• Tidak ada hasil yang ditemukan

GEOMETRI MOR FOMETRI KEPITING ORDO DECAPO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GEOMETRI MOR FOMETRI KEPITING ORDO DECAPO"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

GEOMETRI MORFOMETRI KEPITING (ORDO DECAPODA: INFRAORDO BRACHYURA) DI SUNGAI WINONGO, DAERAH

ISTIMEWA YOGYAKARTA

Farizka Diatrinari 13/346969/BI/9026

Pembimbing: Rury Eprilurahman, S. Si., M. Sc.

Sungai Winongo dengan panjang 43,75 km merupakan sungai yang mengalir melintasi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul. Sungai Winongo memiliki kondisi substrat berbatu-batu, berpasir, dan berlumpur. Arus air yang relatif tenang sangat sesuai menjadi habitat bagi kepiting. Kepiting merupakan subjek ideal untuk studi geometri dan morfometri karena kemudahan pengukuran pada eksoskeleton. Penelitian mengenai geometri dan morfometri kepiting di Yogyakarta masih minim, terutama kepiting yang ada di Sungai Winongo. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai geometri morfometri kepiting (ordo Decapoda: infraordo Brachyura) di Sungai Winongo. Pengambilan sampel dilakukan pada 31 Juli – 11 Agustus 2015 di bagian hulu, tengah, dan hilir Sungai Winongo. Analisis geometri dan morfometri dilakukan menggunakan aplikasi imageJ versi 1.46r. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa karapaks Varuna litterata berbentuk segi lima, korelasi sebesar 95,19% antara panjang karapaks dengan lebar karapaks, dan korelasi sebesar 84,03% antara panjang karapaks dengan lebar capit; karapaks Parathelphusa convexa berbentuk segi tujuh, korelasi sebesar 94,41% antara panjang karapaks dengan lebar karapaks, dan korelasi sebesar 62,64% antara panjang karapaks dengan lebar capit; serta karapaks Episesarma versicolor berbentuk segi empat sedangkan nilai korelasi dari Episesarma versicolor tidak dapat dihitung karena jumlah spesimen yang sedikit (n=2).

(2)

ABSTRACT

GEOMETRIC MORPHOMETRIC OF CRABS (ORDER DECAPODS: INFRAORDER BRACHYURA) IN WINONGO RIVER, DAERAH

ISTIMEWA YOGYAKARTA

Farizka Diatrinari 13/346969/BI/9026

Pembimbing: Rury Eprilurahman, S. Si., M. Sc.

Winongo River, with its approximate length of 43,75 km, is one of the rivers that flowing across Sleman, Yogyakarta and Bantul. The substrate of the river consists of rocks, sands, and muds. The water current that relatively quiet is a suitable habitat for crabs. The crab is an ideal subject to study geometric and morphometric for the simplicity of measurement in exoskeletons. Research on crab geometric and morphometric is still limited, mainly for crabs (order Decapods: infraorder Brachyura) growth based on geometric and morphometric measurement. Samples were taken on July 31 – August 11 2015 in the upstream, middle, and downstream of Winongo River. Geometric and morphometric analysis were performed using imageJ application 1.46r version. The results showed that the carapace of Varuna litterata was pentagon-shaped, the correlation between carapace length and carapace width was 95,19%, and the correlation between carapace length and claw width was 84,03%; the carapace of Parathelphusa convexa was heptagon-shaped, the correlation between carapace length and carapace width was 94,41%, and the correlation between carapace length and claw width was 62,64%; and the carapace of Episesarma versicolor was quadrangular while the correlation value cannot be calculated because the number of specimens was only 2 (n=2).

(3)

BAB I ditemukan di laut, sungai, dan darat (terrestrial) (Ng et al., 2008). Spesies anggota Brachyura yang telah diketahui mencapai 6.700 dan 1.300 di antaranya merupakan kepiting air tawar. Kepiting air tawar dapat dikatakan sejati jika telah teradaptasi di air tawar, semi-terestrial, atau terrestrial, serta dicirikan dengan kemampuannya menyelesaikan siklus hidup secara independen terhadap lingkungan laut (Yeo et al., 2008).

