Laporan Ekologi II
(Ekologi Hewan)
“
Menyelidiki Makanan yang di Makan Hewan dengan Metode
Analisis Isi Lambung (ANSILAM)
”
Disusun Oleh :
Nama : Tiskha Sukma Ambarwati
NIM : 201610070311096
Kelas : Biologi IV-B
Laboratorium Biologi
Universitas Muhammadiyah Malang
A.
TUJUAN
1.1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi makanan apa saja yang dimakan oleh tupai melalui metode analisis isi lambung
1.2. Mahasiswa dapat menentukan derajat kepenuhan dan indeks kemontokan dari tupai
B.
METODE PRAKTIKUM
2.1. Alat & Bahan
Scalpel
Pinset
Jarum Pentul
Gunting
Papan Parafin
Timbangan Kue
Timbangan Analitik
Tali Rafia
Tissue
Tupai
2.2. Cara Kerja
No.
Foto Kegiatan
Keterangan
1. Menyiapkan alat dan bahan
2.
3.
Mengukur panjang tubuh tupai menggunakan tali rafia dan penggaris
4.
Membedah tupai menggunakan gunting bedah dimuai dari bagian anusnya
5.
Membuka selaput yang menutupi organ dalam kemudian menusuk kulit tupai menggunakan jarum pentul pada papan parafin
6.
Memisahkan organ
pencernaan dengan bagian tubuhnya
7. Mengukur panjang saluran
8. Menimbang berat saluran pencernaan tupai
9. Mengukur berat, panjang,
dan diameter ventriculus
10.
Mengeluarkan dan
menimbang makanan yang ada di dalam ventriculus
C.
PEMBAHASAN
3.1. Data pengamatan (LK terlampir)
3.2. Pembahasan
Mamalia merupakan kelas vertebrata yang dicirikan oleh adanya kelenjar susu pada betina menghasilkan susu sebagai sumber makanan anaknya, adanya rambut dan tubuh yang endoterm atau "berdarah panas" (Kuswanda, 2010).
Menurut Feldhemer et al. (1999) dalam amalia dapat tinggal pada lingkungan yang ekstrim berdasarkan ketinggian tempat serta pada kondisi hujan ataupun bersalju. Selanjutnya dikatakan lagi, bahwa setiap jenis makhluk hidup membutuhkan makanan untuk dapat bertahan hidup dalam komunitasnya. Mamalia membutuhkan energi dan nutrisi untuk dapat tumbuh, beraktivitas dan berkembang biak agar tetap bertahan hidup.
Analisis isi lambung pada kali ini menggunakan tupai liar sebagai bahan percobaaan. Taksonomi dari tupai seperti berikut:
Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Scandentia Famili : Tupaiidae
Tupai adalah satu-satu nya mamalia yang benar-benar aktif saat siang hari. Binatang kecil ini menghabiskan siang harinya dengan makan, bersih-bersih, berpindah dari satu pohon ke pohon lain, mandi matahari, atau mengumpulkan cadangan makanan (Becker, 2007).
Pencernaan adalah proses penyerdehanaan makanan melalui mekanisme fisika dan kimiawi sehingga makanan menjadi bahan yang mudah diserap. Pencernaan secara fisik atau mekanik dimulai dari rongga mulut dimana gigi berperan untuk memotong atau menggerus makanan yang masuk kemulut, kemudian dari rongga mulut dilanjutkan ke segmen lambung dan usus dengan adanya gerakan kontraksi otot.
Sistem Pencernaan pada tupai terdiri dari kelenjar pencernaan dan organ pencernaan. Kelenjar pencernaannya terdiri dari 4 pasang kelenjar ludah: paratiroid, infaorbital, submaksilari, dan sublingual. Terdapat kantung empedu dengan saluran empedu dan saluran getah pancreas yang bermuara dalam duodenum. Sekum (caecum) berdinding tipis, panjangnya kira-kira 50 cm, mempunyai appendiks vermiformis (umbai cacing) yang bentuknya seperti jari. Sedangkan organ pencernaannnya terdiri dari mulut, kerongkongan, ventriculus, duodenum, ileum, rectum, dan anus. Menurut Hage (2017) lambung pada vertebrata khususnya mamalia adalah organ yang berkantung.
Pada praktikum kali ini saat melakukan pengukuran panjang saluran cerna tupai didapatkan hasil sebesar 113cm sementara panjang tubuhnya hanya 33cm saja, hal ini dapat mengindikasikan bahwa tupai merupakan hewan herbivora. Sesuai dengan pernyataan Hartanto (2015) bahwa hewan herbivora memiliki usus dengan rata-rata 10-12 kali panjang torso tubuhnya.
hanya diberi buah apel saja di hari minggu itu dari penjual tupai, untuk selanjutnya sudah tidak pernah diberi makan sampai hari kamis saat akan dibunuh untuk dijadikan bahan praktikum, jadi sesungguhnya ikan tidak memakan apa-apa. Namun pada pengamatan isi lambung yang ditemukan hanya cairan kental berwarna oranye keruh, kemungkinan itu merupakan sisa dari buah apel yang dimakan pada hari minggu.
Pada pengamatan derajat kepenuhan dan indeks kemontokan diketahui melalui perhitungan dimana derajat kepenuhannya sebesar 15,266% sementara indeks kemontokannya 0,208gr/cm. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa derajat kepenuhan dari tupai adalah tidak penuh karena berada di rentanagan 0-20%, sedangkan indeks kemontokannya juga tidak montok karena berada di posisi kurang dari tiga (<3), hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (1997) dalam Khairul (2014) yang menyatakan jika nilai b sama dengan 3 maka pertambahan panjang seimbang dengan pertambahan bobotnya atau disebut dengan pertumbuhan isometrik. Apabila nilai b lebih besar atau lebih kecil dari 3 dikatakan allometrik, kalau nilai b kurang dari 3 mengindikasikan kondisi yang kurus, dimana pertambahan panjangnya lebih cepat daripada beratnya.
D.
KESIMPULAN & SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil praktikum, isi lambung dari tupai sudah tidak dapat diidentifikasi karena sudah tercerna.
2. Derajat kepenuhan dari tupai ini sebesar 15,266% artinya tidak penuh, sedangkan untuk indeks kemontokannya hanya sebesar 0,208 gr/cm artinya tidak montok.
4.2 Saran
Enough E.
DAFTAR PUSTAKA
Becker, Geneveive De. 2007. Atlas Binatang, Mamalia 2. Solo: Tiga Serangkai
Gunawan. 2007. Keankeragaman Jenis Mamalia Besar Berdasarkan Komposisi Vegetasi dan Ketinggian Tempat di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai [Skrips]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan: Institut Pertanian Bogor
Pewarnaan Histokimia Periodic Acid Shiff (PAS). Jurnal Kajian Veteriner. Vol. 2 No. 2 : 193-201 ISSN : 2356-4113
Hartanto, Windy. 2015. Rainbow After Cancer. Jakarta: PT. Kawan Pustaka
Khairul dkk. 2014. Distribusi Dan Pola Pertumbuhan Ikan Bulan-Bulan (Megalops cyprinoides Broussonet, 1782) Di Sungai Belawan.
Jurnal Perikananan Dan Kelautan. Vol 19 No. 2 ISSN 0853-7607
Kuswanda, Wanda. Muhktar, Abdullah Syarief. 2010. Pengelolaan Populasi Mamalia Besar Terestrial di Taman Nasiona Batang Gadis Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol. VII No.1 Hal 59-60