ISSN : Vol. 1 No. 1 (April, 2017)
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 21
PERBEDAAN PENGARUH AKTIVITAS LATIHAN AEROBIK RINGAN DAN
SEDANG TERHADAP KADAR SITOKIN PROINFLAMASI
TUMOR NECROSIS FACTOR (TNF-
α) PADA REMAJ
A
(Differences Influence Of light And Medium Aerobic Exercise Activities To Sitokin
Titors Projectivity Tumor Necrosis Factor (TNF-
α
) In Teenagers)
Evy Noorhasanah
Program Studi S.1 Keperawatan, Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
Email : evy_stikmb@yahoo.co.id
ABSTRAK
Angka kesakitan dan rendahnya tingkat kebugaran pada remaja masih sangat tinggi yang berdampak terhadap aktivitas remaja sehari-hari. Remaja akan memiliki tingkat kebugaran adekuat dengan melakukan latihan fisik secara reguler dengan intensitas, durasi, jenis, dan frekuensi yang tepat tanpa kelelahan yang berlebihan. Olahraga memiliki pengaruh terhadap fungsi biologis, pengaruh positif yaitu memperbaiki fungsi tubuh, pengaruh negatif yaitu menghambat atau merusak fungsi biologis tubuh terutama pada usia remaja. Latihan fisik dapat menjadi sebuah stresor yang akan merangsang kerusakan atau cedera pada otot yang disebabkan peradangan lokal. Intensitas dan durasi olah raga yang sesuai dapat berdampak terhadap sistem imun tubuh yaitu sitokin proinflamasi TNF-α. TNF-α dapat dijadikan sebagai marker biologis untuk mengaktivasi peradangan lokal sehingga mengaktivasi sistem imun lainnya. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan menggunakan rancangan acak kelompok kontrol post test pada 31 responden yang terdiri dari kelompok latihan aerobik ringan 9 orang, aerobik sedang 12 orang dan kontrol 10 orang. Hasil penelitian menunjukan ada perbedaan bermakna pada kadar TNF-α pada kelompok latihan aerobik ringan, sedang, dan kontrol dengan nilai p= 0.036 < 0.05). Sehingga sitokin proinflamasi TNF-α dapat dijadikan marker biologis untuk mengetahui intensitas olahraga yang tepat, olahraga ringan dan sedang dapat disarankan untuk dilakukan secara teratur agar dapat meningkatkan sistem imun.
Kata kunci: TNF-α, latihan aerobik ringan, latihan aerobik sedang
ABSTRACT
Morbidity and low levels of fitness are still very high affected the activities of everyday teenagers. They will have an adequate level of fitness by doing regular physical exercise with the right intensity, duration, type, and frequency without excessive fatigue. Exercise has an influence on the biological function, positive effect of improving body function, the negative effect of inhibiting or damaging the body's biological function, especially in teenagers. Physical exercise can be a stressor that will stimulate damage or injury to muscles caused by local inflammation. The appropriate intensity and duration of exercise can have an impact on the body's immune system ie proinflammatory cytokine TNF-α. TNF-α can serve as a biological marker to activate local inflammation and other immune systems. This study was a laboratory experimental study using a randomized controlled post-test group design in 31 respondents consisting of a group of mild aerobic exercise 9 people, moderate aerobic 12 people and control 10 people. The results showed significant differences in TNF-α levels in light, moderate, and control aerobic group with p = 0.036 <0.05). So proinflammatory cytokines TNF-α can be used as biological markers to know the exact intensity of exercise, moderate and moderate exercise can be suggested to be done regularly in order to improve the immune system.
ISSN : Vol. 1 No. 1 (April, 2017)
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 22
PENDAHULUAN
Kebugaran fisik (physicall fitness) adalah kesanggupan dan kemampuan dalam melakukan penyesuaian terhadap pembebanan fisik yang diberikan tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan kebugaran secara fisik, untuk melakukan pekerjaan sehari- hari dengan bertenaga dan penuh kesiagaan, cukup energi dan tanpa kelelahan yang berlebihan. Kebugaran fisik antara lain dipengaruhi oleh latihan fisik yang dilakukan secara rutin (Mukti, 2014).
