedi. Pencak dapat dipertontonkan sebagai sarana hiburan,

53

“Seminar Pencak Silat Menggali Nilai Filosofi dan Relevansi dalam Konteks Zaman “,

http://silatindonesia.com/2009/05/seminar-pencak-silat-di-universitas-indonesia-kampus-depok/12042010.

54

(42)

sedangkan silat adalah unsur teknik beladiri menangkis, menyerang dan mengunci yang tidak dapat diperagakan didepan umum.

b. Menurut Mr. Wongsonegoro mengatakan bahwa pencak adalah gerak serang bela yang berupa tari dan berirama dengan peraturan adat kesopanan tertentu yang biasanya untuk pertunjukan umum. Sedangkan silat adalah intisari dari pencak untuk berkelahi membela diri mati-matian yang tidak dapat dipertunjukan di depan umum.

c. R.M. Imam Koesoepangat, Guru Besar PSHT di Madiun mengartikan pencak sebagai gerakan beladiri tanpa lawan, sedangkan silat sebagai gerakan beladiri yang tidak dapat dipertontonkan.55

d. Menurut Prof. Dr. Purbo Tjaroko dalam bukunya ”Pencak Silat Diteropong dari Sudut Kebangsaan Indonesia”, dikatakan bahwa kata pencak berasal dari kata cak (injak), lincak-lincak (berulang-ulang menginjak), macak (berias diri), pencak baris (mengatur baris), pencak (memasang diri). Sedangkan kata silat berasal dari kata lat (pisah), welat (bambu yang pisah dari batangnya), silat (memisahkan diri).56

Baru dengan pendirian IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) pada tahun 1948 di Surakarta, istilah pencak silat mulai dibukukan sebagai istilah nasional. Kemudian pada seminar olah raga asli Indonesia di Tugu, Cisaruah bulan November 1973, disepakati dan diresmikan kata pencak silat sebagai sebutan olah raga asli Indonesia. Definisi pencak silat selengkapnya yang pernah dibuat PB IPSI tahun 1975 adalah sebagai berikut : “Pencak silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela atau

55

Sucipto, Materi Pokok Pencak Silat, (Jakarta: Universitas Terbuka DEPDIKNAS, 2009), hlm. 1.19.

56

Sakti (ed.) , Persaudaraan Setia Hati Terate, (Ponorogo: Komisariat Walisongo Ngabar, tt), hlm. 19.

(43)

mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya (manunggalnya) terhadap lingkungan hidup atau alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”.

2. Sejarah dan perkembangan ilmu beladiri pencak silat di Indonesia. Pencak silat sebagai bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia berkembang sejalan dengan sejarah masyarakat Indonesia. Dengan aneka ragam situasi geografis serta perkembangan zaman yang dialami oleh bangsa Indonesia.

Pencak silat dibentuk oleh situasi dan kondisinya, kini pencak silat kita kenal dengan wujud dan corak yang beraneka ragam, namun mempunyai aspek-aspek yang sama. Pencak Silat merupakan unsur-unsur kepribadian bangsa Indonesia yang dimiliki dari hasil budi daya yang turun temurun. Sampai saat ini belum ada naskah atau himpunan mengenai sejarah pembelaan diri bangsa Indonesia yang disusun secara alamiah dan dapat dipertanggung jawabkan serta menjadi sumber bagi pengembangan yang lebih teratur. Hanya secara turun temurun dan bersifat pribadi atau kelompok latar belakang dan sejarah pembelaan diri ini dituturkan.

Sifat-sifat ketertutupan karena dibentuk oleh zaman penjajahan di masa lalu merupakan hambatan pengembangan dimana kini kita yang menuntut keterbukaan yang lebih luas. Perkembangan pada zaman sebelum penjajahan Belanda, nenek moyang kita telah mempunyai peradaban yang tinggi, sehingga dapat berkembang menjadi rumpun bangsa yang maju. Daerah-daerah dan pulau-pulau yang dihuni berkembang menjadi masyarakat dengan tata pemerintahan dan kehidupan yang teratur.