Kepiting-kepiting ini antara lain Pseudothelphusidae dan Trichodactylidae (Meksiko, Amerika Tengah, Amerika Selatan), Potamonautidae (Afrika dan Madagaskar), Deckeniidae dan Platythelphusidae (Afrika Timur), Potamidae (Afrika Utara, Eropa selatan, Asia), Gecarcinucidae (Seychelles, Asia), dan Parathelphusidae (Asia, Australasia) (Yeo et al., 2008). Asia Tenggara memiliki tiga famili kepiting air tawar, yaitu Potamidae, Gecarcinucidae, dan Parathelphusidae. Beberapa famili seperti Sesarmidae dan Varunidae diketahui dapat hidup di air tawar pada fase dewasa (Ng, 2004).

(4)

fase-fase pematangan, taksa berbeda, dan unit populasi dari taksa sama (Ledesma et al., 2010).

Morfometri dan geometri penting secara biologis karena dapat menganalisis laju metabolik dan sexual dimorphism (Polly, 2012). Eksoskeleton bagi kepiting memiliki beberapa fungsi: penyokong tubuh, resistansi terhadap tekanan mekanis, perlindungan dari lingkungan luar, dan resistansi terhadap desikasi (Souza et al., 2011). Variasi bentuk tubuh brachyuran disebabkan pembesaran ruang branchial dan rongga viseral (Ledesma et al., 2010). Penelitian mengenai geometri dan morfometri kepiting di Yogyakarta masih minim, terutama kepiting yang ada di Sungai Winongo. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai geometri morfometri kepiting (ordo Decapoda: infraordo Brachyura) di Sungai Winongo.

B. Rumusan Masalah

Hingga saat ini belum terdapat informasi mengenai geometri morfometri kepiting di Sungai Winongo Yogyakarta. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu: bagaimana perbandingan garis pertumbuhan berdasarkan karapaks pada kepiting (ordo Decapoda: infraordo Brachyura) di Sungai Winongo menggunakan analisis geometri morfometri?

C. Tujuan

(5)

D. Manfaat

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka 1. Klasifikasi

Kepiting air tawar termasuk ke dalam ordo Decapoda, yaitu grup crustacean yang juga termasuk lobster, udang, udang karang, dan kepiting hermit (kelomang), dengan karakteristik adanya lima pasang kaki thorax/dada (pereipod) (Yeo et al., 2008).

Berikut klasifikasi kepiting air tawar (Mantel & Bliss, 1985).

Kingdom : Animalia

(7)

triangular. Terdapat linea lateralis homolica atau linea brachyura (secara lateral, subventral, atau dorsal) pada karapaks (Ng et al., 2008).

Mata bertangkai, kadang tereduksi, dilengkapi 2 artikula. Antenula dengan 3 artikula, flagella biasanya pendek. Pedunkel antennal biasanya dengan 1 atau 2 artikula, flagella biasanya pendek, terkadang sangat panjang. Mandibula dengan atau tanpa palpus, bagian molar dan incisor berkembang baik atau tidak. Pereiopod 1 dilengkapi chelae (cheliped), dengan jari (dactylus dan propodal), chela dilengkapi gigi, jari secara heterodontous. Pereiopod 2-5 biasanya terbentuk sempurna secara lateral, pereiopod 4 dan/atau 5 terkadang tereduksi secara subdorsal (Ng et al., 2008).

Abdomen pada kepiting jantan dewasa sempit dan ramping, serta berbentuk segitiga atau ‘T’, sedangkan pada kepiting betina dewasa abdomennya luas, membulat, dan melapisi keseluruhan sternum thorax. Kepiting jantan dewasa memiliki dua pasang abdominal appendages (pleopod) yang termodifikasi menjadi struktur seksual yaitu gonopod. Struktur ini penting secara taksonomis (Yeo et al., 2008).

