• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asetaminofen diban dingkan Ibuprofen pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Asetaminofen diban dingkan Ibuprofen pada"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

JOURNAL READING

Asetaminofen dibandingkan Ibuprofen pada Anak Muda

dengan Asma Persisten Ringan

Diajukan untuk

Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Di RSUD R. Soedjati Soemodiardjo Purwodadi

Disusun Oleh :

Ardito Firrizqi 30101306881

Pembimbing :

dr. Agustinawati Ulfa, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNISSULA SEMARANG RSUD DR. SOEDJATI SOEMODIARDJO PURWODADI

(2)

LEMBAR PENGESAHAN JOURNAL READING

Asetaminofen dibandingkan Ibuprofen pada Anak Muda

dengan Asma Persisten Ringan

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD dr. R. Soedjati Purwodadi

Oleh : Ardito Firrizqi

30101306881

Purwodadi, 1 Juli 2017 Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing,

(3)

Asetaminofen dibandingkan Ibuprofen

pada Anak Muda dengan Asma Persisten

Ringan

ABSTRAK

LATAR BELAKANG

Studi mengatakan adanya hubungan antara penggunaan asetaminofen yang sering dan komplikasi terhadap asma pada anak-anak, yang menyebabkan beberapa dokter menyarankan agar asetaminofen dihindari pada anak-anak penderita asma. Namun, uji coba mengenai penggunaan asetaminofen dengan koplikasi asma pada anak masih kurang.

METODE

Dalam percobaan multicenter, prospective, randomized, double-blind, parallel-group,

dengan jumlah peserta 300 anak-anak (rentang usia, 12 sampai 59 bulan) dengan asma persisten ringan dan memberikan mereka asetaminofen atau ibuprofen bila untuk menurunkan demam dan rasa nyeri selama 48 minggu. Hasil utamanya adalah jumlah eksaserbasi asma yang menyebabkan pengobatan dengan glukokortikoid sistemik. Anak-anak di kedua kelompok perlakuan menerima terapi pengendali asma standar yang digunakan secara simultan.

HASIL

Peserta menerima rata-rata 5,5 dosis (kisaran interkuartil, 1,0 sampai 15,0) pengobatan percobaan; Tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok dalam median jumlah dosis yang diterima (P = 0,47). Jumlah eksaserbasi asma tidak berbeda secara signifikan antara kedua kelompok, dengan rata-rata 0,81 per peserta dengan asetaminofen dan 0,87 per peserta dengan ibuprofen selama 46 minggu masa tindak lanjut (risiko relatif eksaserbasi asma pada kelompok asetaminofen vs. ibuprofen , 0,94; interval kepercayaan 95%, 0,69 sampai 1,28; P = 0,67). Pada kelompok acetaminophen, 49% partisipan memiliki setidaknya satu eksaserbasi asma dan 21% memiliki setidaknya dua kali eksaserbasi, dibandingkan dengan kelompok ibuprofen yaitu 47% dan 24% . Demikian pula, tidak ada perbedaan yang signifikan antara asetaminofen dan ibuprofen sehubungan dengan persentase hari asma terkontrol (85,8% dan 86,8%; P = 0,50), penggunaan inhalasi inhaler albuterol (2,8 dan 3,0 inhalasi per minggu, masing-masing ; P = 0,69), penggunaan perawatan kesehatan tak terjadwal untuk asma (0,75 dan 0,76 episode per peserta; P = 0,94), atau efek samping.

KESIMPULAN

(4)

