LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI HEWAN
(Menentukan Kisaran Preferensi terhadap Kondisi Suhu Lingkungan dan Kecenderungan Makanan)
Asisten Koordinator : Disusun Oleh :
Nama : Irvani Eka Suciyananda NIM : 20131000311122
Kelas : Biologi / IV C
LABORATORIUM BIOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2015
A. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Perilaku preferensi suhu adalah perilaku suatu organisme dengan memilih tinggal dilingkungan dengan kisaran suhu tertentu. Perilaku preferensi suhu ini melibatkat fisiologi dari suatu organisme dalam melakukan homeostatis sebagai bentuk usaha mekanisme dalam pengaturan diri agar tetap menjaga kestabila lingkungan internal sebagai tanggapan terhadap kondisi lingkungan eksternal yang berubah-ubah.
Karena menurut Campbell et al (2000) bahwa homeostasis adalah kemampuan dari
suatu sistem terbuka untuk mengatur lingkungan internal dengan tujuan mempertahankan kondisi yang stabil dengan beberapa penyesuaian kesetimbangan dinamis yang dikontrol oleh mekanisme peraturan yang saling berkaitan. Dan dalam
rangka untuk mengetahui perilaku ikan Molly (Poecillia sphenops) terhadap perilaku
preferensi suhu maka dilakukannya uji praktikum mengenai preferensi suhu ikan
Molly (Poecillia sphenops).
Kualitas makanan sangat berpengaruh terhadap perkembangbiakan serangga hama. Pada kondisi makanan yang berkondisi baik dengan jumlah yang cukup dan cocok bagi sistem pencernaan serangga hama akan menunjang perkembangan populasi, sebaliknya makanan yang berlimpah dengan gizi jelek dan tidak cocok akan menekan perkembangan populasi serangga (Yasin, 2009).
Berdasarkan urian diatas, maka pada praktikum kali ini, kamu bertujuan untuk
melihat preferinsi suhu pada ikan Molly (Poecilia sphenops) serta melukukan
pengamatan preferensi makanan pada belalang (Disosteira carolina).
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui preferensi suhu pada ikan Molly (Poecilia sphenops).
b. Untuk mengetahui preferensi makanan pada Belalang (Disosteira carolina).
1.3 Dasar Teori
Perilaku preferensi suhu merupakan perilaku suatu organisme untuk memmilih tinggal di lingkungan dengan kisaran suhu tertentu. Perilaku preferensi suhu
melibatkan beberapa fungsi dari fisiologis dalam bentuk pertahanan homeostatis. Karena dengan homeostatis hewan aquatik pada umumnya sebagai bentuk usaha pertahanan hidup suatu organisme untuk memelihara lingkungan internalnya dalam batas toleransi agar tetep terjadinya kestabilan lingkungan sebagai tanggapan terhadap kondisi lingkungan eksternal yang dapat berubah-ubah (Romario, 2014).
Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi mencerminkan keseluruhan toleransinya terhadap seluruh kumpulan variabel
lingkungan yang dihadapi organisme tersebut (Campbell et al, 2000). Artinya bahwa
setiap organisme harus mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungannya. Adaptasi tersebut berupa respon morfologi, fisiologis dan tingkah laku. Pada lingkungan perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam pengaturan homeostatis yang diperlukan bagi pertumbuhan dan reproduksi biota perairan (Tunas. 2005;16, dalam Romario, 2014). Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan (Ewusie, 1990; 180, dalam Romario, 2014). Kenaikan suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu (Kanisius, 1992; 22, dalam Romario, 2014). Menurut Soetjipta (1993; 71) dalam Romario, (2013). Air memiliki beberapa sifat termal yang unik, sehingga perubahan suhu dalam air berjalan lebih lambat dari pada udara. Selanjutnya Soetjipta, dalam Romario (2013) menambahkan bahwa walaupun suhu kurang mudah berubah di dalam air daripada di udara, namun suhu merupakan faktor pembatas utama, oleh karena itu mahluk akuatik sering memiliki toleransi yang sempit.