(8)

Gambar 2. Bagian fontral dan ventral kepiting (Ng, 1998)

Gambar 3. Bagian cheliped, kaki jalan, dan ventral kepiting (Ng, 1998)

3. Habitat dan Siklus Hidup

(9)

mengandung gelembung air, mereka dapat bernapas dan bergerak. Kebanyakan spesies dapat menjadi terestrial atau semi-terestrial (Ng, 2004). Di antara kepiting air tawar lainnya, beberapa (misalnya Potamidae) teradaptasi pada perairan jernih, dan tidak dapat bertahan lama pada air asin, sedangkan kepiting lain (misalnya Parathelphusidae) dapat menoleransi kondisi salinitas dan dapat bertahan pada air asin (Yeo et al., 2008). Kepiting air tawar adalah omnivora yang memakan daun, alga, serangga air, gastropod, atau ikan. Sedangkan beberapa spesies yang lain adalah detritivor yang memainkan peran penting dalam siklus nutrien ekosistem perairan jernih (Cumberlidge et al., 2009).

Kepiting air tawar sejati (Potamidae, Gecarcinucidae, Parathelphusidae) tidak kembali ke laut untuk melepas telur dan larva. Telur kelompok tersebut berukuran besar dan dapat langsung berkembang. Individu betina akan mengerami kepiting juvenil dalam masa sebentar sebelum dilepas. Berbeda dengan kepiting air tawar sejati, Sesarmidae dan Varunidae perlu kembali ke laut. Telur biasanya berukuran kecil yang dapat menetas menjadi larva laut (zoeae) dan menjadi bagian dari zooplankton. Larva akan bermetamorfosis menjadi kepiting berukuran kecil setelah beberapa minggu (Ng, 2004).

4. Geometri dan Morfometri

Morfometri merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam penelitian di bidang biologi dan paleontologi. Metode ini dapat menunjukkan variasi morfologis suatu organisme (Elewa, 2004). Geometri dan morfometri merupakan metode yang tepat diaplikasikan untuk grup crustacean karena memiliki eksoskeleton yang keras dan landmark yang mudah diidentifikasi (Rufino et al., 2009). Selain itu, metode geometri morfometri dengan landmark ini dapat mendeteksi perubahan bentuk, serta informasi mengenai ukuran dan bentuk organisme mudah didapat (Idaszkin et al., 2013).

(10)

dipilih adalah bagian yang menunjukkan ciri tertentu dan dapat digunakan sebagai informasi morfologis. Kriteria landmark antara lain: posisi landmark tidak relatif satu sama lain dan ditempatkan di bidang yang sama. Misalnya, landmark yang ditempatkan di tengah mental foramen dari mandibular dari individu 1 adalah homologous dari landmark individu 2 (Zelditch et al., 2012).

Bentuk spesies bervariasi tergantung pada perkembangan dan pertumbuhan. Pertumbuhan dari grup crustacean merupakan proses yang tidak berkelanjutan dan disebabkan pelepasan eksoskeleton di setiap siklus hidup. Pertumbuhan crustacean ditentukan melalui dimensi morfologis, seperti panjang atau lebar (Diawol et al., 2015). Luas karapaks ditentukan dengan mengukur panjang dan lebar karapaks. Panjang karapaks diukur dari bagian paling atas mata sampai tepi bawah karapaks (CFR, 1987). Lebar karapaks diukur dari jarak terjauh antara batas lateral dari karapaks (Ng, 1998).