PENDAHULUAN

Banyak anak berusia di bawah 12 tahun menerima asetaminofen setiap minggu, menjadikannya obat pediatrik yang paling umum digunakan di Amerika Serikat. Data observasi dari kohort anak-anak dan orang dewasa telah menyarankan adanya hubungan antara penggunaan asetaminofen dan gejala asma bersamaan dengan penurunan fungsi paru-paru. .Selanjutnya, analisis post hoc dari uji coba secara acak mengenai keamanan pemakaian asetaminofen dan ibuprofen jangka pendek untuk penyakit demam pada anak-anak juga menunjukkan bahwa risiko relatif kunjungan tak terjadwal untuk asma setelah penggunaan asetaminofen meningkat daripada penggunaan ibuprofen. Temuan ini telah menyebabkan banyak kontroversi dan bahkan peringatan. Beberapa dokter telah merekomendasikan bahwa sampai data yang mendukung keselamatannya tersedia, asetaminofen harus benar-benar dihindari pada anak-anak penderita asma. Namun, penelitian observasional dan analisis post hoc cenderung bias dan membingungkan. Dari uji coba acak yang dirancang secara prospektif, mengevaluasi hubungan antara penggunaan acetaminophen standar untuk anak-anak dan gejala asma kurang memuaskan. Mengingat bahwa asetaminofen dan ibuprofen umum digunakan dan merupakan satu-satunya agen yang tersedia untuk demam atau nyeri pada anak kecil, maka dilakukan penelitian mengenai penggunaan asetaminofen. Yaitu apakah penggunaan asetaminofen meningkatkan kejadian eksaserbasi asma ringan dibandingkan ibuprofen pada anaka usi a 12 sampai 59 bulan.

METODE

DESAIN STUDI PENELITIAN

(5)

berpartisipasi. Petugas program NHLBI berpartisipasi dalam studi desain, melakukan uji coba, dan interpretasi data. Produsen obat percobaan tidak memiliki masukan dalam perancangan penelitian, interpretasi data, atau penyusunan manuskrip. Semua penulis menjamin keakuratan dan kelengkapan data dan analisis dan untuk kesetiaan laporan ini ke protokol uji coba. Orang tua atau wali sah memberikan informed consent tertulis untuk semua peserta sidang.

TEMPAT DAN PESERTA PENELITIAN

Penelitian dilakukan di 18 lokasi di Amerika Serikat. Anak usia 12 sampai 59 bulan memenuhi syarat jika memenuhi kriteria untuk menerima terapi pengontrol asma jangka panjang, seperti yang didefinisikan dalam Expert Panel Report 3 dari National Asthma Education and Prevention Program. Langkah ke 2 terapi kontrol asma (glukokortikoid inhalasi dosis rendah, montelukast, atau kromolin) direkomendasikan untuk anak-anak yang memenuhi kriteria klinis untuk asma persisten ringan (yaitu, gejala Lebih dari 2 hari per minggu, tapi tidak setiap hari). Anak-anak dikecualikan jika mereka memiliki riwayat reaksi buruk terhadap obat uji atau jika ada bukti bahwa mereka mungkin menunjukkan ketidak kepatuhan terhadap pengobatan atau prosedur. Rincian kriteria inklusi dan eksklusi disediakan dalam protokol.

PENGGUNAAN OBAT

Suspensi asetaminofen (160 mg per 5 ml; Little Fevers oleh Little Remedies [rasa anggur], Produk Medtech) dan suspensi ibuprofen (100 mg per 5 ml; Adven [rasa anggur], Pfizer Consumer Healthcare) dibeli dalam bentuk cair yang memiliki rasa dan penampilan yang sama agar obat tidak diketahui (Double Blinding). Selanjutnya, obat-obatan dikeluarkan dari kemasan aslinya dan ditempatkan dalam kemasan baru yang memiliki penampilan identik untuk kedua kelompok perlakuan. Pusat koordinasi data di Penn State College of Medicine membeli dan menyiapkan obat percobaan dan perangkat dosis. Perangkat pemberian dosis standar diberikan kepada orang tua atau wali , yang telah diinstruksikan untuk penggunaan menggunakan obat ecara tepat. Orangtua atau wali juga diberi instruksi lisan dan tertulis yang jelas untuk penggunaan obat sesuai dengan resep yang ditunjukkan dalam perawatan di rumah sesuai kebutuhan untuk penghilang nyeri, demam, dengan tidak lebih dari satu dosis setiap 6 jam.

