• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Fitase dari Bakteri Rekombinan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Aplikasi Fitase dari Bakteri Rekombinan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Adi Magna P. Nuhriawangsa , Sajidan , Zaenal Bachruddin dan Ali Wibowo

1)

Laboratorium Ilmu Pengolahan Hasil Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir,. Sutami 36A Kentingan,

Jebres, Surakartab 57126. Telp./Faks. 0271-637457. E-mail: magnapatriadi67@yahoo.com

2)

Laboratorium Bioteknologi, Program Studi Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36A Kentingan, Jebres,

Surakarta 57126. Telp./Faks. 0271-632450.

3)

Bagian Biokimia dan Nutrisi, Program Studi Ilmu dan Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Jl. Fauna 3 Karangmalang,

Yogyakarta 55281. Telp./Faks. 0274-562011/0274-565223.

Dipublikasikan dalam: Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan 4: Inovasi Agribisnis Peternakan untuk Ketahanan Pangan: Komoditas Unggas.Tahun 2012. Fakultas Peternakan UNPAD, Bandung. Hal: 220-225. ISBN: 978-602-95808-6-2.

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh serbuk fitase terhadap kecernaan pakan dan kinerja produksi ayam broiler. Serbuk fitase hasil teknologi rekombinan diujikan pada ayam broiler grower menggunakan pakan R1: Ransum

kontrol tanpa fitase, R2: Ransum P rendah tanpa fitase dan R3: Ransum P rendah

ditambah serbuk fitase. Koleksi ekskreta pada hari ke-19 dan 20 dengan pemuasaan selama 18 jam sebelum koleksi. Ayam berumur 23 hari disembelih, diproses menjadi karkas, bagian-bagian karkas dan dilakukan deboning. Tibia diambil setelah deboning pada bagian drumstick. Parameter antara lain kecernaan ekskretal semu (Ca, P dan protein kasar), tibia (panjang, kandungan P dan Ca), bobot karkas, dada dan daging dada. Analisis statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Searah dengan 8 ulangan tiap aras perlakuan. Hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan kecernaan P (P<0,01), kecernaan Ca (P<0,05) dan kecernaan PK (P<0,05) ekskretal semu. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan bobot dan kandungan P tibia, bobot karkas dan bobot dada, tetapi menunjukan perbedaan (P<0,05) pada panjang dan kandungan Ca tibia. Fitase dapat digunakan sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan kecernaan pakan dan kinerja produksi ayam broiler fase grower.

(Kata kunci: Fitase dari bakteri rekombinan, Kecernaan pakan, Kinerja Pertumbuhan, Ayam broiler fase grower)

(2)



The aims of this research were to determine the effect of the phytase powder on performance of production, and feed digestibility on broiler chickens. The phytase powder obtained from recombinant technology was tested on broiler chickens (grower) using experimental diets of R1: standard diets without phytase,

R2: diets low P without phytase and R3: diets low P plus phytase powder. Excreta

were collected on 19th and 20th days with fasting for 18 hours before collected. Chickens broiler were slaughtered at 23th days, were processed into carcass, part of carcasses, and were deboned. Tibia was taken after deboning on the drumstick. Parameters measured included apparent excretal digestibility of Ca, P, and CP, tibia (length, Ca, and P contents), carcasses, breast and breast meat weight. Statistically analyzed used One-Way Completely Randomized Design with 8 replicate samples of level treatment. The results of research were differences on P (P<0.01), Ca (P<0.05), and CP (P<0.05) of apparent excretal digestibility. The results of research were no differences on weight and P content of tibia, carcass and breast weight, but were differences (P<0.05) on length and, Ca content of tibia. Phytase could be used as feed additives to improve feed digestibility, and the performance of production on broiler chickens grower phase.

(Keywords: Phytase from recombinant bacteria, Feed digestibility, Performance of production, Broiler chickens grower phase)

PENDAHULUAN

Fitase digunakan untuk menurunkan ekskresi P pakan ternak (Mosenthin dan Broz, 2010). Fitase menghidrolisis asam fitat, sehingga asam fitat tidak

mencemari lingkungan dan P-fitat dapat dimanfaatkan ternak (Mittal et al., 2011). Aplikasi fitase pada pakan ayam broiler menurunkan ekskresi nitrogen, sehingga menurunkan polusi amonia ke lingkungan (Dozier III et al., 2008).