B. Hipotesis

(11)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2015 di Sungai Winongo, D. I. Yogyakarta, dan Laboratorium Sistematika Hewan Fakultas Biologi UGM. Pada bulan Juli 2015 dilakukan survey lokasi yang dijadikan tempat pengambilan sampel dan perizinan penelitian. Pada bulan Agustus 2015 dilakukan tahap pengambilan sampel dan data lapangan pada tiga bagian sungai yaitu bagian hulu, tengah, dan hilir, kemudian dilakukan tahap identifikasi dari karakter morfologis masing-masing spesies di Laboratorium Sistematika Hewan Fakultas Biologi UGM. Pada tanggal 31 Juli - 2 Agustus 2015 dilakukan pengambilan sampel di bagian hulu, pada tanggal 4 – 6 Agustus 2015 dilakukan pengambilan sampel di bagian tengah, dan pada tanggal 8 – 11 Agustus 2015 dilakukan pengambilan sampel di bagian hilir.

Lokasi per titik sampling pada masing-masing bagian sungai ditunjukkan dalam tabel berikut.

Tabel 1. Lokasi titik sampling bagian hulu Sungai Winongo

N o

Titik sampling

Kabupaten Kecamatan Desa Dusun/Dukuh

1 WN. Hu. TS1 Sleman Turi Donokerto Gabugan 2 WN. Hu. TS2 Sleman Sleman Pandowoharjo Krandon 3 WN. Hu. TS3a Sleman Sleman Pandowoharjo Toino

(12)

Tabel 2. Lokasi titik sampling bagian tengah Sungai Winongo

No Titik sampling

Kabupaten Kecamatan Desa Dusun/Dukuh

1 WN. Te. TS1 Sleman Gamping Trihanggo Trini 2 WN. Te. TS2 Kotamadya Tegalrejo Kricak Kricak

3 WN. Te. TS3 Kotamadya Gedongkiwo Suryowijayan

Bantul Kasihan Tirtonirmolo Dongkelan Kauman

Tabel 3. Lokasi titik sampling bagian hilir Sungai Winongo

No Titik sampling Kabupaten Kecamatan Desa Dusun/Dukuh 1 WN. Hi. TS1 Bantul Kasihan Tirtonirmolo Glondong 2 WN. Hi. TS2 Bantul Kretek Donotirto Gadinglumbung 3 WN. Hi. TS3 Bantul Kretek Donotirto Gadingdaton

Gambar 4. Peta Sungai Winongo di

(13)

B. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain: sampel kepiting, minyak cengkeh, dan alkohol 70% untuk mengawetkan spesimen.

Alat-alat yang digunakan antara lain: jaring untuk menangkap kepiting, plastik ukuran 3 kg sebagai tempat sampel kepiting, head lamp dan senter sebagai alat penerang untuk pengambilan di malam hari, kamera digital untuk dokumentasi, botol selai untuk wadah spesimen yang telah diawetkan, kertas label untuk melabeli spesimen, millimeter blok dan jangka sorong untuk mengukur panjang total tubuh, neraca analitik untuk menimbang sampel, termometer untuk mengukur suhu air dan suhu udara, bola dan pita ukur untuk mengukur kecepatan arus, pinset untuk membantu mengambil spesimen, dan laptop dengan aplikasi imageJ versi 1.46r untuk analisis geometri morfometri.

C. Cara Kerja

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, antara lain:

1. Survey lokasi sampling

Survey dilakukan untuk mengetahui daerah-daerah yang disampling dan metode sampling yang digunakan. Survey lokasi sampling dilakukan pada bagian hulu, tengah, dan hilir Sungai Winongo. Foto lokasi sampling diambil sebagai dokumentasi.

2. Pengambilan sampel

(14)

3. Pengukuran parameter lingkungan

Suhu air dan suhu udara diukur menggunakan termometer, sementara kecepatan arus diukur dengan membentangkan pita ukur dan mengamati pergerakan bola sepanjang 100 cm selama 1 menit.

4. Identifikasi dan preservasi spesimen

Identifikasi dilakukan berdasarkan karakter morfologis yaitu bentuk karapaks dan jumlah gigi antero lateral. Spesimen yang telah diidentifikasi kemudian direlaksasi dalam larutan cengkeh. Foto tampak ventral, dorsal, dan cheliped akan diambil, masing-masing sampel akan ditimbang dengan neraca analitik, serta panjang total akan diukur menggunakan jangka sorong. Selanjutnya, sampel dipreservasi dalam alkohol 70% dan diberi label.