Pemberian dosis sesuai dengan pedoman pemberian dosis berdasarkan American Academy of Pediatrics. Asetaminofen diberikan pada dosis 15 mg per kilogram berat badan setiap 6 jam sesuai kebutuhan, dan ibuprofen diberikan pada dosis 9,4 mg per kilogram setiap 6 jam sesuai kebutuhan. Dosis dipastikan bahwa volume dosis obat percobaan sama (0,47 ml per kilogram per dosis) sehingga peserta tetap tidak menyadari penggunaan obat. Pada setiap penggunaan obat, orang tua atau wali melaporkan penggunaan obat baik secara langsung atau melalui telepon. Untuk memantau penggunaan obat dan indikasi pemakaian obat, orang tua diberikan buku harian dan kuesioner (mis., Demam, nyeri, infeksi saluran pernapasan atas, atau alasan lainnya). Pada setiap kunjungan kembali ke klinik, orang tua atau wali mengembalikan persediaan obat mereka yang tidak terpakai dan menerima persediaan baru.

(6)

Hasil utamanya adalah jumlah eksaserbasi asma per peserta. Eksaserbasi asma didefinisikan sebagai peningkatan gejala asma secara klinis yang menyebabkan pengobatan dengan glukokortikoid sistemik (oral, intravena, atau intramuskular).

Hasil sekunder yaitu mencakup persentase hari asma terkontrol, penggunaan albuterol rata-rata, dan frekuensi perawatan kesehatan tak terjadwal untuk asma. Hari asma terkontrol didefinisikan sebagai hari dimana tidak terjadi kekambuhan dan tanpa menggunakan obat pereda untuk asma, gejala asma siang hari, gejala asma nokturnal, dan kunjungan perawatan kesehatan yang tidak terjadwal untuk asma. Pengasuh mencatat gejala dan penggunaan albuterol setiap hari dalam buku harian elektronik. Penggunaan perawatan kesehatan yang tidak terjadwal ditentukan oleh laporan sendiri. Untuk penggunaan antipiretik, obat analgesik sebelum pengacakan, data hasil dari 2 minggu pertama setelah pengacakan tidak termasuk dalam analisis.

ANALISA STATISTIK

Dalam analisis hasil primer, kami membandingkan dua kelompok perlakuan dengan frekuensi eksaserbasi asma menggunakan model log-linear dimana jumlah eksaserbasi diasumsikan mengikuti distribusi binomial negatif. Karena jumlah yang diamati eksaserbasi diperkirakan akan bergantung pada lamanya peserta tetap dalam penelitian ini, model tersebut menyertakan offset untuk setiap peserta yang mewakili jumlah waktu yang benar-benar diikuti peserta dalam penelitian ini. Penggunaan offset membakukan jumlah eksaserbasi ke periode yang sama sehingga hasilnya dapat ditunjukkan sebagai tingkat eksaserbasi dan perawatannya dapat dibandingkan dengan perhitungan tingkat relatif. Karena data dari peserta yang keluar selama 2 Minggu pertama tidak dapat digunakan, analisis utama mencakup semua peserta yang menyelesaikan minimal 2 minggu masa tindak lanjut. Untuk menilai potensi efek drop out terhadap hasil penelitian, dilakukan analisis tambahan mengenai hasil utama yang hanya mencakup data dari peserta yang menyelesaikan keseluruhan tindak lanjut, sebuah analisis yang mencakup hanya data dari peserta yang menyelesaikan keseluruhan tindak lanjut dan yang menggunakan setidaknya satu dosis obat percobaan, dan analisis sensitivitas yang didasarkan pada penghilangan data yang hilang dengan tiga skenario perbedaan.

Di antara hasil sekunder yang ditentukan, frekuensi penggunaan perawatan kesehatan yang tidak terjadwal dianalisis dengan cara yang sama seperti analisis hasil utama. Kontrol asma dan penggunaan albuterol dengan rata-rata data yang dimasukkan dalam buku harian elektronik selama masa tindak lanjut, dengan pengecualian 2 minggu pertama, dan kemudian menganalisis data sebagai variabel kontinyu dengan menggunakan analisis standar model varians. Semua analisis termasuk urutan klinis dan urutan perawatan pada percobaan INFANT sebagai kovariat. Dalam analisis sekunder yang telah ditentukan sebelumnya, kami memeriksa hubungan dosis respons potensial dengan memasukkan jumlah dosis obat percobaan sebagai kovariat pada model. Interaksi antara antipiretik, obat analgesik yang digunakan dalam percobaan AVICA dan obat asma yang digunakan dalam percobaan INFANT diperiksa seperti yang ditentukan dalam protokol.

