• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN PENGARUH AKTIVITAS LATIHAN AEROBIK RINGAN DAN SEDANG TERHADAP KADAR SITOKIN PROINFLAMASI TUMOR NECROSIS FACTOR (TNF- α) PADA REMAJA (Differences Influence Of light And Medium Aerobic Exercise Activities To Sitokin Titors Projectivity Tumor Necro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERBEDAAN PENGARUH AKTIVITAS LATIHAN AEROBIK RINGAN DAN SEDANG TERHADAP KADAR SITOKIN PROINFLAMASI TUMOR NECROSIS FACTOR (TNF- α) PADA REMAJA (Differences Influence Of light And Medium Aerobic Exercise Activities To Sitokin Titors Projectivity Tumor Necro"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN : Vol. 1 No. 1 (April, 2017)

journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 21

PERBEDAAN PENGARUH AKTIVITAS LATIHAN AEROBIK RINGAN DAN

SEDANG TERHADAP KADAR SITOKIN PROINFLAMASI

TUMOR NECROSIS FACTOR (TNF-

α) PADA REMAJ

A

(Differences Influence Of light And Medium Aerobic Exercise Activities To Sitokin

Titors Projectivity Tumor Necrosis Factor (TNF-

α

) In Teenagers)

Evy Noorhasanah

Program Studi S.1 Keperawatan, Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan,

Universitas Muhammadiyah Banjarmasin

Email : evy_stikmb@yahoo.co.id

ABSTRAK

Angka kesakitan dan rendahnya tingkat kebugaran pada remaja masih sangat tinggi yang berdampak terhadap aktivitas remaja sehari-hari. Remaja akan memiliki tingkat kebugaran adekuat dengan melakukan latihan fisik secara reguler dengan intensitas, durasi, jenis, dan frekuensi yang tepat tanpa kelelahan yang berlebihan. Olahraga memiliki pengaruh terhadap fungsi biologis, pengaruh positif yaitu memperbaiki fungsi tubuh, pengaruh negatif yaitu menghambat atau merusak fungsi biologis tubuh terutama pada usia remaja. Latihan fisik dapat menjadi sebuah stresor yang akan merangsang kerusakan atau cedera pada otot yang disebabkan peradangan lokal. Intensitas dan durasi olah raga yang sesuai dapat berdampak terhadap sistem imun tubuh yaitu sitokin proinflamasi TNF-α. TNF-α dapat dijadikan sebagai marker biologis untuk mengaktivasi peradangan lokal sehingga mengaktivasi sistem imun lainnya. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan menggunakan rancangan acak kelompok kontrol post test pada 31 responden yang terdiri dari kelompok latihan aerobik ringan 9 orang, aerobik sedang 12 orang dan kontrol 10 orang. Hasil penelitian menunjukan ada perbedaan bermakna pada kadar TNF-α pada kelompok latihan aerobik ringan, sedang, dan kontrol dengan nilai p= 0.036 < 0.05). Sehingga sitokin proinflamasi TNF-α dapat dijadikan marker biologis untuk mengetahui intensitas olahraga yang tepat, olahraga ringan dan sedang dapat disarankan untuk dilakukan secara teratur agar dapat meningkatkan sistem imun.

Kata kunci: TNF-α, latihan aerobik ringan, latihan aerobik sedang

ABSTRACT

Morbidity and low levels of fitness are still very high affected the activities of everyday teenagers. They will have an adequate level of fitness by doing regular physical exercise with the right intensity, duration, type, and frequency without excessive fatigue. Exercise has an influence on the biological function, positive effect of improving body function, the negative effect of inhibiting or damaging the body's biological function, especially in teenagers. Physical exercise can be a stressor that will stimulate damage or injury to muscles caused by local inflammation. The appropriate intensity and duration of exercise can have an impact on the body's immune system ie proinflammatory cytokine TNF-α. TNF-α can serve as a biological marker to activate local inflammation and other immune systems. This study was a laboratory experimental study using a randomized controlled post-test group design in 31 respondents consisting of a group of mild aerobic exercise 9 people, moderate aerobic 12 people and control 10 people. The results showed significant differences in TNF-α levels in light, moderate, and control aerobic group with p = 0.036 <0.05). So proinflammatory cytokines TNF-α can be used as biological markers to know the exact intensity of exercise, moderate and moderate exercise can be suggested to be done regularly in order to improve the immune system.