5. Analisis geometri morfometri

(15)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Geometri Kepiting di Sungai Winongo

Berdasarkan sampling dari masing-masing bagian sungai (hulu, tengah, dan hilir), didapat spesies Parathelphusa convexa, Varuna litterata, dan Episesarma versicolor. Seluruh kepiting yang didapat memiliki ukuran tubuh bervariasi yang dapat dilihat pada Gambar 5, Gambar 6, dan Gambar 7.

Gambar 5. Geometri pertumbuhan karapaks Varuna litterata di Sungai Winongo Yogyakarta

(16)
(17)

Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat gambaran mengenai pertumbuhan karapaks Parathelphusa convexa dari ukuran terkecil (KEPTGH3-DI-03) sampai paling besar (KEPHUL2-DI-02) dengan kisaran panjang karapaks 1,87 cm – 8,28 cm, dan kisaran lebar karapaks 2,21 cm – 11,18 cm.

Gambar 7. Geometri pertumbuhan karapaks Episesarma versicolor di Sungai Winongo Yogyakarta

Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat gambaran mengenai pertumbuhan karapaks Episesarma versicolor dari ukuran terkecil (KEPHIL2-NO-03) sampai paling besar (KEPHIL3-NO-02) dengan kisaran panjang karapaks 2,03 cm – 2,52 cm, dan kisaran lebar karapaks 2,01 cm – 2,98 cm.

(18)

kemudian larva akan bermetamorfosis menjadi kepiting dewasa dan kembali ke air tawar.

Sama halnya dengan Varuna litterata, geometri pertumbuhan karapaks Parathelphusa convexa menunjukkan kisaran umur juvenil – dewasa. Spesies ini merupakan kepiting air tawar sejati yang tidak perlu kembali ke laut untuk melepas telur dan larva. Berdasarkan hal tersebut, kepiting dengan kisaran umur juvenil – dewasa ditemukan secara rata di bagian hulu, tengah, dan hilir sungai (Gambar 6).

(19)

B. Morfometri Kepiting di Sungai Winongo

Hasil analisis morfometri dapat dilihat pada grafik korelasi berikut.

Gambar 8. Hubungan panjang karapaks dengan lebar karapaks (A), dan lebar capit (B) pada Varuna litterata, n = 5

Panjang karapaks (rata-rata ± SD) dari 5 kepiting yang tertangkap adalah 3,85 ± 1,14 cm. Gambar 8A menunjukkan bahwa panjang karapaks berpengaruh secara linear terhadap lebar karapaks dengan nilai R2 = 0,9519 sehingga menunjukkan

korelasi sebesar 95,19% antara panjang karapaks dengan lebar karapaks. Gambar 8B menunjukkan bahwa panjang karapaks berpengaruh secara linear terhadap lebar capit dengan nilai R2 = 0,8403 sehingga menunjukkan korelasi sebesar

84,03% antara panjang karapaks dengan lebar capit.

Gambar 9. Hubungan panjang karapaks dengan lebar karapaks (A), dan lebar capit (B) pada Parathelphusa convexa, n = 39

B A

A

(20)

Panjang karapaks (rata-rata ± SD) dari 39 kepiting yang tertangkap adalah 5,26 ± 1,62 cm. Gambar 8A menunjukkan bahwa panjang karapaks berpengaruh secara linear terhadap lebar karapaks dengan nilai R2 = 0,9441 sehingga menunjukkan

korelasi sebesar 94,41% antara panjang karapaks dengan lebar karapaks. Gambar 8B menunjukkan bahwa panjang karapaks berpengaruh secara linear terhadap lebar capit dengan nilai R2 = 0,6264 sehingga menunjukkan korelasi sebesar

62,64% antara panjang karapaks dengan lebar capit. Nilai korelasi dari Episesarma versicolor tidak dapat dihitung karena spesimen yang tertangkap hanya dua.