Secara kesuluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa spesies mampu hidup pada suhu air mencapai 29°C, sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu air yang sangat dingin, akan tetapi kisaran toleransi individual terhadap suhu umumnya terbatas (Sukiya.2005; 9, dalam Kholidaziah, 2013).
Kisaran toleransi suhu antara species ikan satu dengan lainnya berbeda, misalnya pada suhu terendah yang dapat menyebabkan kematian berada tepat diatas titik beku, sedangkan suhu tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis ikan. Pada umumnya ikan lebih menyukai suhu yang relatif hangat untuk proses fisiologis dalam tubuhnya ataupun inkubasi telur maksimal untuk yang gravit.
Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan sekelilingnya (Hoole et al, dalam Kholidaziah, 2013). Sehingga Ikan hias dengan
genus Poecilloia pada umumnya memiliki ukuran yang relatif kecil dan
pergerakannya mudah untuk diamati perilakua preferensi suhunya karena ikan Poecillia adalah ikan yang berdarah dingin dan mudah untuk mengatur suhu lingkungannya.
Menurut Hernandez-Rodriguez (1998) dalam Kholidaziah, D (2013), bahwa
pada umumnya Poecillia sp. mempunyai preferensi suhu sekitar 25°C-31°C dan
preferensi suhu ini dipengaruhi oleh jenis kelamin ikan, yang mana Poecillia sp. jantan memiliki nilai preferensi suhu yang rendah dibandingkan nilai preferensi suhu Poecillia sp. betina. Hal ini disebabkan karena dengan perkembangan seksual dan thermoregulasi dari Poecillia sp. (Hagen, 1964 dan Baker et.all., 1970 dalam Kholidaziah, D 2013).
Kesukaan atau yang dikenal dengan preferensi hewan spesifik dari suatu jenis, namun dapat berubah oleh pengalaman. Preferensi berarti bahwa jenis makanan itu lebih diperlukan dibandingkan jenis makanan lain yang terdapat dilingkungan. Preferensi hewan terhadap suatu jenis makanan atau mangsa tertentu sifatnya tetap dan pasti, tidak dipengaruhi poleh ketersediaannya dilingkungan (Starr, Cecie, dkk. 2013).
Preferensi makanan dapat diamati melalui percobaan-percobaan dengan kondisi terkontrol seperti di laboratorium, faktor biotik dan abiotik dilingkungan alam tersebut dapat mengubah aspek kualitatif dan kuantitatif makanan yang dikonsumsihewan (Otto, Sumarwoto, 1926).
Kesukaan hewan terhadap pakannya sangat tergantung kepada jenis dan jumlah pakan yang tersedia. Bila jumlah pakan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah pakan yang dibutuhkan, perpindahan kesukaan terhadap jenis pakan dapat terjadi (Vernon, R, dkk. 1777).
Hewan memperlihatkan beberapa tipe perilaku mencari makan yang berbeda. Beberapa jenis hewan sangat selektif terhadap apa yang mereka makan. Kelompok
hewan ini termasuk pencari makan khusus. Contohnya, beberapa jenis serangga hanya akan memakan satu jenis tumbuhan saja. Perilaku makan ini memperlihatkan kemapuan hewan dalam menghadapi seleksi alam sampai mereka memperoleh kemampuan makan yang efisien (Sukarsono, 2012).
Banyak binatang menggunakan strategi campuran, mengganti satu metode ke metode lainnya tergantung ketersediaan jenis makanan atau menggunakan kombinasi metode pencarian makan secara simultan. Belalang dan kerabatnya hidup di berbagai tipe lingkungan atau ekosistem antara lain hutan, semak/ belukar, lingkungan perumahan, lahan pertanian, dan sebagainya (Kalshoven 1981, dalam Erawati, N. V., 2010). Di alam, belalang berperan sebagai pemangsa, pemakan bangkai, pengurai material organik nabati dan hewani, pemakan bagian tumbuhan hidup dan mati, dan musuh alami dari berbagai jenis serangga lainnya (Borror et al. 1992 dalam Erawati, N. V., 2010).