(2)

ISSN : Vol. 1 No. 1 (April, 2017)

journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 22

PENDAHULUAN

Kebugaran fisik (physicall fitness) adalah kesanggupan dan kemampuan dalam melakukan penyesuaian terhadap pembebanan fisik yang diberikan tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan kebugaran secara fisik, untuk melakukan pekerjaan sehari- hari dengan bertenaga dan penuh kesiagaan, cukup energi dan tanpa kelelahan yang berlebihan. Kebugaran fisik antara lain dipengaruhi oleh latihan fisik yang dilakukan secara rutin (Mukti, 2014).

Sesorang akan memiliki tingkat kebugaran adekuat dengan melakukan latihan fisik sejak dini secara reguler dengan intensitas, durasi, jenis, dan frekuensi yang tepat tanpa kelelahan yang

berlebihan sehingga dapat menjaga dan

memelihara kesehatan individu tersebut. Latihan fisik sejak dini juga memberikan dampak dapat mengurangi risiko untuk terjadinya penyakit kronik lebih awal dan menjaga daya tahan tubuh. Kesegaran jasmani yang diperoleh dari latihan fisik pada remaja bertujuan untuk menunjang kapasitas kerja fisik khususnya dan diharapkan dapat meningkatkan daya tahan tubuh serta prestasi remaja (Giriwijoyo dan Sidik, 2013).

Angka kesakitan pemuda atau remaja adalah indikator dan gambaran mengenai kondisi

kesehatan dan kebugaran remaja. Angka

kesakitan pada remaja ini menggambarkan persentase remaja yang mengalami gangguan

kesehatan sehingga mengganggu kegiatan

sehari-hari. Secara nasional, pada tahun 2008 pemuda yang mengalami gangguan keluhan kesehatan sebesar 11,90 persen. Jika dilihat menurut pulau, angka kesakitan remaja di Kalimantan tahun 2008 berada pada urutan ke 6 dengan tingkat kesakitan sebesar 11,86%. Hasil Susenas 2008 menunjukkan bahwa gangguan kesehatan berupa pilek (45,7%) dan batuk

(43,36%) paling banyak diderita remaja

dibandingkan penyakit yang lainnya (Data

Kemenpora 2009). Angka-angka tersebut

menunjukan masih tingginya angka kesakitan pada remaja yang harus dicegah dengan meningkatkan kebugaran melalui latihan fisik pada remaja.

Olahraga memiliki pengaruh terhadap fungsi biologis baik berupa pengaruh positif yaitu memperbaiki fungsi tubuh maupun pengaruh negatif yaitu menghambat atau merusak fungsi

biologis tubuh Olahraga terdiri atas dua jenis yaitu olahraga aerobik dan olahraga anaerobik. Olahraga aerobik bila komponen aerobik lebih dominan dan olahraga anaerobik bila komponen aeaerobik lebih dominan. Aerobik adalah suatu

cara latihan untuk memperoleh oksigen

sebanyak-banyaknya bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru serta pembentukan tubuh, olahraga peningkatan kesejahteraan jasmani dan bukan olahraga prestasi dan merupakan olahraga preventif. (Giriwijoyo dan Sidik, 2013., Bompa, 1999).

Pada kondisi tertentu latihan fisik dapat menjadi sebuah stressor yang akan merangsang

kerusakan atau cedera pada otot yang

disebabkan peradangan lokal sehingga otot mengalami degenerasi dan regenerasi di sekitar

jaringan ikat (Gleeson, 2007). Pemberian

rangsangan fisik berulang pada tubuh dapat

menyebabkan proses adaptasi yang

mencerminkan peningkatan kemampuan

fungsional tetapi jika besarnya rangsangan tidak cukup untuk proses pembebanan, maka tubuh

tidak akan mengalami proses adaptasi.