Tata pembelaan diri di zaman tersebut yang terutama didasarkan kepada kemampuan pribadi yang tinggi, merupakan dasar dari sistem pembelaan diri, baik dalam menghadapi perjuangan hidup maupun dalam pembelaan berkelompok. Para ahli pembelaan diri dan pendekar

(44)

mendapat tempat yang tinggi di masyarakat. Begitu pula para empu yang membuat senjata pribadi yang ampuh seperti keris, tombak dan senjata khusus.

Pasukan yang kuat di zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit serta kerajaan lainnya di masa itu terdiri dari prajurit-prajurit yang mempunyai ketrampilan pembelaan diri individual yang tinggi. Jiwa keprajuritan dan kesatriaan selalu diberikan untuk mencapai keunggulan dalam ilmu pembelaan diri. Untuk menjadi prajurit atau pendekar diperlukan syarat-syarat dan latihan yang mendalam di bawah bimbingan seorang guru.

Pada masa perkembangan agama Islam ilmu pembelaan diri dipupuk bersama ajaran kerohanian. Sehingga basis-basis agama Islam terkenal dengan ketinggian ilmu beladirinya. Jelaslah, bahwa sejak zaman sebelum penjajahan Belanda kita telah mempunyai sistem pembelaan diri yang sesuai dengan sifat dan pembawaan bangsa Indonesia.57

a. Perkembangan pencak silat pada zaman penjajahan Belanda

Suatu pemerintahan asing yang berkuasa di suatu negeri jarang sekali memberi perhatian kepada pandangan hidup bangsa yang diperintah. Pemerintah Belanda tidak memberi kesempatan perkembangan pencak silat atau pembelaan diri nasional, karena dipandang berbahaya terhadap kelangsungan penjajahannya.

Larangan berlatih beladiri diadakan bahkan larangan untuk berkumpul dan berkelompok, sehingga perkembangan kehidupan pencak silat atau pembelaan diri bangsa Indonesia yang dulu berakar kuat menjadi kehilangan pijakan kehidupannya.

Hanya dengan sembunyi-sembunyi dan oleh kelompok-kelompok kecil pencak silat dipertahankan.

(45)

kesempatan yang diizinkan hanyalah berupa pengembangan seni atau kesenian semata-mata masih digunakan di beberapa daerah, yang menjurus pada suatu pertunjukan atau upacara saja. Hakikat jiwa dan semangat pembelaan diri tidak sepenuhnya dapat berkembang. Pengaruh dari penekanan di zaman penjajahan Belanda ini banyak mewarnai perkembangan pencak silat untuk masa sesudahnya.

b. Perkembangan pencak silat pada pendudukan Jepang

Politik Jepang terhadap bangsa yang diduduki berlainan dengan politik Belanda. Terhadap pencak silat sebagai ilmu nasional didorong dan dikembangkan untuk kepentingan Jepang sendiri, dengan mengobarkan semangat pertahanan menghadapi sekutu. Di mana-mana atas anjuran Shimitsu diadakan pemusatan tenaga aliran pencak silat.

Di seluruh Jawa serentak didirikan gerakan pencak silat yang diatur oleh pemerintah. Di Jakarta pada waktu itu telah diciptakan oleh para pembina pencak silat suatu olahraga berdasarkan pencak silat, yang diusulkan untuk dipakai sebagai gerakan olahraga pada tiap-tiap pagi di sekolah-sekolah. Usul itu ditolak oleh Shimitsu karena khawatir akan mendesak Jepang.

Sekalipun Jepang memberikan kesempatan kepada kita untuk menghidupkan unsur-unsur warisan kebesaran bangsa kita, tujuannya adalah untuk mempergunakan semangat yang diduga akan berkobar lagi demi kepentingan Jepang sendiri bukan untuk kepentingan nasional kita. Namun kita akui ada juga keuntungan yang kita peroleh dari zaman itu, kita mulai insaf lagi akan keharusan mengembalikan ilmu pencak silat pada tempat yang semula didudukinya dalam masyarakat kita.

c. Perkembangan pencak silat pada zaman kemerdekaan.