Sesorang akan memiliki tingkat kebugaran adekuat dengan melakukan latihan fisik sejak dini secara reguler dengan intensitas, durasi, jenis, dan frekuensi yang tepat tanpa kelelahan yang
berlebihan sehingga dapat menjaga dan
memelihara kesehatan individu tersebut. Latihan fisik sejak dini juga memberikan dampak dapat mengurangi risiko untuk terjadinya penyakit kronik lebih awal dan menjaga daya tahan tubuh. Kesegaran jasmani yang diperoleh dari latihan fisik pada remaja bertujuan untuk menunjang kapasitas kerja fisik khususnya dan diharapkan dapat meningkatkan daya tahan tubuh serta prestasi remaja (Giriwijoyo dan Sidik, 2013).
Angka kesakitan pemuda atau remaja adalah indikator dan gambaran mengenai kondisi
kesehatan dan kebugaran remaja. Angka
kesakitan pada remaja ini menggambarkan persentase remaja yang mengalami gangguan
kesehatan sehingga mengganggu kegiatan
sehari-hari. Secara nasional, pada tahun 2008 pemuda yang mengalami gangguan keluhan kesehatan sebesar 11,90 persen. Jika dilihat menurut pulau, angka kesakitan remaja di Kalimantan tahun 2008 berada pada urutan ke 6 dengan tingkat kesakitan sebesar 11,86%. Hasil Susenas 2008 menunjukkan bahwa gangguan kesehatan berupa pilek (45,7%) dan batuk
(43,36%) paling banyak diderita remaja
dibandingkan penyakit yang lainnya (Data
Kemenpora 2009). Angka-angka tersebut
menunjukan masih tingginya angka kesakitan pada remaja yang harus dicegah dengan meningkatkan kebugaran melalui latihan fisik pada remaja.
Olahraga memiliki pengaruh terhadap fungsi biologis baik berupa pengaruh positif yaitu memperbaiki fungsi tubuh maupun pengaruh negatif yaitu menghambat atau merusak fungsi
biologis tubuh Olahraga terdiri atas dua jenis yaitu olahraga aerobik dan olahraga anaerobik. Olahraga aerobik bila komponen aerobik lebih dominan dan olahraga anaerobik bila komponen aeaerobik lebih dominan. Aerobik adalah suatu
cara latihan untuk memperoleh oksigen
sebanyak-banyaknya bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru serta pembentukan tubuh, olahraga peningkatan kesejahteraan jasmani dan bukan olahraga prestasi dan merupakan olahraga preventif. (Giriwijoyo dan Sidik, 2013., Bompa, 1999).
Pada kondisi tertentu latihan fisik dapat menjadi sebuah stressor yang akan merangsang
kerusakan atau cedera pada otot yang
disebabkan peradangan lokal sehingga otot mengalami degenerasi dan regenerasi di sekitar
jaringan ikat (Gleeson, 2007). Pemberian
rangsangan fisik berulang pada tubuh dapat
menyebabkan proses adaptasi yang
mencerminkan peningkatan kemampuan
fungsional tetapi jika besarnya rangsangan tidak cukup untuk proses pembebanan, maka tubuh
tidak akan mengalami proses adaptasi.