Sebaliknya jika rangsangan terlalu besar dan

tidak dapat ditoleransi oleh tubuh akan

menyebabkan jejas dan mengganggu keadaan homeostasis pada sistem tubuh (Hayati, 2014). Menurut Gleeson (2007) pada atlit yang diberikan beban maksimal saat latihan fisik yang berakibat pada kelelahan yang berat, ditemukan adanya perubahan jumlah leukosit pada darah dan menyebabkan meningkatnya kejadian infeksi saluran nafas, karena terjadi depresi fungsi sistem imun, sehingga terjadi penurunan daya tahan tubuh. Kelelahan akibat aktifitas fisik maksimal tersebut juga menyebabkan terjadinya perubahan aktivitas komponen seluler seperti neutrofil, monosit dan limfosit serta sitokin proinflamasi seperti TNF- α, Interleukin 1β (IL-β) sitokin anti-inflamasi IL-6, IL-10, serta protein fase akut, termasuk protein C-reaktif (CRP). Penelitian lainnya menunjukan pada olah raga berat seperti setelah lomba maraton, terjadi peningkatan

kadar TNF-α sebesar dua kali lipat, beberapa

sitokin dapat dideteksi dalam plasma selama dan setelah olahraga berat (Pederson, 2000).

Berdasarkan fakta-fakta hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa intensitas dan duras olahraga dan latihan fisik yang sesuai

sangat penting untuk diketahui untuk

(3)

ISSN : Vol. 1 No. 1 (April, 2017)

journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 23

ditemukan dosis latihan aerobik yang tepat untuk menghambat kemunduran kinerja fisik dan respon imun, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menentukan dosis yang tepat agar disatu sisi dapat meningkatkan kinerja fisik dan tidak

mengakibatkan penurunan respon imun.

Penelitian terhadap kadar sitokin proinflamasi TNF-α belum banyak diteliti pada olah raga dengan intensitas ringan dan sedang, sebagai salah satu tindakan preventif untuk menjaga daya tahan tubuh dan derajat kesehatan khususnya pada remaja.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sampel Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

eksperimental laboratorik dengan menggunakan rancangan acak kelompok kontrol post test pada 31 responden yang terdiri dari kelompok latihan aerobik ringan 9 orang, aerobik sedang 12 orang dan kontrol 10 orang.

Sampel dalam penelitian ini adalah Pelajar Sekolah Menengah Umum Negeri I (SMAN I) di Banjarbaru, dengan kriteria inklusi bersedia menjadi subjek penelitian, jenis kelamin laki-laki, usia 15-18 Tahun, sehat jasmani, artinya pada waktu penelitian probandus tidak sakit atau infeksi dan tidak mempunyai riwayat penyakit jantung, paru dan alergi. Melakukan olahraga minimal 1 kali seminggu minimal lari lari kecil selama 30 menit. Kooperatif, subjek penelitian

dapat diajak kerjasama untuk melakukan

prosedur penelitian. Tidak merokok dan tidak minum obat-obatan yang mempengaruhi kadar

sitokin proinflamasi TNF-α seperti obat-obat

antiinflamasi dan antibiotik minimal 2 hari sebelum pengambilan darah, mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) normal mempunyai nilai VO2 max ≥ 38,4.

Prosedur Program Latihan

Melakukan Multistage Fitness Test (MFT) pada satu minggu sebelum perlakuan untuk melihat tingkat kebugaran subjek penelitian. Kemudian melakukan tes jalan pada kelompok latihan aerobik ringan dan lari lambat pada kelompok latihan aerobik sedang selama tiga kali 30 menit dalam seminggu.

Sebelum melakukan kegiatan penelitian yaitu jalan dan lari lambat 30 menit, terlebih dulu subyek dikenalkan dengan alat penelitian yaitu berupa lintasan lari dan pulsa rate meter. Kemudian Pulse rate meter dipasangkan di lengan subyek untuk menentukan target denyut nadi yang harus dicapai 60 - 69 % dari DNM untuk aerobik ringan dan 70-79 % dari DNM

untuk aerobik sedang. Setelah itu stop watch dijalankan, untuk mulai menghitung waktu yang diperlukan untuk keseluruhan kegiatan jalan dan lari lambat 30 menit. Setelah tercapai, pertahankan selama 10 menit maka hasil dari denyut nadi tersebut yang menjadi target denyut nadi.

Prosedur Pemeriksaan TNF-α

Prinsip uji pada kit ELISA TNF-α yaitu

menggunakan antibodi body berlapis (sandwich)

ELISA merk Bioassay Technology Laboratory

untuk menguji level kadar TNF-α pada sampel.

