• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANGKAH PERTAMA MENGEVALUASI KEBUTUHAN K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LANGKAH PERTAMA MENGEVALUASI KEBUTUHAN K"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAHRUR ROSYIDI | IDENTIFYING INSTRUCTIONAL GOAL 1 LANGKAH PERTAMA

MENGEVALUASI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN UNTUK MENGIDENTIFIKASI TUJUAN PEMBELAJARAN

https://bahrurrosyididuraisy.wordpress.com/

Latar Belakang

Mungkin hal yang paling penting dalam proses desain pembelajaran adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Jika dilakukan dengan tidak tepat, bahkan suatu model pengajaran yang bagus sekali pun tidak dapat memenuhi tujuan si perancang. Dua metode dasar digunakan untuk mengidentifikasi tujuan-tujuan pengejaran: pendekatan ahli terhadap subyek masalah dan pendekatan teknologi kinerja.

Setiap pembaca buku ini diasumsikan sebagai pakar subyek-masalah (SME, dibaca S-M-E atau SMEE) di beberapa bidang. Anda telah atau akan mengajar seorang mahasiswa tingkat akhir di bidang tertentu. Pengetahuan Anda terhadap bidang tersebut telah melebihi pengetahuan publik umumnya, sehingga Anda termasuk seorang SME.

Ketika seorang SME diminta mengembangkan pembelajaran di bidang yang mereka kuasai, mereka akan cenderung mempertimbangkan ilmu yang diajarkan kepada mereka di masa lalu. Berdasarkan evaluasi pengalaman belajar mereka, SME akan mencoba untuk menerapkan pembelajaran persis dengan apa yang mereka peroleh atau mencoba mengembangkannya. Tujuan-tujuan pembelajaran yang disusun oleh para SME selalu berisikan kata-kata seperti tahu dan memahami dengan acuan pada informasi daftar isi. Pendekatan terhadap proses belajar-mengajar memperluas komunikasi informasi antara pengajar dan mahasiswa dalam proses pembelajaran.

Penyusun pembelajaran lebih menyukai pendekatan denga teknologi kinerja, di mana tujuan-tujuan pembelajaran dibuat berdasarkan tanggapan atas permasalahan-permasalahan atau kesempatan-kesempatan. Perlu dicatat bahwa tidak ada yang tertinggal mengenai hal apa yang akan dimasukkan ke dalam sebuah paket pembelajaran, karena, pada kenyataannya semua orang memang membutuhkan pendidikan. Tim penyusun berusaha bekerja dengan orang-orang yang bertanggungjawab dalam memastikan bahwa perusahaan tersebut akan mencapai kualitas dan produktivitas tujuan-tujuannya. Hal ini berlaku di semua badan, publik atau swasta. Perusahaan-perusahaan secara konstan bergantung pada keahlian mereka untuk memenuhi kebutuhan klien dan pelanggan mereka. Jika mereka tidak mampu memenuhinya, perubahan harus dilakukan.

Namun perubahan apa? Tim penyusun bergabung karena adanya kebutuhan akan proses penilaian dan analisis untuk secara khusus mengidentifikasi masalahnya, di mana bukan selalu perkara mudah. Karena permasalahan yang sebenarnya tidak melulu berupa hal yang tampaknya jelas kelihatan. Setelah masalah-masalah teridentifikasi, tim penyusun mecoba untuk mengidentifikasi penyebab masalah, kemudian megidentifikasi rangkaian solusi yang kiranya dapat diimplemntasikan untuk menyelesaikan masalah. Jarang sekali satu model pembelajaran mampu menjadi solusi terhadap sebuah masalah. Biasanya, sebuah kombinasi perubahan diperlukan untuk menyelesaikan masalah secara efektif.

(2)

BAHRUR ROSYIDI | IDENTIFYING INSTRUCTIONAL GOAL 2 dituntut untuk mengaplikasikan keterampilan baru miliknya. Perhatikan dua contoh tersebut dalam mengidentifikasi tujuan pembelajaran.