Fitase telah diproduksi dan dikarakterisasi dari bakteri rekombinan pEAS1/AMP (Nuhriawangsa et al., 2008; Nuhriawangsa et al., 2009). Secara in

vitro fitase telah diketahui aktivitasnya (Nuhriawangsa et al., 2010) dan dapat

(3)



Penelitian dilaksanakan untuk mengetahui seberapa jauh fitase yang dihasilkan dari bakteri rekombinan untuk dapat diaplikasikan secara in vivo pada pakan terhadap kecernaan pakan dan kinerja produksi ayam broiler fase grower.

BAHAN DAN METODE Bahan

Bahan yang digunakan ayam broiler strain New Lohmann (MB 202), bahan

pakan berbasis jagung dan kedelai, pakan starter Broiler I (BR1) dan bahan kimia yang digunakan untuk uji Ca, P dan protein kasar (PK).

Metode

Ransum starter menggunakan BR1 dan ransum grower dengan ransum

kontrol (Tabel 1) dan ransum kandungan P rendah (Tabel 2).

Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrien ransum kontrol berbasis jagung dan kedelai fase grower

Bahan % Ransum CP (%) ME (kcal/kg) Ca (%) P av (%) Jagung Kuning 63,56 5,01 2.414,06 0,37 0,05 Bungkil Kedelai 34,72 15,49 971,22 0,75 0,09 CaCO3 1,00 0,00 0,00 0,27 0,00 CaHPO4 0,50 0,00 0,00 0,07 0,46 DL-Metionin 0,22 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 100,00 20,50 3.385,29 1,46 0,59 Kebutuhan 100,00 21,00 3.175,00 0,90 0,45 Selisih 0,00 - 0,50 210,29 0,56 0,14

Tabel 2. Komposisi dan kandungan nutrien ransum dengan P rendah berbasis jagung dan kedelai fase grower

(4)



DL-Metionin 0,22 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 100,00 20,50 3.385,29 1,39 0,37 Kebutuhan 100,00 21,00 3.175,00 0,90 0,45 Selisih 0,00 - 0,50 210,29 0,49 - 0,08

Penambahan serbuk fitase sebesar 1% dari jumlah pakan (Al Harthi, 2006) dengan aktivitas fitase 400 unit. Pakan BR 1 diberikan umur 1-10 hari, umur

11-14 hari dilatih mengkonsumsi ransum perlakuan dan umur 15-23 hari diberi ransum perlakuan. Penelitian menggunakan tiga aras perlakuan (R0: ransum

kontrol tanpa fitase, R1: ransum P rendah tanpa fitase dan R2: ransum P rendah

dengan penambahan fitase). Data fase grower didasarkan pada pemeliharan umur 15-23 hari.

Ekskreta diambil dari 24 ekor ayam (ulangan 8 ekor), ayam dipuasakan selama 18 jam sebelum pengambilan ekskreta dan hanya diberi minum (Juanpere et al., 2005). Koleksi ekskreta selama 2 hari (umur 19 dan 20 hari) (Bozkurt et

al., 2006). Pengukuran nilai kecernaan berdasarkan pada kecernaan ekskretal

semu (El-Hakim et al., 2009). Sampel ekskreta sebelum dianalisis dikeringkan

dengan dioven (Aureli et al., 2011) dan dianalisis kandungan Ca, P dan PK. Ayam berumur 23 hari disembelih, diproses menjadi karkas, bagian-bagian karkas dan dilakukan deboning. Tibia diambil setelah deboning pada bagian drumstick.

Sampel tibia dikeringkan dengan oven pada temperatur 105oC selama 16 jam (Kirkpinar dan Basmacioglu, 2006) dan dipanaskan menggunakan tanur pada

temperatur 550oC selama 16 jam sampai terbentuk abu (AOAC, 1975) untuk dianalisis Ca dan P. Panjang sampel tibia diukur dengan jangka sorong (cm) dan berat ditimbang dalam gram (Kocabagli, 2001). Bobot karkas, bobot dada dan

(5)



satuan gram (Soeparno, 2005). Analisis kandungan P menggunakan metode Jackson (1985), Ca (Barrow et al., 1962) dan PK dengan Kjehldal (AOAC, 1975).

Data penelitian dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap Pola Searah (Steel dan Torrie, 1993) menggunakan program MINITAB 14 Microsoft Office

Windows 2003 dengan menggunakan 8 ulangan untuk setiap aras perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan kecernaan P

(P<0,01), Ca (P<0,05) dan PK ekskretal semu (P<0,05) pada ransum R0, R1 dan

R2 (Tabel 3). Kecernaan ekskretal semu P ransum R2 mempunyai nilai lebih baik

dibanding R1 dan setara dengan R0. Hal ini menunjukan penambahan fitase pada

penelitian dapat meningkatkan kecernaan semu P, Ca dan PK. Fitase memperbaiki kecernaan nutrien dengan terlepasnya nutrien dari kompleks asam fitat, sehingga

meningkatkan kebutuhan nutrien tercerna (Ravidran et al., 2008). Kecernaan P (Anjum dan Chaudhry, 2010), PK dan Ca (Persia, 2010) mengalami peningkatan

dengan pemberian fitase. Kenaikan kecernaan P (Mondal et al., 2007) dan nitrogen (Dozier III, et al., 2008) menurunkan polusi lingkungan.