Sebaliknya jika rangsangan terlalu besar dan
tidak dapat ditoleransi oleh tubuh akan
menyebabkan jejas dan mengganggu keadaan homeostasis pada sistem tubuh (Hayati, 2014). Menurut Gleeson (2007) pada atlit yang diberikan beban maksimal saat latihan fisik yang berakibat pada kelelahan yang berat, ditemukan adanya perubahan jumlah leukosit pada darah dan menyebabkan meningkatnya kejadian infeksi saluran nafas, karena terjadi depresi fungsi sistem imun, sehingga terjadi penurunan daya tahan tubuh. Kelelahan akibat aktifitas fisik maksimal tersebut juga menyebabkan terjadinya perubahan aktivitas komponen seluler seperti neutrofil, monosit dan limfosit serta sitokin proinflamasi seperti TNF- α, Interleukin 1β (IL-β) sitokin anti-inflamasi IL-6, IL-10, serta protein fase akut, termasuk protein C-reaktif (CRP). Penelitian lainnya menunjukan pada olah raga berat seperti setelah lomba maraton, terjadi peningkatan
kadar TNF-α sebesar dua kali lipat, beberapa
sitokin dapat dideteksi dalam plasma selama dan setelah olahraga berat (Pederson, 2000).
Berdasarkan fakta-fakta hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa intensitas dan duras olahraga dan latihan fisik yang sesuai
sangat penting untuk diketahui untuk
ISSN : Vol. 1 No. 1 (April, 2017)
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 23
ditemukan dosis latihan aerobik yang tepat untuk menghambat kemunduran kinerja fisik dan respon imun, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menentukan dosis yang tepat agar disatu sisi dapat meningkatkan kinerja fisik dan tidak
mengakibatkan penurunan respon imun.
Penelitian terhadap kadar sitokin proinflamasi TNF-α belum banyak diteliti pada olah raga dengan intensitas ringan dan sedang, sebagai salah satu tindakan preventif untuk menjaga daya tahan tubuh dan derajat kesehatan khususnya pada remaja.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sampel Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental laboratorik dengan menggunakan rancangan acak kelompok kontrol post test pada 31 responden yang terdiri dari kelompok latihan aerobik ringan 9 orang, aerobik sedang 12 orang dan kontrol 10 orang.
Sampel dalam penelitian ini adalah Pelajar Sekolah Menengah Umum Negeri I (SMAN I) di Banjarbaru, dengan kriteria inklusi bersedia menjadi subjek penelitian, jenis kelamin laki-laki, usia 15-18 Tahun, sehat jasmani, artinya pada waktu penelitian probandus tidak sakit atau infeksi dan tidak mempunyai riwayat penyakit jantung, paru dan alergi. Melakukan olahraga minimal 1 kali seminggu minimal lari lari kecil selama 30 menit. Kooperatif, subjek penelitian
dapat diajak kerjasama untuk melakukan
prosedur penelitian. Tidak merokok dan tidak minum obat-obatan yang mempengaruhi kadar
sitokin proinflamasi TNF-α seperti obat-obat
antiinflamasi dan antibiotik minimal 2 hari sebelum pengambilan darah, mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) normal mempunyai nilai VO2 max ≥ 38,4.
Prosedur Program Latihan
Melakukan Multistage Fitness Test (MFT) pada satu minggu sebelum perlakuan untuk melihat tingkat kebugaran subjek penelitian. Kemudian melakukan tes jalan pada kelompok latihan aerobik ringan dan lari lambat pada kelompok latihan aerobik sedang selama tiga kali 30 menit dalam seminggu.
Sebelum melakukan kegiatan penelitian yaitu jalan dan lari lambat 30 menit, terlebih dulu subyek dikenalkan dengan alat penelitian yaitu berupa lintasan lari dan pulsa rate meter. Kemudian Pulse rate meter dipasangkan di lengan subyek untuk menentukan target denyut nadi yang harus dicapai 60 - 69 % dari DNM untuk aerobik ringan dan 70-79 % dari DNM
untuk aerobik sedang. Setelah itu stop watch dijalankan, untuk mulai menghitung waktu yang diperlukan untuk keseluruhan kegiatan jalan dan lari lambat 30 menit. Setelah tercapai, pertahankan selama 10 menit maka hasil dari denyut nadi tersebut yang menjadi target denyut nadi.
Prosedur Pemeriksaan TNF-α
Prinsip uji pada kit ELISA TNF-α yaitu
menggunakan antibodi body berlapis (sandwich)
ELISA merk Bioassay Technology Laboratory
untuk menguji level kadar TNF-α pada sampel.