Sebuah perusahaan memiliki banyak sekali perangkat komputer dalam 2 tahun terakhir, mengindikasikan bahwa keputusan manajemen dibuat untuk mengakhiri penggunaan layanan jasa dari pihak luar, dan sebagai gantinya menyediakan 25 posisi internal sebagai teknisi komputer. Dilihat dari sudut pandang teknologi kinerja dapat disimpulkan dari kejadian tersebut bahwa perlengkapan perusahaan mengalami malfungsi luar biasa, sehingga “kebutuhan” akan tenaga teknisi kelihatannya amat mendesak. (Sementara solusi lain mungkin dengan membeli perangkat komputer yang lebih berkualitas dari pabrikan lainnya, meleasing perlengkapan yang dimiliki, atau memasukkan kerjasama kontrak jangka panjang sebagai bagian dari pembelian). Keputusan mengenai 25 orang teknisi hanyalah bagian awal dari berjalannya proses solusi. Bila keputusannya adalah menyewa teknisi yang sudah ahli “dari luar”, departemen pelatihan SDM jadi kehilangan peranannya dalam menyelesaikan masalah. Bila, sebaliknya, keputusan yang diambil adalah mengisi ke 25 posisi tadi dengan karyawan dalam sendiri, maka sepertinya semcam pelatihan akan diperlukan. Jika mereka sebelumnya telah terbiasa sebagai teknisi perlengkapan perusahaan yang lain, maka mungkin hanya sedikit pelatihan tambahan diperlukan. Jika mereka sama sekali tidak memiliki pengalaman di bidang tersebut, maka sebaiknya seluruh kurikulum materi diajarkan oleh lembaga pendidikan, atau bisa juga karyawan dikirim ke lembaga-lembaga pendidikan terkait.

Tujuan dari penjelasan di atas adalah untuk menunjukkan bahwa semua orang berhasil ketika pendidikan dan pelatihan menyediakan materi ketrampilan bagi pelajar sesuai yang diperlukan untuk kebutuhan menyelesaikan masalah perusahaan atau sekadar menambah ilmu pada kesempatan yang ditawarkan. Menjabarkan permasalahan atau kesempatan secara tepat dan menentukan bagaimana kedua hal tersebut diselesaikan secara efektif dan efisien adalah hal yang penting. Sebuah pendidikan dan pelatihan merupakan solusi yang memakan biaya, dipilih hanya ketika alternatif solusi lain tidak memuaskan. Berpikir bahwa pendidikan sebagai solusi yang mahal mungkin tidak masuk akal, namun bagi perusahaan-perusahaan besar, pendidikan dan pelatihan menjadi teramat mahal dibandingkan solusi yang lain.

Contoh lain, jajaran direksi sebuah sekolah menginginkan 95 persen mahasiswa lulus ujian fungsional pelajaran sastra; namun, catatan menunjukkan bahwa sebelumnya hanya 81 persen mahasiswa yang lulus pada ujian serupa. Terdapat selisih 14 persen antara fakta dengan targetan. Sehingga, dengan demikian, penyesuaian target sebaiknya dilakukan dalam situasi ini, yakni, agar persentase mahasiswa yang lulus bertambah sebesar 14 persen, paling tidak 95 persen peserta ujian mampu mendekati batas aman kelulusan.

Perlu dicatat bahwa sebuah tujuan fokus pada apa yang pelajar mampu lakukan. Walaupun belum jelas sepenuhnya keterampilan apa yang membuat seseorang “berguna”, paling tidak kita memiliki beberapa gagasan mengenai bagaimana kita akan memproses pendidikan keterampilan spesifik yang akan, bersama-sama, mencerminkan tujuan pembelajaran ini. Ingat juga bahwa tujuan mendeskripsikan hasil pendidikan dan bukan

prosesnya. Pernyataan mengenai kebutuhan bukan seperti “kita butuh perangkat komputer

baru dalam pengajaran kita”, atau, “kita perlu dosen lulusan S3” Pernyataan-pernyataan tersebut adalah bagian dalam proses mencapai tujuan, namun sama sekali tidak mencerminkan apa yang kita perlukan, yakni, penetapan tujuan desain pembelajaran. Penggunaan komputer dan lebih banyak pengajar di sebuah sekolah adalah langkah terakhir dan bukan satu-satunya pilihan terakhir bagi kita.

(3)

BAHRUR ROSYIDI | IDENTIFYING INSTRUCTIONAL GOAL 3 kurikulum, karena tidak semua keterampilan diajarkan. Sementara keterampilan yang lain sifatnya sangat dasar sekali, atau bahkan terlupakan. Dalam contoh ujian mahasiswa tadi, bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan 14 persen kelulusan peserta ujian, bentuk pengajaran baru perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan mengembangkan potensi para mahasiswa yang masih rendah nilainya.