Walaupun di masa penjajahan Belanda pencak silat tidak diberikan tempat untuk berkembang, tetapi masih banyak para

(46)

pemuda yang mempelajari dan mendalami melalui guru-guru pencak silat atau secara turun-temurun di lingkungan keluarga.

Jiwa dan semangat kebangkitan nasional semenjak Budi Utomo didirikan mencari unsur-unsur warisan budaya yang dapat dikembangkan sebagai identitas nasional. Melalui Panitia Persiapan Persatuan Pencak Silat Indonesia maka pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta terbentuklah IPSI yang diketuai oleh Mr. Wongsonegoro.58

Program utama disamping mempersatukan aliran-aliran dan kalangan pencak silat di seluruh Indonesia, IPSI mengajukan program kepada pemerintah untuk memasukkan pelajaran pencak silat di sekolah-sekolah. Usaha yang telah dirintis pada periode permulaan kepengurusan di tahun lima puluhan yang kemudian kurang mendapat perhatian, mulai dirintis dengan diadakannya suatu seminar pencak silat oleh Pemerintah pada tahun 1973 di Tugu, Bogor. Dalam Seminar ini pulalah dilakukan pengukuhan istilah bagi seni pembelaan diri bangsa Indonesia dengan nama "Pencak Silat" yang merupakan kata majemuk.

Di masa lalu tidak semua daerah di Indonesia menggunakan istilah pencak silat. Di beberapa daerah di Jawa lazimnya digunakan nama “Pencak” sedangkan di Sumatera orang menyebut “Silat”. Sedang kata pencak sendiri dapat mempunyai arti khusus begitu juga dengan kata silat.

Pencak dapat mempunyai pengertian gerak dasar beladiri, yang terikat pada peraturan dan digunakan dalam belajar, latihan dan pertunjukan. Sedangkan silat mempunyai pengertian gerak beladiri yang sempurna, yang bersumber pada kerohanian yang suci

58

“Sejarah IPSI, Sejarah dan Perkembangannya”, http://fnpinky/01072010/sejarah-i-p-s-i/wordpress.com

(47)

murni, guna keselamatan diri atau kesejahteraan bersama. Dewasa ini istilah pencak silat mengandung unsur-unsur olahraga, seni, bela diri dan kebatinan.59

3. Sejarah terciptanya lambang IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) Lambang IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) ditetapkan pada periode kepengurusan Bapak Tjokropanolo sebagai ketua pusat IPSI pusat (tanggal 28 Oktober 1975). Pada awalnya ide menciptakan lambang IPSI ini disayembarakan, akan tetapi hasil sayembara yang masuk tidak ada yang memenuhi persyaratan.

Atas prakarsa sekjen PB IPSI waktu itu adalah saudara Januarno maka diciptakanlah lambang IPSI lengkap dengan makna dari lambang tersebut. Lambang dan makna dalam gambar IPSI dibawah ini adalah merupakan panduan yang harus diketahui, diikuti, dan dimengerti oleh semua jajaran organisasi IPSI dimana saja berada (baik di Indonesia maupun di luar negeri).

