• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERIODISASI SENI RUPA MODERN INDONESIA R

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERIODISASI SENI RUPA MODERN INDONESIA R"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PERIODISASI SENI RUPA MODERN INDONESIA REALISME

SR3007 Kajian Seni I Dosen:

Dr. Yustiono

Disusun oleh:

Akmalia Rizqita 17014017

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN PROGRAM STUDI SENI RUPA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

(2)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Realisme di dunia barat dikenal sebagai pergerakan pertama yang mengawali lahirnya seni rupa modern. Dimulai di Perancis pada tahun 1840-an, realisme merevolusi lukisan, memperluas konsepsi tentang apa itu seni.Realisme sangat menarik untuk dikaji dalam periodisasi seni rupa karena realisme pun memegang peran penting dalam perkembangan seni rupa di Indonesia, sebagai langkah awal dari lahirnya seni rupa modern Indonesia dan wacana identitas seni nasional.

Realisme di Indonesia dimulai dari adanya kesadaran nasionalisme untuk melepaskan Hindia Belanda dari sang Tuan, baru muncul pada dekade-dekade awal abad 20. Kesadaran tersebut tumbuh di kalangan kaum terpelajar bumiputra yang mengecap pendidikan Belanda. Dan pada masa mulai tumbuhnya nasionalisme semacam itu, pada 1938 di lapangan seni rupa muncul kelompok Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) yang diketuai oleh Agus Djaja dengan juru bicaranya S. Sudjojono. Kelompok ini menolak seni rupa Mooi Indie.

Dalam istilah kritikus Trisno Sumardjo, S. Sudjojono dan Persagi telah membuka “jalan baru” bagi seni lukis Indonesia. Dengan begitu, bagi Trisno kemunculan Persagi lebih mudah dijadikan acuan kelahiran seni rupa modern Indonesia. Dalam beberapa hal, gerakan yang dilakukan oleh S. Sudjojono dan Persagi itu mirip dengan gerakan realisme heroik seperti yang pernah terjadi di Eropa pada abad 19. Perlu dicatat bahwa salah satu ciri dari seni modern yang berkembang di Barat adalah kecenderungannya untuk terus menerus melakukan penyangkalan terhadap dirinya sendiri.1

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu realisme dalam seni rupa?

2. Bagaimana lahirnya realisme dalam seni rupa Indonesia?

II. TEORI DASAR

2.1 Pengertian dan Sejarah Realisme

Realisme adalah pergerakan seni yang pertama muncul di barat, dipicu oleh revolusi industri dan perlawanan terhadap dominasi lukisan-lukisan akademi

(3)

saat itu yang sangat menjunjung tinggi warisan era Renaissance dan romantisisme.

Kata realisme itu sendiri diangkat oleh seorang novelis Perancis Champfleury pada tahun 1840an, dengan eksposisi dari pelukis Perancis Gustave Courbet (1819-77), yang salah satu lukisannya, The Artist's Studio, ditolak karena dianggap tidak senonoh. Selanjutnya lukisan itu diganti nama menjadi "Le Realisme".

Pelukis realis menggambarkan fenomena sehari-hari apa adanya tanpa diidealkan. Sejak saat itu, seniman bebas untuk menggambarkan situasi kehidupan nyata tanpa terikat peraturan estetika yang diindah-indahkan.

2.2 Ciri-ciri Realisme

Ciri-ciri karya realisme adalah usaha untuk merepresentasikan subject matter dengan seadanya sesuai kenyataan, menghindari idealisasi bentuk, tanpa adanya elemen tambahan seperti unsur fantasi dan supranatural.

Subject matter yang umum digambarkan dalam lukisan realisme adalah rakyat jelata, dengan palet warna cenderung gelap untuk menunjukkan kesengsaraan.

Suromo, Pemulung, 19401-950 Cat Minyak di atas Kanvas

(sumber: http://archive.ivaa-online.org/artworks/detail/6614)

(4)

3.1 Realisme di Indonesia

Di Indonesia, lahirnya realisme pun tidak bisa dipisahkan dari adanya perlawanan terhadap seni sebelumnya, yang juga merupakan hasil penetrasi seni rupa barat, yaitu pengaruh romantisisme Raden Saleh yang pada akhirnya menghasilkan naturalisme Mooi Indie. Perlawanan tersebut dimulai oleh S. Sudjojono, yang dalam tulisannya pada tahun 1939 mengatakan, “Lukisan-lukisan yang kita lihat pada waktu sekarang tidak lain terbanyak lukisan-lukisan pemandangan: sawah sedang dibajak, sawah berair, jernih dan tenang, atau gunung kebiru-biruan. Semua serba bagus dan romantik bagai surga, semua serba enak, tenang dan damai.”