Tujuan daripada model baru pendidikan akan mungkin diperlukan di bidang matematika dan bahasa. Hal ini secara lebih jauh akan menurun ke pokok bahasan, unit-unit pembelajaran, dan akhirnya menuju ke bab-bab. Proses mengidentifikasi topik bahasan yang disertakan, selalu dipandang untuk memastikan bahwa sebanyak mungkin daftar isi dapat terpenuhi, lebih baik daripada menentukan hal apa yang perlu diketahui oleh para pelajar. Data terkait performa siswa di setiap keterampilan dalam ujian dapat berguna untuk mengidentifikasi ketrampilan mana yang memerlukan perhatian khusus dalam pengajaran.

Kesimpulannya, tujuan pembelajaran idealnya berangkat dari proses penilaian kebutuhan yang menampilkan daftar indikasi terkait permasalahan-permasalahan yang dapat diselesaikan lewat penyediaan pengajaran yang tepat. Kemudian analisis tujuan tersebut dilakukan, baik dalam konteks bidang pelajaran maupun kurikulumnya. Hasilnya, lebih banyak kesimpulan spesifik muncul yang fokus pada apa yang pelajar mampu lakukan dalam konteks di bidang apa mereka mampu lakukan itu.

Konsep

Lembaga, baik publik maupun swasta, menghadapi permasalahan-permasalahan terus menerus yang harus diidentifikasi dan diselesaikan oleh para karyawan senior dan manajer. Permasalahan adalah cerminan kegagalan pencapaian tujuan tertentu sebuah lembaga atau kegagalan pemanfaaatan peluang dan kesempatan. Seringkali kegagalan-kegagalan tersebut dipandang disebabkan oleh penggunaan keterampilan yang tidak tepat atau kurangnya skill. Namun, hal yang tidak biasa bagi seorang karyawan untuk mengidentifikasi sebuah masalah dan mengasumsikan pelatihan adalah solusinya. Beberapa masalah sering dibahas di departemen pelatihan dengan harapan bahwa mereka akan mengembangkan beberapa diklat untuk menyelesaikan masalahnya. Dalam situasi ini, departemen pelatihan harus melakukan analisis kinerja.

Analisis kinerja adalah studi menentukan penyebab sesungguhnya sebuah masalah kinerja perusahaan dan bagaimana masalah tersebut ditemukan solusinya. Seringkali masalah sesungguhnya hanyalah gejala daripada permasalahan yang lebih besar atau bahkan sama sekali bukan masalah. Robinson dan Robinson (1995) telah mengembangkan model umum analisis kinerja yang saat ini digunakan secara luas. Model tersebut akan dijelaskan secara lebih mendetail di paragraf berikutnya.

Model Robinson memiliki beberapa komponen utama, dan komponen tersebut adalah tanggung jawab analis kinerja atau tim analis untuk mengumpulkan informasi setiap komponen. Model ini mengindikasikan permasalahan penting kinerja paling baik diidentifikasikan ke bentuk perbedaan antara tujuan yang diharapkan dan misi perusahaan dan kondisi terkini mereka. Di sisi lain, jika ada perbedaan signifikan antara status yang harus pada tujuan dan status saat ini, maka analisis mendalam harus dilakukan.

Untuk setiap tujuan dalam perusahaan, harus terdapat deskripsi terkait perilaku yang diperlukan para karyawan untuk memenuhi target mereka. Contoh, untuk mencapai target tertentu penjualan, perilaku-perilaku bersyarat mungkin termasuk seperti membuat paling tidak 50 panggilan telepon kepada para pelanggan setiap bulan. Panggilan-panggilan ini akan mencerminkan tingkat yang harus pada kinerja dalam model Robinson. Sebuah studi kinerja aktual terhadap para salesman berdasarkan tanggapan telepon para pelanggan akan mewakili status saat ini terkait kinerja mereka.