Tabel 3. Rerata kecernaan nutrien pada ransum kontrol tanpa fitase (R0), ransum P

rendah tanpa fitase (R1) dan ransum P rendah dengan penambahan fitase

(R2)

Peubah R0 R1 R2

Kecernaan fosfor ekskretal semu/KFES (%)** 69,8a,b 66,4a 71,1b Kecernaan kalsium ekskretal semu/KKES (%)* 72,8a 70,2a 76,9b Kecernaan protein kasar ekskretal semu/KPKES (%)* 70,9a 71,1a 77,0b

*

P<0,05

**

P<0,01

a,b

(6)



Ransum R0 dan R1 tidak menunjukan perbedaan terhadap kecernaan Ca dan

PK ekskretal semu (Tabel 3). Hal ini menunjukan pemberian ransum dengan rendah P tidak mempengaruhi kecernaan Ca dan PK semu jika dibandingkan

dengan ransum kontrol. Menurut Zuprizal (1995) nilai biologis protein ditentukan oleh kadar protein. Selanjutnya dinyatakan pula kebutuhan Ca tergantung pada

kebutuhan Ca minimum pakan. Pakan yang digunakan menggunakan persentase PK dan Ca dengan kualitas yang sama, hal ini yang memungkinkan tidak berbedanya kecernaan ekskretal PK dan Ca.

Hasil menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05) panjang dan kandungan Ca tibia pada ransum R0, R1 dan R2 (Tabel 4). Panjang dan kandungan Ca tibia

ransum R2 mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding R1. Penambahan fitase

pada penelitian dapat meningkatkan panjang dan kandungan Ca tibia. Penambahan fitase pada ransum rendah P dapat meningkatkan kandungan mineral

(Onyango et al., 2004) dan panjang tibia (Bharathidhasan et al., 2009) dibanding ransum normal. Penambahan fitase dapat meningkatkan kandungan Ca tibia

(Cheng et al., 2004).

Tabel 4. Rerata kinerja produksi pada ransum ransum kontrol tanpa fitase (R0),

ransum P rendah tanpa fitase (R1)dan ransum P rendah dengan penambahan

fitase (R2)

Perlakuan R0 R1 R2

Tibia

Panjang tibia (cm)* 6,47a 6,31b 6,41a Kandungan P tibia (%) 7,40 7,11 7,58 Kandungan Ca tibia (%)* 7,81a 6,46c 7,02b Karkas

Bobot karkas (g) 388,00 373,00 391,00 Bobot dada (g) 135,00 127,00 137,00 Bobot Daging Dada (g)* 90,00a 85,00b 94,00a

*

P<0,05

a,b,c

(7)



Hasil menunjukan tidak terdapat perbedaan yang nyata kandungan P tibia pada ransum R0, R1 dan R2 (Tabel 4). Kandungan P tibia pada penelitian tidak

dipengaruhi oleh penambahan fitase. Penambahan fitase pada pakan berbasis jagung dan kedelai tidak mempengaruhi konsentrasi P tibia (Kozłowski et

al., 2010).

Hasil menunjukan tidak terdapat perbedaan nyata bobot karkas dan bobot dada antara ransum R0, R1 dan R2 (Tabel 4). Bobot karkas dan dada pada

penelitian tidak dipengaruhi oleh penambahan fitase. Bobot karkas (El-Deek et al., 2009) dan dan bobot dada (Zakaria et al., 2010) tidak mengalami perbedaan

dengan penambahan fitase.

Hasil menunjukan perbedaan (P<0,05) terhadap bobot daging dada pada ransum R0, R1 dan R2 (Tabel 4). Bobot daging dada ransum R2 lebih tinggi

dibanding ransum R1. Penambahan fitase pada penelitian dapat meningkatkan

bobot dada. Persentase daging dada pada ransum rendah P dengan penambahan

fitase mempunyai nilai lebih tinggi dibanding ransum kontrol (Jie et al., 2007). Bobot relatif daging dada kanan pada ayam dengan ransum rendah P ditambah fitase mempunyai berat lebih tinggi dibanding ransum rendah P (Lee et al., 2010).