(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis geometri, kisaran umur kepiting adalah juvenil – dewasa dengan karapaks Varuna litterata cenderung berbentuk segi lima (pentagon), karapaks Parathelphusa convexa cenderung berbentuk segi tujuh (heptagon), dan karapaks Episesarma versicolor cenderung berbentuk persegi. Hasil analisis morfometri pada Varuna litterata dan Parathelphusa convexa menunjukkan bahwa jika panjang karapaks semakin meningkat, maka lebar karapaks akan meningkat pula. Sama halnya dengan korelasi antara panjang karapaks dan lebar capit, jika panjang karapaks semakin meningkat, maka lebar capit akan meningkat pula. Nilai korelasi dari Episesarma versicolor tidak dapat dihitung karena spesimen yang tertangkap hanya dua.

B. Saran

(22)

DAFTAR PUSTAKA

CFR. 1987. Code of Federal Regulations: Wildlife and Fisheries. The Office of the Federal Register National Archives and Records Administration. Washington, p. 402.

Cumberlidge, N., P. K. L. Ng, D. C. J. Yeo, C. Magalhães, M. R. Campos, F. Alvarez, T. Naruse, S. R. Daniels, L. J. Esser, F. Y. K. Attipoe, F. Clotilde-Ba, W. Darwall, A. McIvor, J. E. M. Baillie, B. Collen, M. Ram. 2009. Freshwater crabs and the biodiversity crisis: Importance, threats, status, and conservation challenges. J. Biological Conservation 142: 1665-1673.

Diawol, V. P., F. Giri, P. A. Collins. 2015. Shape and size variations of Aegia uruguayana (Anomura, Aeglidae) under laboratory conditions: A geometric morphometric approach to the growth. J. Iheringia, Série Zoologia 105(1): 76-83.

Elewa, A. M. T. 2004. Application of geometric morphometrics to the study of shape polymorphism in Eocene ostracodes from Egypt and Spain. In: Morphometrics: Applications in Biology and Paleontology (A. M. T Elewa, ed). Berlin. Springer, p. 7.

Idaszkin, Y. L., F. Márquez, A. C. Nocera. 2013. Habitat-specific shape variation in the carapace of the crab Cyrtograpsus angulatus. J. Zoology 290: 117-126.

Ledesma, F. M., S. Van der Molen, P. J. Barón. 2010. Sex identification of Carcinus maenas by analysis of carapace geometrical morphometry. J. Sea Research 63: 213-216.

Manikantan, G., S. A. Khan., S. Lyla., M. E. S. A. Rahman., M. Victorraj. 2016. Occurrence of violet vinegar crab Episesarma versicolor Tweedie, 1940 (Crustacea: Decapoda: Brachyura) in mangroves of Pichavaram and Vellar, Tamil Nadu. J. Fisheries and Aquatic Studies 4(2): 166-169.

Mantel, L. H., and D. E. Bliss. 1985. Classification of the Decapoda. In: Biology of Crustacea. pp. xxi-xxiii.

Ng, P. K. L., D. Guinot, P. J. F. Davie. 2008. Systema Brachyurorum: Part I. An Annotated Checklist of Extant Brachyuran Crabs of the World. The Raffles Bulletin of Zoology 17: 1-286.

(23)

Ng, P. K. L. 2004. Crustacea: Decapoda, Brachyura. In: Freshwater Invertebrates of the Malaysian Region. pp. 311-313.

Permana, D. I., dan M. Widyastuti. 2013. Studi perubahan kualitas air sungai Winongo tahun 2003 dan 2012. J. Bumi Indonesia 2(2): 53-62.

Poettinger, T., and C. D. Schubart. 2014. Molecular diversity of freshwater crabs from Sulawesi and the sequential colonization of ancient lakes. J. Hydrobiologia 739: 73-84.