Prosedur meliputi menyiapkan semua reagen,
sampel dan standard dilution yang akan
digunakan sesuai instruksi pengenceran yang ada di kit. Menginjeksikan sampel dan pada
blank well tidak ditambahkan sampel hanya
dimasukan antibody TNF-α yang dilabel biotin,
streptavidin-HRP, kromogen A dan B dan stop
solutian yang dianjurkan. Pada standar well
tambahkan standar 50 µl, streptavidin-HRP 50 µl. Tambahkan sampel 40 µl dan tambahkan antibodi TNF-α 10 µl, streptavidin-HRP streptavidin-HRP
50 µl, kemudian membran ditutup dan
inkubasikan selama 60 menit pada suhu 37˚C. Proses pencucian dengan membuang membran secara hati-hati dan keringkan cairan kemudian bersihkan sisa air. Menambahkan cairan kromagen A 50 µl kemudian kromagen B 50 µl masing-masing ke dalam well, kemudian dikocok perlahan dan dinkubasikan kembali
selama 10 menit pada suhu 37˚C serta jauhkan
dari cahaya. Setelah inkubasi 10 menit hentikan
reaksi dengan menambah cairan stop solution 50
ISSN : Vol. 1 No. 1 (April, 2017)
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik subyek penelitian meliputi : umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, indeks masa tubuh, dan VO2 maks pada ketiga kelompok dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian Variabel Latihan Aerobik
Tabel 1 Karakteristik subyek penelitian dengan jumlah sampel sebanyak 31 orang pada ketiga kelompok dengan rentang usia antara 15-16 tahun. Karakteristik berat badan (BB) dari hasil perhitungan didapatkan rerata BB pada kelompok latihan aerobik ringan adalah 63,89 Kg, kelompok latihan aerobik intensitas sedang 64,06,Kg dan pada kelompok kontrol 59Kg dengan rata-rata BB 60,81 Kg (SD = 6,10). Karakteristik tinggi badan (TB) dari hasil perhitungan didapatkan rentangan antara 156-180 cm dengan rata-rata TB 165,38 cm Berdasarkan karakteristik TB dan BB tersebut didapatkan karakteristik Indeks Massa Tubuh (IMT) subjek didapatkan rentangan antara 20,05 - 24,75 dengan rata-rata IMT 22,34 (SD= 1,64). Pada penelitian ini 100% subjek memiliki nilai VO2 maks baik yaitu berada pada rentang 38,80-56,20 dengan nilai rata-rata 48,73 (SD= 5,680) .
Tabel 2. Distribusi Rata-rata Persentasi Kadar TNF-α pada Kelompok Perlakuan Latihan Aerobik Ringan, Sedang dan Kontrol
Kelompok n Mean (ng/L)
SD Min-Maks
Latihan aerobik ringan 9 266,05 41,99 179,74 - 326,03
Latihan aerobik sedang 12 333,88 77,61 203,6 - 503,13
Kontrol 10 340,32 66,50 247,81 - 503,13
Berdasarkan pada tabel 2 Distribusi kadar TNF-α pada kelompok perlakuan latihan aerobik intensitas ringan diketahu rata-rata 266,05 (SD= 41,99) dengan nilai minimal maksimum diantara
179,74 – 326,03. Pada kelompok kelompok
latihan aerobik intensitas sedang rata-rata berada pada 333,88 (SD= 77,61) dengan nilai minimal maksimum diantara 203,6 - 503,13. Sedangkan
pada kelompok kontrol kadar TNF-α berada pada
rata-rata 340,32 (SD= 66,50) dengan nilai
minimal maksimum diantara 247,81 – 503,13.