Prosedur meliputi menyiapkan semua reagen,

sampel dan standard dilution yang akan

digunakan sesuai instruksi pengenceran yang ada di kit. Menginjeksikan sampel dan pada

blank well tidak ditambahkan sampel hanya

dimasukan antibody TNF-α yang dilabel biotin,

streptavidin-HRP, kromogen A dan B dan stop

solutian yang dianjurkan. Pada standar well

tambahkan standar 50 µl, streptavidin-HRP 50 µl. Tambahkan sampel 40 µl dan tambahkan antibodi TNF-α 10 µl, streptavidin-HRP streptavidin-HRP

50 µl, kemudian membran ditutup dan

inkubasikan selama 60 menit pada suhu 37˚C. Proses pencucian dengan membuang membran secara hati-hati dan keringkan cairan kemudian bersihkan sisa air. Menambahkan cairan kromagen A 50 µl kemudian kromagen B 50 µl masing-masing ke dalam well, kemudian dikocok perlahan dan dinkubasikan kembali

selama 10 menit pada suhu 37˚C serta jauhkan

dari cahaya. Setelah inkubasi 10 menit hentikan

reaksi dengan menambah cairan stop solution 50

(4)

ISSN : Vol. 1 No. 1 (April, 2017)

journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 24

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik subyek penelitian meliputi : umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, indeks masa tubuh, dan VO2 maks pada ketiga kelompok dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian Variabel Latihan Aerobik

Tabel 1 Karakteristik subyek penelitian dengan jumlah sampel sebanyak 31 orang pada ketiga kelompok dengan rentang usia antara 15-16 tahun. Karakteristik berat badan (BB) dari hasil perhitungan didapatkan rerata BB pada kelompok latihan aerobik ringan adalah 63,89 Kg, kelompok latihan aerobik intensitas sedang 64,06,Kg dan pada kelompok kontrol 59Kg dengan rata-rata BB 60,81 Kg (SD = 6,10). Karakteristik tinggi badan (TB) dari hasil perhitungan didapatkan rentangan antara 156-180 cm dengan rata-rata TB 165,38 cm Berdasarkan karakteristik TB dan BB tersebut didapatkan karakteristik Indeks Massa Tubuh (IMT) subjek didapatkan rentangan antara 20,05 - 24,75 dengan rata-rata IMT 22,34 (SD= 1,64). Pada penelitian ini 100% subjek memiliki nilai VO2 maks baik yaitu berada pada rentang 38,80-56,20 dengan nilai rata-rata 48,73 (SD= 5,680) .

Tabel 2. Distribusi Rata-rata Persentasi Kadar TNF-α pada Kelompok Perlakuan Latihan Aerobik Ringan, Sedang dan Kontrol

Kelompok n Mean (ng/L)

SD Min-Maks

Latihan aerobik ringan 9 266,05 41,99 179,74 - 326,03

Latihan aerobik sedang 12 333,88 77,61 203,6 - 503,13

Kontrol 10 340,32 66,50 247,81 - 503,13

Berdasarkan pada tabel 2 Distribusi kadar TNF-α pada kelompok perlakuan latihan aerobik intensitas ringan diketahu rata-rata 266,05 (SD= 41,99) dengan nilai minimal maksimum diantara

179,74 – 326,03. Pada kelompok kelompok

latihan aerobik intensitas sedang rata-rata berada pada 333,88 (SD= 77,61) dengan nilai minimal maksimum diantara 203,6 - 503,13. Sedangkan

pada kelompok kontrol kadar TNF-α berada pada

rata-rata 340,32 (SD= 66,50) dengan nilai

minimal maksimum diantara 247,81 – 503,13.

Tabel 3. Hasil Uji Anova Distribusi Rata-rata Persentasi Kadar TNF-α Pada Kelompok Latihan Aerobik Ringan, Sedang dan Kontrol Kelompok n Mean

Ket: *bermakna pada alfa 0,05 S= Signifikan

Berdasarkan pada tabel 3.3 Distribusi kadar

TNF-α pada kelompok perlakuan latihan aerobik

intensitas ringan diketahui rata-rata 266,05 (SD= 41,99). Pada kelompok kelompok latihan aerobik intensitas sedang rata-rata berada pada nilai 333,88 (SD= 77,61). Sedangkan pada kelompok

kontrol kadar TNF-α berada pada rata-rata

340,32 (SD= 66,50).