Sebagai contoh, lukisan Basuki Abdullah yang berjudul “Kakak dan Adik” yang merupakan salah satu karya sang maestro yang menunjukkan kekuatan penguasaan teknik realis pun tidak luput dari kritik S. Sudjojono. Melalui lukisan ini, Basuki Abdullah ingin mengungkapkan empatinya pada kasih sayang dan kemanusiaan. Namun demikian, spirit keharuan kemanusian dalam lukisan ini tetap dalam bingkai Romantisisme. Oleh karena itu, figur kakak beradik lebih hadir sebagai idealisasi dunia utuh atau bahkan manis, daripada ketajaman realitas kemanusiaan yang menyakitkan.

(5)

Basuki Abdullah, Kakak dan Adik, 1971 Cat minyak pada Kanvas, 65 x 79 cm.

(sumber: http://galeri-nasional.or.id/collections/555-kakak_dan_adik)

Dalam perkembangan masa 1940-1969, kadang terjadi beberapa pengeritik yang gelisah melihat sukarnya “lukisan modern” dipahami masyarakat luas. Merekapun menyarankan agar para pelukis melukis secara “realistis” saja, dalam arti menjadi pengamat dan perekam yang obyektif.

(6)

Trubus Soedarsono, Potret Nyonya, 1947-1962 Cat Minyak di atas Kanvas

(sumber: http://archive.ivaa-online.org/pelakuseni/trubus-soedarsono-1)

Beberapa pengeritik-komunis, terutama sesudah Manifesto Politik Presiden Sukarno 1959, mengecam kecenderungan ke arah abstraksi dalam seni lukis Indonesia dan menganjurkan “realisme”. Meskipun demikian, para pelukis yang berlindung dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (organ Partai Komunis Indonesia) – misalnya anggota Pelukis Rakyat masa itu – pada umumnya tetap memperlihatkan bermacam gaya yang bukan atau bahkan jauh dari “realisme”

3.2 S. Sudjojono

Sudjojono lahir di Kisaran, Sumatera Utara, tahun 1913. Ia berasal dari rakyat kecil, ayahnya seorang perawat kesehatan di sebuah perkebunan Deli. Habitat hidupnya adalah kemiskinan. Ia ngenger (menitipkan diri) pada guru HIS Marsudi

Yudhokusumo seorang Kejawen yang modernis. Inilah sebabnya ia masuk sekolah guru Gunung Sari di Lembang dengan nomor murid 101 yang kemudian selalu dicantumkan dekat namanya dalam lukisan-lukisannya.

(7)

dan sastra Jawa milik ayah angkatnya Yudhokusumo. Itulah yang mendasari radikalisme Sudjojono dalam seni rupa, kebangsaan, kerakyatan, liberalisme.2

Di tahun 1945 Sudjojono menyatakan “Pergi ke Realisme”. Ia saat itu tidak setuju pada cara melukis yang terlampau nggreget yang menghasilkan abstraksi dan demorfasi. Lukisan ini dianggapnya tidak bisa dimengerti rakyat. Sudjojono

menyatakan “Realisme”-nya dengan melukis lebih cermat, lukisannya pada masa ini nyaris nampak sebagai potret.

S. Sudjojono, Kawan-kawan Revolusi, 1947 Cat Minyak di atas Kanvas 149 cm x 95 cm

(sumber: http://archive.ivaa-online.org/img/artworks/big/1347268598.jpg)

(8)

S. Sudjojono, Istriku (Ibu Menjahit), 1953 Cat Minyak di atas Kanvas 55,5 cm x 71 cm

(sumber: http://archive.ivaa-online.org/img/artworks/big/1352876600.jpg)

Sudjojono bertahan pada realismenya sampai kurang lebih tahun 1958. Tahun 1960 lukisannya nampak kembali pada keyakinannya, yang semula, menampilkan sapuan-sapuan yang kuat. Akan tetapi tema-tema dalam lukisannya tidak banyak berubah. Sejak mula, ia memperhatikan ikatan yang kuat dengan peristiwa-peristiwa di sekelilingnya.3

3.3 Persagi

S. Sudjojono bersama beberapa pelukis mendirikan perkumpulan Persatuan Ahli Gambar Indonesia, disingkat PERSAGI, di tahun 1937, di Jakarta. Dalam kegiatannya selama empat tahun, perkumpulan ini menarik berkumpulnya kurang lebih tiga-puluh orang pelukis.