Tabel 3. Hasil Uji Anova Distribusi Rata-rata Persentasi Kadar TNF-α Pada Kelompok Latihan Aerobik Ringan, Sedang dan Kontrol Kelompok n Mean
Ket: *bermakna pada alfa 0,05 S= Signifikan
Berdasarkan pada tabel 3.3 Distribusi kadar
TNF-α pada kelompok perlakuan latihan aerobik
intensitas ringan diketahui rata-rata 266,05 (SD= 41,99). Pada kelompok kelompok latihan aerobik intensitas sedang rata-rata berada pada nilai 333,88 (SD= 77,61). Sedangkan pada kelompok
kontrol kadar TNF-α berada pada rata-rata
340,32 (SD= 66,50).
Selanjutnya dilanjutkan dengan uji statistik menggunakan uji Anova dengan hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,036 < 0,05 maka H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi
peningkatan rata-rata persentase kadar TNF-α
yang signifikan pada ketiga kelompok pengukuran sehingga dapat dilanjutkan dengan uji LSD untuk mengetahui perbedaan peningkatan rata-rata
persentase kadar TNF-α masing-masing
ISSN : Vol. 1 No. 1 (April, 2017)
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 25
Tabel 4. Hasil Uji LSD Distribusi Rata-rata Persentasi Kadar TNF-α Pada Kelompok Latihan Aerobik Ringan, Sedang dan Kontrol
Kelompok Mean
Pada tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa
distribusi persentase kadar TNF-α pada kelompok
perlakuan latihan aerobik intensitas ringan dengan latihan aerobik sedang diketahui nilai p = 0,26 < 0,005 sehingga terdapat perbedaan yang
signifikan kadar TNF-α Pada kelompok kelompok
latihan aerobik intensitas ringan dan sedang. Hasil uji LSD pada distribusi persentase kadar TNF-α pada kelompok perlakuan latihan aerobik intensitas ringan dengan kelompok kontrol diketahui nilai p = 0,20 < 0,005 sehingga juga
terdapat perbedaan yang signifikan kadar TNF-α
antara kelompok latihan aerobik intensitas ringan
dan kelompok kontrol. Hasil uji LSD pada
distribusi persentase kadar TNF-α pada kelompok
perlakuan latihan aerobik intensitas sedang dengan kelompok ringan diketahui nilai p = 0,26 < 0,005 sehingga juga terdapat perbedaan yang
signifikan kadar TNF-α antara kelompok latihan
aerobik intensitas ringan dan sedang.
Sedangkan pada distribusi persentase kadar TNF-α pada kelompok perlakuan latihan aerobik intensitas sedang dengan kelompok kontrol diketahui nilai p = 0,820 > 0,005 sehingga
diketahui perbedaan kadar TNF-α antara
kelompok latihan aerobik intensitas sedang dan kelompok kontrol tidak signifikan.
Pada proses inflamasi akut akan terjadi serangkaian perubahan kompleks yang terjadi dalam jaringan akibat cedera jaringan baik oleh infeksi bakteri ataupun akibat trauma jaringan yang distimulasi dari latihan aerobik yang menyebabkan dilepaskannya beberapa zat seperti histamian, bradikinin, dan serotinin dan zat lain di sekitar daerah cedera yang akan meningkatkan permiablitias kapiler, vena dan venula, sehingga memungkinkan sebagian besar sel, cairan dan protein akan masuk ke dalam
jaringan (Guyton, 2012).
Perbedaan signifikan kadar TNF-α pada
kelompok latihan aerobik ringan, sedang dan
kontrol disebabkan karena TNF-α merupakan
sitokin proinflamasi yang dapat muncul jika terjadi cedera sel akibat berbagai faktor seperti bakteri, ataupun stress fisik atau biologis. Latihan aerobik sebagai stresor akan menimbulkan cedera pada sel otot dan kemugkinan akan mengakibatkan munculnya sinyal-sinyal bahaya oleh DAMPs sebagai akibat respon latihan aerobik yang diberikan, sejalan dengan teori bahwa respon latihan aerobik dapat menjadi stimulus munculnya cedera pada sel-sel akibat stres biologis atau fisik dan sel-sel yang terpapar oleh rangsangan kimiawi, fisik, stres biologis akan memunculkan sinyal-sinyal bahaya yang disebut sebagai
DAMPs (Damage Asosiated Molecular Pattern)
atau cell death-associated molecules.