Penambahan fitase memperbaiki kondisi pencernaan, meningkatkan kecernaan nutrien dan meningkatkan asupan nutrien tercerna, sehingga mampu

meningkatkan kinerja produksi (Persia, 2010).

(8)



Pemanfaatan fitase hasil teknologi rekombinan dapat meningkatkan kecernaan ekskretal semu (P, Ca, protein) dan kinerja produksi (panjang tibia, kandungan Ca tibia, bobot daging dada) pada ayam broiler fase grower.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih kepada Ketua DP2M DIKTI yang telah memberikan dana Penelitian Hibah Bersaing (Nomer Kontrak: 3829/H27/KU/2011).

DAFTAR PUSTAKA

Al Harthi, M. 2006. Impact of supplemental feed enzyme, condiment mixture or their combination on broiler performance, nutrient digesbility and plasma constituent. Poult. Sci. 5(8):764-771.

Anjum, M. S., and A. S. Chaudhry. 2010. Using enzymes and organic acids in broiler diets. Poult. Sci. 47:97-105.

AOAC. 1975. Official Methods of Analysis. 12th ed. Association of Official Analytical Chemist, Washington D.C.

Aureli, R., M. U. Faruk , I. Cechova , P. B. Pedersen , S.G. Elvig-Joergensen , F. Fru, and J. Broz. 2011. The efficacy of a novel microbial 6-phytase expressed in A. oryzae on the performance and phosphorus utilization in broiler chickens. Poult. Sci. 10 (2): 160-168.

Barrow, L. Harold, and E. C. Simpson. 1962. An EDTA Method for The Direct Routine Determiantion of Calcium and Magnesium in Soils and Plant Tissue. In: Proceedings of Soil Science Society of America. Page: 443. Bharathidhasan, A., D. Chandrasekaran, A. Natarajan, R. Raviand, and S.

Ezhilvalavan. 2009. Effect of enzyme supplementation on carcass quality, intestinal viscosity and ileal digestibilities of broilers to nutrient reduced diet. J. Tamilnadu Vet. Anim. Sci. 5(6):239-245.

Bozkurt, M., M. Cabuk, and A. Alcicek. 2006. The effect of microbial phytase in broiler grower diets containing low phosphorus, energy and protein. J. Poult. Sci. 43:29-34.

(9)



Dozier III, W. A, M. T. Kidd, A. Corzo, P. R. Owensc, dan S. L. Branton. 2008. Live performance and environmental impact of broiler chickens fed diets varying in amino acids and phytase. Anim. Feed Sci. Tech. 141:92-103. El-Deek, A. A., M. Osman, H. M. Yakout, and E. Yahya. 2009. Respone of

broilers to microbial phytase supplementation as influenced by dietary corn gluten meal arass. Egypt. J. Poult. Sci. 29(I):77-97.

El-Hakim, A. S. A., G. Cherian and M. N. Ali. 2009. Use of organic acid, herbs and their combination to improve the utilization of commercial low protein broiler diets. Int. J. Poult. Sci. 8(1):14-20.

Jackson, M. L. 1985. Soil Chemical Analysis. Prentice–Hall, Inc., Englewood Cliffs. NY.

Jie, M., H. Zheng-Li,W. Shi-Lai, H. Wei, L. Fadi, Z. Li-Juan, and S. Yu-Guo. 2007. The effects of different arass of supplement with phytase on production performance in broilers. J. Gansu Agric. Univ. 2007:2 (Abstr.). Juanpere, J., A. M. Perez-Vendrell, E. Angulo, and J. Brufau. 2005. Assessment

of potential interactions between phytase and glycosidase enzyme supplementation on nutrient digestibility in broilers. Poult. Sci. 84:571-580. Kocabagli, N. 2001. The effect of dietary phytase supplementation at different

arass on tibial bone characteristics and strength in broilers. Turkey J. Vet. Anim. Sci. 25:797-802.

Kozłowski, K., J. Jankowski, and H. Jeroch. 2010. Efficacy of Escherichia coli

derived phytase on performance, bone mineralization and nutrient digestibility in meat turkeys. J. Vet. Med. Zoot. 52(74):59-66.

Lee, S. Y., J. S. Kim, J. M. Kim, B. K. An, and C. W. Kang. 2010. Effects of multiple enzyme (ROVABIO® Max) containing carbohydrolases and phytase on growth performance and intestinal viscosity in broiler chicks fed corn-wheat-soybean meal based diets. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 23(9): 1198-1204.