Belalang (Dissosteria carolina) termasuk dalam pemakan rumput (grazers).
Rumput adalah makanan enak dan sedikit atau tidak ada resistensi ketika dimaan, disamping itu rumput adalah jenis tumbuhan yang cepat menyesuaikan diri dan cepat tumbuh untuk menggantikan bimass yang hilang (Sukarsono, 2012).
B. Metode Praktikum
1. Alat dan Bahan
a) Ikan Molly
b) Belalang
c) Air es
d) Air panas
e) Box preferendum makanan
dan suhu lingkungan
f) 4 jenis makanan belalang
2. Cara kerja
a) Preferensi Suhu
Gambar Keterangan
Menyiapkan alat dan bahan.
Mengisi box preferendum
suhu dengan air.
Memberi es pada kotak 1 dan mengukur suhu nya sampai 18°C.
Memberi air hangat kotak 2 dan mengukur suhunya sampai 30°C
Memasukkan ikan pada box prefendum suhu.
Mengamati pergerakan ikan selama sembilan menit.
Mengukur suhu zona I. II, dan III dengan termometer dan mencatatnya.
Mencatat hasil pengamatan pada LK.
b) Preferensi Makanan
Gambar Keterangan
Menyiapakan alat dan bahan.
Memasukkan pada box
preferendum makanan.
Memasukkan belalang pada box preferendum makanan dan menutupnya.
Melakukan pengamatan
selama lima menit sekali, dilakukan 3 kali.
Mencatat hasil pengamatan.
3. Lembar Kerja
C. Pembahasan
Pada pengamatan kali ini, kami mengamati preferensi suhu pada ikan Molly (Poecilia sphenops) dan preferensi makanan pada belalang (Disosteria carolina).
Berdasarakan hasil pengamatan pada preferensi suhu, ikan Molly (Poecilia spenops),
jumlah ikan paling banyak berada pada zona 3, yang memiliki suhu 28°C. Seperti
yang disebutkan oleh Kholidaziah, D (2013), bahwa pada umumnya Poecillia sp.
mempunyai preferensi suhu sekitar 25°C-31°C. Ikan molly termasuk dalam ikan
genus Poicilia, sehingga preferensi suhu sekitar 25-31°C, sama dengan ikan Guppy
(Poecilia reticulata). Poecilia sp. dapat bertahan hidup pada suhu air sampai 32°C (Gibson (1954) dalam Romario (2014)), dengan toleransi terbatas pada suhu yang lebih tinggi hingga 36°C. Hal ini kemungkinan karena kurangnya oksigen pada lingkungan tersebut. Disaat suhu dingin maka oksigen akan semakin berkurang, apalagi dengan jumlah individu yang tidak sedikit pada satu lingkungan tersebut. Apalagi jika suhu ekstrim, entah itu ekstrim dingin atau panas sesuai dengan itu oksigen akan semakin berkurang. Seperti menurut Kanisius (1992) dalam Romario (2014), makin tinggi suhu maka, makin sedikit oksigen dapat larut. Ikan ini sangat mudah beradaptasi dan memiliki toleransi yang baik dalam berbagai kondisi lingkungan tempat hidupnya (Romario, 2014).