Molekul-molekul ini diakui oleh sistem kekebalan tubuh
bawaan sebagai reseptor pengenalan innate
immunity yang memiliki kesamaan dengan PAMs yang mengungkapkan antara respon induksi inflamasi patogen dan respon inflamasi non infeksius (Abhishek, 2010., Tolle dan Standiford, 2012., Krysko, et al; 2011)
Latihan aerobik sedang dapat menghasilkan
adanya cedera otot yang dapat memicu Damage
Asosiatif Molecular Patterns (DAMPs) yang akan
merangsang makrofag untuk menghasilkan
sitokin proinflamasi seperti TNF-α. Hal tersebut sesuai dengan teori Dembic (2015) bahwa salah satu sel yang mengasilkan sitokin proinflamasi TNF-α adalah makrofag dan TNF-α dapat dilepaskan dari makrofag selama olahraga (Celle dan Fernandez, 2010). Bukti lain juga
menyebutkan bahwa sumber utama dari TNF-α
adalah sel mononuklear darah periper (PBMC), sumber lain dari TNF-α adalah sel kupfer dihati dan sel limpe yang meningkat pada saat mendapat rangsangan latihan fisik (Wackerhage, 2014). Sitokin atau beberapa interleukin yang berfungsi sebagai mediator inflamasi juga mengalami perubahan dalam menanggapi proses infeksi, cedera, atau stres fisik. Beberapa sitokin dan interleukin akan mempengaruhi respon imun bawaan dan proses inflamasi (Morovatnya, 2014).
Pada hasil penelitian lainnya juga
menunjukkan bahwa latihan aerobik dan
anaerobik yang dilakukan selama 30 menit pada remaja laki-laki, dapat meningkatkan biomarker tertentu seperti stres oksidatif dalam darah. Selain itu, LDL teroksidasi (ox-LDL) telah diidentifikasi sebagai chemoattractant ampuh dan
stressor oksidatif aterogenesis, biasanya
ISSN : Vol. 1 No. 1 (April, 2017)
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 26
monosit migrasi ke dalam ruang subendothelial (Bloomer., et al, 2005). Sejalan dengan hasil
penelitian oleh Ambarish; et al (2012) yang
menyatakan bahwa plasma IL-6 dan TNF-α
meningkat dengan olahraga ringan atau akut dan IL-6 akan meningkatkan lebih lanjut dengan latihan berat selama satu bulan latihan, sehingga dapat diketahui bahwa olahraga ringan secara teratur memiliki efek menguntungkan karena dapat mempengaruhi kadar sitokin.
Distribusi persentase kadar TNF-α pada
kelompok perlakuan latihan aerobik intensitas ringan dengan latihan aerobik sedang diketahui nilai p = 0,26 < 0,005 sehingga terdapat
perbedaan yang signifikan kadar TNF-α Pada
kelompok kelompok latihan aerobik intensitas
ringan dan sedang. Hasil uji LSD pada distribusi
persentase kadar TNF-α pada kelompok
perlakuan latihan aerobik intensitas ringan dengan kelompok kontrol diketahui nilai p = 0,20 < 0,005 sehingga juga terdapat perbedaan yang
signifikan kadar TNF-α antara kelompok latihan
aerobik intensitas ringan dan kelompok kontrol.