(4)

BAHRUR ROSYIDI | IDENTIFYING INSTRUCTIONAL GOAL 4 penyebab eksternal perusahaan, seperti misalnya perubahan dalam ekonomi atau kemunculan produk baru dari para kompetitor, dan mungkin juga penyebab internal seperti misalnya kesalahan teknis dalam sistem telepon atau kegagalan memperkerjakan salesman yang tepat. Atau, mungkin penyebab dari gap tersbut adalah karyawan tidak tahu bagaimana berkerja sesuai perilaku yang diinginkan manajemen. Ketika hal yang terakhir ini terjadi, diklat bisa menjadi solusi permasalahan.

Tujuan studi analisis kinerja adalah untuk memperoleh informasi dari setiap komponen dalam model untuk memverivikasi permasalahan dan mengidentifikasi solusi yang mungkin. Jika bagian dari solusi adalah pelatihan keterampilan baru atau memberikan nilai tambah bagi skill yang lama, maka rencana mengenai proyek desain pembelajaran disusun. Pengalaman telah menunjukkan bahwa di bawah analisis yang hati-hati, banyak permasalahan perusahaan yang sebelumnya diatasi dengan diklat, saat ini diselesaikan lewat solusi multikomponen yang mungkin atau tidak menyertakan diklat.

Telah menjadi catatan tersendiri bagi para manajer atau eksekutif untuk terbiasa selalu mendeskripsikan permasalahan berdasarkan situasi sekarang, atau saat ini. Contoh ungkapannya seperti, “Pengiriman kita terlambat hari ini,” “Tidak ada siswa kita yang mendapat ujian pengejaan bahasa nasional,” “ Penjualan kita menurun,” dan “Terlalu banyak

siswa kita yang gagal dalam ujian keterampilan dasar.” Dalam mempelajari hasil-hasil terkini

dan kinerja, tim penyusun akan mengidentifikasi dengan tepat bagaimana pengiriman berlangsung dan berapa persentase siswa yang gagal dalam ujian keterampilan dasar.

Yang harus, berlawanan dengan yang saat ini, adalah kumpulan deskripsi bagaimana situasi idealnya akan terjadi. Kata yang harus tidak digunakan untuk pengungkapan optimistik “yang terbaik bagi seluruh dunia,” namun lebih mengacu pada pengungkapan yang diwajibkan atau yang diamanahkan pada tingkatan kinerja, atau tingkatan serupa yang menjadi targetan suatu perusahaan.

Gap didefinisikan sebagai selisih antara status yang harus terhadap status yang saat ini. Gap yang menuntut konsekuensi yang lebih besar ada dalam hasil yang dicapai perusahaan. Gap ini lalu dibandingkan dengan gap pada kinerja perusahaan (misalnya, perilaku orang-orang yang berhubungan dengan perusahaan). Jika gap ini tidak ada, maka tidak ada perubahan yang diperlukan, dan dengan jelas tidak ada keharusan akan diklat baru. Ini adalah situasi di manapun anggota sebuah lembaga (termasuk jajaran direksi ataupun anggota) menelaah situasi dan menemukan bahwa kondisi baik-baik saja – yang harus dan yang saat ini sama, maka perubahan tidak perlu dilakukan.

Ketika yang harus dan yang saat ini berbeda, seperti biasanya kondisi ini terjadi, gap yang terjadi di antara kedua hal tersebut sering disebut sebagai yang dibutuhkan/kebutuhan. Dalam rangka pemahaman kebutuhan ini, sangat berguna untuk menentukan bagaimana masyarakat merasakan gap itu dan bagaimana pengaruh gap terhadap mereka. Tambahan lagi, pandangan mereka terhadap penyebab yang mungkin dan solusi kebutuhan dapat menjadi jelas. Pembaca yang familiar dengan topic manajemen total kualitas (TQM) akan mengenali kemiripan di antara proses analisis kinerja dan teknik yang sering digunakan oleh kelompok karyawan yang mengidentifikasi permasalahan dan kerja dalam sebuah tim untuk mengidentifikasi dan mengimplementasikan solusi.

Hasil dari studi analisis kinerja adalah sebuah deskripsi jelas dari sebuah masalah dalam konteks kegagalan mencapai hasil organisasi yang diharapkan dan hal-hal lain terkait serta perilaku kinerja karyawan aktual, bukti penyebab permasalahan, dan saran solusi yang hemat biaya. Perlu dicatat bahwa sementara penyusun pembelajaran mungkin turut serta dalam studi analisis kinerja, tidak terdapat asumsi bahwa pembelajaran akan menjadi komponen solusi. Studi-studi ini sering sebagai usaha tim, dan hasilnya merefleksikan hal apa yang mungkin di dalam organisasi. Pertimbangan yang penting dalam memilih solusi adalah biaya, dan pembelajaran sering menjadi satu alternatif yang lebih mahal.