(7)

signifikansi 0,05. Semua analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SAS, versi 9.4 (SAS Institute).

HASIL

KARAKTERISTIK PESERTA

Dari 443 peserta yang terdaftar dalam penelitian, 300 orang menjalani pengacakan; 150 kelompok asetaminofen dan 150 ke kelompok ibuprofen. Sebanyak 226 peserta (75,3%) menyelesaikan penelitian. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan (Gambar 1). Dua peserta menarik diri dari kelompok ibuprofen selama 2 minggu pertama masa tindak lanjut, tanpa mengalami eksaserbasi dan tidak disertakan dalam analisis.

Tidak ada perbedaan signifikan antar kelompok pada karakteristik demografi dan klinis pada partisipan yang diamati (Tabel 1). Angka rata-rata (± SD) usia adalah 39,9 ± 13,2 bulan. Peserta melaporkan rata-rata episode gejala mengi adalah 5,9 ± 5,0 dalam setahun, sebelum dilakukan penelitian, dengan 3,0 ± 2,4 kunjungan perawatan darurat atau gawat darurat dan 0,3 ± 0,5 rawat inap untuk gejala mengi. Sebanyak 74,7% pasien menggunakan setidaknya satu glukokortikoid oral untuk gejala mengi dalam 12 bulan sebelum memasuki penelitian; Dalam 6 bulan sebelumnya, peserta menerima rata-rata 1,1 ± 1,1 glukokortikoid oral.

HASIL PRIMER

(8)

HASIL SEKUNDER

Tidak ada perbedaan antar kelompok yang signifikan berkenaan dengan hari asma terkotrol (85,8% pada kelompok asetaminofen dan 86,8% pada kelompok ibuprofen, P = 0,50), penggunaan albuterol dengan serangan asma (2,8 dan 3,0 inhalasi per minggu, masing-masing ; P = 0,69), dan penggunaan perawatan kesehatan yang tidak terjadwal untuk asma (0,75 dan 0,76 episode per peserta selama 46 minggu masa tindak lanjut, P = 0,94) (Tabel 2).

PENGGUNAAN OBAT DALAM PENELITIAN DAN KEPATUHAN

Anak-anak dalam kelompok asetaminofen menerima rata-rata dosis sebesar 7,0 (kisaran interkuartil, 2,0 sampai 15,0) dalam penelitian, dan anak-anak di kelompok ibuprofen menerima rata-rata dosis sebesar 4,5 (kisaran interkuartil, 1,0 sampai 17,0) (P = 0,47 dengan uji rank-sum Wilcoxon).

Secara keseluruhan, peserta menerima rata-rata dosis sebesar 5,5 (kisaran interkuartil, 1,0 sampai 15,0). Sebanyak 240 peserta (80,0%) menggunakan obat percobaan paling sedikit satu kali selama penelitian (124 [82,6%] pada kelompok asetaminofen dan 116 [77,3%] pada kelompok ibuprofen). Gambar 3 menunjukkan variabilitas penggunaan obat uji yang luas dan menunjukkan bahwa penggunaan obat antipiretik dan analgesik dikaitkan secara signifikan dengan jumlah eksaserbasi asma yang menyebabkan pengobatan dengan glukokortikoid sistemik (P <0,001 oleh uji Kruskal-Wallis). Namun, pada setiap kejadian eksaserbasi, tidak ada perbedaan yang signifikan yang diamati antara kelompok asetaminofen dan kelompok ibuprofen. Pada kelompok asetaminofen, total 2261 dosis obat antipiretik, analgesik diberikan kepada peserta, dimana 1933 (85,5%) dosis acetaminophen diberikan tanpa diketahui pasien (bilnded), 137 (6,1%) adalah acetaminophen dengan open-label , dan 191 (8,4%) adalah dosis ibuprofen dengan cara open-label. Dalam kelompok ibuprofen, sebanyak 1934 dosis obat antipiretik analgesik diberikan, dimana 1731 (89,5%) dosis ibuprofen diberikan secara blinded, 110 (5,7%) adalah asetaminofen dengan open-label, dan 93 (4,8%) adalah dosis dari ibuprofen open-label.