Besarnya perbedaan kadar TNF-α yang
dihasilkan juga terkait dengan intensitas dan durasi latihan yang diberikan. Semakin tinggi intensitas atau durasi latihan aerobik maka akan meningkatkan kemungkinan cedera yang akan semakin meningkatkan konsentrasi plasma berbagai zat yang diketahui mempengaruhi fungsi sel otot termasuk sitokin inflamasi, seperti TNF, makrofag inflamasi protein-1, dan IL-1; sitokin anti-inflamasi IL-6, IL-10, dan antagonis IL-1-reseptor (IL-1ra); dan protein fase akut, termasuk protein C-reaktif (CRP) (Gleeson 2007). Sejalan dengan hasil penelitian lainnya bahwa tindakan
eksentrikseperti pada Resistance Training dapat
menginduksi kerusakan otot yang lebih tinggi (Celle dan Fernandez, 2010). Penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa levelplasmaIL-1A, TNFa, sTNF-r1 dan sTNF-r2 memuncak padasatu jam pertama setelahlatihan. (Ostrowsky., et al, 1999). Hasil uji LSD pada distribusi persentase
kadar TNF-α pada kelompok perlakuan latihan
aerobik intensitas sedang dengan kelompok ringan diketahui nilai p = 0,26 < 0,005 sehingga juga terdapat perbedaan yang signifikan kadar TNF-α antara kelompok latihan aerobik intensitas ringan dan sedang.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa TNF-α memiliki potensi untuk dapat dijadikan sebagai biomarker penting yang dapat digunakan dalam penentuan batasan intensitas latihan atau olahraga yang dilakukan. Latihan aerobik dengan intensitas sedang dapat direkomendasikan untuk memodulasi respon imun tubuh karena cedera sel
yang dihasilkan dari latihan aerobik sedang dapat
mengaktivasi TNF-α pada level yang optimal
sehingga dapat meningkatkan efisiensi innate dan
juga adaptive immunity. Hal tersebut sejalan
dengan teori yang menjelaskan bahwa TNF-α,
berperan sebagai mediator penting dari respon inflamasi setelah cedera, yang dapat ditemukan pada regenerasi otot rangka. TNF-alfa berperan penting dalam peradangan, termasuk aktivasi dan kemotaksis dari leukosit, ekspresi molekuladhesi
padaneutrofil dan sel endotel, serta
regulasisekresi sitokinproinflamasilainnya. TNF-α
merupakan bagian sitokin kompleks pada jaringan yang mampu bekerja secara sinergis dan nonsinergis dengan menginisiasi sitokin kaskade, dengan mengontrol sintesis dan ekspresi sitokin lain, hormon, dan reseptor lainnya (Collins dan Grounds, 2001).
KESIMPULAN
Pada subjek penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan rata-rata jumlah monosit setelah latihan aerobik ringan, sedang, dan kelompok kontrol.
Pada subjek penelitian ditemukan adanya perbedaan rata-rata kadar TNF-α setelah latihan aerobik ringan, sedang, dan kelompok kontrol.
Rata-rata kadar TNF-α pada kelompok latihan
aerobik sedang lebih tinggi dari dari kelompok latihan aerobik ringan, namun tidak bermakna terhadap kelompok kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas K Abul et. al. 2012 Leukocyte Migration into tissues in Cellular and Moleculer Immunology 7th Edition p 44-45.
Abhishek D. Gard, 2012. Damage-Associated
Molecular Patterns : Revealing The
Molecular Communication Between
Dying Cancer Cells And The Immune
System. Acta Biomedica Lovaniensia
583. Leuven University Press. Belgium.
Ambarish, V; S. Chandrasekara, K. P. Suresh,
2012, Moderate Reguler Exercises Reduce Inflamamatory Response For Physical
Stress, Indian J Physiol Pharmacol 2012;
56(1) : 7–14
Bompa, Tudor O, 1999, Periodization Training for
Sports, publisher : Human Kinetics.
ISSN : Vol. 1 No. 1 (April, 2017)
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 27
stress. Journal of Strength and
Conditioning Research 19(2):276-285.