Selanjutnya dilanjutkan dengan uji statistik menggunakan uji Anova dengan hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,036 < 0,05 maka H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi

peningkatan rata-rata persentase kadar TNF-α

yang signifikan pada ketiga kelompok pengukuran sehingga dapat dilanjutkan dengan uji LSD untuk mengetahui perbedaan peningkatan rata-rata

persentase kadar TNF-α masing-masing

(5)

ISSN : Vol. 1 No. 1 (April, 2017)

journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 25

Tabel 4. Hasil Uji LSD Distribusi Rata-rata Persentasi Kadar TNF-α Pada Kelompok Latihan Aerobik Ringan, Sedang dan Kontrol

Kelompok Mean

Pada tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa

distribusi persentase kadar TNF-α pada kelompok

perlakuan latihan aerobik intensitas ringan dengan latihan aerobik sedang diketahui nilai p = 0,26 < 0,005 sehingga terdapat perbedaan yang

signifikan kadar TNF-α Pada kelompok kelompok

latihan aerobik intensitas ringan dan sedang. Hasil uji LSD pada distribusi persentase kadar TNF-α pada kelompok perlakuan latihan aerobik intensitas ringan dengan kelompok kontrol diketahui nilai p = 0,20 < 0,005 sehingga juga

terdapat perbedaan yang signifikan kadar TNF-α

antara kelompok latihan aerobik intensitas ringan

dan kelompok kontrol. Hasil uji LSD pada

distribusi persentase kadar TNF-α pada kelompok

perlakuan latihan aerobik intensitas sedang dengan kelompok ringan diketahui nilai p = 0,26 < 0,005 sehingga juga terdapat perbedaan yang

signifikan kadar TNF-α antara kelompok latihan

aerobik intensitas ringan dan sedang.

Sedangkan pada distribusi persentase kadar TNF-α pada kelompok perlakuan latihan aerobik intensitas sedang dengan kelompok kontrol diketahui nilai p = 0,820 > 0,005 sehingga

diketahui perbedaan kadar TNF-α antara

kelompok latihan aerobik intensitas sedang dan kelompok kontrol tidak signifikan.

Pada proses inflamasi akut akan terjadi serangkaian perubahan kompleks yang terjadi dalam jaringan akibat cedera jaringan baik oleh infeksi bakteri ataupun akibat trauma jaringan yang distimulasi dari latihan aerobik yang menyebabkan dilepaskannya beberapa zat seperti histamian, bradikinin, dan serotinin dan zat lain di sekitar daerah cedera yang akan meningkatkan permiablitias kapiler, vena dan venula, sehingga memungkinkan sebagian besar sel, cairan dan protein akan masuk ke dalam

jaringan (Guyton, 2012).

Perbedaan signifikan kadar TNF-α pada

kelompok latihan aerobik ringan, sedang dan

kontrol disebabkan karena TNF-α merupakan

sitokin proinflamasi yang dapat muncul jika terjadi cedera sel akibat berbagai faktor seperti bakteri, ataupun stress fisik atau biologis. Latihan aerobik sebagai stresor akan menimbulkan cedera pada sel otot dan kemugkinan akan mengakibatkan munculnya sinyal-sinyal bahaya oleh DAMPs sebagai akibat respon latihan aerobik yang diberikan, sejalan dengan teori bahwa respon latihan aerobik dapat menjadi stimulus munculnya cedera pada sel-sel akibat stres biologis atau fisik dan sel-sel yang terpapar oleh rangsangan kimiawi, fisik, stres biologis akan memunculkan sinyal-sinyal bahaya yang disebut sebagai

DAMPs (Damage Asosiated Molecular Pattern)

atau cell death-associated molecules.

Molekul-molekul ini diakui oleh sistem kekebalan tubuh

bawaan sebagai reseptor pengenalan innate

immunity yang memiliki kesamaan dengan PAMs yang mengungkapkan antara respon induksi inflamasi patogen dan respon inflamasi non infeksius (Abhishek, 2010., Tolle dan Standiford, 2012., Krysko, et al; 2011)