(5)

BAHRUR ROSYIDI | IDENTIFYING INSTRUCTIONAL GOAL 5 permasalahan dan bagaimana “itu akan terjadi.” Mereka mengumpulkan data tambahan lewat wawancara, survey, penelitian, dan diskusi kelompok kecil. Proses empiris ini mengakar pada realita organisasi dalam menjalankan studi. Pembelajaran apapun yang dihasilkan dari studi tersebut harus ditargetkan sebagai kebutuhan teridentifikasi dan harus berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan.

Kaufman (1988, 1992, 1998) telah menyediakan banyak pemahaman ke dalam proses penilaian kebutuhan, termasuk (1) perbedaan di antara makna dan akhir dalam konteks apa yang dilakukan sebuah organisasi, dan (2) wilayah di mana organisasi menemui masalah. Perhatikan contoh sebuah sekolah umum di paragraf berikut ini.

Hal yang tidak biasa mendengar kepala sekolah menyatakan bahwa tenaga

pengajarnya “butuh” pengetahuan lebih mengenai komputer. Ujung-ujungnya, workshop

diselenggarakan sehingga pengajar semuanya dapat menjadi lebih kompeten. Dalam situasi ini, skill pengajar perlu dipandang sebagai sebuah makna daripada akhir, yakni, untuk menghasilkan pelajar yang lebih kompeten. Kebutuhan sebenarnya akan penilaian hal-hal terkait adalah skill komputer apa yang optimal dan aktual yang dimiliki pelajar, dan, jika ditemui kebutuhan, apa saja ragam solusi yang diperlukan untuk mengembangkan skill-skill pelajar tersebut? Penyelenggaran workshop untuk semua pengajar mungkin menjadi solusi terbaik atau bahkan sebaliknya. Kaufman mendesak kita untuk terlebih dulu menguji gap dalam hasil akhir organisasi daripada proses internal ketika kita akan memulai identifikasi kebutuhan dan menyusun rencana dalam menggunakan sumber daya organisasi yang ada untuk pemenuhan kebutuhan.

Penilaian kebutuhan adalah komponen penting dari total proses perancangan. Trainer dan pendidik harus menyadari bahwa biaya yang dibutuhkan akan sangat besar dalam mengadakan pendidikan ketika sebenarnya tidak dibutuhkan; oleh karena itu, perluasan

analisis “awal-akhir” dilakukan, analisis kinerja dilakukan, dan pendekatan lain untuk

mengidentifikasi kebutuhan secara lebih akurat. Di masa lalu, mensurvei instrument-instrumen adalah langkah yang umum dan utama dilakukan dalam mengidentifikasi dan mendokumentasikan kebutuhan pelatihan. Saat ini, langkah survey lebih sebagai langkah pendukung atau dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi langsung terhadap

para subyek. “Subyek” bisa seorang audiens dengan permasalahan potensial atau seorang

ahli dalam mendemonstrasikan bagaimana pekerjaan tertentu diselesaikan dengan menggunakan alat bantu yang baru.

Buku ini tidak akan menjelaskan atau mendemonstrasikan bagaimana membuat penilaian kebutuhan secara lengkap, karena buku karangan Rosset (1987) dan Kaufman (1988) telah menyediakan latar belakang konseptual dan detail prosedur cara melakukannya. Oleh karena itu di buku ini kita akan memulai proses desain pembelajaran pada poin identifikasi tujuan. Kita tidak mungkin mengesampingkan pentingnya proses dalam mengidentifikasi tujuan yang tepat. Tidak peduli prosedur apa yang digunakan untuk menghasilkan tujuan, hampir kebanyakan tim penyusun memperjelas dan terkadang mengembangkan tujuan supaya tujuan tersebut sesuai dengan titik awal proses penyusunan desain pembelajaran. Banyak tujuan yang terdistorsi, dan tim penyusun harus mempelajari bagaimana mengatasinya.