Polly, P. D. 2012. Geometric Morphometric: An Introduction. Department of Geology, Indiana (Biology and Anthropology). Bloomington. pp. 21-22.

Rufino, M., P. Abelló, A. B Yule. 2009. Male and female carapace shape differences in Liocarcinus depurator (Decapoda, Brachyura): An application of geometric morphometric analysis to crustaceans. Ital. J. Zool. 71: 79-83.

Sinha, S. 2014. Relationship and analysis of morphometric and allometric characteristics in freshwater crab: Barytelphusa cunicularies (Westwood, 1836). J. Industrial Pollution Control 30(2): 345-350.

Souza, A. T., M. I. Ilarri, J. Campos, J. C. Marques, I. Martins. 2011. Differences in the neighborhood: Structural variations in the carapace of shore crabs Carcinus maenas (Decapoda: Portunidae). J. Estuarine, Coastal, and Shelf Science 95: 424-430.

Yeo, D. C. J., P. K. L. Ng, N. Cumberlidge, C. Magalhães, S. R. Daniels, M. R. Campos. 2008. Global diversity of crabs (Crustacea: Decapoda: Brachyura) in freshwater. J. Hydrobiologia 595: 275-286.

(24)
(25)

Lampiran 1. Hasil pengukuran carapace length (CL), carapace width (CW), dan claw width (ClW) Varuna litterata di Sungai Winongo

Kode kepiting CL (cm) CW (cm) ClW (cm)

KEPHUL1-DI-01 2.76 3.1 0.55

SD 1.14408741 1.41309943 0.42180564

Lampiran 2. Hasil pengukuran carapace length (CL), carapace width (CW), dan claw width (ClW) Parathelphusa convexa di Sungai Winongo

Kode kepiting CL (cm) CW (cm) ClW (cm)

(26)

KEPTGH1-DI-02 6.26 8.28 1.91

Rata-rata 5.26230769 6.91820513 1.32205128

SD 1.62539693 2.38854489 0.59604477

Lampiran 3. Hasil pengukuran carapace length (CL) dan carapace width (CW) Episesarma versicolor di Sungai Winongo

Kode kepiting CL (cm) CW (cm)

(27)

Gambar

Gambar 1. Bagian-bagian tubuh kepiting secara umum (Ng, 1998)
Gambar 2. Bagian fontral dan ventral kepiting (Ng, 1998)
Tabel 1. Lokasi titik sampling bagian hulu Sungai Winongo
Tabel 2. Lokasi titik sampling bagian tengah Sungai Winongo
+5

Referensi

Dokumen terkait

(1) Apabila penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan diberikan karena alasan kahar sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (1) huruf a kewajiban pemegang IUP atau

Bagaimana membuat sistem uji agar spektrometer digital ini dapat digunakan untuk mengukur panjang gelombang laser HeNe, lampu LED dan mencari hubungan linier antara pergeseran

PERMOHONAN FILING DATE JUDUL INVENTOR PEMERIKSA HARI JAM ZOOM PIC DJKI.. 1

ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata

Setelah dilakukan pengolahan data maka didapatkan bahwa daerah distribusi pemasaran yang mempunyai tingkat efisiensi sempurna adalah daerah Wonogiri dan Purwodadi, yaitu yang

Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan 1 bibit per lubang tanam dengan pemberian pupuk Urea 120 g, SP-36 60 g dan KCl 60 g mempunyai kecenderungan menghasilkan tanaman tertinggi

stearothermopillus DSM 22 di dalam media Nakamura sebagai kontrol (K), akar kelap sawit tanpa ekstraksi (ASA) dan akar kelapa sawit ekstraksi (ASE) menggunakan shaker inkubator

Fase kedua adalah menciptakan konflik konseptual (konflik kognitif) yang merupakan suatu fase penting dalam pembelajaran, sebab dengan adanya konflik kognitif tersebut siswa