Calle C. M and Maria Luz Fernandez L.M , 2010. Effects of resistance training on the
inflammatory response. Nutrition Research
and Practice (NutrResPract) 2010;4(4):259-269 DOI:
Histochemistry & Cytochemistry,
http://www.jhc.org
Craenenbroeck, Amaryllis H. Van; Katrijn Van Ackeren; et al, 2014, Acute Exercise-Induced Response of Monocyte Subtypes in
Chronic Heart and Renal Failure, Hindawi
Publishing Corporation Mediators of Inflammation Volume,
Andrianto,
Fisiologi
Manusia
dan
Mekanisme Penyakit, Edisi-3 edisi
revisi, EGC, cetakan 2012, Jakarta
Gleeson, Michael., 2007, School of Sport andExercise Sciences, University,
Loughborough, United Kingdom, J Appl
Physiol 103: 693–699, 2007. doi:10.1152/japplphysiol.00008.2007. Giriwijoyo Santosa dan Zafar Sidik, 2013, Ilmu
Kesehatan Olahraga, Penerbit: PT. Remaja Rosdakarya Cetakan ke 3.
Biochem March; 3(1): e26908.
Irianti, Evi, 2008, Tesis: Pengaruh Aktivitas Sedang Terhadap Hitung Leukosit dan Hitung Jenis Leukosit Pada Orang Tidak
Terlatih, Universitas Sumatera Utara
Medan. Diakses: http:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/... /mkn-des2008-41%20(8).pdf.
Isenberg, David, 2014, TLRs, DAMPs, PAMPs,
and Muscle Injury: Newfound Explanations for Myositis, Published on Rheumatology Network
Kasapis, Christos MD; Paul D. Thompson, MD, FACC; 2005, The Effects of Physical Activity on Serum C-Reactive Protein and
Inflammatory Markers, Journal of the
American College of Cardiology
Kazue Kanda, Kaoru Sugama, Jun Sukuma, et al, 2014 Evaluation of serum leaking enzymes
and investigation into new biomarkers
for exercise-induced muscle damage.
Exercise Imunology Review 20 : 39-43.
Kemenpora, 2009, Penyajian Data Informasi
Kementrian Pemuda dan Olahraga,
Diterbitkan oleh: Biro Perencanaan
Sekretariat Kementrian Pemuda dan
Olahraga, Diakses: http: //www.
kemenpora.go.id /pdf /PENYAJIAN %20 DATA%20INFORMASI%20KEMENTERIAN %20PEMUDA%20DAN%20OLAHRAGA%2 0TAHUN%202009.pdf
Hayati, 2014, Dampak Latihan Intensitas Berat pada Fungsi Imun Tubuh, Embrio, Jurnal
Kebidanan, Vol. IV, diakses: http:
www//digilib.unipasby.ac.id/download.php?i d=102
Hnasko, Robert, 2015, ELISA Methods and Protocols, P: Humana Press, New York. Mackinnon LT, 2000, Chronic Exercise Training
Effects on Immune Function, Med Sci
Sports Exerc. 2000 Jul; 32(7 Suppl):S369-76
Murti, Bhisma, 2006, Penerapan Metode statistik Non Parametrik Dalam Ilmu-Ilmu Kesehatan, PT. Gramedia, Jakarta
inflammatory Cytokine Balance in
Strenuous Exercise in Humans, Journal of
Physiology (1999), 515.1, pp. 287—291
Pedersen, Bente K., and Laurie HG., 2000,
ISSN : Vol. 1 No. 1 (April, 2017)
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 28
Regulation, Integration, and Adaptation, Journal: Physiological Reviews Printed in U.S.A Vol. 80, No. 3
Pescatello, Linda S. 2014, American College of Sports Medicine : Guidelines for exercise
testing andprescription, P: Lippincott
Willams & Wilkins. Ninth Edition
Piraki, Parivash; Zinat Ebrahimi; Mohsen Piraki,
2013, Effect of One Session Strenuous
Exercise on Some Factors of Immune
System, World Applied Sciences Journal
28 (5): 746-749,
Puglisi, Michael J and Maria Luz Fernandez, 2008, Modulation of C-Reactive Protein, Tumor Necrosis Factor-a, and Adiponectin
by Diet, Exercise, and Weight Loss, The
Journal of Nutrition
Sunyoto, Danang, 2012, Statistik Kesehatan, Analisis data Dengan Perhitungan SPSS Manual dan Program SPSS, Nuha Medika Yogyakarta