Mittal, A., et al., G. Singh, V. Goyal, A. Yadav, K. R. Aneja, S. K. Gautam, and N. K. Aggarwal. 2011. Isolation and biochemical characterization of acido-thermophilic extracellular phytase producing bacterial strain for potential application in poultry feed. Jundishapur J. Microbiol. 4(4): 273-282

Mondal, M. K., S. Panda, and B. Biswas. 2007. Effect of micobial phytase in soybean meal based broiler diets containing low phosphorous. Poult. Sci. 6(3):201-206.

(10)



Nuhriawangsa, A. M. P., Z. Bachruddin, Sajidan dan A. Wibowo. 2008. Karakterisasi Fitase Kasar dari Bakteri Rekombinan E. coli BL21 (DE3)+ pEAS1. Jurnal Media Kedokteran Hewan. 4(2):124-131.

Nuhriawangsa, A. M. P., Z. Bachruddin, Sajidan and A. Wibowo. 2009. Production and Characterization of Crude Intracelluler Phytase from Recombinant Bacteria pEAS1AMP. J. Indon. Tropic. Anim. Agri. 34(4):265-271.

Nuhriawangsa, A. M. P., Z. Bachruddin, Sajidan and A. Wibowo. 2010. Characterization and Digestible Activity Pure Phytase Intracelluler from Recombinant Bacteria E. Coli BL21 (DE3)+ pEAS1AMP. Poster Presentation In: International Seminar of CIEB 2010. BPPT-DAAD. Tangerang. Indonesia. Page: 135-143.

Nuhriawangsa, A. M. P., Z. Bachruddin, Sajidan, and A. Wibowo. 2011. In vitro stabillity of phytase from E. coli BL21 (DE3) EAS1-AMP recombinant cacteria. Sains Peternakan. 9(1):8-14.

Onyango, E. M., M. R. Bedford, and O. Adeola. 2004. The yeast production system in which Escherichia coli phytase is expressed may affect growth performance, bone ashand nutrient use in broiler chicks. Poult. Sci. 83:421-427.

Persia, M. E. 2010. Effect of Enzyme Supplementation on Intestinal Environment and Poultry Performance. DSM Nutritional Products Inc. Iowa State University, Iowa.

Ravindran, V., A. J. Cowieson, and P. H. Selle. 2008. Influence of dietary electrolyte balance and microbial phytase on growth performance, nutrient utilization, and excreta quality of broiler chickens. Poult. Sci. 87(4):677-688.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cet. 10. GAMA Press. Yogyakarta. Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie. 1993. Principles and Prosedures of Statistic. 3rd

ed. Penterjemah: B. Sumantri. P.T. Gramedia. Jakarta.

Zakaria, H. A. H., M. A. R. Jalal, and M. A. A. Ishmais. 2010. The Influence of supplemental multi-enzyme feed additive on the performance, carcass characteristics and meat quality traits of broiler chickens. Inter. J. Poult. Sci. 9(2):126-133.

Gambar

Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrien ransum kontrol berbasis jagung dan kedelai fase grower Bahan % Ransum CP (%) ME (kcal/kg) Ca (%) P av (%)
Tabel 4. Rerata kinerja produksi pada ransum ransum kontrol tanpa fitase (R0), ransum P rendah tanpa fitase (R1) dan ransum P rendah dengan penambahan fitase (R2)

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Senin Tanggal Dua Puluh Lima Bulan Juni Tahun Dua Ribu Dua Belas, kami yang bertanda tangan dibawah ini Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Bina Marga dan

Dari hasil penelitian fungsi-fungsi yang terkait dalam pelayanan pendaftaran pasien rawat jalan adalah pasien, petugas pendaftaran, dan Kepala Puskesmas, data base dalam

Kemudian observasi terhadap kemampuan anak dalam mengungkapkan perasaan. sesuai dengan skor yang

Salah satu permasalahan yang sering dialami di Badan Pusat Statistik Kota Medan yaitu sulitnya pengambilan Sistem Pendukung Keputusan dalam menentukan mitra kerja entri

yang berjudul “ Dari Naturalis Sampai Ekspresionis: Perbandingan Pemikiran Seni Lukis Basoeki Abdullah dan Sindudarsono Sudjojono

pengalaman pelajaran berharga mengajarkan sikap bijaksana pengalaman suatu kejadian yang dialami seseorang pengalaman setiap orang terjadi di semua tempat peristiwa dalam rumah

Laporan Tahunan ini disusun berdasarkan kajian yang mendalam terhadap prospek keberlanjutan bisnis Perseroan dengan melihat terbukanya peluang perkembangan dan dinamika bisnis jasa

Pada penyerbukan silang, genotip yang berbeda akan berhasil melakukan persilangan satu sama lain, dan kecil kemungkinan keberhasilan persilangan yang terjadi antara struktur jantan