Memperjelas Tujuan Pembelajaran

Mager (1972) telah menjelaskan prosedur yang dapat digunakan tim penyusun ketika menemukan distorsi tujuan atau tujuan yang kurang spesifik. Pengaburan tujuan umumnya merupakan beberapa pernyataan abstrak tentang kondisi internal pelajar, seperti misalnya

“menghargai,” “telah menyadari akan,” “merasakan,” dan seterusnya. Istilah-istilah jenis ini

(6)

BAHRUR ROSYIDI | IDENTIFYING INSTRUCTIONAL GOAL 6 mampu mendemonstrasikan tujuan yang telah mereka capai. Namun, jika tujuannya sangat tidak jelas mengenai proses pendidikan seperti apa yang harus dilakukan, maka analisis lebih mendalam harus dilakukan.

Untuk menganalisis tujuan yang masih kabur, pertama-tama tulis dahulu berurutan. Lalu pilihlah hal-hal yang seseorang mungkin tunjukkan bahwa ia telah mencapai tujuannya atau hal apa yang akan mereka lakukan setelah mereka mencapai tujuannya. Jangan terlalu terburu-buru; tulis saja semua hal yang terjadi pada Anda. Kemudian, seleksilah pernyataan-pernyataan yang paling mewakili makna dari daftar tujuan Anda yang belum spesifik tadi. Sekarang, kombinasikan tiap indikator (mungkin hanya satu atau beberapa kombinasi) dan konversikan menjadi pernyataan yang menginformasikan hal apa yang akan dilakukan oleh pelajar. Langkah terkahir, ujilah pernyataan tuujuan dan tanyakan kepada diri Anda hal ini: Jika pelajar berhasil mencapai atau mendemonstrasikan tiap pendidikan yang mereka terima, apakah Anda setuju bahwa tujuan pribadi Anda terpenuhi? Jika jawabannya adalah ya, maka Anda telah memperjelas tujuannya; Anda telah mengembangkan satu atau lebih pernyataan tujuan yang secara kolektif mewakili pemenuhan suatu tujuan penting. Di bagian Contoh dalam bab ini, kita akan menunjukkan bagaimana proses ini dapat diterapkan untuk memperjelas tujuan yang terdistorsi.

Tim penyusun harus menyadari prosedur analisis tujuan jenis ini karena tidak banyak tujuan penting pendidikan dan pelatihan dinyatakan dengan jelas sesuai deskripsi lngkah apa yang harus dilakukan oleh pelajar. Tujuan-tujuan tersebut sering dinyatakan dalam istilah yang dapat dimengerti (secara umum) hanya oleh si pembuatnya, namun tidak memiliki arti spesifik bagi tim penyusun untuk tujuan pengembangan pendidikan lebih lanjut. Beberapa tujuan tidak bias begitu saja dieliminasi dan dianggap tidak berguna. Seorang analis harus menguasai materi untuk mengidentifikasi hasil pembelajaran spesifik yang diimpilkasikan oleh tujuan. Seringnya meminta bantuan orang-orang yang memahami proses analisa akan membantu Anda, sehingga Anda akan dapat melihat batasan jarak gagasan yang muncul dari tujuan dan kebutuhan konsensus akan tindakan spesifik jika pendidikan yang benar-benar berhasil akan dikembangkan.

Pelajar, Konteks, dan Alat Bantu

Di mana pun proses pendidikan berlangsung, aspek paling penting daripada tujuan pembelajaran adalah penjabaran mengenai apa yang dapat dilakukan oleh pelajar, bahwa penjabaran tersebut tidak lengkap tanpa indikasi mengenai (1) jati diri pelajar, (2) konteks di bidang apa mereka akan menerapkan skill mereka, dan (3) alat bantu yang tersedia. Pra penjabaran terhadap aspek-aspek ini penting karena dua alasan. Pertama, deskripsi tujuan mewajibkan tim penyusun paham mengenai menjadi siapa nanti pelajarnya, daripada membuat pernyataan-pernyataan tidak jelas atau pengaburan kelompok pelajar. Proyek penyusunan pembelajaran akan mandeg ketika di tengah proses ditemukan bahwa tidak ada pelajar yang mampu menyerap materi pendidikan. Dengan kata lain, materi pendidikan tersebut tidak ada peminatnya.