Latihan aerobik sedang dapat menghasilkan

adanya cedera otot yang dapat memicu Damage

Asosiatif Molecular Patterns (DAMPs) yang akan

merangsang makrofag untuk menghasilkan

sitokin proinflamasi seperti TNF-α. Hal tersebut sesuai dengan teori Dembic (2015) bahwa salah satu sel yang mengasilkan sitokin proinflamasi TNF-α adalah makrofag dan TNF-α dapat dilepaskan dari makrofag selama olahraga (Celle dan Fernandez, 2010). Bukti lain juga

menyebutkan bahwa sumber utama dari TNF-α

adalah sel mononuklear darah periper (PBMC), sumber lain dari TNF-α adalah sel kupfer dihati dan sel limpe yang meningkat pada saat mendapat rangsangan latihan fisik (Wackerhage, 2014). Sitokin atau beberapa interleukin yang berfungsi sebagai mediator inflamasi juga mengalami perubahan dalam menanggapi proses infeksi, cedera, atau stres fisik. Beberapa sitokin dan interleukin akan mempengaruhi respon imun bawaan dan proses inflamasi (Morovatnya, 2014).

Pada hasil penelitian lainnya juga

menunjukkan bahwa latihan aerobik dan

anaerobik yang dilakukan selama 30 menit pada remaja laki-laki, dapat meningkatkan biomarker tertentu seperti stres oksidatif dalam darah. Selain itu, LDL teroksidasi (ox-LDL) telah diidentifikasi sebagai chemoattractant ampuh dan

stressor oksidatif aterogenesis, biasanya

(6)

ISSN : Vol. 1 No. 1 (April, 2017)

journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 26

monosit migrasi ke dalam ruang subendothelial (Bloomer., et al, 2005). Sejalan dengan hasil

penelitian oleh Ambarish; et al (2012) yang

menyatakan bahwa plasma IL-6 dan TNF-α

meningkat dengan olahraga ringan atau akut dan IL-6 akan meningkatkan lebih lanjut dengan latihan berat selama satu bulan latihan, sehingga dapat diketahui bahwa olahraga ringan secara teratur memiliki efek menguntungkan karena dapat mempengaruhi kadar sitokin.

Distribusi persentase kadar TNF-α pada

kelompok perlakuan latihan aerobik intensitas ringan dengan latihan aerobik sedang diketahui nilai p = 0,26 < 0,005 sehingga terdapat

perbedaan yang signifikan kadar TNF-α Pada

kelompok kelompok latihan aerobik intensitas

ringan dan sedang. Hasil uji LSD pada distribusi

persentase kadar TNF-α pada kelompok

perlakuan latihan aerobik intensitas ringan dengan kelompok kontrol diketahui nilai p = 0,20 < 0,005 sehingga juga terdapat perbedaan yang

signifikan kadar TNF-α antara kelompok latihan

aerobik intensitas ringan dan kelompok kontrol.

Besarnya perbedaan kadar TNF-α yang

dihasilkan juga terkait dengan intensitas dan durasi latihan yang diberikan. Semakin tinggi intensitas atau durasi latihan aerobik maka akan meningkatkan kemungkinan cedera yang akan semakin meningkatkan konsentrasi plasma berbagai zat yang diketahui mempengaruhi fungsi sel otot termasuk sitokin inflamasi, seperti TNF, makrofag inflamasi protein-1, dan IL-1; sitokin anti-inflamasi IL-6, IL-10, dan antagonis IL-1-reseptor (IL-1ra); dan protein fase akut, termasuk protein C-reaktif (CRP) (Gleeson 2007). Sejalan dengan hasil penelitian lainnya bahwa tindakan

eksentrikseperti pada Resistance Training dapat

menginduksi kerusakan otot yang lebih tinggi (Celle dan Fernandez, 2010). Penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa levelplasmaIL-1A, TNFa, sTNF-r1 dan sTNF-r2 memuncak padasatu jam pertama setelahlatihan. (Ostrowsky., et al, 1999). Hasil uji LSD pada distribusi persentase

kadar TNF-α pada kelompok perlakuan latihan

aerobik intensitas sedang dengan kelompok ringan diketahui nilai p = 0,26 < 0,005 sehingga juga terdapat perbedaan yang signifikan kadar TNF-α antara kelompok latihan aerobik intensitas ringan dan sedang.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa TNF-α memiliki potensi untuk dapat dijadikan sebagai biomarker penting yang dapat digunakan dalam penentuan batasan intensitas latihan atau olahraga yang dilakukan. Latihan aerobik dengan intensitas sedang dapat direkomendasikan untuk memodulasi respon imun tubuh karena cedera sel