PERSAGI diketuai oleh Agus Djaja dan anggotanya Sudjojono, Abdul Salam, Sumitro, Sudibio, Sukirno, Suromo, Surono, Setyoso, Herbert Hutagalung, Syoeaib, Emiria Sunasa dll. Terhadap seni lukis “akademis” (seperti mereka menyebutnya)

(9)

yang berkembang di sekeliling mereka, mereka sepakat untuk membuat “akademi” sendiri—dengan jalan berlatih di rumah masing-masing dan bersama-sama. Terhadap keadaan penjajahan yang menciptakan lingkungan kesenian, semata-mata tersedia bagi orang Belanda saja, dan menghalangi seniman Indonesia untuk muncul dan terkenal, mereka sepakat untuk menerobosnya dan memperlihatkan pada dunia bahwa orang Indonesia pun bisa melukis dan mampu menciptakan kesenian sendiri yang baru “corak persatuan Indonesia baru”. Sudjojono oleh kemampuannya bicara dan menulis, menjadi penggerak dan juru bicara PERSAGI.4

Realisme kerakyatan yang diciptakan Sudjojono dan Persagi selanjutnya semakin meluas, sehingga muncul lah Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang

merumuskan seni kerakyatan dengan lebih gamblang: bahwa seni harus mengabdi pada pembangunan rakyat.

IV. SIMPULAN

Realisme di dunia barat dikenal sebagai pergerakan pertama yang mengawali lahirnya seni rupa modern. Dimulai di Perancis pada tahun 1840-an, Realisme merevolusi lukisan, memperluas konsepsi tentang apa itu seni. Realisme pun memegang peran penting dalam perkembangan seni rupa Indonesia, sebagai langkah awal dari lahirnya seni rupa modern Indonesia dan wacana identitas seni nasional, dan usaha

menyatukan seni dan masyarakat. Dimulai dari perlawanan S. Sudjojono terhadap seni rupa Indonesia masa sebelumnya yang didominasi oleh pengaruh romantisisme Raden Saleh dan naturalisme Mooi Indie. S. Sudjojono dan Persagi telah membuka “jalan baru” bagi seni lukis Indonesia dengan menciptakan jalur seni rupa realisme “kerakyatan”, yang pengaruhnya masih dapat kita rasakan sampai sekarang.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Bujono, Bambang., dan Wicaksono Adi. 2012. Seni Rupa Indonesia dalam Kritik dan Esai. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.

Sumardjo, Jakob. 2009. Asal-Usul Seni Rupa Modern Indonesia. Bandung: Penerbit Kelir.

Gambar

Gambar Indonesia, disingkat PERSAGI, di tahun 1937, di Jakarta. Dalam kegiatannya

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, didalam kulit buah semangka diketahui adanya kandungan likopen yang berguna untuk perawatan kulit yang berjerawatdan bermanfaat memberikan perawatanterhadap sel

Hasil penelitian ini adalah: (1) cara mengoptimalisasi keterampilan menyimak berita meliputi (a) memberikan latihan setiap satu minggu dua kali dengan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Badan Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru Zulhelmi Arifin mengenai penghindaran kecurangan terhadap pembayar pajak dengan sistem Self

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kuat tekan sharpening stone dengan bahan dasar abu batu limbah stone crusher dan

CONSTRUCTED INTERACTIVE ANIMATION AS A MEDIA TO MEASURE STUDENTS’ OLLABORATIVE PROBLEM SOLVING SKILLS AND IMPROVE STUDENTS’ UNDERSTANDING IN

CONSTRUCTED INTERACTIVE ANIMATION AS A MEDIA TO MEASURE STUDENTS’ OLLABORATIVE PROBLEM SOLVING SKILLS AND IMPROVE STUDENTS’ UNDERSTANDING IN

Melihat peristiwa tersebut kami bermaksud untuk mengajak para petani agar dapat memanfaatkan buah sukun tersebut menjadi sebuah produk yang memiliki nilai jual

Akan tetapi sebaliknya, organisasi menghadapi perubahan yang konstan di dalam keanggotaan mereka, meskipun pada saat mereka menjadi anggota, orang-orang dalam