(7)

BAHRUR ROSYIDI | IDENTIFYING INSTRUCTIONAL GOAL 7 suatu kegunaan skill-skill, tidak hanya dalam konteks bahasan pendidikan, tetapi juga dalam konteks bahasan di saat ilmu pendidikan tersebut pada akhirnya diterapkan.

Sebuah kalimat pernyataan tujuan pembelajaran paling tidak menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

 Para pelajar

 Hal apa yang mampu pelajar lakukan dalam konteks praktek  Konteks bahasan praktek di mana keterampilan akan diaplikasikan

 Alat bantu yang akan disediakan untuk para pelajar dalam konteks praktek

Sebuah contoh kalimat pernyataan tujuan pembelajaran, misalnya, seperti berikut ini: “Operator pusat layanan Acme akan mampu menggunakan alat bantu Client Helper dalam menyediakan informasi kepada para pelanggan yang menghubungi pusat layanan.” Keempat komponen kalimat tujuan pembelajaran kesemuanya tercakup dalam pernyataan di atas.

Kriteria Dalam Menyusun Tujuan Pembelajaran

Terkadang proses mengatur tujuan tidak seluruhnya rasional; oleh karena itu, langkah-langkahnya tidak selalu mengikuti sistematika proses penilaian kebutuhan. Tm penyusun pembelajaran harus menyadari bahwa desain pembelajaran memiliki arti di konteks spesifik yang mencakup sejumlah pertimbangan politik dan ekonomi, dan juga pertimbangan teknikal dan akademis. Dengan kata lain, orang-orang yang memiliki kuasa selalu menentukan prioritas, dan bagian keuangan selalu menentukan batasan-batasan mengenai hal apa yang dapat dilakukan dalam proyek penyusunan pembelajaran. Setiap pilihan tujuan pembelajaran harus dilakukan paling tidak memenuhi pertimbangan sebagai berikut:

1. Akankah perkembangan pada pembelajaran ini akan menyelesaikan masalah yang mengarah pada kebutuhan akan perkembangan tersebut?

2. Apakah tujuan-tujuan ini dapat diterima oleh mereka yang akan menyetujui usaha pengembangan pendidikan ini?

3. Adakah orang-orang yang kompeten dan cukupkah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengembangan pendidikan untuk tujuan ini?

Pertanyaan-pertanyaan di atas sangat penting bagi institusi atau organisasi yang akan mengambil langkah pengembangan.

Kita tidak bisa secara berlebihan mampu memperluas kepentingan antara hubungan secara logis dan secara persuasif terhadap tujuan pendidikan dan pendokumentasian gap dalam praktek di dalam suatu organisasi. Ketika pembelajaran dikembangkan untuk seorang klien, klien tersebut harus yakin bahwa jika para pelajar menerima tujuan pembelajaran, maka permasalahan penting dalam organisasi akan terselesaikan atau peluang dapat direalisasikan dengan menggunakan skill-skill baru. Tipe rasionalisasi ini umum diaplikasikan pada pengembangan pendidikan di sekolah umum dan juga lembaga bisnis, militer dan agensi publik.

Rasionalisasi sebuah tujuan pendidikan memang dapat membantu pengumpulan dukungan bagi penentu keputusan, namun pendesain (dan manajer) harus yakin bahwa terdapat waktu yang cukup dan sumber daya memadai bagi baik pengembangan pendidikan dan pendistribusiannya. Kebanyakan penyusun akan setuju bahwa kekurangan waktu sering terjadi. Alasannya, karena memprediksi waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu proyek itu sukar. Alasan lain, bahwa organisasi/lembaga sering menginginkan hal-hal yang terjadi “di masa lalu”!

(8)

BAHRUR ROSYIDI | IDENTIFYING INSTRUCTIONAL GOAL 8 Skenario yang umum terjadi adalah bahwa tim penyusun diamanahkan, “Anda memiliki waktu tiga minggu untuk mengembangkan workshop 4 jam kami.” Jika perusahaan telah sampai memutuskan hal ini, keputusan mereka dibuat berdasarkan kondisi umum pengaturan kerja. Pastinya seorang penyusun mampu memperpendek atau memperpanjang lama waktu pendidikan hingga sesuai dengan waktu yang tersedia, tetapi pertimbangan utama pendidikan adalah untuk memilih kemungkinan strategi pembelajaran terbaik untuk mengajar skill yang harus dikuasai, kemudian menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan. Dengan jelas, kita dapat menentukan estimasi lama waktu pendidikan lebih akurat setelah menjalani beberapa uji coba model pendidikan (try out) tersebut.