yang dihasilkan dari latihan aerobik sedang dapat

mengaktivasi TNF-α pada level yang optimal

sehingga dapat meningkatkan efisiensi innate dan

juga adaptive immunity. Hal tersebut sejalan

dengan teori yang menjelaskan bahwa TNF-α,

berperan sebagai mediator penting dari respon inflamasi setelah cedera, yang dapat ditemukan pada regenerasi otot rangka. TNF-alfa berperan penting dalam peradangan, termasuk aktivasi dan kemotaksis dari leukosit, ekspresi molekuladhesi

padaneutrofil dan sel endotel, serta

regulasisekresi sitokinproinflamasilainnya. TNF-α

merupakan bagian sitokin kompleks pada jaringan yang mampu bekerja secara sinergis dan nonsinergis dengan menginisiasi sitokin kaskade, dengan mengontrol sintesis dan ekspresi sitokin lain, hormon, dan reseptor lainnya (Collins dan Grounds, 2001).

KESIMPULAN

Pada subjek penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan rata-rata jumlah monosit setelah latihan aerobik ringan, sedang, dan kelompok kontrol.

Pada subjek penelitian ditemukan adanya perbedaan rata-rata kadar TNF-α setelah latihan aerobik ringan, sedang, dan kelompok kontrol.

Rata-rata kadar TNF-α pada kelompok latihan

aerobik sedang lebih tinggi dari dari kelompok latihan aerobik ringan, namun tidak bermakna terhadap kelompok kontrol.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas K Abul et. al. 2012 Leukocyte Migration into tissues in Cellular and Moleculer Immunology 7th Edition p 44-45.

Abhishek D. Gard, 2012. Damage-Associated

Molecular Patterns : Revealing The

Molecular Communication Between

Dying Cancer Cells And The Immune

System. Acta Biomedica Lovaniensia

583. Leuven University Press. Belgium.

Ambarish, V; S. Chandrasekara, K. P. Suresh,

2012, Moderate Reguler Exercises Reduce Inflamamatory Response For Physical

Stress, Indian J Physiol Pharmacol 2012;

56(1) : 7–14

Bompa, Tudor O, 1999, Periodization Training for

Sports, publisher : Human Kinetics.

(7)

ISSN : Vol. 1 No. 1 (April, 2017)

journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 27

stress. Journal of Strength and

Conditioning Research 19(2):276-285.

Calle C. M and Maria Luz Fernandez L.M , 2010. Effects of resistance training on the

inflammatory response. Nutrition Research

and Practice (NutrResPract) 2010;4(4):259-269 DOI:

Histochemistry & Cytochemistry,

http://www.jhc.org

Craenenbroeck, Amaryllis H. Van; Katrijn Van Ackeren; et al, 2014, Acute Exercise-Induced Response of Monocyte Subtypes in

Chronic Heart and Renal Failure, Hindawi

Publishing Corporation Mediators of Inflammation Volume,

Andrianto,

Fisiologi

Manusia

dan

Mekanisme Penyakit, Edisi-3 edisi

revisi, EGC, cetakan 2012, Jakarta

Gleeson, Michael., 2007, School of Sport and

Exercise Sciences, University,

Loughborough, United Kingdom, J Appl

Physiol 103: 693–699, 2007. doi:10.1152/japplphysiol.00008.2007. Giriwijoyo Santosa dan Zafar Sidik, 2013, Ilmu

Kesehatan Olahraga, Penerbit: PT. Remaja Rosdakarya Cetakan ke 3.

Biochem March; 3(1): e26908.

Irianti, Evi, 2008, Tesis: Pengaruh Aktivitas Sedang Terhadap Hitung Leukosit dan Hitung Jenis Leukosit Pada Orang Tidak

Terlatih, Universitas Sumatera Utara

Medan. Diakses: http:

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/... /mkn-des2008-41%20(8).pdf.

Isenberg, David, 2014, TLRs, DAMPs, PAMPs,

and Muscle Injury: Newfound Explanations for Myositis, Published on Rheumatology Network

Kasapis, Christos MD; Paul D. Thompson, MD, FACC; 2005, The Effects of Physical Activity on Serum C-Reactive Protein and

Inflammatory Markers, Journal of the

American College of Cardiology

Kazue Kanda, Kaoru Sugama, Jun Sukuma, et al, 2014 Evaluation of serum leaking enzymes

and investigation into new biomarkers

for exercise-induced muscle damage.