EFEK MERUGIKAN

Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kelompok yang diamati sehubungan dengan kejadian buruk atau efek samping yang serius (Tabel S2 dan S3 dalam Lampiran Tambahan). 6 kejadian buruk yang serius terjadi pada kelompok asetaminofen dan 12 pada kelompok ibuprofen. Tidak ada kematian akibat sebab apapun yang terjadi selama selama.

DISKUSI

(9)

dikacaukan oleh hal berikut yaitu : anak-anak dengan asma apabila mereka menderita infeksi saluran nafas maka gejala akan timbul, selama terjadi infeksi ini asetaminofen sering digunakan untuk mengurangi demam dan malaise. dapat dilihat bahwa penggunaan obat antipiretik dan analgesik lebih banyak dikaitkan dengan penyakit pernafasan. Penyakit infeksi saluran pernafasan yang pada anak dengan penderita asma persisten ringan menyebabkan eksaerbasi asma dan pengobatan dengan glukokortikoid sistemik.

Hasil penelitian ini berbeda dengan analisis post hoc dari uji coba secara acak oleh Lesko dkk, yang menunjukkan bahwa risiko relatif kunjungan tak terjadwal untuk asma secara lebih tinggi dalam beberapa minggu setelah mengkonsumsi asetaminofen untuk penyakit demam dibandingkan dengan minggu-minggu berikutnya. Mengambil ibuprofen (risiko relatif, 1,79). Berbeda dengan analisis post hoc, penelitian kami dirancang secara khusus dan dimaksudkan untuk mengevaluasi secara prospektif pengaruh penggunaan asetaminofen dibandingkan ibuprofen pada anak-anak dengan asma persisten. Penelitian lain menunjukkan tidak adanya efek asetaminofen, dibandingkan dengan plasebo, pada hasil asma bila diberikan selama periode dimana partisipan sehat. Namun penggunaan asetaminofen ini tidak sesuai dengan penggunaan dalam praktik klinis. Penelitian ini mecari tau penggunaan asetaminofen atau ibuprofen yang diperlukan dalam sehari-hari untuk rasa sakit dan demam, yang seringkali berkenaan dengan infeksi saluran pernapasan yang disebabkan virus pada kelompok usia ini. Seperti ditunjukkan pada Tabel S4 di Lampiran Tambahan, tingkat penggunaan asetaminofen dalam percobaan kami serupa dengan tingkat yang dicatat dalam penelitian observasional yang mengevaluasi pengaruh penggunaan asetaminofen terhadap kejadian asma. Dalam penelitian ini, 70 dari 150 peserta ( 46,7%) pada kelompok asetaminofen menerima lebih dari 10 dosis asetaminofen per tahun. Sebagai perbandingan, Sordillo dkk melaporkan bahwa 42% peserta diberi lebih dari 10 dosis asetaminofen pada tahun pertama kehidupan mereka, dan Wickens dkk melaporkan bahwa 37% peserta berusia 5 sampai 6 tahun diberi lebih banyak dari 10 dosis acetaminophen per tahun.

(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran IPBA Berbasis Kecerdasan Majemuk Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Gambar 6.20 Grafik Hasil Kalibrasi Volume Arus Lalu Lintas arah Utara – Selatan

… mempunyai hubungan atau sesuai dengan tugas pekerjaannya berdasarkan rencana kebutuhan dalam rangka peningkatan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, serta sikap

Produk kajian dan peta vitalitas bahasa pada hakikatnya dirancang untuk memantau status vitalitas bahasa sekaligus memberikan informasi setiap bahasa daerah yang ada di

Perbaikan : Adalah tahap dimana kita mengumpulkan semua solusi dan memilah mana yang mungkin dilakukan dan mana yang tidak dapat dilakukan berdasarkan

Visual (logo) yang disebut brandmarks berupa inisial singkatan KIK dari kepanjangan Ketanen Industri Kreatif dengan bentuk kupu-kupu dengan makna hasil dari sebuah proses

Mereview progress project penelitian mahasiswa, khususnya metode analisis yang akan dipergunakan dalam menjawab research questions, serta memberikan solusi untuk

Tingkat pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015, dimana