Penyusun harus menguji pertanyaan-pertanyaan tambahan saat mengkontemplasi sebuah proyek individu. Dengan asumsi bahwa kebutuhan telah diperoleh dan waktu serta sumber daya tersedia, lalu penyusun harus menentukan apakah isi telah cukup stabil menjamin biaya yang harus dikeluarkan selama pengembangannya. Jika pada akhirnya, misalnya, setelah 6 bulan, pendidikan berjalan tidak semestinya, maka pengembangan lebih lanjut tidak disarankan.

Pembahasan lebih lanjut, proses penyusunan pembelajaran sangat bergantung pada kemampuan pelajar untuk menyerap pengajaran yang diberikan. Jika penyusun tidak memiliki akses ke pelajar yang tepat, menjadi mustahil untuk mengimplementasikan keseluruhan proses pendesainan. Sekelompok kecil pelajar harus hadir untuk menerima uji coba pendidikan. Jika tidak, maka tim penyusun dapat mempertimbangkan keberadaan validitas kebutuhan.

Hal penting lain yang harus dipertimbangkan adalah pengalaman pribadi penyusun dalam bidang apa pendidikan akan dikembangkan. Penyusun profesional berpengalaman sering bekerja dalam tim di mana, paling tidak, bidang yang mereka kerjakan benar-benar berbeda bagi mereka. Kemampuan dan keinginan untuk bekerja dalam tim adalah salah satu karakteristik seorang perancang yang sukses.

Mempelajari isi pokok bahasan suatu bidang pendidikan yang akan dikembangkan harus dilakukan supaya penyusun mampu bekerja secara efektif. Bagi penyusun yang hanya mempelajari proses penyusunan, lebih baik penyusun memulainya dengan materi bahasan bidang di mana mereka telah berpengalaman dalam subyek tersebut. Menjadi lebih mudah ketika mempelajari satu rangkaian materi keterampilan baru, disebut, keterampilan menyusun pembelajaran, daripada mempelajari dua rangkaian materi – yakni, baik isi maupun prosesnya – dalam waktu yang bersamaan.

(9)

BAHRUR ROSYIDI | IDENTIFYING INSTRUCTIONAL GOAL 9 Contoh kasus

Dua contoh prosedur uang digunakan untuk mengembangkan tujuan pembelajaran mungkin dapat membantu Anda menformulasikan atau mengevaluasi tujuan Anda sendiri. Kedua contoh berdasarkan problem teridentifikasi, kegiatan penilaian kebutuhan, dan formulasi solusi terhadap masalah. Setiap contoh memiliki skenarionya sendiri-sendiri untuk membantu memperjelas konteks permasalahan dan proses yang digunakan untuk mengidentifikasi tujuan.

DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang

Jika produk ini mengandung komponen dengan batas pemaparan, atmosfir tempat kerja pribadi atau pemantauan biologis mungkin akan diperlukan untuk memutuskan keefektifan ventilasi atau

Dengan majunya 3d Animasi di Indonesia ada baiknya pemerintah Negara mendukung dengan peralatan yang lebih canggih untuk menunjang karya seni animasi di

Berat kering tajuk pada tanaman padi Burungan, Superwin, Temo dan Ombong yang diairi sampai kapsitas lapang lebih besar daripada tanaman yang tidak diairi

Rumah sakit memberikan umpan balik hasil audit pada petugas terkait dengan kepatuhan untuk melaksanakan pengendalian infeksie. Penjelasan sebagai

Dengan adanya situs representasi dari e-learning ini mahasiswa dapat melakukan berbagai hal seperti melihat jadwal kuliah, nilai ujian, mengikuti quiz on-line, pengumuman dari

Kajian pada aspek usahatani dan industri pengolahan berkapasitas besar difokuskan di Kabupaen Gowa yang selama ini menjadi sentra utama produksi buah markisa serta

Menghasilkan lulusan dengan profil utama tenaga pendidik (guru) PPKN, dan profil tambahan sebagai praktisi bidang pendidikan dan trainer pengembang SDM yang sesuai