Berikut ini makna lambang IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia). a. Warna dasar putih: bermakna suci dalam amal perbuatan.

b. Warna merah: berani dalam kebenaran.

c. Warna hijau: ketenangan dalam menghadapi segala sesuatu menuju kemantapan jiwa, karena selalu beriman dan bertauhid kepada Tuhan YME secara khidmat dan syahdu.

d. Warna kuning: IPSI mengutamakan keluhuran budi pekerti dan kesejahteraan lahir-batin dalam menuju kejayaan nusa dan bangsa. e. Perisai segi lima: IPSI berdasarkan landasan idiil Pancasila serta

bertujuan membentuk manusia Pancasila sejati.

f. Sayap garuda berwarna kuning berotot merah: kekuatan bangsa Indonesia yang bersendikan kemurnian, keluhuran dan dinamika. Sayap 18 lembar, bulu 5 lembar + 4 lembar + 8 lembar bermakna tanggal berdirinya IPSI yaitu 18 Mei 1948. Sayap 18 lembar terdiri

59

(48)

dari 17 + 1 bermakna IPSI dengan semangat proklamasi kemerdekaan bersatu membangun negara Indonesia.

g. Untaian lima lingkaran: IPSI melalui olahraga merupakan ikatan perikemanusiaan antara berbagai aliran dengan memegang teguh asas kekeluargaan, persaudaraan dan gotong-royong.

h. Ikatan pita berwarna merah putih: IPSI merupakan suatu ikatan pemersatu dari berbagai aliran silat yang menjadi hasil budaya yang kokoh karena dilandasi oleh rasa berbangsa, berbahasa dan bertanah air Indonesia.

i. Gambar tangan putih didalam dasar hijau: menggambarkan bahwa IPSI membantu negara dalam bidang ketahanan nasional melalui pembinaan mental atau psikis agar kader-kader IPSI berkepribadian nasional serta berbadan sehat, kuat dan tegap.

j. Senjata trisula: selalu siap siaga, IPSI didalam partisipasi pembangunan negara melalui usaha pokok:

1) Mengusahakan keluhuran budi pekerti. 2) Memelihara seni budaya bangsa Indonesia.

3) Menjalankan krida olahraga atau beladiri pencak silat.60 4. Makna filosofi dalam ajaran ilmu beladiri pencak silat.

Dalam terminologi sastra Jawa dikenal kata ujug-ujug. Dalam bahasa Indonesia kata ini diartikan tiba-tiba atau spontanitas. Kesan awal yang tertangkap cenderung berkonotasi negatif, setidaknya bila acuan kita pada nilai kata, sebab kata ujag-ujug ini nyaris sepadan dengan kata grusa-grusu dalam bahasa Indonesia berarti ceroboh.

Namun dalam konteks filsafat hidup, ternyata kata ini mengandung makna pasrah dan sumrawah. Bahkan kata ini dijabarkan oleh ketua umum PSHT H. Tarmadji Boedi Harsono, S.E. sebagai universalitas kemanusiaan manusia. Acuannya adalah bahwa hidup bukanlah sesuatu yang bisa direncanakan, sebab proses hidup sesungguhnya terangkai dalam kepastian-kepastian. Yang tidak boleh 60

Referensi

Dokumen terkait

Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijazah

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif sederhana dengan pendekatan observasi serta pengumpulan data sekaligus pada suatu kurun waktu yang bersamaan

Segala puji dan syukur penulis tujukan kehadirat Allah SWT atas segala kebesaran dan kemurahan-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan innayah-Nya sehingga

Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factors (VIF) untuk pengujian multikolinearitas antara sesama variabel independen menunjukkan bahwa tidak ada satu

Persepsi responden terhadap rasa aman dari alat kontrasepsi IUD sebanyak 8 responden (27%) mengetahui kalau alat kontrasepsi IUD aman untuk digunakan

Biomassa limbah pertanian yang terdiri atas limbah industri minyak kayu putih, batang jagung, bonggol jagung, batang tembakau, jerami padi, kedelai, ampas tebu, tandan kosong

Ibadah haji mensyaratkan kesanggupan (istitho’ah) kesehatan secara fisik dan jiwa, selain ekonomi dan ilmu. Untuk memenuhi ketentuan syar’i dimaksud, diperlukan upaya bimbingan,

Terlepas dari kerumitan wajib pajak untuk menyusun laporan keuangan, tentunya penerapan PP Nomor 23 Tahun 2018 juga perlu penyesuaian dengan wajib pajak, adakalanya