Pada pengamatan preferensi makanan, belalang (Dissosteira carolina) diberi 4
perlakuan, yaitu belalang diberi makan daun jeruk, daun jambu, daun manga dan rumput. Pada pegamatan, didapatkan hasil bahwa serangga lebih suka pada makanan berupa rumput. Ini sesuai dengan pernyataan T.W. Harris (1835), tentang habitat dari
belalang (Dissosteira carolina), yaitu berada pada padang rumput. Belalang
merupakan hewan pemakan rumput (grazer), seperti yang dijelaskan dalam buku
“Pengantar Ekologi Hewan” oleh Sukarsono (2012). Pada awalnya, belalang (Dissosteria carolina) memencar, mencari makanan yang cocok untuknya. Seperti pada 5 menit pertama, serangga masih menyebar pada daun jeruk, daun jambu, daun mangga, dan rumput. Kemudian, pada pengamatan 5 menit ketiga, serangga telah
banyak yang berada pada rumput. Ini berarti, belalang (Dissosteria carolina) dalam
ketersediaan pakan yang banyak, sehingga belalang (Dissosteria carolina) membutuhkan waktu untuk mencari makanan yang cocok untuknya. Ketidakcocokan faktor makanan dapat ditimbulkan karena kurangnya kandungan unsur yang diperlukan serangga, rendahnya kadar air bahan, dan permukaan terlalu keras, bentuk material bahan yang kurang disenangi. (Yasin, 2009).
Kesesuaian makanan erat kaitannya dengan dinamika serangga memilih sumber makanan yang cocok untuk pertumbuhan populasinya atau dalam proses perkembangbiakan keturunannya. Kualitas makanan sangat berpengaruh terhadap perkembangbiakan serangga hama. Pada kondisi makanan yang berkondisi baik dengan jumlah yang cukup dan cocok bagi sistem pencernaan serangga hama akan menunjang perkembangan populasi, sebaliknya makanan yang berlimpah dengan gizi jelek dan tidak cocok akan menekan perkembangan populasi serangga (Yasin, 2009).
D. Kesimpulan dan Saran a. Kesimpuan
1. Preferensi adalah tingkat kesukaan hewan terhadap suatu kondisi tempat
hidupya, misal pada suhu dan ketersediaan makanan.
2. Berdasarakan hasil pengamatan, ikan Molly (Poecilia sphenops) banyak
berada pada zona 3 berarti preferensi suhu pada ikan Molly (Poecilia
sphenops), yaitu pada suhu 28°C, karena pada umumnya Poecillia sp. mempunyai preferensi suhu sekitar 25°C-31°C.
3. Preferensi makanan pada belalang (Disesteira carolina) yaitu pada rumput,
karena belalang merupakan hewan pemakan rumput (grazers). b. Saran
Semoga praktikum kedepannya lebih dimudahkan dalam hal materi. Karena materi untuk analisis laporan masih sulit dan susah ditemukan. Selebihnya saya kira sudah cukup baik.
E. Daftar Pustaka
Campbell, et al. 2000. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Erawati, N. V. dan Kahono, S. 2010. Keanekaragaman dan Kelimpahan Belalang dan Kerabatnya (Orthoptera) pada Dua Ekosistem Pegunungan di Taman
Nasional Gunung Halimun-Salak. Jurnal Entomol Indon. 7(2): 100-115.
Kholidaziah. 2013. Preferensi Suhu Guppy (Poecillia sp). Fakultas Sains Dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati. Bandung.
Otto, Sumarwoto. 1926. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Djambatan.
Romario. 2014. Preferensi Suhu Black-Molly Dan Guppy (Poecillia sp.). Fakultas
Sains Dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati. Bandung.
Starr, Cecie, dkk. 2013. Biologi, Kesatuan dan Keragaman Hidup. Jakarta: Salemba
Teknika.
Sukarsono. 2012. Pengantar Ekologi Hewan. UMM Press.
T.W. Harris. 1835. Dissosteira Carolina (Linnaeus) Orthoptera: Acrididae:
Oedipodinae The Carolina Grasshopper.
Vernon, R, dkk. 1985. The Insect and Arachnid of Canada Part 14. Biosystematics
Research Institute. Ottawa.
Yasin, M. 2009. Kemampuan Akses Makan Serangga Hama Kumbang Bubuk Dan
Faktor Fisikokimia Yang Mempengaruhinya. Prosiding Seminar Nasional