Exercise Imunology Review 20 : 39-43.

Kemenpora, 2009, Penyajian Data Informasi

Kementrian Pemuda dan Olahraga,

Diterbitkan oleh: Biro Perencanaan

Sekretariat Kementrian Pemuda dan

Olahraga, Diakses: http: //www.

kemenpora.go.id /pdf /PENYAJIAN %20 DATA%20INFORMASI%20KEMENTERIAN %20PEMUDA%20DAN%20OLAHRAGA%2 0TAHUN%202009.pdf

Hayati, 2014, Dampak Latihan Intensitas Berat pada Fungsi Imun Tubuh, Embrio, Jurnal

Kebidanan, Vol. IV, diakses: http:

www//digilib.unipasby.ac.id/download.php?i d=102

Hnasko, Robert, 2015, ELISA Methods and Protocols, P: Humana Press, New York. Mackinnon LT, 2000, Chronic Exercise Training

Effects on Immune Function, Med Sci

Sports Exerc. 2000 Jul; 32(7 Suppl):S369-76

Murti, Bhisma, 2006, Penerapan Metode statistik Non Parametrik Dalam Ilmu-Ilmu Kesehatan, PT. Gramedia, Jakarta

inflammatory Cytokine Balance in

Strenuous Exercise in Humans, Journal of

Physiology (1999), 515.1, pp. 287—291

Pedersen, Bente K., and Laurie HG., 2000,

(8)

ISSN : Vol. 1 No. 1 (April, 2017)

journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing 28

Regulation, Integration, and Adaptation, Journal: Physiological Reviews Printed in U.S.A Vol. 80, No. 3

Pescatello, Linda S. 2014, American College of Sports Medicine : Guidelines for exercise

testing andprescription, P: Lippincott

Willams & Wilkins. Ninth Edition

Piraki, Parivash; Zinat Ebrahimi; Mohsen Piraki,

2013, Effect of One Session Strenuous

Exercise on Some Factors of Immune

System, World Applied Sciences Journal

28 (5): 746-749,

Puglisi, Michael J and Maria Luz Fernandez, 2008, Modulation of C-Reactive Protein, Tumor Necrosis Factor-a, and Adiponectin

by Diet, Exercise, and Weight Loss, The

Journal of Nutrition

Sunyoto, Danang, 2012, Statistik Kesehatan, Analisis data Dengan Perhitungan SPSS Manual dan Program SPSS, Nuha Medika Yogyakarta

Gambar

Tabel 2. Distribusi Rata-rata Persentasi Kadar TNF-α pada Kelompok Perlakuan Latihan Aerobik Ringan, Sedang dan Kontrol
Tabel 4. Hasil Uji LSD Distribusi Rata-rata Persentasi Kadar TNF-α Pada Kelompok Latihan Aerobik Ringan, Sedang dan Kontrol

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan antena mikrostrip multilayer parasitic dapat menjadikan dimensi antena berkurang namun tetap menghasilkan gain yang besar jika

Populasi pada penelitian ini adalah biakan bakteri Salmonella typhi yang diperoleh di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma Surabaya dengan besar

instrumen model skala likert yang mengacu pada dimensi dari variabel burnout. seperti terlihat pada

Variabel independen dalam penelitian ini adalah pelayanan, nisbah bagi hasil, religiusitas, kualitas produk dan lokasi dan variabel dependennya adalah minat nasabah

Penelitian ini mengungkapkan tingkat pengetahuan masyarakat berdasarkan lima elemen karakteristik program talkshow , yaitu pembawa acara, narasumber, topik, pemirsa,

ADHI KARYA (Persero) Tbk selama tiga tahun yaitu rasio likuiditas pada current ratio dalam kondisi kurang likuid dan quick ratio dalam kondisi likuid. Rasio

menyelesaikan skripsi dengan judul “ PENGARUH AUDIT FEE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN TERHADAP AUDITOR SWITCHING DENGAN REPUTASI KANTOR AKUNTAN PUBLIK SEBAGAI VARIABEL

Apakah Customer Relationship Management secara tidak langsung berpengaruh terhadap loyalitas investor melalui kepuasan pada PT Danareksa (Persero) Medan.. Apakah kualitas